“Kamu cantik sekali pakai gaun ini, Dav.”
Davita tersenyum mendengar pujian Hani. “Makasih, Han. Tapi tidak secantik kamu saat pakai gaun ini, kalau model memang beda, ya? Rasanya aku tetap tidak bisa seperti kamu,” candanya.
Hani tertawa kecil, ia melirik Gino yang sedang duduk di salah satu kursi tunggu. Ia mengerling ke arah Gino ketika pria itu menatapnya. Gino pun berdeham pelan, lalu tersenyum.
Davita mengira Gino tersenyum kepadanya, sehingga ia pun ikut tersenyum. “Menurut kamu ini cocok tidak dengan tubuhku, Mas?”
Gino mengangguk dan tersenyum kepada Davita. “Tentu saja, kamu cantik pakai apa saja.”
Davita terkekeh mendengar tanggapan calon suaminya. Hani hanya tersenyum sinis di belakang Davita.
“Ingin coba gaun lainnya? Aku ingin lihat yang lain, mana tahu ada yang lebih cantik dari pada ini,” ucap Hani sembari mendorong Davita ke ruangan ganti.
“Oh, iya. Tapi aku rasa ini sudah cocok, apa perlu coba yang lain?” tanya Davita.
“Harus, dong. Coba saja, ayo masuk sana. Ini hari spesial, ‘kan? Harus coba semuanya.” Hani tersenyum, sebelum senyum itu pudar ketika pintu ruangan ganti ditutup.
Hani berdecih, lalu membalikkan badan. Ia menatap Gino yang masih bermain ponsel di kursi tunggu. Mereka sekarang berada di salah satu butik, melakukan fitting baju pengantin Gino dan Davita.
Hani mendekat ke arah Gino, lalu mencolek perut pria itu. “Calon istrimu cantik sekali pakai gaun tadi,” decihnya.
Gino menoleh, ia tersenyum lalu menyimpan ponselnya. “Tapi dia tidak secantik kamu, Sayang. Teta saja lebih cocok kamu memakai apa pun dari pada dia. Kamu adalah seorang model, mana bisa dibandingkan dengan seorang gadis desa,” bisiknya.
Hani tersenyum puas mendengar itu. “Setelah ini, kita ke apartemen, ya. Aku ingin kamu tidur di apartemenku malam ini.”
“Tapi aku besok ‘kan akan menikah, Sayang.”
“Ck, jadi kamu tidak mau?” dengkus Hani.
“Tentu saja mau, aku juga butuh hiburan sebelum menikah besok. Tunggu aku di apartemen nanti, ya.” Gino tersenyum sembari berbicara di dalam hati. “Hani cantik, tapi kalau boleh jujur ... Davita lebih cantik. Hanya saja, Davita selalu berpenampilan sederhana sehingga terkesan udik seperti orang kampung. Maklum, dia ‘kan orang miskin, beda dengan Hani yang anak orang kaya, model lagi. Intinya, aku ingin mereka berdua, nikahi Davita untuk wajahnya dan nikmati Hani.”
“Davita, aku tidak akan pernah melepaskan apa pun yang kau miliki. Semua hal yang kau miliki, harus aku miliki juga. Kau hanya wanita yatim, kampungan dan udik, tidak mungkin kau lebih menarik pada aku,” decih Hani ikut membatin.
***
Hari pernikahan pun tiba, tampaknya hanya Davita yang betul-betul berbahagia saat ini. Ia tak tahu jika pria di sampingnya itu sudah mengkhianatinya sedari lama. Lebih mengerikan lagi, Gino berselingkuh dengan sahabat baik Davita. Sahabat baik? Tampaknya hanya Davita yang menganggap Hani sebagai sahabat baik.
“Kamu ke kamar lebih dulu, aku ada urusan di sini bersama para tamu,” ucap Gino kepada Davita.
“Apa tidak masalah jika aku ke kamar duluan?” tanya Davita.
“Tidak masalah, kamu ke atas saja. Aku akan menyusul setelah teman-temanku pulang.”
Davita mengangguk. “Baiklah, aku akan ke atas. Ah, iya, mana Mama kamu, Mas?”
Gino memperhatikan sekitar. “Mama mungkin sudah pergi. Dia hanya sebentar di sini, lalu pulang. Kamu sendiri tahu jika Mama sangat menentang pernikahan kita. Tidak usah dipikirkan, naik saja ke atas.”
Davita menghembuskan napas panjang, lalu mengangguk. “Aku akan memberikan hadiah untuk Mama kamu besok. Semoga dengan itu, Mama kamu bisa menyukaiku.”
Kening Gino berkerut. “Hadiah? Hadiah apa? Mama itu suka barang bermerk, jika kamu tidak sanggup membeli yang bermerk, tidak usah beri apa-apa kepada Mama. Nanti malah semakin membuat Mama marah. Jadi tidak usah lakukan dan berikan apa pun.”
Davita tersenyum. “Tidak, kok. Kamu lihat saja besok, aku akan perlihatkan sama kamu dan Mama. Yah, mungkin ini bisa disebut kejutan untuk kalian, buat Hani juga.”
Gino menatap Davita yang sudah beranjak pergi dari sana. “Ck, paling dia cuma mau kasih baju harga dua ratusan. Bagi dia dua ratus ribu ‘kan sudah sangat mahal. Kalau sampai Mama menerima hadiah murah seperti itu, Mama pasti akan semakin marah. Ck, besok saja aku urus itu, aku akan ke kamar Hani sekarang.”
Davita duduk di tepian ranjang, gaun pengantinnya masih tak dibuka. Ia sengaja ingin menunggu Gino masuk, dan meminta bantuan kepada sang suami. Davita hanya ingin mereka berlaku seperti pasangan suami istri lain, apalagi di malam pertama ini, beradegan romantis.
“Hah, semoga Mama mertuaku benar-benar suka nantinya. Aku sudah lama menahan untuk tidak memberitahu toko bungaku kepada Mas Gino dan Hani, termasuk Mama mertuaku. Niatnya ingin aku jadikan kejutan untuk mereka setelah aku menikah. Jadi, besok aku akan mengajak mereka ke sana, dan memberitahu jika aku memiliki toko bunga besar,” gumam Davita sembari tersenyum bahagia.
Rupanya Davita sudah membangun bisnis kecil dari tiga tahun lalu. Ia membangun sebuah toko bunga, berawal dari toko kecil, sekarang semakin besar dan sudah memiliki beberapa cabang di kota Jakarta. Toko bunganya disebut paling viral saat ini, tetapi Gino, Hani dan Endah tak tahu jika pemiliki toko bunga tersebut adalah Davita.
Gino, Hani dan Endah mengira Davita hanya seorang pengangguran. Itu ‘lah kenapa Endah sangat menentang hubungan putranya dengan Davita. Selain karena seorang anak yatim piatu yang besar di panti asuhan, Endah tak suka karena Davita tak memiliki keperjaan. Endah tipe mertua gila harta, ia memang ingin memiliki menantu dari keluarga kaya.
“Apa Mas Gino masih lama, ya? Mungkin teman-temannya masih belum pulang.” Davita berdiri dari duduknya. “Aku ke kamar Hani saja dulu, ingin bercerita sebentar. Aku sedikit gugup mau malam pertama, setidaknya bercerita dengan Hani, bisa mengurangi gugupku.”
Davita melangkah pelan menyusuri lorong hotel. Tujuannya adalah kamar Hani yang tak jauh dari kamarnya. Sesekali Davita menarik napas dalam, ia tampaknya memang sangat gugup memikirkan malam pertama. Niatnya ke tempat Hani, supaya bisa bercerita dan gugupnya sedikit berkurang.
Kening Davita berkerut ketika melihat pintu kamar Hani tidak tertutup. “Ini benar kamar Hani, ‘kan? Aku ingat betul, memang di kamar ini,” gumam Davita.
“Ennggh, lebih cepat, Sayaang.”
Davita terkejut mendengar suara aneh dari dalam kamar itu. “Itu suara Hani.”
Davita semakin mendekat, lalu memberanikan diri mengintip dari celah pintu. Mata Davita membola melihat sepasang insan saling berhimpitan di atas ranjang.
“Aaah, Gino, lebih dalam shhh.”
Jantung Davita seakan berhenti berdetak, darahnya membeku. “A-apa aku bermimpi?”
“Permainan kamu semakin hari semakin bagus, Sayang.”“Dan punyamu tetap enak meski sudah bertahun-tahun kita melakukannya. Empat tahun lamanya, masih saja seperti ini. Nikmat sekali.”“E-empat tahun?” gumam Davita tak percaya.Tangan wanita cantik berpakaian pengantin itu terkepal, dadanya mendidih menyaksikan adegan panas di celah pintu. Suara menjijikkan menyertai setiap pergerakan sepasang insan di dalam sana. Napas Davita memburu, dadanya naik turun.“Binatang,” desis Davita dingin, “mereka benar-benar binatang. Ternyata mereka sudah lama menjalin kasih di belakangku? Hubungan kami 5 tahun, dan 4 tahun diisi dengan perselingkuhan menjijikkan ini? Biadab.”Davita tertawa pahit, matanya berkaca-kaca. Wanita itu memukul dadanya yang terasa begitu sakit dan sesak. Perlahan tubuhnya meluruh ke lantai, kedua kakinya seakan tak bertulang, sehingga tak lagi mampu menopang tubuh.Pria yang selama 5 tahun ini ia kira begitu mencintainya, kini tengah bermain panas dengan sahabatnya sendiri,
“Ck, aku sudah bilang ‘kan barusan? Selama ini aku tidak pernah menganggapmu sebagai teman. Aku mendekatimu awalnya hanya karena kesal dan penasaran, kenapa bisa para pria tertarik padamu, sedangkan ada aku yang lebih segalanya dibandingkan dirimu. Aku cantik, jauh lebih kaya dari padamu yang hanya seorang anak panti miskin, tubuhku juga lebih bagus dari padamu. Gayaku lebih modis dan lebih menarik dari padamu yang terlihat begitu kampungan, apalagi aku sudah menjadi model sedari lama. Aku heran, bagaimana bisa para pria malah lebih menyukaimu dibandingkan aku. Padahal sedari SMA, aku selalu menjadi primadona utama, tapi semenjak di kampus karena keberadaanmu, aku jadi dinomor duakan. Aku membencimu, Davita.”Davita menggeleng tak percaya. “Jadi selama ini kamu hanya berpura-pura? Jadi selama ini hanya aku yang memiliki perasaan sayang tulus padamu?”Hani tersenyum sinis. “Makanya kau itu bodoh! Kau merasa spesial sampai aku yang seorang model ini bersedia berteman dengan anak panti s
“Gino! Kenapa kamu seakan marah padaku? Bukannya kamu juga tidak terlalu peduli kepada Davita? Kamu bilang, kalau kamu hanya ingin memanfaatkan kepintarannya saat nanti punya pekerjaan ‘kan? Belum tentu juga dia akan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Kenapa kamu begitu frustasi hanya karena dia ingin bercerai? Harusnya kamu senang.”“Diam ‘lah!” Gino menggeram, ia manatap Hani dengan mata tajam. “Harusnya kamu menahan semuanya, sekarang jadi kacau begini. Aku tidak ingin berpisah dengan Davita, padahal aku sudah susah payah mempertahankan hubungan kami.”Hani tersenyum sinis. “Jadi apa yang dikatakan Davita benar? Kamu selama ini berbohong padaku, hanya demi aku bersedia terus bersenang-senang denganmu, iya? Kamu bilang hanya memanfaatkan Davita, nyatanya kamu benar-benar menyukainya?” geram Hani.Gino mengurut keningnya yang berdenyut. “Tidak usah membuatku semakin pusing, Hani. Intinya jangan ganggu aku sekarang.”“Tapi percuma, Davita pasti tidak akan memaafkan kamu. Dia serius aka
“Bagaimana?”Lupis menunduk singkat sebelum menyahut pertanyaan Angga. “Nyonya Naradipta tadi berpesan, katanya Tuan Besar benar-benar sudah mengatur pernikahan Anda, Tuan.”Angga menghembuskan napas panjang, lalu ia menghempaskan punggung ke sandaran kursi. “Kau sudah tahu dengan siapa aku akan dijodohkan?”“Sesuai yang disebutkan Tuan Besar sedari awal, Tuan. Anda sudah dijodohkan dengan putri dari keluarga Candra. Namanya Hani Candra, dia seorang model yang cukup ternama di kota ini. Saya sudah menyiapkan dokumen lengkap tentang Nona Candra, ini silakan Anda cek, Tuan.”Angga menatap map merah yang baru saja diletakkan Lupis di atas meja kerjanya. Ia meraih map itu dengan ekspresi tak terlalu berminat.“Karena dia berasal dari keluarga yang terbilang terpandang, saya rasa calon istri Anda ini tidak akan merugikan Anda, Tuan. Pendidikannya bagus, karirnya juga bagus di dunia model, karena besar dalam keluarga terpandang, pastinya dia juga tumbuh elegan. Saya rasa dia cocok menjadi ca
Tiga setengah bulan kemudian.“Davita!”Davita mendongak, ia menghembuskan napas malas melihat kedatangan sepasang insan yang baru saja keluar dari mobil. Davita tak menghiraukan mereka, ia memilih membantu seorang bapak tua berdiri.“Astaga, siapa ini? Gak disangka, kita akan bertemu lagi setelah beberapa bulan kau bersembunyi.” Hani tersenyum miring menatap Davita yang terus membantu bapak tua.“Bapak tidak apa-apa?” tanya Davita kepada bapak tua tersebut.Bapak tua tersenyum menggeleng. “Tidak apa-apa, Nak. Terima kasih sudah membantu.”“Tangan Bapak berdarah, sebaiknya diobati dulu,” ucap Davita sopan.“Tidak usah, Nak. Ini hanya luka kecil, nanti juga sembuh sendiri, ha-ha.”“Cih, tak disangka, setelah memutuskan cerai dengan Gino, kamu
“Apa?!” Hani berdiri sembari berteriak karena terlalu terkejut mendengar kalimat kedua orang tuanya. “M-mama bilang apa barusan? Angga Naradipta?”Risna mengangguk sembari tersenyum. “Iya, orang yang sedari dulu selalu kamu ceritakan sama Mama.”“Ceritakan?” tanya Faris—ayah Hani.“Iya, Pa. Hani sering sekali bercerita kalau dia itu suka sekali sama Angga Naradipta. Bahkan Hani pernah berkata ingin mendapatkan pria seperti Angga Naradipta sebagai suami. Makanya Mama terkejut dan senang saat Papa beritahu kalau Hani akan dijodohkan dengan Angga Naradipta. Karena secara tidak langsung, itu sudah menyahut impian putri kita. Iya ‘kan, Sayang? Kamu senang dengan perjodohan ini ‘kan?” ungkap Risna sembari Hani.Hani tersadar, ia langsung mengangguk semangat. “Sangat senang, Ma! Aku bahkan mengira ini mimpi, loh. Demi apa, a
“Apa?!” Gino berteriak sembari menggebrak meja.Hani menggeram ketika semua mata tertuju kepada mereka. Ia menutup wajahnya karena malu sekaligus kesal.“Jangan berisik, Gino. Kamu menarik perhatian orang-orang. Bagaimana kalau mereka mengenalku?” bisik Hani geram.Gino menatap Hani dengan mata tajam. “Setelah kamu membuat aku dan Davita bercerai, sekarang kamu seenaknya bilang ingin menikah dengan pria lain? Apa kamu gila, kamu kira aku apa, hah?” desisnya.Hani berdecak. “Kamu juga selama ini selalu menganggap aku hanya pelampiasan, ‘kan? Jadi harusnya kamu tidak akan peduli jika aku menikah dengan pria lain. Kamu kira aku tidak tahu, kalau kamu masih berusaha mendekati Davita? Cih, kamu kira aku bodoh? Aku tahu kamu sekarang sering mengunjungi toko bunga tempat wanita kurang ajar itu bekerja. Iya ‘kan?”Gino terdiam s
“Kita pernah bertemu secara tidak sengaja di lobi gedung perusahaan Anda, Tuan Muda. Saat itu saya datang untuk mengajukan kerjasama secara langsung. Tapi mungkin Anda tidak ingat karena tidak terlalu memperhatikan.” Davita tersenyum formal kepada Angga.“Aku mengingatnya,” sahut Angga dalam hati, “wajah wanita ini tidak pasaran, ada hal khusus yang membuat wajahnya lebih menarik dari wanita lain, dan itu membuatnya mudah diingat meski satu kali pertemuan sekali pun.”“Angga.”Suara berat Maizal mengembalikan kesadaran Angga. Ia menoleh singkat, lalu meraih dokumen di atas meja. Melihat Angga tak berniat menyahut basa-basi Davita, Maizal pun berdecak singkat.“Tolong dimaklum ya, Dav. Dia memang seperti itu. Irit suara sekali, jadi lain kali tidak usah basa-basi padanya. Dia memang patung,” cetus Maizal kepada Davita.Ka