“Kamu nggak apa-apa?” tanya Sam saat mereka sedang menuju ke rumah Arum. “Nggak apa-apa, kok.” Jawaban Arum tidak membuat Sam merasa lebih baik. Wajah gadis itu masih terlihat masam, bahkan semenjak mengiyakan ajakannya untuk pulang bareng. Bukannya Sam tidak tahu, melainkan dia ingin memastikan apakah alasan Arum menjadi muram itu karena Bagas.“Kamu besok malam ada acara nggak?” Sam kembali membuka obrolan.“Belum tahu, memangnya kenapa?”Sam tersenyum. “Besok ulang tahun Mama aku. Mama udah nanyain kamu dari kemarin, loh.”“Tante Nisa?” Arum tampak antusias. “Nanti aku lihat dulu, deh. Semoga aja nggak ada lembur, jadi aku bisa dateng.”“Santai aja lagi. Acaranya cuma syukuran kecil, kok.”“Tetap aja. Aku juga udah lama nggak nyapa mama kamu.” Hubungan mereka memang terbilang dekat meski Arum tidak sesering itu bertemu dengan ibunya Sam. Sekali saat masih kuliah dan kedua kalinya saat ibunya Sam masuk ke rumah sakit.Sesampainya di depan rumah Arum, gadis itu berpamitan. “Makasih
Hari itu terasa berat bagi Arum. Sepanjang hari dia bekerja, tidak ada gairah sama sekali. Pikirannya mendadak penuh dengan hal-hal yang tidak seharusnya ada di pikirannya.Saat waktu makan siang tiba, Arum pergi ke kantin dengan Vera dan yang lain. Temannya itu sadar ada yang berbeda dengan Arum, terlebih saat berpapasan dengan Bagas. Gadis itu segera bersembunyi di balik tubuh Vera yang notabene lebih berisi darinya. “Kamu ini kenapa, sih?” tanya Vera mulai jengah. “Kenapa sampai sembunyi gitu pas ada Pak Bagas?” “Nggak apa-apa,” ucapnya singkat.“Nggak mungkin nggak ada apa-apa.” Vera menyipit curiga. “Seharian kamu juga kelihatan nggak mood. Kamu habis bikin salah apa?” Saat Arum baru saja mendarat di kursi kantin, sesaat sebelum dia hendak menjelaskan, seseorang dari arah pintu masuk memanggil namanya. “Arum!” Sosok itu tidak lain adalah Sam. Lelaki itu tersenyum lebar sambil melambaikan tangan. “Eh, kok, ada Sam di sini?” Vera berbisik pada Arum. Arum mengabaikan ucapan Ve
Bagas tidak terlalu menghiraukan ucapan Vanessa. Baginya, wanita itu hanya asal bicara saja tentang kehidupannya. Lalu, di acara makan malam itu semuanya berjalan dengan lancar. Bagas bersyukur karena Kakek Hendra tidak mengungkit hal yang mengarah ke perjodohan. Mungkin ini semacam taktik halus untuk membuatnya merasa aman tanpa ada keresahan berada di lingkup keluarga Atmadja.Keesokan harinya, Bagas mengadakan meeting dengan para karyawan Scilab untuk membahas peluncuran produk baru mereka yang akan dilaksanakan lusa. Di sana Bagas memimpin rapat itu dengan tenang dan di sampingnya ada Alex yang selalu mendampingi. “Kami harap launcing bulan ini menjadi salah satu terobosan baru yang akan membawa Scilab ke kancah yang lebih tinggi. Ingat bahwa kerjasama tim adalah modal penting untuk kita bisa berada di titik ini. Jadi, jaga kepercayaan antar sesama rekan kerja dan buatlah konsumen kita puas dengan hasil yang maksimal.” Bagas mengakhiri sesi pidatonya dengan baik.Para staf yang
“Apa sekarang udah bisa bikin kamu merasa tenang?” tanya Bagas setelah mereka berada dalam kesunyian beberapa saat. Tanpa mereka sadari, seseorang sudah cukup lama berdiri di samping pintu ruang rapat dan mendengarkan semua percakapan mereka. Orang itu tersenyum licik dan bergegas pergi usai merasa cukup dengan informasi yang dia dapatkan. Arum diam-diam membuang napas lega. Yang tadi itu rasanya lebih dari sekadar kepergok sedang melakukan tindakan kriminal. “Iya, Pak. Terima kasih karena udah menjelaskan semua itu.”“Baiklah. Kalau begitu kamu nggak perlu terbebani lagi soal kemarin, ya. Saya cuma nggak mau kinerja kamu yang udah bagus sejauh ini jadi terganggu gara-gara saya.” Seketika hati Arum mencelus begitu dalam. Mungkin ini rasanya diterbangkan hingga ke langit dan dijatuhkan seketika hingga hancur. Tidak membutuhkan banyak waktu untuk Arum kembali sadar dan menapaki kenyataan. Semua ucapan Bagas barusan hanyalah sebatas pekerjaan, tidak lebih.“Kamu udah saya andalkan di
Arum pikir dirinya akan mendarat di tanah dengan sangat memalukan, tetapi kini tubuhnya mendadak terasa melayang karena bantuan seseorang. Begitu dia membuka mata, wajah Bagas menyapanya dan seketika Arum menahan napas. Jarak wajah mereka cukup dekat. Gadis itu ingin menjerit saat ini juga.Sementara itu, Bagas masih sulit untuk menerjemahkan situasi ini. Dia mendadak menjadi batu dan sulit untuk bergerak di saat lengannya masih melingkar di pinggang ramping Arum. “P-pak?” panggil Arum dengan suara bergetar. Saat itu juga Bagas tersadar dan segera membawa Arum ke posisi semula. Dia berdehem canggung. “Maaf. Saya cuma mau nyelamatin kamu.”Arum menundukkan kepala, menahan malu dan rasa panas di wajahnya. “Nggak apa-apa, Pak. Namanya juga nggak sengaja dan terima kasih karena udah mau menolong saya.” Situasi ini benar-benar membuatnya canggung. Arum merasakan perutnya seakan dipenuhi oleh sayap kupu-kupu, sementara wajahnya seolah terbakar habis. “Y-ya udah, Pak. Kalau begitu saya
Semua orang yang berada di aula itu mulai saling berbisik. Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bagas melangkah meninggalkan panggung setelah meminta maaf dan mengakhiri sesi pidatonya. Untuk beberapa saat, ruangan itu mendadak sunyi dan hanya diisi oleh rasa heran dari banyak tamu. Arum dan timnya merasa ada yang tidak beres, terutama ketika seseorang datang mendekati kursi Arum dan memintanya untuk bicara empat mata.Arum tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi dia menurut saja karena yang dia tahu, orang itu adalah salah satu orangnya Bagas. “Ada apa ini, Pak?” tanya Arum ketika sudah berada di luar aula.“Pak Bagas meminta Anda untuk bertemu,” katanya, kemudian melirik jam tangan. “Lima menit dari sekarang, beliau meninggu di ruangannya.”Ini sesuatu yang tidak terduga. Tentu saja aneh karena saat ini seharusnya Bagas dan yang lain tengah fokus untuk acara launcing, tetapi kenapa mendadak pria itu mengajaknya bertemu? Lalu, bagaimana kelanjutan d
“Jadi ide dari Bu Arum itu hasil jiplakan?”“Plagiat konsep merek saingan kita!”“Haus validasi dari Bos, nyatanya hasil jiplakan!”“Orang baru, tapi udah cari gara-gara!”“Nggak tahu malu! Pasti Pak Bagas kena penalti dan perusahaan kena masalah besar.”Masih banyak lagi ujaran kebencian dan penghakiman yang dilontarkan kepada Arum. Dia mendadak jadi bahan perbincangan seantero Scilab dan rekan satu timnya pun mulai menunjukkan sikap tidak nyaman pada Arum. Lebih dari apa yang Vera lakukan kemarin saat mereka terlibat pertentangan. Mereka dengan terus terang selalu menghindari perbincangan atau interaksi lainnya dari Arum. Seperti saat sekarang ini. Salah satu rekan mereka ada yang berulang tahun, tetapi dengan sengaja Arum tereliminasi dan tidak ikut dalam acara mereka tanpa sebab.“Jadi kamu nggak diundang?” tanya Vera saat jam kerja sudah habis. Mereka sedang menuju ke pintu keluar, hanya berdua saja karena yang lain sudah lebih dulu pergi ke tempat acara.Arum tersenyum miris. “
Alex segera pergi dari sana untuk mengurus masalah terkait surat tuntutan itu. Sementara Arum masih berhadapan dengan Bagas. “Jadi bagaimana, Pak?” Gadis itu masih menunggu respons lanjut terkait apa yang dirinya sampaikan. “Apa penjelasan saya tadi udah cukup membuktikan saya nggak bersalah?” “Kita bisa lihat nanti. Meskipun keterangan kamu itu masuk akal, tapi bukan berarti semuanya selesai begitu saja.”Arum terpaksa harus menerima kenyataan pahit itu. Meski usahanya sudah maksimal, tetapi hasil juga tidak bisa dia prediksi secara akurat. Dia sungguh berharap masalah ini selesai, bukan untuk dirinya, tetapi untuk kelangsungan nama baik Scilab. “Baik, Pak,” kata Arum. “Sekali lagi saya minta maaf karena saya Scilab jadi menerima banyak kritik, baik dari dalam maupun dari luar.” Kepalanya tertunduk dalam. “Kamu bagaimana?” Alih-alih menjawab, Bagas justru bertanya soal hal lain. Ketika melihat gadis itu mengernyitkan dahi, Bagas kembali berkata, “Kamu. Saya tanya soal kamu. Saya