"Bagaimana dokter dengan kondisi menantu saya?" Bu Fatimah menanyakan kondisi terkini menantunya, Ayana.
"Saudari Ayana baik-baik saja, Bu. Hanya saja kondisinya sedikit menurun karena kelelahan dan kurang tidur sepertinya. Usahakan jangan telat makan dan banyak beristirahat ya." Sang dokter pun menjawabnya. "Baik, dokter. Apapun segera lakukan dok supaya menantu saya segera sembuh dan cepat kembali pulang ke Rumah." Perintah Bu Fatimah, ia menginginkan Ayana lekas sembuh dan segera pulang sebelum Fahmi lepas tugas dari pekerjaannya sebagai Pilot di salah satu Maskapai ternama di Indonesia ini. "Baik, Bu. Boleh segera selesaikan ke bagian administrasinya ya." Jeda. "Apakah Bapak suami dari Saudari Ayana?" Tanya dokter pada Zidan. Zidan membisu dan langsung melirik ke arah sang Ibu. "Iya, dokter. Nanti akan segera diselesaikan oleh anak saya." Sahut Bu Fatimah dengan segera dan mengedipkan mata ke arah Zidan. "Baik Ibu, Bapak. Kalau begitu saya izin pamit. Nanti kalau terjadi apa-apa, boleh tekan tombol alarm saja. Terima kasih." Jawab Sang dokter yang langsung berlalu meninggalkan Zidan dan Ibu Fatimah. "Bu!" Protes Zidan. "Sudah sana, sementara kamu kalau ditanya mengaku saja kalau kamu adalah suami dari Ayana. Supaya prosesnya dipercepat. Kamu ke bagian administrasi ya sekarang." Perintah Sang Ibu pada Zidan. Zidan tampak menggaruk - garukkan kepalanya yang tidak gatal. Ia berlalu menuju kasir untuk menyelesaikan administrasinya. *** "Alhamdulillah, Nak. Kamu sudah sedikit cerah wajahnya. Ayo kamu harus sembuh sebelum Fahmi pulang ke Rumah." Bu Fatimah memberikan semangat kepada Ayana. Ayana kini telah terbaring di ranjang Rumah Sakit. "Iya, Ibu." Jawab Ayana dengan kondisi masih lemas. "Ya sudah kalau begitu Ibu izin pamit pulang sebentar ya, Nak. Kamu di jaga oleh Zidan tidak apa-apa kan? Kalian kan sudah saling kenal sejak kecil." Ujar Sang Ibu. "Tapi, Bu. Aku ada jadwal mengajar di kampus." Zidan menolak untuk menemani Ayana karena ada jadwal mengajar di Kampus dimana ia bekerja. "Sudah, izin dulu sehari saja, Zidan. Disini kan kamu yang bertanggungjawab mengaku sebagai suami Ayana." Ucap Sang Ibu. Zidan langsung menoleh ke arah Ayana. Ayana pun mengernyitkan dahi nya tanda tidak paham dengan apa yang dimaksud sang Ibu Mertua. Zidan menggeleng-gelengkan kepalanya dan menunduk malu pada Ayana. "Ya sudah Ibu pulang dulu. Assalamu'alaikum." Bu Fatimah berlalu dan keluar dari ruangan kamar dimana Ayana dirawat. "Wa'alaikumsalam." "Kak Zizid! maksud Ibu tadi apa ya, kak?" Ayana bertanya karena penasaran. Zidan langsung duduk dikursi sebelah ranjang Ayana. "Jadi begini Za, tadi dokter menanyakan suami kamu. Terus dengan cepat Ibu langsung bilang kalau aku ini suami kamu. Karena supaya proses disegerakan. Harap maklum ya, Za. Ibu memang suka begitu!" Zidan menjelaskan secara detail kepada Ayana supaya tidak terjadi salah paham. Ayana pun mengangguk dan tersenyum simpul. "Kok malah senyum?" Tanya Zidan. "Lucu aja, Kak. Ada-ada saja deh. Ya sudah kalau begitu tidak apa, kak. Kan hanya sementara." Jawab Ayana. Zidan pun membalas senyuman Ayana. "Syafakillah ya, Za. Supaya nanti Fahmi sampai Rumah kamu sudah sehat. Kata dokter kamu kelelahan dan kurang tidur. Memang kamu diajak lembur terus ya?" Zidan bertanya dengan nada sedikit meledeknya. Ayana memutarkan kedua bola matanya, enggan sekali ia menjawab pertanyaan Zidan. "Apa sih, Kak? Memang sudah saatnya sakit saja." Jawab Ayana yang langsung membuang wajahnya untuk mengalihkan pandangannya dari penglihatan Zidan. "Za, ada yang ingin aku tanyakan kepadamu. Boleh kah?" Tanya Zidan. Ayana menolehkan pandangannya kembali ke arah Zidan tanpa ekspresi. "Apa?" "Kamu mengapa menerima pinangan Fahmi? Sedangkan sebelumnya kamu tidak mengenalnya." Zidan mencoba menanyakan apa yang menjadi beban pikirannya. Ayana menghembuskan napas panjangnya. "Kak, semua itu sudah di atur sama Allah. Tinggal bagaimana kita menjalani nya. Aku menerima bang Fahmi karena memang dia adalah sosok yang dikirim Allah untukku." Jawab Ayana menjelaskan. "Andaikan waktu itu aku yang melamar kamu. Apakah kamu menerima aku?" Zidan mencoba menggali jawaban pada Ayana. "Kalau memang saat itu kamu yang melamar aku, aku akan menerimanya. Itu pertanda kalau kamu lah jodohku yang dikirim Allah." Jawaban Ayana membuat hati Zidan teriris. Andai saat itu ia tidak mengajak Fahmi, mungkin dirinya lah yang akan bertemu lebih dulu dan bisa dengan segera melamar Ayana. Terlihat urat kesedihan di wajah Zidan. Ia tidak melanjutkan pembicaraannya dengan Ayana. Ayana menangkap kesedihan dibalik senyuman Zidan. "Kak." Zidan menoleh kearah Ayana. "Kamu tidak perlu mengkhawatirkan takdir Allah, Kak. Kalau memang kita berjodoh, suatu saat nanti Allah pasti akan mempersatukan kita. Percayalah akan janji Allah, Kak. Akan tetapi kalau kita di takdirkan tidak berjodoh, seusaha apapun kita tidak akan pernah bersatu." Ayana menyunggingkan senyumannya untuk menguatkan hati Zidan. Zidan membalas senyuman Ayana. *** "Hallo, jam berapa Ibu ke Rumah Sakit lagi?" Tanya Zidan dalam panggilan telponnya. "Maaf, Zidan. Ibu belum bisa ke Rumah Sakit dulu. Masih menyelesaikan pekerjaan rumah dan ada sedikit urusan. Kamu tolong jaga Ayana dulu, Zid." Perintah sang Ibu. "Baiklah, Bu." Zidan menjawab singkat, karena percuma jika ia banyak berbicara tidak akan pernah menang juga jika sudah berurusan dengan Sang Ibu. Ayana yang sedari tadi memperhatikannya langsung mengerti dengan gelagat Zidan. "Kak Zizid, kalau kakak ingin pulang. Silahkan pulang saja. Aku tidak apa-apa ditinggal." Pinta Ayana pada Zidan. Seketika Zidan menoleh ke arah Ayana dan berjalan menuju Ayana. "Tidak, Za. Aku harus tetap menjaga kamu disini. Aku tidak bisa membiarkan kamu sendiri. Lagi pula aku tidak akan tega." Jawab Zidan meyakinkan. Ayana pun tersenyum. "Kak Zizid, aku tidak apa sendirian pun. Kakak butuh istirahat. Kasihan kakak belum istirahat. Nanti yang ada kakak malah turut sakit juga." Ayana memberikan penjelasan. "Kalau aku sakit, apakah kamu mau merawat aku?" Tanya Zidan pada Ayana. "Tidak lah kak, aku tidak bisa merawat kamu. Nanti ibu yang akan merawat kamu. Kita kan bukan mahrom." Jelas Ayana kembali. Zidan menghembuskan nafas panjangnya. "Ya sudah kalau begitu. Aku istirahat disini saja boleh, Za?" Pinta Zidan pada Ayana untuk beristirahat di Sofa dekat ranjang Ayana. Masih dalam satu ruang. "Boleh dong, Kak. Silahkan!" "Baiklah kalau begitu. Aku beristirahat dulu ya, Za. Nanti kalau ada perlu bangunkan aku saja." Perintah Zidan yang sudah sangat mengantuk. "Baik, Kak Zizid. Selamat beristirahat ya." Zidan langsung membaringkan tubuhnya pada sofa sebelah ranjang Ayana. Kedua bola matanya sudah sangat lelah sekali. Ayana membiarkan Zidan untuk beristirahat, karena memang Zidan membutuhkan mengistirahatkan tubuhnya. (Kak Zid, andai kamu yang lebih dulu bertemu dengan ku. Mungkin kini aku sudah menjadi isterimu. Maafkan aku ya, Kak. Aku akan terus menyayangimu sebagai kakakku. Aku rindu denganmu yang dulu kak) * Jam menunjukan pukul satu malam. Perut Ayana rupanya terasa lapar. Namun ketika ia hendak mengambil beberapa makanan di atas meja. Tangannya sangat sulit untuk menjangkaunya. Ia terpaksa harus bangun dari posisi tidurnya dan menurunkan kedua kakinya untuk menapak sedikit agar jangkauannya sampai pada tujuannya, yaitu mengambil makanan diatas meja. Ia berusaha untuk mengambil sendiri walau kakinya masih terasa berat dan lemas. Ia tidak ingin membangunkan dan mengganggu Zidan yang tampak tertidur dengan pulasnya. Meja makanannya tepat disebelah sofa dimana Zidan beristirahat. Ketika tangan Ayana ingin meraih makanan, dengan tiba-tiba saja seketika kaki Ayana terasa sangat lemas dan tidak berdaya. Tanpa berpegangan dengan benda lainnya membuat tubuh Ayana terhuyung dan akhirnya jatuh menimpa tubuh Zidan yang sedang terlelap di sofa. Brukkkk!!! Sontak Zidan terbangun dan terkejut mendapati tubuh Ayana sudah berada diatas tubuhnya dengan posisi menindihi tubuhnya. Zidan memandang Ayana, begitu juga sebaliknya. Keduanya menjadi saling pandang dan menjadi salah tingkah. "Maaf, Kak Zid. Kaki aku lemas sekali.""Maaf, Kak. Kaki aku lemas sekali." Ucap Ayana dengan pandangan yang tidak nyaman karena dengan tidak sengaja telah menindih tubuh Zidan.Deg!Hati Zidan menjadi melayang seketika, ketika tubuh Ayana berada dalam pelukannya secara tidak sengaja.Membuat iman seorang Zidan menjadi goyah.Zidan yang mendapatkan tubuh Ayana telah berada di atasnya. Kemudian dengan terpaksa menyentuh lengan Ayana dan membantu Ayana untuk bangun dari posisinya."Za, kamu kenapa?" Tanya Zidan kepada Ayana.Ayana hanya meringis saja karena semua ini adalah kesalahannya yang berawal dengan ketidaksengajaan."Aku lapar, Kak. Ingin mengambil cemilan niatnya. Eh aku malah sempoyongan dan terjatuh ke tubuh, Kak Zid." Jelas Ayana dengan nada pelannya."Untung kamu jatuh ke tubuhku, coba kalau jatuh ke lantai. Pasti tubuh kamu semakin sakit." Jawab Zidan yang berjalan memapah tubuh Ayana."Hehe iya maaf, Kak.""Kenapa kamu tidak membangunkan aku saja?" Tanya Zidan sambil membantu Ayana untuk naik kembali ke atas ra
Hujan begitu deras malam ini. Suasana malam terasa dingin dan sepi. Hanya ada suara petir yang saling sahut menyahut.Ayana terbangun dari tidur lelapnya. Tenggorokan nya pun terasa sangat kering.Ayana beranjak dari tempat tidurnya dan segera melangkahkan tungkainya keluar kamar untuk segera berjalan menuju dapur yang berada di lantai bawah.Kondisi tubuhnya sudah terasa sehat, namun masih ada rasa lemas sedikit pada bagian tungkai kakinya.Ia berjalan menyusuri dinding kamar luar. Dan melewati kamar Zidan yang sedikit terbuka.Ia mendengar suara Zidan melantunkan ayat suci, namun Ia berusaha untuk tidak mengintip ke arah kamar Zidan. Karena dirasa cukup tidak sopan dan tidak baik jika melihat ke dalam kamar tanpa seizin pemilik Kamar.Ayana berjalan perlahan menuruni anak tangga. Sebagian lampu beberapa ruangan sudah di padamkan oleh Bu Fatimah.Dengan langkah perlahan akhirnya Ayana sampailah di dapur dan mengambil segelas air minum untuk melepaskan keringnya tenggorokan.Zidan yan
"Karena sebenarnya... Aku menyayangimu, Kak." Akhirnya Ayana memberikan sebuah pengakuan kepada Zidan.Sungguh menjadi sebuah tamparan halus untuk Zidan, ketika mendapati seseorang yang sangat ia sayangi dan ia cintai mengakui akan perasaan yang sama.Bagaimana kah ini? sedangkan disatu sisi Ayana sudah menjadi milik orang lain, bahkan adiknya sendiri.Zidan merasa bersalah atas perasaannya selama ini. Mengapa ia tidak melamar Ayana dengan segera ketika dirinya sudah kembali ke Indonesia saat sudah menyelesaikan studynya dari Kairo."Benarkah, Za? Aku tidak salah mendengarnya?" Zidan tampak tidak mempercayai akan hal tersebut.Ayana mengangguk. Lalu ia segera beranjak dan berlalu meninggalkan Zidan yang masih menyalahkan diri atas perasaan Zidan.Ayana berlari meninggalkan Zidan. Dengan hati yang begitu sakit, dada yang terasa sesak.Ayana melemparkan tubuhnya diatas ranjang dan menangislah sejadi-jadinya."Yaa Allah, Yaa Robbi.. Maafkan aku telah melakukan kesalahan pada hari ini. Ma
"Sayang, terima kasih sudah bersedia menjadi Isteriku, aku sayang kamu." Kecup Fahmi pada dahi Ayana."Sama-sama, Mas." Ayana menyahuti."Dek, mau kah bulan madu?" tanya Fahmi yang masih mengusap-usap pucuk kepala Ayana."Kemana, Mas?" tanya Ayana."Kamu mau nya kemana, Sayang?" tanya balik Fahmi pada Ayana."Aku ikut saja, Mas. Kemanapun kamu mengajak." jawab Ayana."Hmm, kemana ya enaknya? bagaimana kalau kita umroh?" tanya Fahmi.Ayana terbelalak. Seketika matanya membulat besar. Impian yang selama ini ingin Ayana wujudkan kini ditawarkan langsung oleh suaminya sendiri."Yang benar, Mas? Mas serius? tidak berbohong?" Ayana sangat bahagia mendengar kabar bahwa dirinya akan diajak Umroh."Iya, Sayang. Kalau kamu mau, Mas bisa langsung daftar dan siapkan segala sesuatunya." Ucap Fahmi.Ayana mengangguk dengan cepat. Lalu ia langsung memeluk erat tubuh suaminya itu.Fahmi langsung menerima pelukan dari Ayana.***"Bu, aku berencana untuk membuat sebuah Pondok Pesantren tidak jauh dari
"Baik, Kak Zid. Aku akan turun." Ayana segera merapihkan apa yang sedang menjadi aktivitasnya kala itu.Dengan bergerak cepat, Ayana sedikit berlari menuruni anak tangga, karena ia tidak ingin membuat Ibu Mertuanya terlalu lama menunggunya.Sesampainya dilantai bawah, Ia melihat Zidan telah bersama dengan Bu Fatimah sedang berada dimeja makan."Ayana, mengapa kamu turunnya lama sekali, Nak? Apakah ada yang sedang kamu kerjakan?" Tanya Bu Fatimah yang telah duduk manis didepan meja makan.Ayana berjalan mendekati meja makan, dan ia segera duduk disamping Bu Fatimah."Maafkan Ayana, Bu. Ayana belum merasa lapar. Jadi, Ayana pikir nanti-nanti saja Ayana sarapannya." Jawab Ayanan dengan menunduk, ia takut membuat kecewa sang Ibu Mertua.Bu Fatimah menghela napas panjangnya."Ayana, sarapan itu tidak harus menunggu lapar. Isilah perut sedikit saja walau hanya beberapa suap atau bahkan segigit roti saja. Supaya perut kita tetap aman dari penyakit lambung." Jelas Bu Fatimah dengan mengusap l
"Cari apa, Kak?" Tanya Ayana."Cari yang segar-segar." Jawab Zidan singkat.Ayana tampak berpikir sejenak."Apa itu yang segar-segar?" Tanya Ayana dengan tangannya bergerak menyiapkan gelas kosong berikut dengan teh dan gula."Tidak tahu nih, ternyata dikulkas tidak ada yang segar-segar." Jawab Zidan dengan wajah kecewa karena ia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan."Beli saja, Kak!" Perintah Ayana.Ayana menuangkan air panas kedalam gelas panjang, dan kemudian ia mengaduknya."Temani aku, yuk!" Ajak Zidan kepada Ayana.Ayana langsung membuka matanya dan menatap kearah Zidan."Tidak salah, Kak?" Tanya Ayana terkejut.Zidan pun berdiri dari posisi semula."Kenapa memangnya? Apa yang salah?" Zidan balik bertanya."Kan kita bukan mahrom, Kak. Tidak baik juga kalau pergi, apalagi aku seorang Isteri yang memiliki suami." Jelas Ayana.Zidan terkekeh melihat ekspresi Ayana."Ya ampun, Za. Percaya sekali, aku hanya bercanda, Za. Tidak mungkin juga aku mengajak Isteri adikku sendiri. Apa ka
"Sudah mengaku saja, Za!" Zidan bertanya kembali."Kakak, kenapa sih? Suka sekali gangguin aku!" Ayana menghardik Zidan dengan menghentakkan kakinya diaspal.Zidan menggelengkan kepalanya."Hahaha, kamu kepe-dean ah, Za. Sudah lah, aku duluan saja kalau dituduh mengganggu kamu!" Zidan melangkahkan kakinya lebih cepat sehingga Ayana jauh tertinggal.Ayana teramat kesal dengan sikap Zidan yang semakin hari semakin jahil saja terhadapnya."Awas ya, Kak! Aku aduin kamu pada Mas Fahmi!" Ancam Ayana pada Zidan."Haha, silahkan saja, Za! Aku tidak takut!" Zidan berlari meninggalkan Ayana.Ayana mengejar Zidan dengan berjalan lebih cepat. Karena hari sudah sangat malam.Jalanan komplek juga sudah sangat sepi."Aaarrrggghhhhh.... Kak Zidaaaaannn!!!!"***"Assalamu'alaikum, Sayangku. Ayo bangun! Sudah waktunya sholat subuh." Bisik Fahmi kepada Ayana dengan tertidur pulas.Samar-samar Ayana mendengar suara Fahmi dalam tidurnya.Ia menggeliat dan membuka matanya yang masih terasa berat.Ketika ia
"Kenapa kamu senyum-senyum, Sayang? Kamu bersedia?" Fahmi memperhatikan wajah Ayana yang terlihat bahagia."Alhamdulillah, aku bersedia. Aku memang sangat merindukan suasana Pesantren. Terasa hangat dan ramai. Aku jadi tidak kesepian." Jawab Ayana dengan senyuman lebarnya sehingga deretan gigi putihnya terlihat sangat jelas.Zidan melirik wajah Ayana dan ia pun terpesona oleh senyuman Ayana.Sangat cantik!"Syukurlah kalau begitu. Tapi, ingat ya. Jangan terlalu kecapaian. Kamu juga tetap harus fokus untuk memberikan cucu buat Ibu." Bu Fatimah memberikan sebuah peringatan agar Ayana jangan terlalu kelelahan untuk berjuang demi memberikan dirinya cucu.Sontak wajah yang ceria seketika mengendurkan senyumannya kemudian Ayana melirik kearah Fahmi.Fahmi pun melakukan hal yang serupa."Baik, Bu. Semoga disegerakan ya, Bu." Sahut Ayana agar Bu Fatimah tidak berlarut-larut dalam penantian seorang cucu."Oh iya, sudah malam, Bu. Ibu ingin istirahat? Ayo Zidan antar ke kamar, nanti sakitnya ka
"Baik, Umi." Jawab Indah.Belum sempat Ayana berkata kembali, datanglah Zidan memanggil Ayana. Yang rupanya sejak tadi memperhatikan cara Ayana menyelesaikan masalah bersama santriwatinya."Za, ikut aku sebentar!" Panggil Zidan kepada Ayana.Sontak, Ayana dan para santriwati menoleh kearah Zidan.Yang lainnya menunduk hingga nanti Zidan pergi meninggalkan area tersebut.Sedangkan, Ayana bangkit dari posisinya."Saya tinggal dulu ya!" Ucap Ayana seraya berjalan meninggalkan semuanya.Ayana berjalan menghampiri Zidan."Ada apa, Kak?" Tanya Ayana."Ikut aku ke rumah sebentar." Ajak Zidan kepada Ayana seketika berjalan menuju rumahnya.Ayana berjalan mengekori Zidan.Disepanjang perjalanan, tidak sengaja Ayana bertemu dengan Zayn.Tatapan Zayn memiliki arti yang mendalam.Ia melemparkan senyuman kepada Ayana.Zayn berjalan menuju ruangan Kamal."Bang Kamal! Bang, yang berjalan bersama Kyai Zidan siapa, bang?" Tanya Zayn dengan penasaran.Kamal yang tengah mengecek project nya, seketika me
"Siap, Kak." Jawab Ayana seraya meletakkan gelas kosong di meja."Ya sudah, kita sarapan sekarang. Setelah itu kita berangkat ke Pesantren. Aku rindu rumahku, apakah kamu berminat untuk menginap di rumah ku lagi?" Goda Zidan kembali.Ayana menghembuskan napasnya."Tidak, Kak. Terima kasih!" Jawab Ayana berlalu mengambil dua piring dan menyiapkan makanan untuk disediakan di meja makan.Zidan tersenyum dengan kekehannya. Matanya terus memandangi gadis yang sangat ia sayangi."Za, apakah kamu berani sendirian di rumah jika Fahmi, Ibu dan Sarah belum juga kunjung pulang ke rumah?" Tanya Zidan kembali."Insya Allah aku berani! Tinggal kunci semua nya, aku pasti berani." Jawab Ayana seraya menuangkan air mineral kedalam gelas panjang."Yakin? Kamu apakah sudah dengar cerita halaman belakang yang sangat sepi dan angker itu?" Ucap Zidan mulai menakut-nakuti Ayana.Sontak, Ayana langsung melebarkan matanya dan merasa merinding semua bulunya."Maksudnya, Kak? Kakak jangan menakut-nakuti begitu
"Sayang, mengapa aku ditinggal tidur sendirian di bawah? Kamu jahat deh." Gumamnya yang merasa ia memeluk tubuh Fahmi karena ia tidak menyadarinya.Zidan pun juga tidak menyadari bahwa Ayana telah memeluk dirinya. Ia pun menggeliat dan membalas pelukan Ayana. Ia memeluk Ayana dengan begitu erat yang ia pikir itu adalah gulingnya.Malam semakin larut, keduanya tampak hangat dan dekat sekali.Hingga pada akhirnya, Zidan terbangun karena hendak merasakan ingin buang air kecil.Betapa terkejutnya ia tatkala membuka matanya dan menyadari bahwa dirinya sedang memeluk tubuh Ayana dan mengeloni Ayana.Kedua matanya terbuka lebar."Ya Allah, Za! Mengapa kamu ada disini?" Tanya Zidan dengan membangunkan Ayana.Kemudian Ayana membuka matanya dengan sedikit mengerjapkan kedua matanya.Ayana tidak kalah terkejut ketika dirinya tengah berpelukan dengan Zidan"Kak Zidan? Mengapa kakak memeluk aku?" Tanya Ayana dengan cepat melepaskan pelukan Zidan.Zidan mengerutkan dahinya."Tunggu, tunggu! Seperti
"Tidak! Aku tidak ingin berpacaran. Aku mau nya langsung menikah saja!" Tegas Difa kemudian."Kalau begitu, menikah saja yuk!" Ajak Kamal kepada Difa.Sontak Difa mendengus kesal dan membuka matanya lebar-lebar seolah ingin menerkam Kamal saat itu juga."Kamal! Ish.. Tidak perlu aneh-aneh deh!" Jawab Difa kemudian."Lho, aku serius kalau memang kamu mau, Difa." Ucap Kamal.Difa bangkit dari posisinya."Sudahlah, aku pergi saja!" Ucap Difa seraya pergi meninggalkan Kamal begitu saja."Difa! Difa! Jadi tidak mau nih?" Tanya Kamal dengan nada meninggi.Namun, tidak ada respon dari Difa. Rupanya Difa telah menghilang dari pandangan Kamal.Kamal pun terkekeh."Difa.. Difaa.. Lucu sekali kamu." Gumam Kamal.***"Za, apakah kamu berani sendirian di rumah?" Tanya Zidan tatkala mengantarkan Ayana masuk kedalam rumah Bu Fatimah."Insya Allah berani, Kak. Apa yang harus ditakuti? Kan kata Kak Zidan aku harus menjadi wanita yang kuat dan pemberani." Jawab Ayana melangkahkan kakinya.Ia sempat mel
"Aku mau pulang! Kalau kakak tidak bisa mengantarkan aku pulang, aku akan pulang sendiri!" Ucap Ayana bangkit dari posisinya.Tatkala ia hendak melangkahkan kakinya, dengan cepat Zidan menarik pergelangan tangan Ayana."Oke, kita pulang sekarang! Hapus air mata kamu!" Ajak Zidan menarik tangan Ayana.Ayana mengekori langkah Zidan.Sesampainya di rumah Kyai Haji Hasan, semuanya tampak berbahagia dan bercengkrama.Namun, tidak bagi Fahmi. Ia terus mengkhawatirkan perasaan Ayana.Sarah telah berada didekatnya.Tampak dari kejauhan Ayana dan Zidan berjalan menghampirinya."Fahmi, aku izin membawa pulang Ayana ya!" Ucap Zidan berbisik kepada Fahmi.Fahmi yang tengah duduk dikelilingi oleh keluarga besar Kyai Haji Hasan pun tidak dapat banyak komentar."Kenapa pulang?" Tanya Fahmi."Ayana ingin pulang, dia tidak bisa berlama-lama disini." Jawab Zidan kembali dengan suara berbisik-bisik.Mata Fahmi tertuju kepada Ayana. Ayana mendekati Fahmi."Mas, aku izin pulang ya. Selamat berbahagia ya,
"Bagaimana, Nak Fahmi? Saya harus menunggu berapa lama lagi? Masih ada urusan di tempat lain juga, saya tidak bisa berlama-lama." Ucap penghulu kembali tampak sudah tidak sabar.Kyai Haji Hasan menghembuskan napas panjangnya.Umi Naima dan Bu Fatimah turut gelisah. Sarah belum diperbolehkan keluar jika acara akad nikah belum terlaksana.Keluarga Kyai Haji Hasan yang lainnya sampai berkipas-kipas karena cuaca mulai panas dan terik."Silahkan dimulai, Pak Penghulu. Saya isterinya!" Teriak Ayana dari kejauhan.Wajah Fahmi yang tadinya sempat muram, kini menjadi sedikit lebih sumringah. Jelas saja, power hidup Fahmi ada di diri Ayana.Ayana dan Zidan langsung duduk di deretan keluarga.Hati Ayana sangat berdegup kencang tatkala ia melihat Fahmi telah mengenakan pakaian menikah."Baik, kalau begitu kita mulai saja ya. Apalagi, sudah dihadiri oleh Isteri pertama dari Nak Fahmi." Ucap Penghulu hendak memulai acara akad nikah.Fahmi sempat melihat wajah Ayana yang begitu cantik namun terlihat
"Kamu akan tetap menjadi isteri satu-satunya untukku, sayang." Ucap Fahmi.Ayana menyunggingkan senyumannya.Fahmi kemudian melum*t b*bir Ayana dengan lembut sehingga keduanya berpagut dalam kehangatan yang begitu dalam, keduanya saling membalas satu sama lain untuk terakhir kalinya sebelum Fahmi resmi menjadi suami Sarah.Tok..Tok..Tok.."Fahmi, Ayana! Ayo kita berangkat sekarang!"Suara ketukan pintu Zidan membuyarkan pagutan Fahmi dan Ayana.Ayana tampak berat sekali melepaskan sang suami."Iya, Kak. Sebentar!" Jawab Fahmi dengan suara sedikit tinggi."Ayo, sayang. Kita keluar. Ibu dan Kak Zidan sudah menunggu kita." Ucap Fahmi menarik tangan Ayana."Baik, Mas." Jawab Ayana.Fahmi dan Ayana keluar dari kamar dan segera berjalan menuju parkiran mobil.Dibawah sana sudah ada Bu Fatimah dan juga Zidan yang telah menunggu."Ibu dengan Zidan ya, kalian berdua saja!" Pinta Bu Fatimah kepada Fahmi dan Ayana."Baik, Bu." Jawab kompak dari Fahmi dan Ayana.Semuanya masuk kedalam mobil dan
"Ini kopinya, Kak!" Ucap Ayana berjalan seraya membawa dua cangkir kopi menghampiri Zidan yang telah duduk di sofa empuknya."Syukron Isteri haluku. Bagaimana kalau kita menikmati ini semua di rooftop? Sekalian kita bisa melihat sunrise. Pasti sangat indah sekali. Kamu pasti suka kan?" Ajak Zidan kepada Ayana.Ayana mengangguk dengan melemparkan senyumannya."Ayo, Kak." Jawab Ayana.Zidan berjalan menuju rooftop dan Ayana mengekorinya.Sesampainya di rooftop masih terlihat gelap, hanya matahari sudah mulai menampakan sinarnya dengan malu-malu.Zidan duduk disamping Ayana disebuah kursi panjang yang beralaskan sofa ringan."Masya Allah, indah sekali. Sebentar lagi sunrisenya muncul, Kak." Ucap Ayana dengan wajah sumringah.Zidan tersenyum."Iya, Za. Kita tunggu saja." Jawab Zidan.Keduanya menikmati secangkir kopi dan sarapan yang telah dibuat oleh Ayana."Za, apa rencanamu ketika nanti Fahmi dan Sarah sudah menikah? Apakah kamu akan tetap tinggal dirumah Ibu?" Tanya Zidan kepada Ayana
Zidan menjadi salah tingkah tatkala Ayana menyentuh lengannya.Namun, ia tidak bisa menolaknya. Karena, posisinya Ayana sedang sakit dan butuh bantuannya."Iya, Za. Cepatlah istirahat." Zidan memerintahkan Ayana agar segera beristirahat.Sembari menunggu Ayana terlelap, Zidan meraih laptopnya agar tidak terlalu bosan didalam kamarnya.Selang tiga puluh menit, Ayana telah terlelap akibat pengaruh obat yang mungkin telah beraksi.Zidan pergi meninggalkan Ayana agar Ayana dapat istirahat dengan tenang.***"Selamat malam, Kyai. Apakah mengajinya bisa dimulai sekarang?" Tanya Kamal tatkala berdiri didepan pintu rumah Zidan."Dimulai saja, Kamal. Nanti aku menyusul. Baca do'a pembuka dulu saja." Perintah Zidan seraya membuat teh hangat digelas besar.Kamal sedikit menyipitkan kedua bola matanya."Baik, Kyai. Hmm.. Alafu, Kyai. Apakah dirumah Kyai sedang ada orang?" Tanya Kamal dengan melihat lantai dua yang masih terang karena pancaran sinar lampu.Zidan menghembuskan napasnya, dan segera