Suasana kantor hari itu tampak heboh. Orang-orang berkerumun sambil membicarakan sesuatu dengan sangat serius. Ponsel mereka menjadi satu-satunya media yang menjadi pusat perhatian, sebelum Bagas datang bersama Alex di belakangnya. Bagas mengernyit heran saat kebisingan itu mendadak menjadi hening, ditambah dengan tatapan para karyawan yang memusat pada dirinya. âAda apa ini?â tanya Bagas dengan nada datar.Alex di sampingnya juga tampak heran. Dia sampai memanggil salah satu orang di antara mereka dan bertanya, âAda apa ini?âLelaki yang memakai kacamata baca dengan lensa cukup tebal itu melirik Alex dan Bagas dengan takut. âA-anu, Pak. Ada kabar yang menyebar soal Pak Bagas.ââKabar apa?â Bagas merasa ada yang tidak beres dengan situasi ini. Kabar yang dimaksud pasti sesuatu yang cukup kurang atau bahkan tidak baik. Lihat saja orang-orang di sekitarnya, tatapan dan sikap menghindar itu mengingatkannya dengan masa-masa di mana dirinya di-bully karena latar belakangnya sebagai yatim
âApa aku bilang? Sekali orang licik, ya, tetap licik!â Kalimat itu menyambut kedatangan Arum di ruangannya. Dia mencoba untuk tetap sabar, tenang dan tidak peduli dengan apa yang orang lain bicarakan tentang gosip itu--seperti yang dikatakan oleh Bagas tadi.âBukannya Pak Bagas udah punya istri, ya? Apa jangan-jangan karena perempuan itu juga pernikahan Pak Bagas dan istrinya hancur?â Masih dari mulut yang sama, ejekan terus terang itu terlontar. Siapa lagi kalau bukan Silvi. âKalian lihat sendiri, âkan? Dari awal perempuan itu datang ke perusahaan kita, ada aja masalahnya. Pak Bagas juga mendadak unjuk gigi, padahal sebelumnya misterius banget orangnya.â Silvi menambahkan. Dia sengaja melirik Arum yang baru saja duduk di kursi kerjanya. Silvi menghampiri Vera dan mulai menyampaikan kekesalannya. âDia itu nggak tahu malu banget, ya? Masih aja dateng ke kantor!ââBerita itu juga belum tentu bener, âkan, Sil?â Vera menjawab tanpa memandang lawan bicaranya. Pandangan gadis itu masih t
Tawa keras meluncur dari mulut temannya Vera. âYa ampun, Ver. Aku kira kamu nggak setuju sama gosip yang beredar.ââMana ada gosip? Orang buktinya ada di foto itu, âkan?â jawab Vera santai. Dia mematut diri di depan cermin dan memoleskan lip tint ke bibirnya. âIya, makanya!â Perempuan itu menggelengkan kepala, tidak habis pikir. âHeran aku sama cewek kayak dia. Muka badak banget! Udah tahu masih anak baru di sini, tapi cari gara-gara mulu. Dasar murahan!â Arum tidak bisa menahan air matanya lagi. Padahal dia menunggu Vera akan mengatakan dengan lantang bahwa dia tidak percaya dengan gosip murahan itu. Arum tahu bahwa mungkin Vera kecewa karena masalah kemarin, tetapi sekarang berbeda. Harga diri Arum sebagai wanita yang menjunjung tinggi kehormatannya tengah direndahkan dan dihina. Bagaimana bisa Vera yang sudah dia anggap sahabat sendiri telah menusuknya dari belakang?âUdah lah. Biarin aja. Nggak lama juga gosipnya bakal mereda.â Suara Vera kembali terdengar. âNggak mungkin kalau
Alex dan Arum berjalan beriringan menuju ke ruangan Bagas. Lelaki itu berkata, âMaaf, ya. Sebenernya yang tadi itu saya berbohong. Pak Bagas nggak beneran memanggil, tapi saya yang nggak sengaja lewat terus denger kalian lagi bertengkar.â Meski tampak kaget, tetapi Arum justru merasa bersyukur. âTerima kasih, Pak. Kalau nggak ada Pak Alex mungkin aja saya udah terbawa emosi lebih-lebih dari yang tadi.ââTapi ngomong-ngomong gimana kondisinya? Kamu merasa harus ada yang turun tangan?âArum sadar apa yang dikatakan oleh Alex, yang dimaksud lelaki itu pasti Bagas. âNggak, Pak. Saya harap masalah ini akan selesai. Seperti masalah kemarin, saya mau menyelesaikan masalah ini juga dengan mencari sumbernya.ââSaya mengerti, tapi ini juga masalah Pak Bagas. Dia kaget banget sampai nyariin kamu. Saya sendiri baru lihat dia sampai sebegitunya.âArum termenung. âApa maksudnya, Pak?ââBagas itu,â kata Alex. Kali ini dia menggunakan bahasa santai untuk menyebut nama bosnya. âDia kayak orang yang
Seperti yang Alex duga. Bagas kembali ke laboratorium untuk mengecek keadaan Arum. Bos sekaligus temannya itu diam-diam memperhatikan Arum yang sedang lembur bekerja.âAku cuma mau ngecek aja. Bagaimanapun dia tetap karyawanku dan keselamatannya di kantor ini adalah tanggungjawabku,â adalah kata Bagas saat berasalan. âSaya nggak ngomong apa-apa, loh, Pak.â Alex sengaja memasang wajah polos untuk menggoda temannya. Bagas berdehem, kembali bersikap tegas yang tampak dipaksakan itu. âAku cuma kasihan sama dia. Dia masih pegawai baru, tapi udah kena fitnah sana-sini.â Kali ini dia terdengar tulus, begitu juga dengan tatapannya.Alex tidak bisa menampik akan hal itu. Dia juga merasa iba pada masalah yang bersangkutan dengan Arum. Seperti yang Bagas tahu, Alex juga cukup mengenal profil dan latar belakang gadis itu. Prestasi, kebaikan dan kinerja Arum yang jujur. âTapi Anda juga bertindak buat dia, Pak,â kata Alex. Benar, Bagas tidak pernah membiarkan Arum menyelesaikan masalahnya sendir
Keesokan paginya, Bagas meminta Alex untuk meretas situs perusahaan. Pihak IT yang bertugas diwajibkan menyelesaikan perintah ini secepatnya.âSaya sudah menyuruh tim untuk meretas situs kita, Pak. Bapak tenang saja, semuanya pasti berjalan dengan lancar.â Alex mencoba memberi semangat kepada bosnya. âKarena masalah kemarin sudah selesai, apakah kita perlu mengatur ulang acara launching yang tertunda, Pak?âAlex terbiasa dengan sikap Bagas yang pendiam, tetapi diamnya lelaki itu saat ini terlihat tidak seperti biasanya. âPak?â Dia heran dengan bosnya yang tampak tidak fokus hari ini. âAku dengerin kamu, kok, Lex. Iya, biarkan mereka yang bekerja untuk sekarang.â Kendati berbicara demikian, pandangan mata lelaki itu terarah ke objek lain. Atau bahkan tidak kepada apa pun. Tubuh Bagas ada di tempat ini, tetapi tidak dengan pikiran dan hatinya. âApa ada masalah lain, Pak?ââNggak ada--seharunya nggak ada.â Bagas membuang napas panjang. Dia tidak mengerti mengapa isi pikirannya saat in
Ancaman itu sempat membuat Arum gentar. Dia sadar dengan konsekuensi yang nantinya akan dia dapatkan, tetapi itu jika dia terbukti bersalah--atau memang dia melakukan kesalahan. Namun, pada kenyataannya Arum tidak melakukan kesalahan apa pun. Foto-foto itu juga tidak menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang pelakor. âSilakan,â katanya. Arum meninggikan sedikit dagunya, menatap Silvi tak gentar. âPihak HRD juga nggak akan langsung mengambil keputusan hanya karena foto-foto murahan kayak gitu,â lanjut Arum dengan sedikit senyuman. Silvi mendadak heran, ke mana perginya Arum yang beberapa menit lalu terlihat ketakutan dan rapuh? âAku nggak lagi main-main. Semua orang juga ada di pihakku. Kamu nggak akan bertahan lama di sini.â Mendengar itu lantas membuat Arum tersenyum. âBahkan jika seluruh dunia berpihak padamu, memusuhiku, saya nggak peduli. Silvi, kebenaran akan selalu menang dengan cara apa pun dan nggak peduli seberapa lama waktu yang akan diambil.â Arum sadar bahwa ini bukan
Bagas segera beranjak dari kursi kerjanya setelah jam istirahat tiba. Lelaki itu tidak yakin apakah dirinya perlu membicarakan hal ini dengan Arum lebih dulu atau tidak. Sama seperti Alex, Bagas juga merasa ada yang ganjil dengan masalah ini. Bagaimana bisa Arum dengan sengaja membuat skandal tentang mereka? Saat melihat Arum di lobi, Bagas buru-buru menghampirinya. Namun, kedatangan Sam membuat lelaki itu mendadak ragu. Bagas tahu bahwa Sam memiliki perasaan mendalam kepada gadis itu dan hal tersebut juga yang membuat Bagas ragu untuk mendekat. Namun, entah mengapa ada dorongan dalam hatinya ketika melihat dua orang itu berjalan bersama. Dorongan yang membuat Bagas merasa tidak rela jika harus membiarkan lelaki lain berada di samping gadis itu.âArum, bisa minta waktunya sebentar?â tanya Bagas. Ada yang aneh dalam dirinya. Bagas tidak benar-benar ingin membicarakan tentang skandal itu, tetapi dia tetap berkeras ingin menahan Arum.Arum melirik ke arah Sam yang berdiri di sampingnya
Note : Cerita ini adalah season kedua, tapi tidak berkaitan dengan season 1. Hanya temanya saja yang sama. Semoga syuka yaa ...SUAMI DEKILKU BUKAN PEKERJA SERABUTAN BIASA(1)"Dinda, harusnya kamu itu sadar diri! Kamu itu cuma lulusan SMP. Pekerjaan kamu juga nggak jelas. Tampang kamu pun nggak ada bagus-bagusnya. Kamu pikir, ada laki-laki yang mau nikah sama perempuan seperti kamu?""Dasar perawan tua nggak tahu diri!""Harusnya kamu ngaca dulu sebelum pilih-pilih suami!"Dinda hanya bisa diam mendengar hinaan dari keluarganya. Saat ini, gadis itu tengah berkumpul bersama dengan nenek, bibi, dan keponakannya di rumah kecil yang mereka tinggali bersama."Kamu pengen suami yang kayak apa sih, Dinda? Harusnya kamu bersyukur, Bibi mau ngenalin kamu sama juragan kaya!" omel Bibi Yuni."Jadi perempuan tuh jangan pemilih!" sahut Bibi Dara. "Kamu beneran mau jadi perawan tua?" cibirnya."Kamu nggak suka karena juragan itu udah tua? Kamu pengennya punya suami tajir dan masih muda?" sinis Nen
Mereka terusir dari rumah sendiri. Satu keluarga itu telah ditipu oleh lelaki yang dulu sangat disanjung-sanjung. âKamu masih belum dapet kabar dari suamimu, Dev?â tanya Bu Wiwik dengan tatapan lemas. Dia menjadi sakit-sakitan semenjak kedatangan agen properti minggu lalu. âMasih nggak ada kabar, Bu. Orang kantor juga nggak tahu apa-apa. Mas Randy udah dipecat dari seminggu lalu.â Tidak berbeda jauh dari ibunya, Devi meski terlihat lebih bugar secara fisik, tetapi dia hampir gila. Bagaimana tidak? Semua aset dan tabungannya sudah dirampas oleh Randy. Namun, untungnya lelaki itu tidak tahu tentang sertifikat dua ruko peninggalan Bagas.Mereka tinggal di ruko itu untuk sementara ini. Tempatnya memang kecil, tetapi mereka sangat tertolong dengan tempat ini. âNak, gimana kalau kita minta bantuan sama Bagas?â Pak Handi tiba-tiba memberi saran. âKamu bilang Bagas itu atasan kamu, âkan? Dia itu orang baik, pasti mau bantu kita.ââBapak ini apa-apaan, sih?â sergah Bu Wiwik. âMau ditaruh di
Devi tidak menyangka bahwa CEO yang dimaksud oleh temannya--yang juga telah membuat Devi bertanya-tanya selama ini adalah mantan suaminya. Bagaskara Rahagi Narendra. Penampilan Bagas berubah 180 derajat. Necis, berkharisma dan tentunya terlihat mahal. Devi seperti melihat sosok lain dan hanya wajah saja yang sama. âNggak mungkin,â gumamnya dengan sorot mata kosong. Para eksekutif kantor menyalami Bagas, berbicara dengan sangat hormat dan tunduk pada lelaki itu. Tidak terkecuali Randy. Siapa yang menyangka ternyata suaminya yang sekarang dia anggap sebagai lelaki yang lebih pantas bersanding dengannya itu justru tidak ada apa-apanya dibanding dengan Bagas. Dua kali Devi merasa tertipu. Saat tatapan keduanya bertemu, Bagas tidak menunjukkan ekspresi terkejut sama sekali. Dia bersikap seolah ini adalah kali pertama baginya bertemu dengan Devi. âMas Bagas?â sapa Devi saat Bagas hendak melewatinya. âIni beneran kamu, Mas?âBagas berhenti sejenak. âAku dengar kamu udah menikah. Selama
Setelah masa iddah selesai, Devi dan Randy melangsungkan pernikahan mereka. Pernikahan digelar mewah di sebuah gedung, hanya saja tidak ada banyak tamu di sana. Keluarga, kerabat dekat dan teman terdekat saja yang hadir. âMas, akhirnya kita menikah juga, ya.â Devi terlihat sangat bahagia di sana. Belum lagi uang deposit dari Bagas juga sudah cair ke rekeningnya. Lengkap sudah kebahagiaan wanita itu.Usai pesta pernikahan, Devi dan Randy tinggal bersama Bu Wiwik dan Pak Handi. Itu sudah menjadi kesepakatan bersama, sebelum mereka menemukan hunian baru, sesuai dengan perminataan Devi.âSayang, mulai sekarang kita terbuka secara finansial, ya,â ucap Randy saat sedang membantu Devi menata pakainnya di lemari. âKata kamu kan uang deposito dari mantan suami kamu udah cair, nanti biar aku aja yang pegang. Kamu nggak keberatan, âkan?â tanyanya.âNggak apa-apa, dong, Mas.ââMakasih, Sayang.â Randy memeluk pinggang Devi yang berdiri di sampingnya. âAku punya kenalan orang-orang yang sukses di
Vera dan Silvi membungkam mulut mereka. Keduanya bahkan tidak berani untuk menatap Arum. Terkhusus untuk Silvi, dia masih menunjukkan sikap arogannya, meski hanya saat Arum sedang tidak fokus memerhatikan mereka.âSaya mewajarkan sikap kalian karena kalian juga berhak buat nggak suka sama saya, tapi saya nggak bisa menerima perlakuan bullying sampai membuat orang lain merasa terancam.â Tatapan Arum tertuju pada Silvi. âKamu, Silvi. Saya belum tahu apa yang harus saya lakukan ke kamu.âSilvi tersentak mendengarnya. Jelas itu kata-kata yang sangat tidak aman untuk kelangsungan karier dia di Scilab. âArum--eh, maksud saya Bu Arum, maafkan saya. Semua kejahatan yang saya buat kemarin lalu itu karena kebodohanku, rasa iri dan nggak profesional. Saya mohon pikirkan baik-baik tentang hukuman saya, Bu.âSilvi bahkan sampai menahan air matanya agar tidak jatuh. âSaya siap menerima konsekuensinya, tapi tolong jangan sampai saya dipecat.â Kedua telapak tangannya menyatu di dada.Arum menghela na
âTunggu dulu, Pak!â Alex mengejar saat Bagas hampir mencapai pintu. âBapak tahu siapa cowok itu?âBagas mengangguk. âKamu ingat sama cowok yang datengin Arum pas hujan waktu itu?âSeketika Alex terbelalak. âYa Tuhan! Kenapa aku baru sadar.ââDia sering jemput Arum kalau pulang. Hubungan mereka dekat, meski aku nggak tahu mereka sedekat apa. Tapi--ââCowok itu suka sama Bu Arum. Dia cinta mati?â Alex tertawa sinis. âTapi cara mainnya kotor.âBagas mengepalkan kedua tangannya, dia setuju dengan ucapan Alex. âAku minta kamu urus ini, ya. Arum mungkin bakal bareng sama cowok itu lagi--Sam namanya. Selidiki latar belakang cowok itu dan pastikan dia nggak bisa lari. Ambil tindakan secepat mungkin dan aku yang akan memastikan Arum tetap aman.âAlex menyanggupi interupsi lelaki itu. âBaik, Pak.ââAku mengandalkanmu, Lex.â Sekali lagi, Bagas melihat Arum bersama dengan lelaki itu. Sejauh ini, dia sendiri tidak tahu apa hubungan mereka--atau mungkin lebih tepatnya Bagas tidak peduli karena itu
Bagas segera beranjak dari kursi kerjanya setelah jam istirahat tiba. Lelaki itu tidak yakin apakah dirinya perlu membicarakan hal ini dengan Arum lebih dulu atau tidak. Sama seperti Alex, Bagas juga merasa ada yang ganjil dengan masalah ini. Bagaimana bisa Arum dengan sengaja membuat skandal tentang mereka? Saat melihat Arum di lobi, Bagas buru-buru menghampirinya. Namun, kedatangan Sam membuat lelaki itu mendadak ragu. Bagas tahu bahwa Sam memiliki perasaan mendalam kepada gadis itu dan hal tersebut juga yang membuat Bagas ragu untuk mendekat. Namun, entah mengapa ada dorongan dalam hatinya ketika melihat dua orang itu berjalan bersama. Dorongan yang membuat Bagas merasa tidak rela jika harus membiarkan lelaki lain berada di samping gadis itu.âArum, bisa minta waktunya sebentar?â tanya Bagas. Ada yang aneh dalam dirinya. Bagas tidak benar-benar ingin membicarakan tentang skandal itu, tetapi dia tetap berkeras ingin menahan Arum.Arum melirik ke arah Sam yang berdiri di sampingnya
Ancaman itu sempat membuat Arum gentar. Dia sadar dengan konsekuensi yang nantinya akan dia dapatkan, tetapi itu jika dia terbukti bersalah--atau memang dia melakukan kesalahan. Namun, pada kenyataannya Arum tidak melakukan kesalahan apa pun. Foto-foto itu juga tidak menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang pelakor. âSilakan,â katanya. Arum meninggikan sedikit dagunya, menatap Silvi tak gentar. âPihak HRD juga nggak akan langsung mengambil keputusan hanya karena foto-foto murahan kayak gitu,â lanjut Arum dengan sedikit senyuman. Silvi mendadak heran, ke mana perginya Arum yang beberapa menit lalu terlihat ketakutan dan rapuh? âAku nggak lagi main-main. Semua orang juga ada di pihakku. Kamu nggak akan bertahan lama di sini.â Mendengar itu lantas membuat Arum tersenyum. âBahkan jika seluruh dunia berpihak padamu, memusuhiku, saya nggak peduli. Silvi, kebenaran akan selalu menang dengan cara apa pun dan nggak peduli seberapa lama waktu yang akan diambil.â Arum sadar bahwa ini bukan
Keesokan paginya, Bagas meminta Alex untuk meretas situs perusahaan. Pihak IT yang bertugas diwajibkan menyelesaikan perintah ini secepatnya.âSaya sudah menyuruh tim untuk meretas situs kita, Pak. Bapak tenang saja, semuanya pasti berjalan dengan lancar.â Alex mencoba memberi semangat kepada bosnya. âKarena masalah kemarin sudah selesai, apakah kita perlu mengatur ulang acara launching yang tertunda, Pak?âAlex terbiasa dengan sikap Bagas yang pendiam, tetapi diamnya lelaki itu saat ini terlihat tidak seperti biasanya. âPak?â Dia heran dengan bosnya yang tampak tidak fokus hari ini. âAku dengerin kamu, kok, Lex. Iya, biarkan mereka yang bekerja untuk sekarang.â Kendati berbicara demikian, pandangan mata lelaki itu terarah ke objek lain. Atau bahkan tidak kepada apa pun. Tubuh Bagas ada di tempat ini, tetapi tidak dengan pikiran dan hatinya. âApa ada masalah lain, Pak?ââNggak ada--seharunya nggak ada.â Bagas membuang napas panjang. Dia tidak mengerti mengapa isi pikirannya saat in