Rangga terus memperhatikan istri dan mama mertuanya sampai mereka masuk ke dalam mobil. Setelah itu, mobil yang dikendarai oleh sang istri menghilang dari pandangannya.Sementara itu, di dalam mobil, Mayang terus membicarakan kebaikan Bayu. Bahkan sebelum pria itu kembali ke kota Sun City untuk membangun kembali bisnisnya di kota kelahiran mereka, Mayang sudah kagum pada sosoknya."Kamu sangat beruntung, Febby, bisa menjadi sekretaris Bayu. Dia itu duda anak satu, meskipun sangat sukses. Dia sangat mencintai anaknya, dan nanti kalau kamu sudah menjadi sekretarisnya, kamu juga harus kenal dengan anaknya Bayu," ucap sang mama tiri tanpa perasaan."Febby hanya akan mengerjakan tugas kantor, Mama. Febby tidak akan mengambil pekerjaan di luar itu, dan Febby juga tidak akan pernah mau lembur seperti sekretaris lainnya," jawab Febby dengan tegas.Mayang memilih tidak menjawab ucapan sang anak tiri daripada harus kembali ribut. Dia yakin lambat laun, Febby akan terbiasa menghabiskan waktu den
"Aku akan sangat membencimu kalau kamu berani mengkhianati aku. Jangan tolong jangan pancing aku menjadi jahat dan jangan pernah bermain-main dengan perasaanku. Kalau kamu memang tak ingin melanjutkan hubungan kita, kamu boleh mengakhirinya."Febby hendak turun dari pangkuan suaminya, tetapi pria itu menahannya. Hasrat yang tadi sudah terasa hilang, tiba-tiba kembali hanya dengan satu pertanyaan itu."Aku bukan tipe orang yang suka selingkuh. Bahkan, aku tak pernah pacaran seumur hidupku. Tahu-tahu, menikah denganmu," ucap Febby."Huh?" Rangga terkejut mendengar kejujuran Febby. Dia tidak pernah pacaran sebelumnya, sementara Rangga sendiri sudah pernah beberapa kali, meski semuanya berakhir dengan pengkhianatan para mantannya."Maaf, tadi aku melihat kalau calon bosmu sangat tampan," kata Rangga, mencoba menggoda.Febby melotot. "Jadi, kamu tadi ngikutin aku?" tanyanya.Rangga mengangguk. "Kebetulan lewat sana," jawabnya, berbohong."Yakin hanya kebetulan lewat?"Rangga mengangguk, la
"Sudah, Ma! Cukup! Febby lelah sekali melihat Mama dan Kak Rossa selalu meributkan hal sepele. Kalau begini terus, mendingan Febby dan Rangga ngontrak saja, Ma," ucap Febby. Suaranya pelan, namun cukup untuk membuat sang mama semakin marah."Kalau ada yang harus pergi, itu si gembel, bukan kamu! Kamu masih anak Mama, dan selamanya akan begitu. Kelak kamu akan menyadari kenapa Mama seperti ini!" Wanita paruh baya itu masuk ke dalam kamarnya dengan langkah cepat. Jujur, Febby sudah tak tahan dengan keributan yang sama setiap harinya.Dia lelah, sangat lelah dengan suasana yang ada. Febby masuk ke dalam kamar, nafsu makannya pun hilang. Dia duduk di sisi ranjang, sementara Rangga masih duduk di atas sofa, sambil membaca berkas.Febby menunduk, air mata kembali lolos dari sudut matanya. Rangga menghampirinya dan memeluk sang istri dari samping."Kadang setelah pulang bekerja, ingin rasanya menghilangkan lelah dengan makan masakan istri. Tapi situasinya sudah tak memungkinkan lagi. Ke dep
“Febby tidak akan pernah pergi ke mana pun, apalagi hanya dengan Anda," ucap Rangga tiba-tiba saat masuk ke dalam rumah.Hal inilah yang kadang membuat Febby sedikit bingung. Sang suami selalu datang tiba-tiba dan seolah mengetahui segala hal yang dilakukan Febby.Bayu yang saat itu menyadari kedatangan Rangga pun segera berdiri dan bersalaman dengan Rangga. Pria di hadapannya ini memang tampan, tapi dalam benak Bayu, Rangga hanyalah seorang gembel."Saya Bayu, calon bosnya Febby. Maaf, saya tidak bermaksud apa-apa selain ingin meminta tolong pada Febby yang merupakan anak dari sahabat Mama saya. Saya harap Anda tidak berpikir buruk tentang ajakan saya. Karena murni hanya ingin meminta bantuan, kebetulan saya kesulitan membeli hadiah untuk anak saya," jawab Bayu."Kenapa tidak ajak Kak Rossa saja? Bukankah dia ada di rumah? Kenapa harus Febby?" Pertanyaan itu Rangga tujukan kepada mertuanya. Wanita itu tampak kesal karena pria yang dianggapnya miskin ini telah berani mengganggu obrol
Febby masuk ke dalam kamarnya, untuk segera beristirahat. Namun dia tak sudi memakai baju ini, karena niatnya bekerja menjadi sekretaris, bukan jual diri.Febby tak akan peduli kalau sang mama marah, bila dirinya tak mengindahkan ucapan snag mama.“Ayo tidur,” ajak Rangga. Febby mengangguk, lalu naik ke atas tempat tidur. Rangga memeluknya dari belakang, dia menyentuh perut istrinya, memutar tangannya di sana, seiring jarum jam.“Kalau misalnya kamu hamil, apa kamu siap?” tanya Rangga.Febby mengangguk, “tentu saja aku siap. Dengan begitu mungkin membuat Mama tak memaksakan kehendaknya lagi.”Rangga kasihan mendengar keluhan sang istri, ‘kelak akan kubuat hidupmu hanya dipenuhi kebahagiaan saja,’ Rangga membatin. Keduanya pun masuk ke dalam mimpi indah.Esok harinya, Rangga dan Febby bangun lebih pagi, karena ini hari penting untuk Febby.Saat keduanya menikmati sarapan, Mayang keluar menatap tajam ke arah Febby.“Kenapa kamu pakai baju itu lagi? Kemana baju yang Mama belikan?” tanya
"Tante Febby, mau nya makan siang sama Maira?" Suara kecil Maira terdengar begitu manis, menembus lapisan pertahanan terakhir Febby. Gadis itu mendekat, memegang tangan Febby dengan kedua tangan mungilnya. "Maira beneran kok pengen makan sama Tante Febby dan Papa."Bayu berdiri tak jauh dari mereka, menyaksikan interaksi itu dengan penuh harapan. Meski sebagai bos, dia masih menjaga jarak profesional dengan calon karyawannya, ada keinginan pribadi yang tak bisa dia pungkiri saat menyangkut Febby. Maira adalah alasan sempurna baginya untuk bisa lebih dekat dengan wanita yang tak sekadar menjadi calon sekretarisnya itu.“Tak baik menolak keinginan anak kecil Feb,” ucap Bayu.Febby menarik napas dalam-dalam. Dia tahu bahwa menolak permintaan Maira berarti mengecewakan gadis kecil itu. "Baiklah, Maira. Tante Febby ikut," jawabnya akhirnya. Senyum lebar Maira yang segera menghiasi wajahnya membuat Febby merasa keputusannya tepat.Bayu tersenyum penuh kemenangan. Hatinya penuh kebahagiaa
Febby melambaikan tangan ke arah Maira. Maira pun membalas lambaian tangan Febby dengan senyuman, sementara Bayu hanya bisa menatap dengan perasaan tidak suka melihat Febby dan Rangga berpelukan di atas motor. Mereka tampak sangat akrab dan dekat.‘Bisa-bisanya aku menyukai istri orang,’ ucap Bayu dalam hati, namun ia tak bisa menepis perasaan yang tiba-tiba muncul sejak pertama kali bertemu Febby.‘Aku tak boleh kehilangan wanita yang kusukai lagi. Apa pun yang terjadi, aku harus bisa merebut Febby dan menjadikannya milikku seorang. Aku akan minta bantuan Tante Mayang dan juga Rossa,’ Bayu mulai menyusun rencana licik dalam hatinya."Ayo, Sayang, kita pulang," ajak Bayu pada gadis kecilnya."Ayo, Papa, kita segera pulang," jawab Maira ceria. Bayu kemudian merangkul anaknya dan membawanya ke dalam mobil.‘Tenang, Bayu, kamu masih punya banyak kesempatan untuk merebut hati Febby. Kamu harus bisa membuatnya tertarik padamu. Lakukan apa pun untuk membuatnya tergila-gila padamu,’ Bayu men
“Sudah, kamu kembali saja ke kantor. Jangan pedulikan Mama, tahu sendiri Mama selalu seperti itu,” ucap sang istri berbisik.Rangga mengangguk, dan memilih kembali ke kantor. Mayang masuk ke dalam kamarnya, sementara Febby pun masuk ke dalam kamar, untuk beristirahat sejenak.Sore harinya, tepat pukul 16.00, Feby mengambil sapu dan tempat sampah, berniat menyapu halaman depan rumahnya.Tang sengaja dia melihat gerombolan ibu-ibu yang sepertinya baru pulang dari arisan. Dan benar dugaan Febby, mereka berhenti persis di depan rumah Febby.Febby menyapa, dengan senyum, namun justru cibiran menyakitkan yang Febby dapatkan.“Sudah hampir dua bulan menikah, kok belum ada tanda-tanda hamil juga? Jangan-jangan si Rangga itu mandul!” suara salah satu tetangga, Bu Sari, terngiang jelas di telinga Febby.“Iya, betul itu. Sayang sekali kalau Febby harus terjebak dengan suami yang tidak bisa memberinya anak. Mending segera cerai saja, masih muda, masih cantik. Banyak kok yang lebih baik dari Rangg
Arka masih berdiri dengan ekspresi serius, berhadapan dengan Nabila yang tampak gugup. Sebuah kesalahan fatal baru saja terjadi, membuat Nabila harus menghadapi amarah Arka, rekan kerjanya yang juga dikenal sebagai tangan kanan Rangga.“Ma–maaf,” ucap Nabila dengan nada terbata-bata. Matanya menatap meja, tak berani menatap langsung ke arah Arka. “Aku akan memperbaikinya.”Arka menyilangkan tangan di depan dada, ekspresinya tetap tegas. “Sudah seharusnya begitu, Nabila. Jangan campur adukkan masalah pribadi dengan urusan kantor,” tegurnya. “Data ini sangat penting. Kita dibayar untuk bekerja, bukan untuk mengecewakan pemilik perusahaan.”Nada suaranya yang dingin membuat Nabila merasa semakin bersalah. Rekan kerja lain di tempat itu, yang mendengar percakapan mereka, memilih untuk mengabaikannya.Nabila menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu Arka benar, dan ia harus memperbaiki kesalahan ini secepat mungkin. “Baik, Arka,” ucapnya dengan nada penuh penyesalan. “Unt
Arka mengetuk pintu ruang kerja Rangga dengan hati yang sudah terasa berat sejak tadi. Ia tahu, percakapan ini akan melibatkan Nabila, yang terlihat semakin berusaha mendekatinya belakangan ini. Setelah mendengar suara Rangga mempersilakan masuk, Arka membuka pintu dan melangkah masuk bersama Nabila. Mereka duduk berdampingan, meskipun suasana di antara keduanya terasa canggung.Rangga menatap mereka sejenak, matanya tajam namun tetap ramah. Ia memulai pembicaraan, “Arka, saya akan segera mempersiapkan penggantimu-”Belum selesai kalimat itu terucap, Nabila langsung memotong, “Maksud Anda bagaimana, Tuan?”Nada suaranya terdengar penuh rasa ingin tahu, namun juga sedikit ketakutan. Ia menatap Rangga, mencoba mencari penjelasan dari kalimat yang setengah terucap itu.Rangga tersenyum tipis, mengalihkan pandangannya pada Arka yang tampak tenang. “Arka kan sebentar lagi akan menikah,” lanjut Rangga, nadanya penuh pengertian. “Dia akan menjadi pimpinan salah satu anak cabang Wijaya Group
“Kalian ini berani-beraninya, ya, ngomongin Mama,” ujar Febby pura-pura marah sambil memandang mereka dengan alis terangkat.Elina dan Elio hanya tertawa kecil, tampak tak terpengaruh oleh wajah pura-pura serius mamanya. “Kami hanya bercanda, Mama!” jawab mereka serempak dengan wajah polos dan senyum lebar, seperti berusaha meyakinkan bahwa mereka tidak bersalah.Febby menggeleng, lalu tersenyum. “Ya sudah, ayo cepat sarapan dulu. Nanti keburu terlambat ke sekolah,” katanya dengan suara lembut, namun tetap tegas.“Siap, Mama!” balas mereka, masih dalam nada polos dan penuh semangat.Tak lama kemudian, Elina dan Elio mengambil tas mereka, dan bersiap turun ke lantai bawah. Di ruang makan, Rangga, sudah duduk dengan rapi dan tampan dalam setelan kerjanya, menunggu mereka dengan sabar. Di meja itu juga sudah ada nenek mereka, dan Rossa, yang duduk menunggu sambil tersenyum melihat keceriaan anak-anak itu.Melihat kedatangan mereka, Rangga segera berdiri dari kursinya dan dengan penuh kas
Malam telah larut ketika Mayang dan Rossa memasuki kamar. Setelah percakapan hangat bersama keluarga, mereka kini berdua, bersiap untuk beristirahat. Namun, suasana hati Rossa tampak tidak tenang. Ia duduk di tepi tempat tidur dengan pandangan menerawang, sementara Mayang mengamati anaknya dengan lembut dari sudut ruangan."Ma," Rossa akhirnya membuka suara dengan nada pelan, tapi penuh rasa takjub, "Rossa sama sekali nggak menyangka, ternyata Arka bakal mendapatkan hadiah sebesar itu dari Rangga. Padahal tadi kami sempat diskusi, setelah menikah mungkin dia hanya akan pulang ke Sun City setiap akhir pekan. Tapi sekarang… hadiah itu mengubah segalanya. Kami bahkan bisa tinggal di sana bersama Mama."Mayang mendekati anaknya dan duduk di sebelahnya. Ia menggenggam tangan Rossa dengan lembut. "Iya, Sayang. Mama juga nggak pernah menyangka. Kalau Mama ingat-ingat lagi… Mama malu sekali atas apa yang pernah Mama lakukan ke Rangga dulu." Suara Mayang mulai serak. "Mama dulu menghina dia
Setelah Arka pamit pulang, Febby, Rangga, dan Mayang masih duduk bersama. Di samping mereka, Rossa duduk tenang, menyimak obrolan sambil tersenyum kecil, namun di wajahnya ada keraguan yang tersirat.Febby yang duduk di sebelah Rossa menatapnya dengan penuh perhatian. "Kakak, rencananya mau menikah di sini atau di kota Sun City?" tanyanya lembut, ingin tahu keputusan kakak tirinya itu. Pertanyaan itu sontak membuat semua mata di ruangan tertuju pada Rossa, menunggu jawabannya.Rossa tersenyum tipis, lalu menghela napas panjang. "Kak Rossa sih inginnya di Sun City saja," jawabnya akhirnya, memandangi mereka satu per satu. "Di sana banyak kenangan yang ingin kami pertahankan, tempat-tempat yang istimewa untukku dan Arka. Lagipula, kami juga akan tinggal di sana setelah menikah... meskipun harus berpisah jarak dan waktu dengan Arka yang akan tetap bekerja di sini." Ada sedikit nada ragu di ujung kalimatnya, seakan-akan perpisahan itu adalah pengorbanan yang tak mudah baginya.Rangga ya
“Kamu serius, sayang?” tanya Arka.Rossa mengangguk, “aku serius sayang. Kapanpun aku siap,” ulang Rossa.“Dua bulan lagi ada hari baik, apa kamu mau?”Rossa mengangguk.Arka kembali masuk ke dalam rumah sang atasan, dia minta Rangga dan febby kembali turun sebentar. Mereka pun berkumpul di ruang keluarga rumah mewah Rangga.Suasana hangat penuh kekeluargaan begitu terasa, terutama dengan adanya Febby yang tengah mengandung anak kedua, membawa kebahagiaan tersendiri bagi seluruh keluarga. Melihat Arka yang tampak ragu-ragu, Rangga segera menepuk punggungnya dan mempersilakannya duduk di samping."Ada apa, Ark? Kok wajahmu serius banget?" tanya Rangga, berusaha mencairkan suasana.Arka menarik napas dalam-dalam, memandangi ketiganya satu per satu, lalu berkata, "Saya ingin minta izin, Sama tante, Tuan dan Nyonya. Setelah berdiskusi dengan Rossa, kami memutuskan untuk menikah dua bulan lagi."Pernyataan itu mengejutkan semua orang, terutama Mayang, yang tidak menyangka rencana pernika
Rangga dan keluarganya bersiap untuk malam spesial mereka. Ia merangkul bahu istrinya, Febby, yang sedang hamil, dengan lembut sembari mengajak kedua anak kembar mereka, Elina dan Elio."Ayo, sayang, kita bersiap," ucapnya dengan suara hangat yang penuh semangat.Bocah kembar berusia empat tahun yang energik, tidak bisa menahan kebahagiaan mereka. Setiap kali diajak makan di luar, mereka tahu pasti bisa memilih menu yang mereka inginkan tanpa batasan. Restoran mewah dengan berbagai pilihan hidangan daging adalah favorit mereka.Si kembar masuk ke dalam kamarnya bersama suster Barbara."Kamu mau daging apa nanti?" tanya Elina sambil memandang adik kembarnya, dengan mata berbinar. Mereka sedang dibantu mengganti pakaian oleh suster Barbara, yang setia menemani mereka setiap hari."Aku mau daging sapi saja, kamu daging ayam saja, nanti kita bagi," jawab Elio, mencoba memberi saran."Oke, tos dulu dong!" Elina mengulurkan tangannya, dan keduanya melakukan tos sambil tertawa kecil.Suster
Rangga menatap Febby dengan perasaan yang tak menentu, dia nyaris tak percaya dengan berita yang baru saja ia dengar. Matanya menatap lekat-lekat wajah istrinya, seolah mencari kepastian lebih dalam dari sekadar kata-kata.“Ka—kamu beneran hamil, sayang?” tanyanya dengan suara terbata, penuh harap dan ketidakpercayaan.Febby tersenyum hangat, lalu mengangguk dengan penuh keyakinan. “Iya, sayang. Kita akan punya anak lagi,” jawabnya lembut, seolah kata-katanya itu adalah musik indah yang meresap ke dalam hati Rangga.Seolah tak mampu menahan luapan rasa bahagianya, Rangga menarik tubuh Febby ke dalam pelukan. Air mata jatuh tanpa malu-malu dari kedua matanya, namun ia tak peduli. Dalam hatinya, ia terus-menerus bersyukur pada Tuhan atas anugerah ini. Ia mengusap wajah Febby dengan jemari lembutnya, lalu menghujani pipi, kening, dan bibir istrinya dengan ciuman bertubi-tubi.“Aku bahagia sekali, sayang. Aku benar-benar nggak menyangka kalau Tuhan memberi kita kepercayaan lagi,” ucap Ra
"Nabila!" panggil Rangga ketika ia sudah ada di lobi. Kebetulan, Nabila juga masih berada di sekitar lobi. Dengan cepat, Nabila mendekati Rangga."Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sopan."Harusnya sih, saya tidak perlu bicara seperti ini. Saya minta maaf sebelumnya kalau apa yang akan saya ucapkan ini menyinggung perasaanmu," ucap Rangga mengawali kalimatnya, membuat jantung Nabila berdebar semakin kencang."I-iya, Tuan. Ada apa?" tanya Nabila dengan suara lirih."Tolong jangan berharap apa pun lagi pada Arka, apalagi mengejarnya secara berlebihan. Dia bisa menjadi orang yang paling membencimu karena dia sangat tidak menyukai wanita agresif. Dan sekarang, Arka sudah memiliki calon istri, dan mereka akan segera menikah. Calon istrinya itu adalah kakak iparku sendiri. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggu hubungan mereka lagi. Kamu sudah pernah melewatkan kesempatan emas, di mana saat itu Arka benar-benar ingin mengulang kembali hubungan kalian yang pernah terputus," uca