Mohin Maafšš jika pada bab 119 terdapat kalimat belibet yang kurang pas, dan untuk saat ini masih dalam masa tinjauan setelah revisi. Bab akan maksimal pada hari senin, terima kasih juga untuk reader setia yang masih mengikuti kisah mereka sampai sejuh iniššš„° see you
Ziyan seketika mematung saat pandangannya bertemu dengan Bram. Atmosfer ruangan juga mendadak berubah dingin, manakala dua pasang mata itu sama-sama menguncikan pandangan. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut keduanya, tetapi jauh dari itu, jantung mereka saling bertalu kencang di dalam sana. Sadar situasi diantara dua lelaki itu harus segera dicairkan, Merry bersuara lebih dulu. "Honey, kau lama sekali? Katanya hanya sebentar. Apa kau mendatangi tempat lain?"Seketika Ziyan menoleh, dan memaksakan senyum untuk merespon pertanyaan beruntung sang istri. Begitu juga dengan Bram yang langsung membuang pandangan ke samping kiri."Aku kerumah papi dulu tadi, pelayan rumah ada yang memberitahuku kalau papi sedang tidak enak badan tadi, saat aku sudah dijalan arah pulang.""Papi sakit? Kalau begitu aku akan berkemas. Kita bermalam di sana saja malam ini." Ziyan hanya mengangguk menanggapi kecemasan sang istri. Begitu Merry pergi, tinggal dua lelaki yang kembali dalam keheningan. M
Hari berlalu, bulan berganti. Tidak ada lagi ketegangan ataupun dendam yang harus dituntaskan. Hubungan Bram dengan Ziyan sudah kembali membaik setelah tiga bulan berlalu. Kini, mereka tengah fokus mencari Damar yang merupakan saksi kunci dari kasus yang menjerat Metha. Sebenarnya Bram tidak ingin melakukannya, terlebih setelah Thomas dengan tegas menolak membantu. Tetapi mengingat hubungannya dengan Ziyan baru membaik, setelah bertahun-tahun dipenihi ketegangan, akhirnya ia tidak punya pilihan lain. Tujuan Bram membantu mencari keberadan Damar, tak lain sebagai tanda balas budi, bagaimana dulu Ziyan melindungi Tiara dari Mawar."Bagaimana Nick? Apa masih belum ada perkembangan? Kita sudah tiga bulan pencarian, tapi belum juga menemukan titik terang dimana pecundang itu bersembunyi."Nick Miller, pria berkewarganegaraan Spanyol yang merupakan agen rahasia, sekaligus orang kepercayaan Bram, hanya tertunduk pasrah. Untuk pertama kalinya, pria itu merasa tidak percaya diri menatap Bramāo
"Apa Tuan Bram datang?"Begitu turun dari mobil, pandangannya Sari langsung tertuju pada mobil hitam yang beberapa bulan lalu membuatnya penasaran, dan kini sedang terparkir tepat di samping mobil yang baru saja ia tumpangi.Mendengar pertanyaan Sari seorang pria berbadan besar yang berdiri di samping mobil setelah membuka pintu untuknya, menoleh pada dua pria lain yang ada di seberang mobil, seolah bertanya, 'apakah kalian tahu?'"Ah, lupakan. Bagaimana kalian mengetahuinya, Tuan Bram datang atau tidak. Kalian saja seharian membuntutiku," gerutu Sari memilih melangkah menuju pintu utama yang tinggal beberapa langkah lagi. Ketiga pria berbadan besar itu tidak lagi mengikuti Sari memasuki rumah. Mereka cukup hanya memperhatikan dari tempat berdiri, sampai akhirnya tubuh ramping Sari menghilang di balik pintu utama."Sepi," gumam Sari sambil mengedarkan pandangan, begitu memasuki ruang tamu rumahnya yang berukuran cukup luas."Anda sudah pulang, Nyonya?""Astaga! Mbak Retno, ngagetin aj
"Aku sudah tidak sabar ingin melihatnya. Apakah dia lebih banyak menurunku atau dirimu.""Sebentar lagi, dua bulan lagi kita bisa melihatnya. Jika benar dia laki-laki, pasti akan tampan sepertimu."Bram yang tengah menempelkan telinga di perut besar Tiara, seketika mengangkat kepala."Benarkah? Tapi Nana saja yang perempuan banyak menurunku, bisa jadi dia akan lebih banyak menurunmu." Tiara hanya tersenyum, apa yang Bram katakan memang benar adanya. Nana banyak menurun paras Bram, dan hampir delapan puluh persen. Sementara ia hanya terselip di bagian bibir juga senyum putrinya. Apakah adil? Dirinya yang mengandung, juga merasakan sakitnya melahirkan. Tapi justru gen Bram yang lebih banyak dalam tubuh putri mereka. Lantas, pada anak kedua mereka apakah akan terjadi hal serupa?Entahlah, tidak penting menurun siapa. Karena menurut Tiara keduanya tetap anak-anaknya yang akan sepenuh hati ia sayangi. Bahkan mengorban nyawa pun akan Tiara lakukan, demi mereka---belahan hatinya."Astaga Sa
"Dia sudah tidur?"Melihat kemunculan Tiara, Bram yang sebelumnya duduk di sofa dekat ranjang, seketika bangkit."Sudah. Walaupun lebih lama dari biasanya, tapi akhirnya dia menyerah juga." Bram mengangguk dan membantu Tiara yang ingin duduk di sebelahnya. "Jangan ambil hati ya, aku juga terkejut Nana bisa berbicara seperti itu tadi. Tapi aku yakin, dia sendiri sebenarnya tidak mengerti dengan apa yang dia ucapkan.""Aku baik-baik saja," lirih Bram yang sudah kembali duduk dengan menopang kedua lengan di atas paha."Maaf. Aku sudah berbohong padanya, dulu. Jika saja aku jujur sejak awal, mungkin hal ini tidak akan terjadi." Terselip penyesalan dalam hati Tiara, karena sempat menunjukkan makam yang dianggap makam Ziyan pada Nana. Tetapi saat itu dirinya tidak punya pilihan lain selain melakukan hal itu, di tengah situasi yang mendesak. "Aku tahu kau terpaksa melakukannya, dan memang hanya itu satu-satu cara yang bisa kau lakukan saat dia bersikeras ingin mengetahui siapa papanya." Tiar
BUG!!Pukulan Bram kembali mendarat di wajah pria ketiga. Sorot kemarahan terlihat jelas sejak ia berdiri di hadapan para pengawal putrinya itu. Setelah semalam berusaha menahan diri, rupanya gemuruh semakin membakar dirinya hingga membuatnya tidak sabar menunggu matahari terbit. Alhasil, meski matahari belum sempurna menampakan diri, Bram sudah berdiri siap membuat perhitungan lebih dulu pada ketiganya."Siapa yang sudah berusaha mendekati putriku dalam beberapa hari terakhir?""Kami selalu berada disamping Nona Muda, Tuan. Selain guru pembimbing dan juga teman sekelasnya, tidak ada orang lain yang mendekat," jawab salah satu pria."Tapi nyatanya kalian tetap kecolongan," lirih Bram penuh penegasan. Ketiga mengawal itu hanya diam dengan kepala tertunduk. Melihat kemarahan sang tuan, mereka sadar telah melakukan kesalahan yang cukup fatal."Dan karena kelalaian kalian ā¦" Bram mendesak nafas sekali, hatinya masih berdenyut nyeri mengingat bagaimana sorot kebencian Nana semalam pada dir
"Apa yang kau dapatkan?"Melihat orang yang ditunggu sudah berdiri di hadapannya, Bram segera menutup laptop dan memilih melipat tangan di atas mejaāsiap mendengarkan informasi dari Nick."Mungkin ini akan mengejutkan Anda, Tuan."Bram tidak berniat menimpali, dia lebih berminat menyimak apa yang sebenarnya ingin Nick sampaikan."Ternyata Subrata memiliki kebiasaan yang sulit diterima akal sehat, Tuan.""Maksudmu?" Dilihat dari reaksi, juga gerakan punggung yang menegang dan dilakukan secara bersamaan. Bisa dipastikan Bram cukup terkejut mendengarnya. "Apa dia seorang psikopat?""Ini berhubungan dengan mistik, Tuan. Dia selalu melakukan ritual setiap tahunnya yang sulit saya jelaskan pada Anda. Tapi bagaimana spesifiknya, dan dimana ritual tahunan itu biasa dilakukan. Saya masih berusaha mencari tahu.""Apakah ritual yang Subrata lakukan bisa diartikan menyimpang?""Sepertinya begitu, Tuan."Mencerna penjelasan Nick, benak Bram menerka-nerka ritual apa yang sebenarnya selalu Subrata la
Bram akhirnya bisa tenang menyadari semua pengawalnya memang hanya berbekal tangan kosong. Berbeda dengan komplotan penyelundup yang berhasil membawa anak, istri juga adik iparnya yang diketahui semua bersenjata."Aku juga khawatir dengan keadaan Sari, Kak. Tapi kita harus berpikir jernih agar bisa menyelamatkan mereka. Ingat, jangan gegabah. Musuh bukan dari kalangan pebisnis seperti kita. Dilihat dari cara mereka menyerang, sepertinya mereka memang ahli di bidangnya."Tubuh Bram mulai melemah, benar apa yang Thomas katakan. Ia yakin, musuh mereka bukan warga sipil, maupun penegak hukum yang bisa bersikap lebih manusiawi pada korban yang mereka sandra. Melainkan komplotan yang memang sudah terbiasa berkecimpung di dunia bawah. Lantas, apakah mereka juga komplotan mafia?"Benar Tuan, jika dilihat dari cara mereka yang arogan. Saya yakin kita tidak akan menang melawan mereka, tanpa bantuan Tuan Aaron," sambung Nick.Bram semakin tercenung, benaknya seketika tertuju pada wanita-wanita te