"Saya terima nikah dan kawinnya Ayana Zahira Binti almarhum Ahmad Husein dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai!"
"Bagaimana para saksi?" Tanya salah seorang pendamping penghulu. "Sah." Sahut para saksi yang menghadiri pernikahan kedua mempelai yang baru saja resmi menjadi sepasang suami isteri. "Sah, alhamdulillah barakallah." Disusullah sahutan Bapak Penghulu. Tampak raut wajah pemuda tampan bernama Zulfahmi begitu sangat bahagia dengan hati yang lega atas resminya ia menjadi seorang suami bagi gadis yang bernama Ayana. Ayana Zahira resmi menjadi Isteri Zulfahmi. Ia adalah gadis lulusan pada salah satu Pondok Pesantren terbaik diwilayah barat pulau Jawa. Berawal bertemu dengan suaminya ketika Zulfahmi mengantarkan kakaknya yang bernama Zaidan saat berkunjung untuk mengunjungi Guru Zaidan di Pondok Pesantren tersebut. Ketika Zaidan sedang menemui tuan guru, Zulfahmi meminta izin kepada Zaidan untuk berkeliling melihat suasana disekitar Pondok Pesantren. Namun ketika Zulfahmi berjalan menyusuri lorong Pondok justru menemukan sosok gadis yang sangat manis, polos, dengan wajah yang teramat teduh yang sedang bercengkerama dengan santriwati lainnya. Pandangan pertamanya mampu membuat hati Zulfahmi terpikat dan begitu terpesona dengan paras manis tanpa riasan tersebut. Tidak sengaja Ayana menangkap sepasang bola mata yang sedang memperhatikannya. Namun ia segera beranjak dan pergi menjauh. Karena pantang baginya bukan mahrom saling berpandangan. Melihat ekspresi Ayana yang pergi menjauh, membuat Zulfahmi segera berjalan menghampiri Zaidan yang ternyata telah berdiri didepan rumah gurunya yang kerap disapa Kyai Akbar. "Dari mana kamu Fahmi? Tidak membuat onar kan?" Ujar Zaidan yang menoleh kearah Fahmi. "Maaf Kak, aku baru saja dari arah sana dan bertemu dengan gadis yang telah membuat aku jatuh hati." Ucap lirih Fahmi dengan berbisik-bisik dan menunjuk kearah dimana Ayana berada. " Siapa?" Tanya Zaidan tampak penasaran. "Aku tidak tahu kak." Jawab Fahmi dengan sedikit menunduk karena Kyai Akbar rupanya telah mendengar percakapan mereka walau dengan suara lirih. "Siapa ini Zidan?" Kyai Akbar bertanya kepada Zaidan. Zaidan kerap sekali dipanggil dengan sebutan Zidan. Keseluruhan memanggilnya Zidan. Bahkan keluarganya pun juga. "Alafu Kyai, ini adik saya." Zidan menjawab dengan menyenggolkan lengannya pada tubuh Fahmi untuk memberikan kode supaya Fahmi memperkenalkan diri dan menyalami Kyai Akbar guru besarnya selama Zidan belajar di Pondok Pesantren. Fahmi pun tersadar ketika kakaknya menyenggolnya dan memberikan kode. "Zulfahmi, Kyai." Fahmi kemudian mengulurkan tangannya dan segera mencium punggung tangan milik Kyai Akbar. "Na'am. Mari masuk nak, singgah dulu kegubuk kami." Ujar Kyai Akbar yang merendahkan diri untuk mempersilahkan Fahmi dan Zidan masuk kedalam rumahnya yang ia sebut sebagai gubuknya. "Baik, Kyai." Zidan menyahut dan menarik tangan Fahmi untuk mengekori Kyai Akbar masuk kedalam rumahnya. Kyai Akbar mempersilahkan keduanya untuk duduk di sofa empuk yang terdapat beberapa ukiran dibagian pinggirnya. "Umiiii." Ucap Kyai Akbar dengan suara beratnya. Tidak lama kemudian keluarlah seorang wanita setengah baya menggunakan gamis panjang berwarna hitam. Namanya Umi Farida. Ia adalah isteri Kyai Akbar. Wajahnya teduh dan damai, selalu murah senyum dan tampak sekali seperti tidak pernah merasakan adanya beban hidup dalam dirinya. "Nak, Zidan? Sejak kapan kamu datang?" Sapa Umi Farida kepada Zidan. Jelas Umi Farida mengenali Zidan, karena Zidan salah satu Santri yang sangat sopan, baik, rendah hati, penurut dan tidak pernah macam-macam bahkan membuat onar selama belajar di Pondok Pesantren nya. "Belum lama, Umi. Umi, bagaimana kabarnya? Sehat kah, Umi?" Zidan tampak senang sekali bertemu kembali dengan Umi Farida yang sudah ia anggap sebagai Ibu kandung ketika berada di Pesantren kurang lebih enam tahun lamanya. "Alhamdulillah, Zidan. Umi sehat wal afiat." Umi Farida menjawab lalu duduk mendekati Kyai Akbar. Belum sempat percakapannya berlanjut, muncullah gadis manis berwajah teduh membawakan nampan dengan beberapa minuman didalam cangkir. Gadis itu melemparkan senyuman manisnya masih dalam keadaan menunduk tidak berani untuk menatap terlalu lama wajah-wajah pria yang sedang berada di hadapannya, takut berdosa. Fahmi terkejut karena yang mengantarkan minuman adalah gadis yang telah membuat ia jatuh hati pada pandangan pertamanya. Segera Fahmi menyenggolkan kakinya pada kaki Zidan. Dengan cepat Zidan paham dengan apa yang dimaksud Fahmi. Gadis itu tidak ingin berlama-lama berada dalam ruangan yang terdapat beberapa pria. Ia segera beranjak masuk kedalam dan meninggalkan Zidan, Fahmi, Kyai Akbar serta Umi Farida. "Kamu masih mengenalnya, Zidan?" Umi Farida bertanya kepada Zidan. "Siapa kah dia, Umi?" Zidan tampak tidak mengenali gadis yang Umi maksud. "Ayana." Umi menyahut dengan singkat. "Gadis kecil yang dulu sering kamu bela, ketika beberapa temannya membuli lantaran ia tidak memiliki keluarga." Sambung Kyai Akbar. Zidan tampak mencoba mengingat-ingat kembali tempo dulu ketika ia masih menuntut ilmu di Pesantren. "Betulkah dia Ayana yang itu?" Zidan tampak menebak dengan mengingat memori nya yang telah lama itu. Kyai Akbar dan Umi Farida mengangguk dengan kompak. "Betul, Zidan. Dia Ayana." Kyai Akbar membenarkan jawaban dari Zidan. "Gadis Yatim Piatu itu?" Sambung Zidan untuk memastikannya kembali. "Iya, nak Zidan. Sekarang dia sudah tumbuh besar menjadi sosok yang lebih dewasa. Bahkan ia turut mengajar beberapa santriwati disini." Umi Farida menjelaskan supaya Zidan lebih paham dalam mengingatnya. "MasyaAllah, saya hampir tidak mengenalinya, Kyai, Umi." Zidan terkekeh dan pikirannya berkecamuk betapa manis dan anggunnya gadis yang dulu sering ia bela semasa masih di Pesantren. Kyai dan Umi hanya saling berpandangan dan saling tersenyum. "Maaf, Kyai, Umi. Boleh kah saya mengenalnya?" Tiba-tiba Fahmi membuka suara atas apa yang sedang ada dalam benaknya. Kyai Akbar dan Umi saling berpandangan. "Hussttt." Zidan menyenggol kaki Fahmi. "Kalau boleh tahu, mengenal dalam arti seperti apa nak Fahmi?" Kyai Akbar bertanya dan memasang wajah yang lebih serius. "Ayana ini sekarang menjadi tanggung jawab kami, dia sudah kami anggap sebagai anak kandung kami. Bahkan Ayana sendiri ingin mengenal laki-laki ketika ia sudah menjadi isteri dari laki-laki tersebut." Kyai Akbar kembali melanjutkan pembicaraannya. "Betul nak, Ayana ingin langsung menikah. Karena ilmu agamanya sudah cukup bagus untuk faham dengan apa yang diterapkan dalam agama kami." Sambung Umi Farida yang matanya melirik ke Zidan. Fahmi kemudian memandang Zidan dengan penuh harap. "Na'am, Kyai, Umi." Zidan menyahut tanda faham dengan apa yang dimaksud Kyai dan Umi. Tidak lama kemudian Zidan berpamitan kepada Kyai Akbar dan Umi Farida. Kyai Akbar dan Umi Farida mengantarkan Zidan dan Fahmi berjalan hingga tepat didepan teras rumahnya. Tampak para santri dan santriwati berlalu lalang. "Pikirkan baik-baik ya niat baik kalian, entah siapa diantara kalian yang akan menjadikan pendamping Ayana, semoga diberikan jalan yang terbaik." Kyai Akbar menepuk pundak Zidan dan Fahmi berharap diantara keduanya ada yang bersedia menjadikan Ayana sebagai pasangan hidupnya. Ucapan Kyai sangatlah melekat dalam benak Zidan dan Fahmi. Keduanya tampak memikirkannya. Namun Zidan mengetahui hati adiknya yang terlihat begitu mencintai Ayana pada pandangan pertamanya. Apakah Zidan juga menyukai Ayana lalu harus mengorbankannya demi adiknya? "Kami tunggu kabar baiknya segera ya, sebelum di serobot oleh orang lain!""Ayana." Panggil Fatimah dengan lembut pada menantu barunya. Fatimah adalah Ibunda dari Zulfahmi dan Zidan."Iya, Ibu." Ayana menyahuti dengan nada lirih nan lembut."Kamu tidak apa kan nak jika tinggal bersama kami? Nanti kalau Fahmi sudah memiliki rumah kamu bisa tinggal berdua dengan suamimu." Ucap sang Ibu Fatimah yang sedang mengusap pundak Ayana dengan halus."Baik Ibu, tidak apa-apa. Kemanapun Mas Fahmi tinggal, aku telah bersedia untuk menemaninya." Jawab Ayana dengan pandangan teduh dan anggunnya.Ayana tampak manis dan sangat elegan dengan riasan tipisnya."Alhamdulillah, terima kasih ya nak Ayana. Hatimu cantik seperti parasmu sayang." Tangan Fatimah mengusap lembut pipi Ayana.Ayana menggenggam erat jemari Fatimah. Ia dapat merasakan kehangatan seorang Ibu. Mengingat Ibu Ayana yang telah pergi ke surga lebih dahulu.Fatimah memeluk menantu barunya, dan sesekali Fatimah mengecup pucuk kepala milik Ayana."Assalamu'alaikum." Ucap salam Fahmi yang tengah memasuki kamar pengan
"Ayana, kamu tidak apa-apa?" Tanya Bu Fatimah pada Ayana yang sedari tadi pandangannya menerawang jauh keluar sana."Tidak apa-apa, Ibu. Ayana hanya bersedih saja karena meninggalkan Kyai Akbar dan Umi Farida yang sudah Ayana anggap seperti orang tua kandung sendiri. Mereka begitu sangat menyayangi Ayana sedari kecil hingga sampai saat ini. Bahkan Pondok Pesantren sendiri sudah menjadi rumah bagi Ayana selama bertahun-tahun lamanya." Ayana menjelaskan sedikit perasaannya.Ibu Fatimah menggenggam dan mengusap lembut tangan milik menantu baru nya. Ia dapat merasakan betapa sedihnya Ayana meninggalkan semuanya."Sudah, Bu. Biarkan saja Ayana menenangkan dirinya. Mungkin ia sedang menstabilkan emosinya karena harus pindah jauh dari Pesantren serta Kyai dan Umi." Nabila berucap untuk memberikan waktu bagi Ayana untuk beradaptasi dengan keluarga baru dan lingkungan yang baru.Terlihat dari kaca spion, Zidan memperhatikan Ayana yang sedang mengusap air matanya menggunakan tissue.Namun sialn
"Dek, terima kasih ya." Ucap Fahmi berbisik didekat daun telinga milik Ayana.Ayana tampak lemas, namun gairahnya belum kunjung surut.Maklum saja, mereka pengantin baru. Sama-sama baru perdana merasakan surga dunia seperti yang disebut oleh banyak orang.Malam itu, menjadi malam yang sangat panjang bagi Ayana dan Fahmi. Sepasang pengantin baru yang menikmati indahnya kebersamaan.Entah sudah berapa ronde, sehingga ketika menjelang subuh keduanya tampak lemas dan tidak berdaya."MasyaAllah, cantik sekali Isteriku ini. Beruntung aku bisa mendapatkan kamu, sayang." Gumam Fahmi ketika melihat Ayana masih tidur nyenyak tidak berdaya akibat gempuran dari Fahmi.Fahmi beranjak dari tempat tidurnya, ia segera membersihkan tubuhnya.Karena setelahnya akan melaksanakan sholat subuh.Setelah tubuhnya sudah bersih dan wangi, ia segera membangunkan Isterinya yang masih terlelap."Sayang, Dek bangun. Sudah mau subuh. Kamu segera mandi ya. Nanti kita sholat berjama'ah." Perintah Fahmi kepada Ayana
"Bagaimana dokter dengan kondisi menantu saya?" Bu Fatimah menanyakan kondisi terkini menantunya, Ayana."Saudari Ayana baik-baik saja, Bu. Hanya saja kondisinya sedikit menurun karena kelelahan dan kurang tidur sepertinya. Usahakan jangan telat makan dan banyak beristirahat ya." Sang dokter pun menjawabnya."Baik, dokter. Apapun segera lakukan dok supaya menantu saya segera sembuh dan cepat kembali pulang ke Rumah." Perintah Bu Fatimah, ia menginginkan Ayana lekas sembuh dan segera pulang sebelum Fahmi lepas tugas dari pekerjaannya sebagai Pilot di salah satu Maskapai ternama di Indonesia ini."Baik, Bu. Boleh segera selesaikan ke bagian administrasinya ya." Jeda. "Apakah Bapak suami dari Saudari Ayana?" Tanya dokter pada Zidan.Zidan membisu dan langsung melirik ke arah sang Ibu."Iya, dokter. Nanti akan segera diselesaikan oleh anak saya." Sahut Bu Fatimah dengan segera dan mengedipkan mata ke arah Zidan."Baik Ibu, Bapak. Kalau begitu saya izin pamit. Nanti kalau terjadi apa-apa,
"Maaf, Kak. Kaki aku lemas sekali." Ucap Ayana dengan pandangan yang tidak nyaman karena dengan tidak sengaja telah menindih tubuh Zidan.Deg!Hati Zidan menjadi melayang seketika, ketika tubuh Ayana berada dalam pelukannya secara tidak sengaja.Membuat iman seorang Zidan menjadi goyah.Zidan yang mendapatkan tubuh Ayana telah berada di atasnya. Kemudian dengan terpaksa menyentuh lengan Ayana dan membantu Ayana untuk bangun dari posisinya."Za, kamu kenapa?" Tanya Zidan kepada Ayana.Ayana hanya meringis saja karena semua ini adalah kesalahannya yang berawal dengan ketidaksengajaan."Aku lapar, Kak. Ingin mengambil cemilan niatnya. Eh aku malah sempoyongan dan terjatuh ke tubuh, Kak Zid." Jelas Ayana dengan nada pelannya."Untung kamu jatuh ke tubuhku, coba kalau jatuh ke lantai. Pasti tubuh kamu semakin sakit." Jawab Zidan yang berjalan memapah tubuh Ayana."Hehe iya maaf, Kak.""Kenapa kamu tidak membangunkan aku saja?" Tanya Zidan sambil membantu Ayana untuk naik kembali ke atas ra
Hujan begitu deras malam ini. Suasana malam terasa dingin dan sepi. Hanya ada suara petir yang saling sahut menyahut.Ayana terbangun dari tidur lelapnya. Tenggorokan nya pun terasa sangat kering.Ayana beranjak dari tempat tidurnya dan segera melangkahkan tungkainya keluar kamar untuk segera berjalan menuju dapur yang berada di lantai bawah.Kondisi tubuhnya sudah terasa sehat, namun masih ada rasa lemas sedikit pada bagian tungkai kakinya.Ia berjalan menyusuri dinding kamar luar. Dan melewati kamar Zidan yang sedikit terbuka.Ia mendengar suara Zidan melantunkan ayat suci, namun Ia berusaha untuk tidak mengintip ke arah kamar Zidan. Karena dirasa cukup tidak sopan dan tidak baik jika melihat ke dalam kamar tanpa seizin pemilik Kamar.Ayana berjalan perlahan menuruni anak tangga. Sebagian lampu beberapa ruangan sudah di padamkan oleh Bu Fatimah.Dengan langkah perlahan akhirnya Ayana sampailah di dapur dan mengambil segelas air minum untuk melepaskan keringnya tenggorokan.Zidan yan
"Karena sebenarnya... Aku menyayangimu, Kak." Akhirnya Ayana memberikan sebuah pengakuan kepada Zidan.Sungguh menjadi sebuah tamparan halus untuk Zidan, ketika mendapati seseorang yang sangat ia sayangi dan ia cintai mengakui akan perasaan yang sama.Bagaimana kah ini? sedangkan disatu sisi Ayana sudah menjadi milik orang lain, bahkan adiknya sendiri.Zidan merasa bersalah atas perasaannya selama ini. Mengapa ia tidak melamar Ayana dengan segera ketika dirinya sudah kembali ke Indonesia saat sudah menyelesaikan studynya dari Kairo."Benarkah, Za? Aku tidak salah mendengarnya?" Zidan tampak tidak mempercayai akan hal tersebut.Ayana mengangguk. Lalu ia segera beranjak dan berlalu meninggalkan Zidan yang masih menyalahkan diri atas perasaan Zidan.Ayana berlari meninggalkan Zidan. Dengan hati yang begitu sakit, dada yang terasa sesak.Ayana melemparkan tubuhnya diatas ranjang dan menangislah sejadi-jadinya."Yaa Allah, Yaa Robbi.. Maafkan aku telah melakukan kesalahan pada hari ini. Ma
"Sayang, terima kasih sudah bersedia menjadi Isteriku, aku sayang kamu." Kecup Fahmi pada dahi Ayana."Sama-sama, Mas." Ayana menyahuti."Dek, mau kah bulan madu?" tanya Fahmi yang masih mengusap-usap pucuk kepala Ayana."Kemana, Mas?" tanya Ayana."Kamu mau nya kemana, Sayang?" tanya balik Fahmi pada Ayana."Aku ikut saja, Mas. Kemanapun kamu mengajak." jawab Ayana."Hmm, kemana ya enaknya? bagaimana kalau kita umroh?" tanya Fahmi.Ayana terbelalak. Seketika matanya membulat besar. Impian yang selama ini ingin Ayana wujudkan kini ditawarkan langsung oleh suaminya sendiri."Yang benar, Mas? Mas serius? tidak berbohong?" Ayana sangat bahagia mendengar kabar bahwa dirinya akan diajak Umroh."Iya, Sayang. Kalau kamu mau, Mas bisa langsung daftar dan siapkan segala sesuatunya." Ucap Fahmi.Ayana mengangguk dengan cepat. Lalu ia langsung memeluk erat tubuh suaminya itu.Fahmi langsung menerima pelukan dari Ayana.***"Bu, aku berencana untuk membuat sebuah Pondok Pesantren tidak jauh dari
"Baik, Kak Zid. Aku akan turun." Ayana segera merapihkan apa yang sedang menjadi aktivitasnya kala itu.Dengan bergerak cepat, Ayana sedikit berlari menuruni anak tangga, karena ia tidak ingin membuat Ibu Mertuanya terlalu lama menunggunya.Sesampainya dilantai bawah, Ia melihat Zidan telah bersama dengan Bu Fatimah sedang berada dimeja makan."Ayana, mengapa kamu turunnya lama sekali, Nak? Apakah ada yang sedang kamu kerjakan?" Tanya Bu Fatimah yang telah duduk manis didepan meja makan.Ayana berjalan mendekati meja makan, dan ia segera duduk disamping Bu Fatimah."Maafkan Ayana, Bu. Ayana belum merasa lapar. Jadi, Ayana pikir nanti-nanti saja Ayana sarapannya." Jawab Ayanan dengan menunduk, ia takut membuat kecewa sang Ibu Mertua.Bu Fatimah menghela napas panjangnya."Ayana, sarapan itu tidak harus menunggu lapar. Isilah perut sedikit saja walau hanya beberapa suap atau bahkan segigit roti saja. Supaya perut kita tetap aman dari penyakit lambung." Jelas Bu Fatimah dengan mengusap l
"Sayang, terima kasih sudah bersedia menjadi Isteriku, aku sayang kamu." Kecup Fahmi pada dahi Ayana."Sama-sama, Mas." Ayana menyahuti."Dek, mau kah bulan madu?" tanya Fahmi yang masih mengusap-usap pucuk kepala Ayana."Kemana, Mas?" tanya Ayana."Kamu mau nya kemana, Sayang?" tanya balik Fahmi pada Ayana."Aku ikut saja, Mas. Kemanapun kamu mengajak." jawab Ayana."Hmm, kemana ya enaknya? bagaimana kalau kita umroh?" tanya Fahmi.Ayana terbelalak. Seketika matanya membulat besar. Impian yang selama ini ingin Ayana wujudkan kini ditawarkan langsung oleh suaminya sendiri."Yang benar, Mas? Mas serius? tidak berbohong?" Ayana sangat bahagia mendengar kabar bahwa dirinya akan diajak Umroh."Iya, Sayang. Kalau kamu mau, Mas bisa langsung daftar dan siapkan segala sesuatunya." Ucap Fahmi.Ayana mengangguk dengan cepat. Lalu ia langsung memeluk erat tubuh suaminya itu.Fahmi langsung menerima pelukan dari Ayana.***"Bu, aku berencana untuk membuat sebuah Pondok Pesantren tidak jauh dari
"Karena sebenarnya... Aku menyayangimu, Kak." Akhirnya Ayana memberikan sebuah pengakuan kepada Zidan.Sungguh menjadi sebuah tamparan halus untuk Zidan, ketika mendapati seseorang yang sangat ia sayangi dan ia cintai mengakui akan perasaan yang sama.Bagaimana kah ini? sedangkan disatu sisi Ayana sudah menjadi milik orang lain, bahkan adiknya sendiri.Zidan merasa bersalah atas perasaannya selama ini. Mengapa ia tidak melamar Ayana dengan segera ketika dirinya sudah kembali ke Indonesia saat sudah menyelesaikan studynya dari Kairo."Benarkah, Za? Aku tidak salah mendengarnya?" Zidan tampak tidak mempercayai akan hal tersebut.Ayana mengangguk. Lalu ia segera beranjak dan berlalu meninggalkan Zidan yang masih menyalahkan diri atas perasaan Zidan.Ayana berlari meninggalkan Zidan. Dengan hati yang begitu sakit, dada yang terasa sesak.Ayana melemparkan tubuhnya diatas ranjang dan menangislah sejadi-jadinya."Yaa Allah, Yaa Robbi.. Maafkan aku telah melakukan kesalahan pada hari ini. Ma
Hujan begitu deras malam ini. Suasana malam terasa dingin dan sepi. Hanya ada suara petir yang saling sahut menyahut.Ayana terbangun dari tidur lelapnya. Tenggorokan nya pun terasa sangat kering.Ayana beranjak dari tempat tidurnya dan segera melangkahkan tungkainya keluar kamar untuk segera berjalan menuju dapur yang berada di lantai bawah.Kondisi tubuhnya sudah terasa sehat, namun masih ada rasa lemas sedikit pada bagian tungkai kakinya.Ia berjalan menyusuri dinding kamar luar. Dan melewati kamar Zidan yang sedikit terbuka.Ia mendengar suara Zidan melantunkan ayat suci, namun Ia berusaha untuk tidak mengintip ke arah kamar Zidan. Karena dirasa cukup tidak sopan dan tidak baik jika melihat ke dalam kamar tanpa seizin pemilik Kamar.Ayana berjalan perlahan menuruni anak tangga. Sebagian lampu beberapa ruangan sudah di padamkan oleh Bu Fatimah.Dengan langkah perlahan akhirnya Ayana sampailah di dapur dan mengambil segelas air minum untuk melepaskan keringnya tenggorokan.Zidan yan
"Maaf, Kak. Kaki aku lemas sekali." Ucap Ayana dengan pandangan yang tidak nyaman karena dengan tidak sengaja telah menindih tubuh Zidan.Deg!Hati Zidan menjadi melayang seketika, ketika tubuh Ayana berada dalam pelukannya secara tidak sengaja.Membuat iman seorang Zidan menjadi goyah.Zidan yang mendapatkan tubuh Ayana telah berada di atasnya. Kemudian dengan terpaksa menyentuh lengan Ayana dan membantu Ayana untuk bangun dari posisinya."Za, kamu kenapa?" Tanya Zidan kepada Ayana.Ayana hanya meringis saja karena semua ini adalah kesalahannya yang berawal dengan ketidaksengajaan."Aku lapar, Kak. Ingin mengambil cemilan niatnya. Eh aku malah sempoyongan dan terjatuh ke tubuh, Kak Zid." Jelas Ayana dengan nada pelannya."Untung kamu jatuh ke tubuhku, coba kalau jatuh ke lantai. Pasti tubuh kamu semakin sakit." Jawab Zidan yang berjalan memapah tubuh Ayana."Hehe iya maaf, Kak.""Kenapa kamu tidak membangunkan aku saja?" Tanya Zidan sambil membantu Ayana untuk naik kembali ke atas ra
"Bagaimana dokter dengan kondisi menantu saya?" Bu Fatimah menanyakan kondisi terkini menantunya, Ayana."Saudari Ayana baik-baik saja, Bu. Hanya saja kondisinya sedikit menurun karena kelelahan dan kurang tidur sepertinya. Usahakan jangan telat makan dan banyak beristirahat ya." Sang dokter pun menjawabnya."Baik, dokter. Apapun segera lakukan dok supaya menantu saya segera sembuh dan cepat kembali pulang ke Rumah." Perintah Bu Fatimah, ia menginginkan Ayana lekas sembuh dan segera pulang sebelum Fahmi lepas tugas dari pekerjaannya sebagai Pilot di salah satu Maskapai ternama di Indonesia ini."Baik, Bu. Boleh segera selesaikan ke bagian administrasinya ya." Jeda. "Apakah Bapak suami dari Saudari Ayana?" Tanya dokter pada Zidan.Zidan membisu dan langsung melirik ke arah sang Ibu."Iya, dokter. Nanti akan segera diselesaikan oleh anak saya." Sahut Bu Fatimah dengan segera dan mengedipkan mata ke arah Zidan."Baik Ibu, Bapak. Kalau begitu saya izin pamit. Nanti kalau terjadi apa-apa,
"Dek, terima kasih ya." Ucap Fahmi berbisik didekat daun telinga milik Ayana.Ayana tampak lemas, namun gairahnya belum kunjung surut.Maklum saja, mereka pengantin baru. Sama-sama baru perdana merasakan surga dunia seperti yang disebut oleh banyak orang.Malam itu, menjadi malam yang sangat panjang bagi Ayana dan Fahmi. Sepasang pengantin baru yang menikmati indahnya kebersamaan.Entah sudah berapa ronde, sehingga ketika menjelang subuh keduanya tampak lemas dan tidak berdaya."MasyaAllah, cantik sekali Isteriku ini. Beruntung aku bisa mendapatkan kamu, sayang." Gumam Fahmi ketika melihat Ayana masih tidur nyenyak tidak berdaya akibat gempuran dari Fahmi.Fahmi beranjak dari tempat tidurnya, ia segera membersihkan tubuhnya.Karena setelahnya akan melaksanakan sholat subuh.Setelah tubuhnya sudah bersih dan wangi, ia segera membangunkan Isterinya yang masih terlelap."Sayang, Dek bangun. Sudah mau subuh. Kamu segera mandi ya. Nanti kita sholat berjama'ah." Perintah Fahmi kepada Ayana
"Ayana, kamu tidak apa-apa?" Tanya Bu Fatimah pada Ayana yang sedari tadi pandangannya menerawang jauh keluar sana."Tidak apa-apa, Ibu. Ayana hanya bersedih saja karena meninggalkan Kyai Akbar dan Umi Farida yang sudah Ayana anggap seperti orang tua kandung sendiri. Mereka begitu sangat menyayangi Ayana sedari kecil hingga sampai saat ini. Bahkan Pondok Pesantren sendiri sudah menjadi rumah bagi Ayana selama bertahun-tahun lamanya." Ayana menjelaskan sedikit perasaannya.Ibu Fatimah menggenggam dan mengusap lembut tangan milik menantu baru nya. Ia dapat merasakan betapa sedihnya Ayana meninggalkan semuanya."Sudah, Bu. Biarkan saja Ayana menenangkan dirinya. Mungkin ia sedang menstabilkan emosinya karena harus pindah jauh dari Pesantren serta Kyai dan Umi." Nabila berucap untuk memberikan waktu bagi Ayana untuk beradaptasi dengan keluarga baru dan lingkungan yang baru.Terlihat dari kaca spion, Zidan memperhatikan Ayana yang sedang mengusap air matanya menggunakan tissue.Namun sialn
"Ayana." Panggil Fatimah dengan lembut pada menantu barunya. Fatimah adalah Ibunda dari Zulfahmi dan Zidan."Iya, Ibu." Ayana menyahuti dengan nada lirih nan lembut."Kamu tidak apa kan nak jika tinggal bersama kami? Nanti kalau Fahmi sudah memiliki rumah kamu bisa tinggal berdua dengan suamimu." Ucap sang Ibu Fatimah yang sedang mengusap pundak Ayana dengan halus."Baik Ibu, tidak apa-apa. Kemanapun Mas Fahmi tinggal, aku telah bersedia untuk menemaninya." Jawab Ayana dengan pandangan teduh dan anggunnya.Ayana tampak manis dan sangat elegan dengan riasan tipisnya."Alhamdulillah, terima kasih ya nak Ayana. Hatimu cantik seperti parasmu sayang." Tangan Fatimah mengusap lembut pipi Ayana.Ayana menggenggam erat jemari Fatimah. Ia dapat merasakan kehangatan seorang Ibu. Mengingat Ibu Ayana yang telah pergi ke surga lebih dahulu.Fatimah memeluk menantu barunya, dan sesekali Fatimah mengecup pucuk kepala milik Ayana."Assalamu'alaikum." Ucap salam Fahmi yang tengah memasuki kamar pengan