Rossa mengerti keinginan pria paruh baya di hadapannya ini, wanita itu pun langsung berlutut di hadapan Andika, memanjakan bagian intim pria itu dengan bibirnya.Desahan terus tercetus dari mulut Andika, karena merasakan kenikmatan yang satu minggu ini sangat ia rindukan.Andika, ikut memaju mundurkan kepala Rossa, agar miliknya semakin dalam masuk ke dalam bibir perempuan itu."Aaaaaaaah, sayaaaaaang," desah Andika.Puas miliknya dimanjakan dengan bibir sang wanita, dia meminta Rossa, untuk duduk di atas pangkuannya. Tubuh mereka dalam keadaan polos, keringat mulai membanjiri keduanya. Rossa memulai permainan utama, bergerak naik turun di atas pangkuan pria tersebut, sementara Andika, menikmati dua gunung kembar milik Rossa, dan meninggalkan jejak kepemilikan di sana. Rossa melengkungkan tubuhnya, agar Andika bisa puas menikmati dua bagian menyembul miliknya."Ciuuum, aku," pinta Andika.Sambil bergerak di atas pangkuan pria itu, Rossa melabuhkan ciuman panas, melibatkan lidahnya,
“Jangan berbohong! Di rumah ini tidak pernah ada CCTV! Kamu mau menipu kami? Sudah ketahuan mencuri, masih saja mencari alasan,” ucap Rossa, meyakini bahwa di rumahnya tidak ada CCTV. Mayang pun sependapat; mereka merasa Rangga hanya beralasan untuk menghindari cemoohan tetangga.Febby menatap ke arah sang mama. "Ada, Ma. Febby yang meminta Rangga untuk memasangnya. Akhir-akhir ini, banyak sekali kasus pencurian di sekitar kita. Karena Febby sering sendirian di rumah, Febby minta Rangga untuk memasang CCTV," jawab Febby, mencoba menjelaskan.Mayang melotot penuh amarah, menatap sang anak tiri, "Lancang sekali kamu! Pasang CCTV di rumah tanpa izin Mama? Apa kamu sudah tidak menganggap Mama ini sebagai Mamamu, huh?" tanya Mayang dengan suara melengking, penuh amarah.Febby menggeleng, "Bukan begitu, Ma. Kita tak pernah melakukan hal aneh di rumah ini. Tujuan Febby memasang CCTV hanya untuk pengamanan diri saja. Febby minta maaf kalau belum sempat memberitahu Mama dan Kakak tentang hal
“Sialan tuh Bos. Masa lebih membutuhkan anak magang daripada orang hebat seperti Febby. Aku akan buktikan kalau Febby punya karier yang lebih baik dengan Bayu. Biar kapok si Brian,” gerutu Mayang kesal.Mayang tidak bisa menyembunyikan rasa kesal yang membara di dalam hatinya. Dengan langkah cepat, dia melangkah keluar dari kantor Sejahtera Group dan segera meraih ponselnya dari dalam tas. Tanpa ragu, dia mengetik nomor kontak Bayu. Saat panggilan tersambung, suara Bayu yang khas dan penuh percaya diri terdengar dari seberang.“Halo, Tante.”"Nak Bayu," suara Mayang terdengar serius dan tanpa basa-basi. "Tante butuh bantuanmu. Bisa kita bertemu hari ini?""Ada apa, Tan? Kedengarannya penting," jawab Bayu dengan nada penasaran.“Ya, sangat penting. Tante butuh bertemu denganmu secepatnya. Bagaimana kalau kita bertemu saat jam makan siang di restoran dekat rumahmu?”Bayu terdiam sejenak, sepertinya sedang mempertimbangkan permintaan Mayang. "Baiklah Tan, jam satu siang di restoran itu.
Rangga terus memperhatikan istri dan mama mertuanya sampai mereka masuk ke dalam mobil. Setelah itu, mobil yang dikendarai oleh sang istri menghilang dari pandangannya.Sementara itu, di dalam mobil, Mayang terus membicarakan kebaikan Bayu. Bahkan sebelum pria itu kembali ke kota Sun City untuk membangun kembali bisnisnya di kota kelahiran mereka, Mayang sudah kagum pada sosoknya."Kamu sangat beruntung, Febby, bisa menjadi sekretaris Bayu. Dia itu duda anak satu, meskipun sangat sukses. Dia sangat mencintai anaknya, dan nanti kalau kamu sudah menjadi sekretarisnya, kamu juga harus kenal dengan anaknya Bayu," ucap sang mama tiri tanpa perasaan."Febby hanya akan mengerjakan tugas kantor, Mama. Febby tidak akan mengambil pekerjaan di luar itu, dan Febby juga tidak akan pernah mau lembur seperti sekretaris lainnya," jawab Febby dengan tegas.Mayang memilih tidak menjawab ucapan sang anak tiri daripada harus kembali ribut. Dia yakin lambat laun, Febby akan terbiasa menghabiskan waktu den
"Aku akan sangat membencimu kalau kamu berani mengkhianati aku. Jangan tolong jangan pancing aku menjadi jahat dan jangan pernah bermain-main dengan perasaanku. Kalau kamu memang tak ingin melanjutkan hubungan kita, kamu boleh mengakhirinya."Febby hendak turun dari pangkuan suaminya, tetapi pria itu menahannya. Hasrat yang tadi sudah terasa hilang, tiba-tiba kembali hanya dengan satu pertanyaan itu."Aku bukan tipe orang yang suka selingkuh. Bahkan, aku tak pernah pacaran seumur hidupku. Tahu-tahu, menikah denganmu," ucap Febby."Huh?" Rangga terkejut mendengar kejujuran Febby. Dia tidak pernah pacaran sebelumnya, sementara Rangga sendiri sudah pernah beberapa kali, meski semuanya berakhir dengan pengkhianatan para mantannya."Maaf, tadi aku melihat kalau calon bosmu sangat tampan," kata Rangga, mencoba menggoda.Febby melotot. "Jadi, kamu tadi ngikutin aku?" tanyanya.Rangga mengangguk. "Kebetulan lewat sana," jawabnya, berbohong."Yakin hanya kebetulan lewat?"Rangga mengangguk, la
"Sudah, Ma! Cukup! Febby lelah sekali melihat Mama dan Kak Rossa selalu meributkan hal sepele. Kalau begini terus, mendingan Febby dan Rangga ngontrak saja, Ma," ucap Febby. Suaranya pelan, namun cukup untuk membuat sang mama semakin marah."Kalau ada yang harus pergi, itu si gembel, bukan kamu! Kamu masih anak Mama, dan selamanya akan begitu. Kelak kamu akan menyadari kenapa Mama seperti ini!" Wanita paruh baya itu masuk ke dalam kamarnya dengan langkah cepat. Jujur, Febby sudah tak tahan dengan keributan yang sama setiap harinya.Dia lelah, sangat lelah dengan suasana yang ada. Febby masuk ke dalam kamar, nafsu makannya pun hilang. Dia duduk di sisi ranjang, sementara Rangga masih duduk di atas sofa, sambil membaca berkas.Febby menunduk, air mata kembali lolos dari sudut matanya. Rangga menghampirinya dan memeluk sang istri dari samping."Kadang setelah pulang bekerja, ingin rasanya menghilangkan lelah dengan makan masakan istri. Tapi situasinya sudah tak memungkinkan lagi. Ke dep
“Febby tidak akan pernah pergi ke mana pun, apalagi hanya dengan Anda," ucap Rangga tiba-tiba saat masuk ke dalam rumah.Hal inilah yang kadang membuat Febby sedikit bingung. Sang suami selalu datang tiba-tiba dan seolah mengetahui segala hal yang dilakukan Febby.Bayu yang saat itu menyadari kedatangan Rangga pun segera berdiri dan bersalaman dengan Rangga. Pria di hadapannya ini memang tampan, tapi dalam benak Bayu, Rangga hanyalah seorang gembel."Saya Bayu, calon bosnya Febby. Maaf, saya tidak bermaksud apa-apa selain ingin meminta tolong pada Febby yang merupakan anak dari sahabat Mama saya. Saya harap Anda tidak berpikir buruk tentang ajakan saya. Karena murni hanya ingin meminta bantuan, kebetulan saya kesulitan membeli hadiah untuk anak saya," jawab Bayu."Kenapa tidak ajak Kak Rossa saja? Bukankah dia ada di rumah? Kenapa harus Febby?" Pertanyaan itu Rangga tujukan kepada mertuanya. Wanita itu tampak kesal karena pria yang dianggapnya miskin ini telah berani mengganggu obrol
Febby masuk ke dalam kamarnya, untuk segera beristirahat. Namun dia tak sudi memakai baju ini, karena niatnya bekerja menjadi sekretaris, bukan jual diri.Febby tak akan peduli kalau sang mama marah, bila dirinya tak mengindahkan ucapan snag mama.“Ayo tidur,” ajak Rangga. Febby mengangguk, lalu naik ke atas tempat tidur. Rangga memeluknya dari belakang, dia menyentuh perut istrinya, memutar tangannya di sana, seiring jarum jam.“Kalau misalnya kamu hamil, apa kamu siap?” tanya Rangga.Febby mengangguk, “tentu saja aku siap. Dengan begitu mungkin membuat Mama tak memaksakan kehendaknya lagi.”Rangga kasihan mendengar keluhan sang istri, ‘kelak akan kubuat hidupmu hanya dipenuhi kebahagiaan saja,’ Rangga membatin. Keduanya pun masuk ke dalam mimpi indah.Esok harinya, Rangga dan Febby bangun lebih pagi, karena ini hari penting untuk Febby.Saat keduanya menikmati sarapan, Mayang keluar menatap tajam ke arah Febby.“Kenapa kamu pakai baju itu lagi? Kemana baju yang Mama belikan?” tanya