"Ayana, kamu tidak apa-apa?" Tanya Bu Fatimah pada Ayana yang sedari tadi pandangannya menerawang jauh keluar sana.
"Tidak apa-apa, Ibu. Ayana hanya bersedih saja karena meninggalkan Kyai Akbar dan Umi Farida yang sudah Ayana anggap seperti orang tua kandung sendiri. Mereka begitu sangat menyayangi Ayana sedari kecil hingga sampai saat ini. Bahkan Pondok Pesantren sendiri sudah menjadi rumah bagi Ayana selama bertahun-tahun lamanya." Ayana menjelaskan sedikit perasaannya. Ibu Fatimah menggenggam dan mengusap lembut tangan milik menantu baru nya. Ia dapat merasakan betapa sedihnya Ayana meninggalkan semuanya. "Sudah, Bu. Biarkan saja Ayana menenangkan dirinya. Mungkin ia sedang menstabilkan emosinya karena harus pindah jauh dari Pesantren serta Kyai dan Umi." Nabila berucap untuk memberikan waktu bagi Ayana untuk beradaptasi dengan keluarga baru dan lingkungan yang baru. Terlihat dari kaca spion, Zidan memperhatikan Ayana yang sedang mengusap air matanya menggunakan tissue. Namun sialnya, pandangan mata Zidan dari kaca spion tertangkap oleh Ayana sendiri. Seketika Zidan melemparkan pandangan nya kembali lurus kedepan. *** "Nah ini rumah Ibu nak. Ini juga akan menjadi rumah kamu juga. Semoga kamu betah dan bisa cepat beradaptasi dengan keluarga ini dan lingkungan sekitar ya, nak." Ujar Bu Fatimah kepada Ayana yang sedari tadi tangannya menggandeng tangan Ayana. "Baik, Bu." Ucap lirih dari mulut Ayana. Nabila segera memasuki kamarnya untuk beristirahat sejenak, karena tidak lama lagi ia akan dijemput oleh suaminya. Kebetulan suaminya tidak dapat menghadiri pernikahan Fahmi dan Ayana. Zidan turut membantu Fahmi untuk membawa beberapa koper milik Ayana untuk dibawa kedalam kamar pengantin. "Terima Kasih, Kak. Selamat beristirahat ya." Ucap Fahmi kepada Zidan yang telah membantu membawakan koper-koper masuk ke dalam kamarnya. "Sama-sama. Mulai sekarang kamu sudah menjadi suami bagi Ayana. Perlakukan dan bimbing Ayana dengan baik. Serta di jaga dengan baik juga. Itu pesan Kyai sebelum melepas Ayana pindah ke rumah ini." Pinta Zidan kepada adiknya. "Siap, Kak. Terima kasih sebelumnya. Maaf telah merepotkan." "Santai saja. Aku ke kamar ya. Ingin istirahat." Jawab Zidan yang langsung berlalu meninggalkan Fahmi didalam kamar. Tampak Bu Fatimah mengantar Ayana menuju kamar pengantin. "Nah ini kamar kamu nak. Ini menjadi kamar kalian. Kamar nya sudah dirapikan sama mbak Lusi pembantu rumah ini. Sudah rapi dan harum kan?" Ucap Bu Fatimah dengan lembut, nampak ia bahagia sekali memiliki menantu baru yang sangat cantik dan sholehah. "Terima kasih banyak, Ibu. Mohon maaf jika Ayana telah merepotkan seisi rumah ini." Jawab Ayana sungkan. "Tidak apa-apa, nak. Ya sudah Ibu ke kamar ya, ingin istirahat. Kalian juga istirahat ya nak. Selamat malam." Jawab Bu Fatimah seraya meninggalkan Ayana dan Fahmi di dalam kamar. "Tolong pintunya ditutup dan dikunci ya isteriku." Perintah Fahmi yang sedari tadi sudah duduk menanti Ayana. Fahmi rupanya telah membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya dengan pakaian santai. "Baik, Mas." Ayana segera melaksanakan perintah suaminya. Dengan langkah pelan Ayana meletakkan tas jinjing yang telah ia bawa di atas meja. "Kamu bersihkan tubuhmu ya, supaya lebih segar." Perintah Fahmi kembali. Ayana mengangguk dan mengiyakan perintah Fahmi. * Ayana telah keluar dari kamar mandi dengan menggunakan dress silky berwarna putih. Entah dari mana Ayana mempunyai pakaian seperti itu. Dengan rambut tergerai panjang sebahu menambah kecantikan Ayana semakin sempurna. Fahmi yang sedang asyik dengan ponselnya seketika dibuat terkejut melihat kecantikan wanita dihadapan nya itu. Mata Fahmi membulat tak berkedip. "Maaf ya, Mas. Aku pakai pakaian seperti ini. Aku tidak pantas ya? Kalau tidak pantas aku akan menggantinya kembali." Ucap Ayana dengan rasa kurang nyaman karena Fahmi melihatnya dengan sedikit mata membulat lebar, yang dikira Ayana bahwa Fahmi marah dan tidak menyukai pakaian yang telah ia kenakan. "Eh tidak perlu diganti Isteriku, kamu sangat cantik sekali. Aku sampai tidak mengenali jika itu adalah kamu. Jujur kamu sangat cantik. Aku suka kamu berpakaian seperti ini. Tapi hanya khusus buatku saja ya." Goda Fahmi pada Ayana. Ayana tersipu malu dengan tubuh masih mematung di depan ranjang. "Sini sayang." Fahmi memerintahkan Ayana untuk mendekatinya seraya menepuk-nepuk kasur pada ranjangnya. Ayana langsung menghampiri Fahmi yang telah duduk bersandar di ranjang sedari tadi. Setelah Ayana duduk disebelah Fahmi, Fahmi segera menggeserkan tubuhnya lebih mendekat ke tubuh Ayana. Fahmi meraba tangan Ayana dengan lembut. Fahmi dan Ayana sama-sama sudah bersandar di ranjang dengan sandaran bantal empuk. "Ayana." "Iya, Mas." "Enaknya aku panggil kamu apa ya? Apakah Dek saja? Atau Ayank saja?" Ucap Fahmi dengan wajah bingung karena sampai saat ini ia belum menemukan panggilan yang cocok untuk isterinya. "Terserah kamu saja, Mas. Senyamannya kamu saja." Jawab Ayana dengan sedikit tersenyum hingga mempertontonkan deretan gigi putihnya yang bersih. "Aku panggil Dek saja ya. Usia kamu juga jauh kan dibawah aku?" Ujar Fahmi. Ayana mengangguk tanda mengiyakan. "Oh iya,Dek. Kalau aku boleh tahu. Usia kamu berapa?" Fahmi bertanya dengan penasaran. "Dua puluh tahun, Mas." Sahut Ayana dengan santun. "Berarti kita berbeda lima tahun ya, Dek." Jawab Fahmi kembali. "Memangnya Mas Fahmi dua puluh lima tahun ya?" Ayana mulai memberikan sedikit pertanyaan kepada suaminya. Fahmi mengangguk cepat. "Iya, Dek." Fahmi terus memandangi wajah cantik Ayana. Ayana melirik kearah Fahmi. Keduanya saling berpandangan. Tangan Fahmi mengusap lembut pipi halus Isterinya. Ayana menjadi tersipu malu mendapat perlakuan dari Fahmi. Wajah Fahmi semakin mendekat ke wajah Ayana. Hembusan nafas keduanya saling bertabrakan. Terasa hangat dan mulai memburu. Jantung Ayana berdetak sangat kencang, karena memang belum pernah ada laki-laki yang menyentuh dirinya. Ayana adalah gadis yang benar - benar masih bersih dari sentuhan laki-laki. Jarak keduanya hanya tinggal dua centi saja. Fahmi mendaratkan c*uman pertamanya untuk Isterinya. B*bir mereka saling bertautan. Fahmi mel*mat lembut b*bir Isterinya. Tidak ada penolakan dari Ayana. Karena memang sudah menjadi kewajiban Ayana untuk melayani suaminya. Fahmi langsung meraba tengkuk Ayana dengan masih mel*mat. Nafas keduanya telah memburu. Kaki Fahmi melingkarkan tangannya ke tubuh Ayana. Sampai pada akhirnya Fahmi dapat memeluk erat Isterinya dengan c*uman yang masih membara. "Dek, apakah kamu sudah siap untuk melakukannya untukku?" Tanya Fahmi pada Ayana dengan tatapan yang penuh harapan. Mata Ayana menatap manik mata Fahmi dengan lekat. Ayana mengangguk. " Iya, Mas. Aku siap." Mendapat jawaban dari Ayana, Fahmi langsung meraup kembali b*bir ranum Ayana. Tangan Fahmi mulai bergerilya menuju area-area yang lain pada tubuh Ayana. Keduanya sangat menikmatinya. "Dek, siap? Tahan ya! Ini akan sakit. Tapi lama-lama sakitnya akan hilang." Fahmi memberikan aba-aba. Ayana telah siap dengan jantung yang teramat berdebar-debar karena baru pertama kalinya ia melakukan hal seperti ini. Fahmi mencoba untuk menjebol benteng pertahanan Ayana yang sangat sulit. Butuh beberapa kali untuk meruntuhkannya. "Awww sakit, Mas. Pelan-pelan." Rintih Ayana yang telah merasakan sakit pada area int*mnya. "Tahan ya, sayang. Nanti lama-lama enak kok." Jawab Fahmi dengan terus mencobanya. "Memang Mas pernah melakukannya? Kok bisa bilang ini enak?" Ayana mulai menyelidiki. "Belum pernah, Sayang. Hanya dengar kata orang-orang saja." Jawab Fahmi kemudian. Fahmi terus mencobanya. Dan akhirnya benda kerasnya mampu menembus dinding pertahanan milik Ayana. "Ahhhh sakit, Mas." Ayana merintih kesakitan karena tubuhnya serasa dibelah oleh benda keras. Fahmi berhenti sejenak. Lalu ia langsung mel*mat kembali b*bir Ayana untuk meredakan rasa sakit pada area int*m Ayana. Namun pelan-pelan Fahmi menggerakannya dengan tempo yang sangat lambat, karena masih mengimbangi rasa sakit yang didera oleh Ayana. L*matan b*bir keduanya masih saling bertaut, karena rupanya sembari berc*uman dapat meredakan rasa sakit dan menambah rasa nikmat pada gerakan temponya. Fahmi masih dengan tempo yang pelan. "Gerak sedikit cepat, Mas." Pinta Ayana. Mendapat perintah dari Ayana, Fahmi semakin tertantang dan menggerakan p*nggulnya lebih cepat. "Ahhhh." Desahan Ayana terdengar pada telinga Fahmi. Membuat Fahmi semakin bergairah. Pertanda bahwa Ayana sudah sangat menikmatinya. "Lebih cepat lagi, Mas. Ini enak." Perintah Ayana kembali. "Enak kan, Sayang?" Tanya Fahmi pada Isterinya yang sudah memejamkan matanya. Ayana mengangguk pasrah. "Iya,Mas. Enak sekali. Lebih cepat lagi, Mas." Fahmi langsung menggerakan p*nggulnya dengan tempo yang sangat cepat, membuat ranjang turut bergerak menyaksikan sepasang pengantin baru yang sedang dimabuk asmara. Akhirnya Ayana melepaskan pelepasan pertamanya. Dan disusul lah oleh Fahmi. "Ahhhhh." Desah keduanya berbarengan. "Jangan dilepas, Mas. Biarkan tetap seperti ini." Perintah Ayana. Terasa hangat c*iran keduanya saling bertemu didalam sana. Fahmi telah melepaskan benih pertamanya pada rahim Isterinya. "Dek, terima kasih ya.""Dek, terima kasih ya." Ucap Fahmi berbisik didekat daun telinga milik Ayana.Ayana tampak lemas, namun gairahnya belum kunjung surut.Maklum saja, mereka pengantin baru. Sama-sama baru perdana merasakan surga dunia seperti yang disebut oleh banyak orang.Malam itu, menjadi malam yang sangat panjang bagi Ayana dan Fahmi. Sepasang pengantin baru yang menikmati indahnya kebersamaan.Entah sudah berapa ronde, sehingga ketika menjelang subuh keduanya tampak lemas dan tidak berdaya."MasyaAllah, cantik sekali Isteriku ini. Beruntung aku bisa mendapatkan kamu, sayang." Gumam Fahmi ketika melihat Ayana masih tidur nyenyak tidak berdaya akibat gempuran dari Fahmi.Fahmi beranjak dari tempat tidurnya, ia segera membersihkan tubuhnya.Karena setelahnya akan melaksanakan sholat subuh.Setelah tubuhnya sudah bersih dan wangi, ia segera membangunkan Isterinya yang masih terlelap."Sayang, Dek bangun. Sudah mau subuh. Kamu segera mandi ya. Nanti kita sholat berjama'ah." Perintah Fahmi kepada Ayana
"Bagaimana dokter dengan kondisi menantu saya?" Bu Fatimah menanyakan kondisi terkini menantunya, Ayana."Saudari Ayana baik-baik saja, Bu. Hanya saja kondisinya sedikit menurun karena kelelahan dan kurang tidur sepertinya. Usahakan jangan telat makan dan banyak beristirahat ya." Sang dokter pun menjawabnya."Baik, dokter. Apapun segera lakukan dok supaya menantu saya segera sembuh dan cepat kembali pulang ke Rumah." Perintah Bu Fatimah, ia menginginkan Ayana lekas sembuh dan segera pulang sebelum Fahmi lepas tugas dari pekerjaannya sebagai Pilot di salah satu Maskapai ternama di Indonesia ini."Baik, Bu. Boleh segera selesaikan ke bagian administrasinya ya." Jeda. "Apakah Bapak suami dari Saudari Ayana?" Tanya dokter pada Zidan.Zidan membisu dan langsung melirik ke arah sang Ibu."Iya, dokter. Nanti akan segera diselesaikan oleh anak saya." Sahut Bu Fatimah dengan segera dan mengedipkan mata ke arah Zidan."Baik Ibu, Bapak. Kalau begitu saya izin pamit. Nanti kalau terjadi apa-apa,
"Maaf, Kak. Kaki aku lemas sekali." Ucap Ayana dengan pandangan yang tidak nyaman karena dengan tidak sengaja telah menindih tubuh Zidan.Deg!Hati Zidan menjadi melayang seketika, ketika tubuh Ayana berada dalam pelukannya secara tidak sengaja.Membuat iman seorang Zidan menjadi goyah.Zidan yang mendapatkan tubuh Ayana telah berada di atasnya. Kemudian dengan terpaksa menyentuh lengan Ayana dan membantu Ayana untuk bangun dari posisinya."Za, kamu kenapa?" Tanya Zidan kepada Ayana.Ayana hanya meringis saja karena semua ini adalah kesalahannya yang berawal dengan ketidaksengajaan."Aku lapar, Kak. Ingin mengambil cemilan niatnya. Eh aku malah sempoyongan dan terjatuh ke tubuh, Kak Zid." Jelas Ayana dengan nada pelannya."Untung kamu jatuh ke tubuhku, coba kalau jatuh ke lantai. Pasti tubuh kamu semakin sakit." Jawab Zidan yang berjalan memapah tubuh Ayana."Hehe iya maaf, Kak.""Kenapa kamu tidak membangunkan aku saja?" Tanya Zidan sambil membantu Ayana untuk naik kembali ke atas ra
Hujan begitu deras malam ini. Suasana malam terasa dingin dan sepi. Hanya ada suara petir yang saling sahut menyahut.Ayana terbangun dari tidur lelapnya. Tenggorokan nya pun terasa sangat kering.Ayana beranjak dari tempat tidurnya dan segera melangkahkan tungkainya keluar kamar untuk segera berjalan menuju dapur yang berada di lantai bawah.Kondisi tubuhnya sudah terasa sehat, namun masih ada rasa lemas sedikit pada bagian tungkai kakinya.Ia berjalan menyusuri dinding kamar luar. Dan melewati kamar Zidan yang sedikit terbuka.Ia mendengar suara Zidan melantunkan ayat suci, namun Ia berusaha untuk tidak mengintip ke arah kamar Zidan. Karena dirasa cukup tidak sopan dan tidak baik jika melihat ke dalam kamar tanpa seizin pemilik Kamar.Ayana berjalan perlahan menuruni anak tangga. Sebagian lampu beberapa ruangan sudah di padamkan oleh Bu Fatimah.Dengan langkah perlahan akhirnya Ayana sampailah di dapur dan mengambil segelas air minum untuk melepaskan keringnya tenggorokan.Zidan yan
"Karena sebenarnya... Aku menyayangimu, Kak." Akhirnya Ayana memberikan sebuah pengakuan kepada Zidan.Sungguh menjadi sebuah tamparan halus untuk Zidan, ketika mendapati seseorang yang sangat ia sayangi dan ia cintai mengakui akan perasaan yang sama.Bagaimana kah ini? sedangkan disatu sisi Ayana sudah menjadi milik orang lain, bahkan adiknya sendiri.Zidan merasa bersalah atas perasaannya selama ini. Mengapa ia tidak melamar Ayana dengan segera ketika dirinya sudah kembali ke Indonesia saat sudah menyelesaikan studynya dari Kairo."Benarkah, Za? Aku tidak salah mendengarnya?" Zidan tampak tidak mempercayai akan hal tersebut.Ayana mengangguk. Lalu ia segera beranjak dan berlalu meninggalkan Zidan yang masih menyalahkan diri atas perasaan Zidan.Ayana berlari meninggalkan Zidan. Dengan hati yang begitu sakit, dada yang terasa sesak.Ayana melemparkan tubuhnya diatas ranjang dan menangislah sejadi-jadinya."Yaa Allah, Yaa Robbi.. Maafkan aku telah melakukan kesalahan pada hari ini. Ma
"Sayang, terima kasih sudah bersedia menjadi Isteriku, aku sayang kamu." Kecup Fahmi pada dahi Ayana."Sama-sama, Mas." Ayana menyahuti."Dek, mau kah bulan madu?" tanya Fahmi yang masih mengusap-usap pucuk kepala Ayana."Kemana, Mas?" tanya Ayana."Kamu mau nya kemana, Sayang?" tanya balik Fahmi pada Ayana."Aku ikut saja, Mas. Kemanapun kamu mengajak." jawab Ayana."Hmm, kemana ya enaknya? bagaimana kalau kita umroh?" tanya Fahmi.Ayana terbelalak. Seketika matanya membulat besar. Impian yang selama ini ingin Ayana wujudkan kini ditawarkan langsung oleh suaminya sendiri."Yang benar, Mas? Mas serius? tidak berbohong?" Ayana sangat bahagia mendengar kabar bahwa dirinya akan diajak Umroh."Iya, Sayang. Kalau kamu mau, Mas bisa langsung daftar dan siapkan segala sesuatunya." Ucap Fahmi.Ayana mengangguk dengan cepat. Lalu ia langsung memeluk erat tubuh suaminya itu.Fahmi langsung menerima pelukan dari Ayana.***"Bu, aku berencana untuk membuat sebuah Pondok Pesantren tidak jauh dari
"Baik, Kak Zid. Aku akan turun." Ayana segera merapihkan apa yang sedang menjadi aktivitasnya kala itu.Dengan bergerak cepat, Ayana sedikit berlari menuruni anak tangga, karena ia tidak ingin membuat Ibu Mertuanya terlalu lama menunggunya.Sesampainya dilantai bawah, Ia melihat Zidan telah bersama dengan Bu Fatimah sedang berada dimeja makan."Ayana, mengapa kamu turunnya lama sekali, Nak? Apakah ada yang sedang kamu kerjakan?" Tanya Bu Fatimah yang telah duduk manis didepan meja makan.Ayana berjalan mendekati meja makan, dan ia segera duduk disamping Bu Fatimah."Maafkan Ayana, Bu. Ayana belum merasa lapar. Jadi, Ayana pikir nanti-nanti saja Ayana sarapannya." Jawab Ayanan dengan menunduk, ia takut membuat kecewa sang Ibu Mertua.Bu Fatimah menghela napas panjangnya."Ayana, sarapan itu tidak harus menunggu lapar. Isilah perut sedikit saja walau hanya beberapa suap atau bahkan segigit roti saja. Supaya perut kita tetap aman dari penyakit lambung." Jelas Bu Fatimah dengan mengusap l
"Saya terima nikah dan kawinnya Ayana Zahira Binti almarhum Ahmad Husein dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai!""Bagaimana para saksi?" Tanya salah seorang pendamping penghulu."Sah." Sahut para saksi yang menghadiri pernikahan kedua mempelai yang baru saja resmi menjadi sepasang suami isteri."Sah, alhamdulillah barakallah." Disusullah sahutan Bapak Penghulu.Tampak raut wajah pemuda tampan bernama Zulfahmi begitu sangat bahagia dengan hati yang lega atas resminya ia menjadi seorang suami bagi gadis yang bernama Ayana.Ayana Zahira resmi menjadi Isteri Zulfahmi.Ia adalah gadis lulusan pada salah satu Pondok Pesantren terbaik diwilayah barat pulau Jawa.Berawal bertemu dengan suaminya ketika Zulfahmi mengantarkan kakaknya yang bernama Zaidan saat berkunjung untuk mengunjungi Guru Zaidan di Pondok Pesantren tersebut.Ketika Zaidan sedang menemui tuan guru, Zulfahmi meminta izin kepada Zaidan untuk berkeliling melihat suasana disekitar Pondok Pesantren.Namun ketika Zulfahmi be
"Baik, Kak Zid. Aku akan turun." Ayana segera merapihkan apa yang sedang menjadi aktivitasnya kala itu.Dengan bergerak cepat, Ayana sedikit berlari menuruni anak tangga, karena ia tidak ingin membuat Ibu Mertuanya terlalu lama menunggunya.Sesampainya dilantai bawah, Ia melihat Zidan telah bersama dengan Bu Fatimah sedang berada dimeja makan."Ayana, mengapa kamu turunnya lama sekali, Nak? Apakah ada yang sedang kamu kerjakan?" Tanya Bu Fatimah yang telah duduk manis didepan meja makan.Ayana berjalan mendekati meja makan, dan ia segera duduk disamping Bu Fatimah."Maafkan Ayana, Bu. Ayana belum merasa lapar. Jadi, Ayana pikir nanti-nanti saja Ayana sarapannya." Jawab Ayanan dengan menunduk, ia takut membuat kecewa sang Ibu Mertua.Bu Fatimah menghela napas panjangnya."Ayana, sarapan itu tidak harus menunggu lapar. Isilah perut sedikit saja walau hanya beberapa suap atau bahkan segigit roti saja. Supaya perut kita tetap aman dari penyakit lambung." Jelas Bu Fatimah dengan mengusap l
"Sayang, terima kasih sudah bersedia menjadi Isteriku, aku sayang kamu." Kecup Fahmi pada dahi Ayana."Sama-sama, Mas." Ayana menyahuti."Dek, mau kah bulan madu?" tanya Fahmi yang masih mengusap-usap pucuk kepala Ayana."Kemana, Mas?" tanya Ayana."Kamu mau nya kemana, Sayang?" tanya balik Fahmi pada Ayana."Aku ikut saja, Mas. Kemanapun kamu mengajak." jawab Ayana."Hmm, kemana ya enaknya? bagaimana kalau kita umroh?" tanya Fahmi.Ayana terbelalak. Seketika matanya membulat besar. Impian yang selama ini ingin Ayana wujudkan kini ditawarkan langsung oleh suaminya sendiri."Yang benar, Mas? Mas serius? tidak berbohong?" Ayana sangat bahagia mendengar kabar bahwa dirinya akan diajak Umroh."Iya, Sayang. Kalau kamu mau, Mas bisa langsung daftar dan siapkan segala sesuatunya." Ucap Fahmi.Ayana mengangguk dengan cepat. Lalu ia langsung memeluk erat tubuh suaminya itu.Fahmi langsung menerima pelukan dari Ayana.***"Bu, aku berencana untuk membuat sebuah Pondok Pesantren tidak jauh dari
"Karena sebenarnya... Aku menyayangimu, Kak." Akhirnya Ayana memberikan sebuah pengakuan kepada Zidan.Sungguh menjadi sebuah tamparan halus untuk Zidan, ketika mendapati seseorang yang sangat ia sayangi dan ia cintai mengakui akan perasaan yang sama.Bagaimana kah ini? sedangkan disatu sisi Ayana sudah menjadi milik orang lain, bahkan adiknya sendiri.Zidan merasa bersalah atas perasaannya selama ini. Mengapa ia tidak melamar Ayana dengan segera ketika dirinya sudah kembali ke Indonesia saat sudah menyelesaikan studynya dari Kairo."Benarkah, Za? Aku tidak salah mendengarnya?" Zidan tampak tidak mempercayai akan hal tersebut.Ayana mengangguk. Lalu ia segera beranjak dan berlalu meninggalkan Zidan yang masih menyalahkan diri atas perasaan Zidan.Ayana berlari meninggalkan Zidan. Dengan hati yang begitu sakit, dada yang terasa sesak.Ayana melemparkan tubuhnya diatas ranjang dan menangislah sejadi-jadinya."Yaa Allah, Yaa Robbi.. Maafkan aku telah melakukan kesalahan pada hari ini. Ma
Hujan begitu deras malam ini. Suasana malam terasa dingin dan sepi. Hanya ada suara petir yang saling sahut menyahut.Ayana terbangun dari tidur lelapnya. Tenggorokan nya pun terasa sangat kering.Ayana beranjak dari tempat tidurnya dan segera melangkahkan tungkainya keluar kamar untuk segera berjalan menuju dapur yang berada di lantai bawah.Kondisi tubuhnya sudah terasa sehat, namun masih ada rasa lemas sedikit pada bagian tungkai kakinya.Ia berjalan menyusuri dinding kamar luar. Dan melewati kamar Zidan yang sedikit terbuka.Ia mendengar suara Zidan melantunkan ayat suci, namun Ia berusaha untuk tidak mengintip ke arah kamar Zidan. Karena dirasa cukup tidak sopan dan tidak baik jika melihat ke dalam kamar tanpa seizin pemilik Kamar.Ayana berjalan perlahan menuruni anak tangga. Sebagian lampu beberapa ruangan sudah di padamkan oleh Bu Fatimah.Dengan langkah perlahan akhirnya Ayana sampailah di dapur dan mengambil segelas air minum untuk melepaskan keringnya tenggorokan.Zidan yan
"Maaf, Kak. Kaki aku lemas sekali." Ucap Ayana dengan pandangan yang tidak nyaman karena dengan tidak sengaja telah menindih tubuh Zidan.Deg!Hati Zidan menjadi melayang seketika, ketika tubuh Ayana berada dalam pelukannya secara tidak sengaja.Membuat iman seorang Zidan menjadi goyah.Zidan yang mendapatkan tubuh Ayana telah berada di atasnya. Kemudian dengan terpaksa menyentuh lengan Ayana dan membantu Ayana untuk bangun dari posisinya."Za, kamu kenapa?" Tanya Zidan kepada Ayana.Ayana hanya meringis saja karena semua ini adalah kesalahannya yang berawal dengan ketidaksengajaan."Aku lapar, Kak. Ingin mengambil cemilan niatnya. Eh aku malah sempoyongan dan terjatuh ke tubuh, Kak Zid." Jelas Ayana dengan nada pelannya."Untung kamu jatuh ke tubuhku, coba kalau jatuh ke lantai. Pasti tubuh kamu semakin sakit." Jawab Zidan yang berjalan memapah tubuh Ayana."Hehe iya maaf, Kak.""Kenapa kamu tidak membangunkan aku saja?" Tanya Zidan sambil membantu Ayana untuk naik kembali ke atas ra
"Bagaimana dokter dengan kondisi menantu saya?" Bu Fatimah menanyakan kondisi terkini menantunya, Ayana."Saudari Ayana baik-baik saja, Bu. Hanya saja kondisinya sedikit menurun karena kelelahan dan kurang tidur sepertinya. Usahakan jangan telat makan dan banyak beristirahat ya." Sang dokter pun menjawabnya."Baik, dokter. Apapun segera lakukan dok supaya menantu saya segera sembuh dan cepat kembali pulang ke Rumah." Perintah Bu Fatimah, ia menginginkan Ayana lekas sembuh dan segera pulang sebelum Fahmi lepas tugas dari pekerjaannya sebagai Pilot di salah satu Maskapai ternama di Indonesia ini."Baik, Bu. Boleh segera selesaikan ke bagian administrasinya ya." Jeda. "Apakah Bapak suami dari Saudari Ayana?" Tanya dokter pada Zidan.Zidan membisu dan langsung melirik ke arah sang Ibu."Iya, dokter. Nanti akan segera diselesaikan oleh anak saya." Sahut Bu Fatimah dengan segera dan mengedipkan mata ke arah Zidan."Baik Ibu, Bapak. Kalau begitu saya izin pamit. Nanti kalau terjadi apa-apa,
"Dek, terima kasih ya." Ucap Fahmi berbisik didekat daun telinga milik Ayana.Ayana tampak lemas, namun gairahnya belum kunjung surut.Maklum saja, mereka pengantin baru. Sama-sama baru perdana merasakan surga dunia seperti yang disebut oleh banyak orang.Malam itu, menjadi malam yang sangat panjang bagi Ayana dan Fahmi. Sepasang pengantin baru yang menikmati indahnya kebersamaan.Entah sudah berapa ronde, sehingga ketika menjelang subuh keduanya tampak lemas dan tidak berdaya."MasyaAllah, cantik sekali Isteriku ini. Beruntung aku bisa mendapatkan kamu, sayang." Gumam Fahmi ketika melihat Ayana masih tidur nyenyak tidak berdaya akibat gempuran dari Fahmi.Fahmi beranjak dari tempat tidurnya, ia segera membersihkan tubuhnya.Karena setelahnya akan melaksanakan sholat subuh.Setelah tubuhnya sudah bersih dan wangi, ia segera membangunkan Isterinya yang masih terlelap."Sayang, Dek bangun. Sudah mau subuh. Kamu segera mandi ya. Nanti kita sholat berjama'ah." Perintah Fahmi kepada Ayana
"Ayana, kamu tidak apa-apa?" Tanya Bu Fatimah pada Ayana yang sedari tadi pandangannya menerawang jauh keluar sana."Tidak apa-apa, Ibu. Ayana hanya bersedih saja karena meninggalkan Kyai Akbar dan Umi Farida yang sudah Ayana anggap seperti orang tua kandung sendiri. Mereka begitu sangat menyayangi Ayana sedari kecil hingga sampai saat ini. Bahkan Pondok Pesantren sendiri sudah menjadi rumah bagi Ayana selama bertahun-tahun lamanya." Ayana menjelaskan sedikit perasaannya.Ibu Fatimah menggenggam dan mengusap lembut tangan milik menantu baru nya. Ia dapat merasakan betapa sedihnya Ayana meninggalkan semuanya."Sudah, Bu. Biarkan saja Ayana menenangkan dirinya. Mungkin ia sedang menstabilkan emosinya karena harus pindah jauh dari Pesantren serta Kyai dan Umi." Nabila berucap untuk memberikan waktu bagi Ayana untuk beradaptasi dengan keluarga baru dan lingkungan yang baru.Terlihat dari kaca spion, Zidan memperhatikan Ayana yang sedang mengusap air matanya menggunakan tissue.Namun sialn
"Ayana." Panggil Fatimah dengan lembut pada menantu barunya. Fatimah adalah Ibunda dari Zulfahmi dan Zidan."Iya, Ibu." Ayana menyahuti dengan nada lirih nan lembut."Kamu tidak apa kan nak jika tinggal bersama kami? Nanti kalau Fahmi sudah memiliki rumah kamu bisa tinggal berdua dengan suamimu." Ucap sang Ibu Fatimah yang sedang mengusap pundak Ayana dengan halus."Baik Ibu, tidak apa-apa. Kemanapun Mas Fahmi tinggal, aku telah bersedia untuk menemaninya." Jawab Ayana dengan pandangan teduh dan anggunnya.Ayana tampak manis dan sangat elegan dengan riasan tipisnya."Alhamdulillah, terima kasih ya nak Ayana. Hatimu cantik seperti parasmu sayang." Tangan Fatimah mengusap lembut pipi Ayana.Ayana menggenggam erat jemari Fatimah. Ia dapat merasakan kehangatan seorang Ibu. Mengingat Ibu Ayana yang telah pergi ke surga lebih dahulu.Fatimah memeluk menantu barunya, dan sesekali Fatimah mengecup pucuk kepala milik Ayana."Assalamu'alaikum." Ucap salam Fahmi yang tengah memasuki kamar pengan