"Luisa, k-kamu_ jadi pemuda ini anak kamu? Wah, wah ... anak lelaki kamu harus bertanggung jawab menggantikan calon suami putriku!" Luisa pun sama terkejutnya dengan pria dari masa lalu yang ia kira sudah mati di penjara, tetapi ternyata pria itu masih hidup."Gak mungkin, Edmun, anakku gak akan mau menikahi putri kamu! Tunggu, bukannya kamu belum lama keluar dari penjara? Terus, gak mungkin putri kamu yang akan menjadi pengantin. Kamu jadi bohong!" Luisa menyadari hal yang tidak biasa. Bagaimana bisa Edmun sudah punya putri yang terlihat lebih dewasa sedikit dari Romi? Batin Luisa. "Kita bicara lagi nanti Ibu Luisa dan Pak_ Pak Abdi ya. Saya mau urus pemakaman calon mantu saya dulu. Kita bertemu di kantor polisi setelah ini!""Ed_!" Abdi menahan lengan istrinya, saat wanita itu hendak menyusul Edmun."Sudah, tenang dulu, Sayang. Ini kondisinya tidak memungkinkan untuk adu mulut. Bagaimana pun anak kita menjadi salah satu penyebabnya," ujar Abdi berusaha menenangkan sang Istri. "Rom
"Ma, Romi gak papa malam ini menginap di sini. Mama dan Papa pulang saja. Besok datang ke sini lagi ya, bawa pengacara untuk Romi. Titip pesan ke Usman, Ma. Ceritakan kejadian ini karena ponsel Romi masih ditahan polisi. Katanya nanti di depan bisa Mama minta," kata Romi berusaha tegar. Ia harus tegar agar air mata ibunya yang sejak pagi terus mengalir, bisa berhenti. Jika ia terus merengek seperti anak kecil, sudah bisa dipastikan mamanya sangat khawatir dan tidak akan berhenti meneteskan air mata. "Kamu beneran gak papa?" tanya Luisa tidak tega. "Iya, gak papa, Ma. Romi juga lelah banget pengen tidur. Ya, meskipun di dalam pasti gak nyenyak, tapi Romi mau merem." Abdi mengangguk paham. Pria itu pergi membawa Luisa keluar dari ruangan tempat mereka berbicara dan juga tempat Romi diinterograsi tadi. Sebenarnya tidak tega, tetapi ia harus kuat dan sehat, agar besok bisa menemui Alif dan kembali menjenguk putranya.Keduanya tiba di rumah dengan keadaan amat lelah. Risa yang sejak sore
Saya gak mungkin setuju putra saya menikah muda! Putra saya pun tidak mau. Romi masih sekolah!” tegas Luisa tidak terima. “Pilihan ada pada Ibu dan Bapak selaku orang tua. Jika ingin anak kalian tetap di penjara, maka tidak perlu menikahi putri saya. Jika bersedia, maka pemuda bernama Romi itu tetap bisa menghirup udara bebas!” kali ini Dian yang menyela. Ibu dari Elsa itu tentu saja sudah terpengaruh oleh hasutan suaminya, tanpa tahu latar belakang Edmun melakukan itu pada keluarga Romi. Luisa dan Abdi saling pandang. Ia sangat tidak setuju dengan permintaan keluarga calon mempelai pengantin, tetapi putranya bisa berada di jeruji besi untuk waktu yang lama. Masa mudanya juga akan ia habiskan di penjara. Tentu saja Luisa tidak mau hal itu terjadi.“Hukumannya bisa mencapai lima belas tahun penjara dan selama itu, apa Ibu Luisa tega dengan putra Ibu? Masa depannya akan hancur bukan?” “Kami tanyakan putra kami terlebih dahulu,” kata Abdi menengahi.“Beri kami waktu untuk bicar
“Ma, kenapa sih, Mama setuju dengan ide papa? Elsa tidak kenal pemuda itu dan pemuda itu masih bocah, Ma. Elsa mau dikasih makan apa kalau nikah sama dia? Mama gak bisa dibatalkan saja?” bujuk Elsa pada mamanya. Wanita itu tahu ide ayah tirinya tidak buruk, tetapi ia mana bisa menikah dengan pria lain, disaat hatinya masih berduka ditinggal calon suami yang ia cibtai untuk selamanya.“Hanya dengan cara ini, Mama kamu selamat dari rasa malu. Sekalian kamu bisa balas dendam dengan pemuda itu. kamu hanya jadi istrinya saja, tertapi kamu gak perlu patuh. Kamu tetap fokus pada dunia kamu, Elsa Citra Pujianti. Kamu gak perlu menjalani kewajiban kamu sebagai istri. Enak saja dia dapat enak! Pokoknya kamu harus bisa balas dendam atas kematian almarhum.”“Tamu undangan pasti bingung karena bukan Dion yang berdiri di pelaminan, Ma, tapi anak bocah,” kata Elsa lagi, berharap sang Mama mau berubah pikiran.“Gak papa, Nak, gak banyak juga tamu yang tahu wajah Dion, jika bukan teman dan kelu
"Romi, ngapain kamu turun dari pelaminan?" tanya Luisa yang menghampiri sang Putra yang tengah menunggu mangkuk baso untuk Elsa."Mbak Elsa mau makan, Ma," jawab Romi polos. Pemuda itu menerima mangkuk yang sudah diisi baso, lalu dengan hati-hati membawanya menuju pelaminan. "Biar, Mama. Kamu ini suaminya, kenapa malah disuruh-suruh? Inget, pesan Mama ya, Romi, kamu suami dan istri kamu harus tunduk!" Romi hanya bisa mengangguk pasrah, sembari memberikan mangkuk baso kepada Luisa. "Pernikahan ini memang sangat dipaksakan, tapi tolong juga kamu jaga nama baik suami kamu. Jangan kamu suruh-suruh, emangnya anak saya OB!" Luisa sewot bukan main. Ia berbisik pada menantunya dengan wajah amat sangat marah, lalu menatap sengit Edmun dan juga istrinya. Elsa terdiam saat ditegur keras oleh wanita yang menjadi mertuanya."Ma, duduk lagi, banyak tamu mau salaman," kata Romi pada Luisa. Pemuda itu menarik pelan tangan mamanya agar kembali duduk di kursi khusus orang tua mempelai. Acara berlang
Setelah kejadian rok yang dipakainya robek, hingga celana dalamnya kelihatan oleh Romi, Elsa semakin mengunci mulutnya di depan pemuda itu. Sepanjang perjalanan menuju hotel, Elsa sama sekali tidak bersuara. Suasana hening bagaikan kuburan. Romi pun ikut diam karena ia tidak berani banyak bicara pada Elsa karena itu perintah istrinya tadi."Kita seperti sedang berada di tengah kuburan," kata Edmun pada istrinya. Elsa memutar bola mata malas. Ia sebenarnya tidak terlalu suka dengan suami baru ibunya, tetapi karena selama ini pria itu tidak pernah berulah macam-macam, makanya dia bisa menerima pria itu."Maaf, Om, saya mau bicara, tapi gak boleh banyak bicara sama Mbak Elsa. Katanya bicara seperlunya saja," kata Romi jujur. Edmun tertawa, begitu juga istrinya. Mereka tidak menyangka jika menantu mereka benar-benar polos. "Itu kamu gak perlu bicara, kenapa malah ngomong?" tanya Elsa sewot. Romi diam kembali dan hal itu membuat pasangan usia senja itu tertawa cekikikan.Mereka sampai di
"Kang, gimana sih keluarga Elsa? Mereka yang minta anak kita nikahi putri mereka, tapi malah kita harus ganti uang pesta. Yang benar saja, mana ada budget untuk biaya hajatan, Kang. Tabungan adanya untuk sekolah Romi dan Risa. Tahun depan Risa masuk perguruan tinggi. Aduh, jadi kumet gini sih! Kenapa kita jadi punya utang dua ratus juta?” omel Luisa panjang lebar di depan suaminya. Abdi tidak bisa berkomentar apa-apa karena apa yang disampaikan istrinya benar. Mereka bukan orang kaya, hidup dengan gaji guru dan juga bisnis jualan online istri. Harta yang dulu ada, sudah tidak ada lagi karena habis dipakai untuk kebutuhan sehari-hari dan juga membeli rumah sederhana yang saat ini mereka tinggali.“Nanti Papa coba tanyakan sama sekolah. Apakah bisa meminjamkan uang?” “Pinjam uang di sekolah, tetap saja harus diganti, Pa. uang dari mana gantinya? Ini pasti akal-akalan Edmun. Dari dulu maunya memeras dan rakus!” Kring! Kring!Abdi melihat layar ponselnya yang berdering. Lalu ia
Di sebuah kafe, tiga orang dewasa tengah berkumpul. Mereka adalah Levi, Abdi, dan juga Luisa. Kedua suami istri itu lebih dahulu sampai, barulah disusul Levi yang datang sendirian. Ketiganya saling melempar senyum ramah, seolah-olah tidak pernah ada cacat pada masa lalu. “Sudah lama gak bertemu ya,” kata Levi membuka percakapan dengan santai. “Iya, Mas, terakhir kita datang saat pemakaman mama Mas Levi,” jawab Luisa. “Oh, iya, sudah dua tahun yang lalu. Saya juga sibuk urusan bisnis ke sana-kemari dan urusan rumah tangga, anak-anak yang tiada henti,” jawab levi sambil tersenyum. “Apa kabar istri, Mas?” tanya Luisa lagi. “Sehat, lagi sibuk sama sekolah.” “Kuliah lagi?” Luisa menatap tak percaya. “Iya, kemarin tuh kejar paket C. Terus melahirkan, jadinya cuti lama sampai si Kecil kelas enam. Sekarang udah lanjut kuliah manejemen. Udah semester enam,” jawab Levi. “Oh, iya, soal Mutiara putri saya itu. Duh, saya jadi malu, nih! Begini, Luisa dan Abdi, Mutiara tuh seneng sam