“Davita ini klien Tante, sekaligus temannya Angga. Davita orang yang bertanggung jawab untuk mengurus taman bunga mansion Naradipta. Tadi baru saja selesai survei akhir, sebelum tamannya digarap sesuai denah yang Tante minta. Karna tadi sudah terlalu sore, jadi Tante minta Davita istirahat dulu di sini.” Laili menjelaskan tentang Davita kepada Hani, ia hanya tak ingin Hani berpikiran lain.Meski begitu, Hani memang sudah terlanjur geram kepada Davita. Ia pun sudah tahu jika Davita sengaja mendekati Angga untuk balas dendam kepada dirinya. Davita sendiri sudah mengaku secara terang-terangan kala itu.Hani hanya bisa tersenyum kepada Laili, untuk menjaga image-nya. “Oh begitu, Tante. Ternyata Nona Davita ini karyawan toko bunga, ya?” Hani sengaja menekan kata karyawan toko bunga, demi merendahkan Davita.Davita tersenyum tenang. “Senang sekali bisa bertemu dan berkenalan dengan Nona Candra yang katanya salah satu model terbaik di kota kita.”Hani tersenyum sinis. “Iya, aku juga senang b
Tangan Hani terkepal melihat tangan Angga tengah menggenggm tangan Davita. Meski Angga sedang membawa mobil, pria itu masih begitu manis menggenggam tangan Davita. Situasi itu membuat Hani benar-benar seperti orang ketiga di antara mereka, padahal dirinya ‘lah calon istri sah Angga.Pasti Hani tak pernah menyangka dan tak pernah membayangkan jika dirinya akan pernah berada di posisi itu. Mungkin perlahan balasan dan karma mulai datang, karena dulu Hani sengaja menjadi orang ketiga dalam hubungan Davita dan Gino.Davita pun senang karena perlahan balas dendamnya semakin nyata. Ia melirik ekspresi Hani dari pantulan kaca depan mobil. Davita tampak sangat puas melihat wajah marah Hani.“Emm, Kak.”Angga langsung menoleh ketika Davita memanggilnya. “Kenapa?”“Perutku sedari tadi sedikit tidak enak. Aku ingin beli es krim dulu di depan.”Angga menatap Davita yang tersenyum manis kepadanya. “Perut tidak enak, kenapa malah minta es krim? Ini sudah malam, nanti perut kamu semakin tidak enak.
“Kami sudah memutuskan akan menikah bulan depan, Ma.”“Apaa?!” Endah berdiri dan menatap tajam putranya. “Kamu gila, Gino?!”Gino menatap Davita yang duduk di sampingnya. Ia meraih telapak tangan Davita, lalu mendongak menatap sang ibunda. “Aku ‘kan sudah memberitahu Mama minggu kemarin. Aku dan Davita sudah cocok, dan kami akan segera menikah.”“Mama tidak setuju!” bantah Endah. Ia menatap Davita dengan mata tajam. “Dari awal Mama sudah bilang, tidak setuju kamu menikah dengan wanita ini, Gino!”Gino menghembuskan napas panjang. “Aku dan Davita sudah berpacaran selama 5 tahun, Ma. Memang sudah seharusnya kami menikah, hubungan kami sudah sangat lama. Bahkan kami kenal sudah lebih dari 5 tahun.”“Mama tidak se-tu-ju!” tekan Endah marah. “Apa yang kamu lihat dari wanita ini, Gino? Kamu karyawan kantor, sebentar lagi akan naik jabatan jadi asisten manager! Bagaimana bisa kamu menikahi wanita miskin yang pengangguran! Dia hanya tiduran dan bersenang-senang saja di kontrakan, tanpa melaku
“Kamu cantik sekali pakai gaun ini, Dav.”Davita tersenyum mendengar pujian Hani. “Makasih, Han. Tapi tidak secantik kamu saat pakai gaun ini, kalau model memang beda, ya? Rasanya aku tetap tidak bisa seperti kamu,” candanya.Hani tertawa kecil, ia melirik Gino yang sedang duduk di salah satu kursi tunggu. Ia mengerling ke arah Gino ketika pria itu menatapnya. Gino pun berdeham pelan, lalu tersenyum.Davita mengira Gino tersenyum kepadanya, sehingga ia pun ikut tersenyum. “Menurut kamu ini cocok tidak dengan tubuhku, Mas?”Gino mengangguk dan tersenyum kepada Davita. “Tentu saja, kamu cantik pakai apa saja.”Davita terkekeh mendengar tanggapan calon suaminya. Hani hanya tersenyum sinis di belakang Davita.“Ingin coba gaun lainnya? Aku ingin lihat yang lain, mana tahu ada yang lebih cantik dari pada ini,” ucap Hani sembari mendorong Davita ke ruangan ganti.“Oh, iya. Tapi aku rasa ini sudah cocok, apa perlu coba yang lain?” tanya Davita.“Harus, dong. Coba saja, ayo masuk sana. Ini har
“Permainan kamu semakin hari semakin bagus, Sayang.”“Dan punyamu tetap enak meski sudah bertahun-tahun kita melakukannya. Empat tahun lamanya, masih saja seperti ini. Nikmat sekali.”“E-empat tahun?” gumam Davita tak percaya.Tangan wanita cantik berpakaian pengantin itu terkepal, dadanya mendidih menyaksikan adegan panas di celah pintu. Suara menjijikkan menyertai setiap pergerakan sepasang insan di dalam sana. Napas Davita memburu, dadanya naik turun.“Binatang,” desis Davita dingin, “mereka benar-benar binatang. Ternyata mereka sudah lama menjalin kasih di belakangku? Hubungan kami 5 tahun, dan 4 tahun diisi dengan perselingkuhan menjijikkan ini? Biadab.”Davita tertawa pahit, matanya berkaca-kaca. Wanita itu memukul dadanya yang terasa begitu sakit dan sesak. Perlahan tubuhnya meluruh ke lantai, kedua kakinya seakan tak bertulang, sehingga tak lagi mampu menopang tubuh.Pria yang selama 5 tahun ini ia kira begitu mencintainya, kini tengah bermain panas dengan sahabatnya sendiri,
“Ck, aku sudah bilang ‘kan barusan? Selama ini aku tidak pernah menganggapmu sebagai teman. Aku mendekatimu awalnya hanya karena kesal dan penasaran, kenapa bisa para pria tertarik padamu, sedangkan ada aku yang lebih segalanya dibandingkan dirimu. Aku cantik, jauh lebih kaya dari padamu yang hanya seorang anak panti miskin, tubuhku juga lebih bagus dari padamu. Gayaku lebih modis dan lebih menarik dari padamu yang terlihat begitu kampungan, apalagi aku sudah menjadi model sedari lama. Aku heran, bagaimana bisa para pria malah lebih menyukaimu dibandingkan aku. Padahal sedari SMA, aku selalu menjadi primadona utama, tapi semenjak di kampus karena keberadaanmu, aku jadi dinomor duakan. Aku membencimu, Davita.”Davita menggeleng tak percaya. “Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura? Jadi selama ini hanya aku yang memiliki perasaan sayang tulus padamu?”Hani tersenyum sinis. “Makanya kau itu bodoh! Kau merasa spesial sampai aku yang seorang model ini bersedia berteman dengan anak panti s
“Gino! Kenapa kamu seakan marah padaku? Bukannya kamu juga tidak terlalu peduli kepada Davita? Kamu bilang, kalau kamu hanya ingin memanfaatkan kepintarannya saat nanti punya pekerjaan ‘kan? Belum tentu juga dia akan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Kenapa kamu begitu frustasi hanya karena dia ingin bercerai? Harusnya kamu senang.”“Diam ‘lah!” Gino menggeram, ia manatap Hani dengan mata tajam. “Harusnya kamu menahan semuanya, sekarang jadi kacau begini. Aku tidak ingin berpisah dengan Davita, padahal aku sudah susah payah mempertahankan hubungan kami.”Hani tersenyum sinis. “Jadi apa yang dikatakan Davita benar? Kamu selama ini berbohong padaku, hanya demi aku bersedia terus bersenang-senang denganmu, iya? Kamu bilang hanya memanfaatkan Davita, nyatanya kamu benar-benar menyukainya?” geram Hani.Gino mengurut keningnya yang berdenyut. “Tidak usah membuatku semakin pusing, Hani. Intinya jangan ganggu aku sekarang.”“Tapi percuma, Davita pasti tidak akan memaafkan kamu. Dia serius aka
“Bagaimana?”Lupis menunduk singkat sebelum menyahut pertanyaan Angga. “Nyonya Naradipta tadi berpesan, katanya Tuan Besar benar-benar sudah mengatur pernikahan Anda, Tuan.”Angga menghembuskan napas panjang, lalu ia menghempaskan punggung ke sandaran kursi. “Kau sudah tahu dengan siapa aku akan dijodohkan?”“Sesuai yang disebutkan Tuan Besar sedari awal, Tuan. Anda sudah dijodohkan dengan putri dari keluarga Candra. Namanya Hani Candra, dia seorang model yang cukup ternama di kota ini. Saya sudah menyiapkan dokumen lengkap tentang Nona Candra, ini silakan Anda cek, Tuan.”Angga menatap map merah yang baru saja diletakkan Lupis di atas meja kerjanya. Ia meraih map itu dengan ekspresi tak terlalu berminat.“Karena dia berasal dari keluarga yang terbilang terpandang, saya rasa calon istri Anda ini tidak akan merugikan Anda, Tuan. Pendidikannya bagus, karirnya juga bagus di dunia model, karena besar dalam keluarga terpandang, pastinya dia juga tumbuh elegan. Saya rasa dia cocok menjadi ca
Tangan Hani terkepal melihat tangan Angga tengah menggenggm tangan Davita. Meski Angga sedang membawa mobil, pria itu masih begitu manis menggenggam tangan Davita. Situasi itu membuat Hani benar-benar seperti orang ketiga di antara mereka, padahal dirinya ‘lah calon istri sah Angga.Pasti Hani tak pernah menyangka dan tak pernah membayangkan jika dirinya akan pernah berada di posisi itu. Mungkin perlahan balasan dan karma mulai datang, karena dulu Hani sengaja menjadi orang ketiga dalam hubungan Davita dan Gino.Davita pun senang karena perlahan balas dendamnya semakin nyata. Ia melirik ekspresi Hani dari pantulan kaca depan mobil. Davita tampak sangat puas melihat wajah marah Hani.“Emm, Kak.”Angga langsung menoleh ketika Davita memanggilnya. “Kenapa?”“Perutku sedari tadi sedikit tidak enak. Aku ingin beli es krim dulu di depan.”Angga menatap Davita yang tersenyum manis kepadanya. “Perut tidak enak, kenapa malah minta es krim? Ini sudah malam, nanti perut kamu semakin tidak enak.
“Davita ini klien Tante, sekaligus temannya Angga. Davita orang yang bertanggung jawab untuk mengurus taman bunga mansion Naradipta. Tadi baru saja selesai survei akhir, sebelum tamannya digarap sesuai denah yang Tante minta. Karna tadi sudah terlalu sore, jadi Tante minta Davita istirahat dulu di sini.” Laili menjelaskan tentang Davita kepada Hani, ia hanya tak ingin Hani berpikiran lain.Meski begitu, Hani memang sudah terlanjur geram kepada Davita. Ia pun sudah tahu jika Davita sengaja mendekati Angga untuk balas dendam kepada dirinya. Davita sendiri sudah mengaku secara terang-terangan kala itu.Hani hanya bisa tersenyum kepada Laili, untuk menjaga image-nya. “Oh begitu, Tante. Ternyata Nona Davita ini karyawan toko bunga, ya?” Hani sengaja menekan kata karyawan toko bunga, demi merendahkan Davita.Davita tersenyum tenang. “Senang sekali bisa bertemu dan berkenalan dengan Nona Candra yang katanya salah satu model terbaik di kota kita.”Hani tersenyum sinis. “Iya, aku juga senang b
“Angga, Hani sudah datang. Ayo turun.”Angga berdecak, ia keluar dari kamarnya menemui sang ibu. “Aku akan ikut makan malam kalau Davita juga ikut.”“Iya, Mama tahu. Kamu turun saja duluan, Davita akan menyusul.”“Mama tidak akan membohongiku ‘kan?”Laili mengembuskan napas pelan. “Kamu tidak percaya sama Mama? Sudah, ke bawah saja. Mama akan panggil Davita.”“Biar aku saja.”Laili menahan lengan putranya. “Biar Mama saja. Kamu tidak ingin Kakek curiga, lalu tidak suka kepada Davita ‘kan?”Angga mengembuskan napas berat. “Aku akan tunggu di bawah. Kalau Davita masih tidak turun dalam beberapa menit, aku akan menjemputnya ke kamar.”“Iya-iya, Mama tahu. Pergi ‘lah dulu ke bawah. Kakek dan Hani sudah menunggu di meja makan.”Meski terpaksa, Angga masuk ke dalam lift, menuju ke lantai bawah. Setidaknya Angga masih beruntung Laili tak menentang perasaannya untuk Davita. Seperti yang disebutkan Davita, Laili saat ini berada di posisi serba salah.Laili juga tak enak serta kasihan kepada Ha
“Angga masih tidur?” Laili mengintip ke dalam kamar Davita.Davita tersenyum kikuk, ia merasa tak enak. “I-ya, Tante. Aku akan bangunkan sekarang.”“Tidak usah.” Laili menahan pergelangan tangan Davita. Ia tersenyum, lalu menepuk pelan lengan Davita. “Tante ke sini hanya ingin mengajak kamu jalan-jalan sebentar. Masih gerimis, biarkan saja Angga tidur. Jarang sekali dia bisa tidur nyenyak begitu. Biasanya hanya tidur sebentar, lalu fokus kerja lagi. Tante senang dia bisa tidur lebih lama.”Davita terdiam. Ia ikut menoleh ke dalam kamar, meski ranjang tak terlihat jelas dari sana. “Kalau begitu ayo kita jalan-jalan sebentar, Tante.”“Lebih baik pakai ini. Karna hujan, kondisi di luar lebih dingin. Takutnya kamu masuk angin, nanti malah demam. Kalau kamu demam, Tante bisa dimarahi Angga,” canda Laili.Davita terkekeh kecil. Ia masih merasa tak enak serta canggung mempublikasikan hubungannya dengan Angga, di depan Laili. Bagaimanapun Laili pun tahu jika Angga akan segera menikah, sehingg
“Eh, Davita.” Laili terkejut melihat Angga datang bersama Davita. Ia berdiri dari duduknya, lalu mendekat ke arah Davita. “Kamu datang, kenapa tidak bilang-bilang Tante? Tahu begitu Tante siapkan sesuatu buat kita makan-makan.”Davita terkekeh kecil menanggapi itu. “Tidak usah repot, Tante. Kebetulan hari ini pekerjaan di toko lebih cepat selesai, Tante. Jadi sekalian saja datang ke sini, melanjutkan pembahasan masalah pembangunan taman bunga.”“Oh, sudah bisa dilanjutkan, ya? Kerja kamu cepat sekali, ya? Baru beberapa hari sudah selesai dan langsung ke tahap selanjutnya. Tidak heran kamu bisa menjadi bos muda.” Laili tersenyum kagum kepada Davita.Davita tersenyum tak enak. “Biasa saja, Tante. Aku masih belum apa-apa dibandingkan Kak Angga.” Ia melirik Angga yang berdiri di sampingnya.Angga tersenyum, ia mengusap puncak kepala Davita singkat. Hal itu membuat Laili terkejut. Pasalnya Angga tak pernah berlaku begitu manis dan lembut kepada orang lain, apalagi perempuan.“Kamu jauh leb
“Tante, Tuan Muda Naradipta tidak bersedia ikut untuk fitting baju.” Hani memperlihatkan wajah sedihnya di depan Laili.“Kenapa kamu memanggilnya terlalu formal begitu? Kalian sebentar lagi akan menikah. Coba biasanya lagi memanggil dengan nama. Panggil saja dia Angga, jangan panggil terlalu normal,” balas Laili.Hani tersenyum senang, tetapi ia berdeham untuk terlihat tetap polos di depan calon mertuanya. “Aku takut dia tidak suka dan marah. Jadi aku ingin lebih sopan saja, Tante.”“Mulai sekarang biasakan panggil nama saja. Atau kalian sepakati panggilan masing-masing, entah itu panggilan romantis seperti apa. Tidak bagus memanggil tuan atau nona begitu.” Laili tersenyum sembari menepuk pelan punggung tangan Hani.“Baik, Tante. Aku akan coba biasakan memanggil namanya. Nanti aku akan komunikasikan sama dia, bagusnya panggilan seperti apa di antara kami.” Hani tersenyum kepada Laili. “Tapi, aku takut dia tidak suka, Tante. Sekarang saja, dia menolak untuk datang fitting baju,” imbuhn
Hani terdiam sejenak, ia melirik tangan Angga masih mempertahankan ponsel di daun telinga. “Apa dia sedang telponan sama Davita? Tidak mungkin, mungkin dia sedang telepon dengan klien ‘kan? Tidak mungkin Davita sepenting itu, bisa teleponan seperti ini,” batin Hani menerka-nerka.“Kamu masih ada pesanan lagi? Aku akan berangkat, ada tambahan makanan lagi?”Suara berat Angga mengembalikan kesadaran Hani. Ia melotot ketika Angga sudah masuk mobil, ia menahan pintu mobil dengan berani. “Tuan Muda, kita harus tetap fitting baju. Ini adalah perintah Nyonya Naradipta—ibumu.”Angga menggeram, ia menatap Hani dengan mata tajam. “Berapa kali saya katakan, jangan melewati batasmu. Saya akan urus sendiri hal ini dengan ibu saya. Kau pergi saja sendiri.”“Tapi ini ‘kan pernikahan kita, Tuan Muda. Saya tahu Anda tidak menyukai saya, tapi apa Anda tidak ingin mencoba untuk saling menyukai? Jika Anda tidak memberi saya kesempatan, bagaimana mungkin hubungan kita jadi dekat?” ucap Hani berpura-pura l
Davita menganga melihat dua bodyguard berjaga di depan pintu apartemennya. Ia menatap bodyguard itu dengan ekspresi bingung.“Kalian ...?”“Nona.” Dua bodyguard itu menunduk hormat kepada Davita.Davita semakin bingung. Ia menatap dua pria kekar itu dengan ekspresi heran. “Apa kalian salah kamar? Emm ... maksudnya, mungkin kalian salah kamar majikan. Masalahnya saya tidak menyewa bodyguard sama sekali.”“Maaf, apakah Anda Nona Davita Zahra?” tanya salah satu bodyguard.Davita mengangguk dengan ekspresi cengo. “Iya, saya Davita Zahra.”“Kalau begitu kami tidak salah kamar, Nona.”Davita menganga. Perlahan ia menggaruk puncak kepalanya yang tak gatal. “Tapi saya tidak ingat pernah memesan jasa bodyguard.”“Kami diutus oleh Tuan Lupis, Nona. Tuan Muda Naradipta memberi kami amanat untuk menjaga Anda. Jika Anda ingin pergi, kami akan ikut.”Davita kembali ternganga. Ia pun baru menyadari logo keluarga Naradipta di jas yang bodyguard itu pakai. Davita mengembuskan napas pelan. Ia tak menya
Davita meneguk ludahnya pelan melihat foto serta video yang dikirim oleh Hani. Ia melirik ngeri ke arah Angga di sampingnya, merasa ngeri melihat hasil hukuman Angga kepada Gino. Rupanya foto serta video yang dikirim Hani kepadanya, adalah foto kondisi kritis Gino di rumah sakit.“Patah tulang tangan? Aku harusnya senang melihat Gino seperti ini. Secara tidak langsung, Angga membantuku membalas dendam. Tapi ... di sisi lain, aku juga ngeri karena Angga benar-benar gila tanpa basa-basi dan tanpa ragu berani membuat orang patah tulang, hampir mati di rumah sakit. Bagaimana kalau nanti Angga benci padaku karena tahu aku memanfaatkannya demi balas dendam kepada Hani dan Gino? Mungkin dia akan langsung membunuhku.” Davita sibuk membatin di dalam hati, ia merinding karena ngeri.“Kamu merasa tidak enak badan? Apa kita pulang ke apartemen saja?”Suara berat Angga mengejutkan Davita. Wanita itu menoleh dan tersenyum kaku menatap Angga. Sebelah alis Angga terangkat melihat ekspresi Davita.“Ti