Di sebuah kafe, tiga orang dewasa tengah berkumpul. Mereka adalah Levi, Abdi, dan juga Luisa. Kedua suami istri itu lebih dahulu sampai, barulah disusul Levi yang datang sendirian. Ketiganya saling melempar senyum ramah, seolah-olah tidak pernah ada cacat pada masa lalu. “Sudah lama gak bertemu ya,” kata Levi membuka percakapan dengan santai. “Iya, Mas, terakhir kita datang saat pemakaman mama Mas Levi,” jawab Luisa. “Oh, iya, sudah dua tahun yang lalu. Saya juga sibuk urusan bisnis ke sana-kemari dan urusan rumah tangga, anak-anak yang tiada henti,” jawab levi sambil tersenyum. “Apa kabar istri, Mas?” tanya Luisa lagi. “Sehat, lagi sibuk sama sekolah.” “Kuliah lagi?” Luisa menatap tak percaya. “Iya, kemarin tuh kejar paket C. Terus melahirkan, jadinya cuti lama sampai si Kecil kelas enam. Sekarang udah lanjut kuliah manejemen. Udah semester enam,” jawab Levi. “Oh, iya, soal Mutiara putri saya itu. Duh, saya jadi malu, nih! Begini, Luisa dan Abdi, Mutiara tuh seneng sam
“Mbak, bangun! Ini sudah siang. Sudah jam satu. Mbak gak sarapan?” tanya Romi yang sejak subuh berusaha membangunkan istrinya, tetapi tidak kunjung bangun. Elsa masih pulas karena semalaman menangis. Dibujuk seperti apapun tidak bangun, sehingga Romi menyerah. Pemuda itu bercermin, melihat luka di pelipisnya yang terluka; terkena lemparan cangkir. Romi tersenyum getir dan hanya bisa terdiam tidak mengerti harus melakukan apa. Roti dan mi yang ia bawa dari bawah sudah dingin. Bahkan ia sudah lapar lagi, tetapi malas untuk turun. “Mbak, bangun!” kali ini suara Romi lebih keras dari yang tadi. Elsa bergerak malas, menggeliat hingga selimut yang menutupi tubuhnya perlahan merosot. Wanita itu bahkan tidak mampu membuka matanya karena terlalu bengkak. “Sudah jam satu siang. Mbak belum makan. Makan dulu saja, Mbak. nanti mau tidur lagi atau mau nangis lagi juga gak papa. Asalkan makan, Mbak. Itu saya bawakan mi dan juga roti. Mau cuci muka dul
Mungkin hampir bagi semua pasangan pengantin baru, momen honeymoon; berduaan dengan pasangan halal adalah hal yang paling membahagiakan. Dunia hanya milik mereka saja, sedangkan yang blain mereka tidak mau ambil pusing. Namun, tidak bagi Elsa dan Romi yang memutuskan untuk pulang ke rumah. Rumah orang tua Elsa, bukan rumah orang tua Romi. “Kenapa tidak tinggal di rumah orang tua saya saja, Mbak?” tanya Romi saat mereka berada di dalam taksi. “Silakan saja kalau kamu mau pulang ke rumah orang tua kamu, tapi sorry aja, gue gak ikutan!” balas Elsa tak senang. Romi pun bingung apa yang harus ia lakukan pada Elsa, untuk sementara, pemuda itu menurut untuk ikut pulang ke rumah mertuanya. “Ya, sudah, gak papa tinggal di rumah Mbak Elsa.” Romi kembali memandangi jalan raya yang cukup padat melalui jendela mobil. Jika memang nanti tidak bisa diteruskan, maka ia boleh menalak Elsa. Itu kata mamanya kemarin saat meneleponnya. Mobil
Romi terus saja memegangi pipinya yang panas karena dua tamparan dilayangkan Elsa padanya, setelah ia berani mencium wanita itu. Pemuda itu pun tidak berani mengeluarkan kalimat atau kata-kata menyapa sang Istri. Romi memilih keluar dan tujuannya kali ini adalah rumah Usman. Sahabat dekatnya dan hanya Usman yang tahu perkaranya dengan Elsa."Kening sama muka lu kenapa, Rom? Buset, lu di KDRT bini lu?" tanya Usman saat pemuda seukuran Romi itu menghidangkan kopi untuk tamunya."Yah, namanya juga nikah jadi-jadian, ya, gini urusannya. Makanya ini pelajaran buat lu, Man, kalau nikah, paling nggak, suka sama suka atau kalau pun dijodohkan, jadi paling nggak, saling kenal. Udah takdir gue begini." Romi menyesap kopi dengan perlahan."Ya, tetap gak boleh, Rom. Kasih tahu aja yang benarnya gimana? Dosa Lo!""Iya, tapi nanti omongan gue dibalikin lagi. Kamu juga sudah dosa besar bikin calon suamiku mati!" Usman hanya bisa menggelengkan kepala. "Rumit hidup lu, Rom! Gue kira selama ini, semes
"Mau gak?" Mutia mengulangi permintaannya pada Romi, saat mereka berdua tengah makan siang di kantin kampus. "Kamu tuh udah pinter, masa saya ajarin lagi?" kata Romi tak habis pikir. Mutia tertawa pelan. Gadis itu terus saja memandangi Romi yang sesekali memperbaiki kacamatanya. "Kenapa A' Romi setelah menikah jadi tambah ganteng ya?" katanya Mutia memuji. Romi tertawa cekikikan."Kamu sedang menggoda laki orang ya, Mutia," seloroh Usman yang diikuti tawa Mutia dan juga Romi."A' Romi itu nikah paksa, Usman. Jadinya gak perlu takut istrinya cemburu. Ya'kan, A' Romi?" "Sudahlah, kalian ini malah gosip, bukannya cepet habiskan makan. Ini sepuluh menit lagi masuk loh!" "A', kalau bukan ngajar saya, ngajar adik saya aja. Namanya Aldi. Kelas sebelas, A' . Nanti saya bilangin Bunda dan papi ya.""Nah, kalau ngajar anak SMA saya mau. Kabarin ya, Mutia." Gadis itu mengangguk senang. Akhirnya akan banyak waktu yang ia habiskan bersama Romi, meskipun Romi sudah beristri. Dosen belum lagi ma
"Iya, tapi sekarang udah gak boleh suka sama cewek lain karena saya lelaki muda yang sudah beristri," jawab Romi diikuti seringai lebarnya. Jika Romi bermaksud bercanda dengan ucapannya, maka tidak dengan Elsa yang baperan. Ia mengira Romi secara tidak langsung mengejeknya dengan usianya yang lebih tua."Maksud Lo, gue tua? Lu nyindir?" Romi terkejut dengan kalimat penekanan yang dilontarkan istrinya. Namun, pemuda itu berlalu begitu saja masuk ke dalam rumah. Dari pada ada perang dunia keempat, maka lebih baik mengalah. Romi mandi dan tidak menoleh sama sekali ke mana pun. Fokusnya adalah untuk menyegarkan badan. Setelah itu makan, barulah ia mengerjakan tugas kampus. Romi berjalan ke dapur untuk membuka tudung saji di meja ruang makan, tetapi tidak ada apa-apa di sana. Rumah juga sepi. Mertua dan iparnya juga tidak ada. Bibik yang bantu-bantu juga sudah pulang setelah ashar. Pemuda itu menoleh sekilas ke arah ruang tengah, di mana sang Istri sedang menonton televisi. Romi menghela
"Aku mau tidur, bisa gak kamu ngetiknya gak berisik!" Teguran Elsa diabaikan oleh Romi. Pemuda itu masih terus mengetik, tetapi lebih pelan. "Brisik!" Teriak Elsa lagi. Tidak ada orang tua di rumah. Hanya adik lelakinya saja, membuat Elsa semakin menjadi-jadi bersikap kurang ajar pada suaminya. "Keluar aja lu!" Romi menghela napas. Pemuda itu segera meraih laptop dan juga tas laptopnya, lalu membawa benda itu keluar kamar. Romi mengetik di ruang makan sampai pukul satu dini hari. Tugasnya selesai lebih cepat, dari pada ia mengerjakan tugas di kamar bersama sang Istri. Mengerjakan tugas satu ruangan dengan Elsa sungguh membuatnya tertekan.Setelah selesai, Romi memilih tidur di sofa. Pemuda itu tidak mau tidur sekamar dengan Elsa yang terus memakai dan meneriakinya. "Loh, Mas Romi kenapa tidur di luar?" tanya Herdi, adik lelaki Elsa yang baru saja lulus kuliah dan tengah mencari pekerjaan itu. Romi yang baru saja terpejam, membuka matanya kembali."Udah nangung, Her. Kalau saya masu
Romi sedang mandi saat ponselnya berdering. Panggilan itu dari Mutia. Elsa yang tengah berpakaian, mengintip layar ponsel Romi yang berkelap-kelip. Wanita itu meraih benda pipih yang sudah retak layarnya itu. “Halo, siapa ini?” “Halo, assalamualaykum.” “Siapa ini?” “Saya Mutia, Mbak. Apa A’ Romi ada?” “Ada, lagi mandi.” “Oh, ya sudah, bicara di kampus lagi saja. Terima kasih, Mbak.” Elsa menutup panggilan itu tanpa membalas ucapan Mutia. Di saat yang sama, Romi keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk yang dililit di pinggang. Pemuda itu baru selesai mandi dan lupa membawa pakaian. Elsa melirik sekilas, lalu berpura-pura menyisir rambutnya. “Ada telepon ya, Mbak?” tanya Romi. “Iya, namanya Mutia. Apa dia calon pelakor? Nekat sekali menelepon suami orang pagi-pagi.” Romi menanggapi santai. Pemuda itu hanyantersenyum tipis, lalu berjalan m
"Ma, Kevin gak bersalah, Ma. Wanita itu memfitnah Kevin. Kevin gak tahu apa-apa soal Dion dan Kevin gak kenal wanita itu!" Kevin terus merengek pada mamanya dari balik jeruji besi. "Mama justru bingung sama kamu. Kalau kamu gak kenal, kenapa wanita bernama Elsa itu punya semua buktinya? Dia sampai punya struk pembayaran hotel, villa, bukti chat ponsel, bukti transfer, dan rekaman suara kamu berencana mencelakai lelaki bernama Dion. Mama gak bisa bantu kamu, Kevin. Mama harap kamu bertaubat! Pantas Tuhan tidak ijinkan Mama berbesan dengan Bu Rana, ternyata emang anak Mama yang gak pantas bersanding dengan putri mereka.""Mama, semua itu fitnah! Mama harus percaya Kevin." Namun yang dilakukan wanita adalah segera beranjak dari penjara. Tujuannya hari ini adalah pergi ke rumah orang tua Elsa. Ya, ia harus mendengar cerita tentang Elsa dan juga Kevin.Bu Dian terheran-heran melihat kedatangan seorang wanita yang tidak ie kenal."Ibu siapa ya?" tanya Bu Dian yang saat ini sedang menimang
Dewasa(21+) Romi dan Mutia sudah tiba di Bali. Tiket honeymoon pemberian Elsa tentu saja saja tidak akan dilewatkan oleh keduanya. Ya, Elsa-lah yang memberikan Romi tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan kedua suaminya. Sampai kapan pun Elsa merasa tidak akan bisa membalas semua kebaikan dan juga ketulusan suaminya. Pemuda yang menjadi tersangka atas skandal yang ia susun bersama kekasihnya Kevin. Sebuah foto dikirimkan Mutia pada Elsa sebagai informasi bahwa mereka sudah sampai di kamar pengantin yang dipesan oleh Elsa. Selamat berbulan madu. Itulah pesan yang dibalas oleh Elsa. Mutia memperlihatkan balasan pesan pada suaminya. “Aa yakin kalau Mbak Elsa baik-baik saja? kenapa diterima hadiah bulan madu seminggu ini. Mahal banget loh,. Padahal papa juga mau kasih tiket bulan madu, tapi udah keduluan Mbak Elsa,” kata Mutia tisak enak hati. Romi tersenyum hangat, lalu menarik Mutia dalam pelukannya. “Ing
“Kamu ini, Pa, gak dapat ibunya, tetap saja terobsesi dengan keluarganya. Anak sendiri masih muda, cantik kaya, malah dapatnya suami orang. Nambah anaknya pula.” Rana terus menggerutu di kursi orang tua pengantin. Wanita itu masih tidak ikhlas jika putrinya menikah dengan Romi; anak dari wanita yang dahulunya digilai suaminya. Ditambah posisi Romi saat ini masih istri dari Elsa yang baru tiga puluh dua hari yang lalu melahirkan, tentu saja pernikahan yang seperti terburu-buru ini mengundang banyak gosip di luaran sana. “Ma, anaknya saling suka, kok. Kenapa kita harus gak setuju? Romi itu anak baik. Solatnya rajin dan juga pintar. Dia belum lulus aja udah dapat kerjaan. Pernikahannya dengan Elsa itu kecelakaan, bukan seperti pernikahan lainnya. Mama gak perlu khawatir, anak perempuan kita pasti senang dan bahagia bisa menikah dengan pujaan hatinya.” Levi tersenyum pada para tamu undangan yang sedang berjalan ke arahnya untuk bersalaman. Di seberang kursi orang tua ada L
"Selamat Pak Romi, bayinya lelaki dan lahir dengan selamat, meskipun baru delapan bulan di dalam perut.""Alhamdulillah, apa saya bisa melihat istri saya, Dok? Istri saya beneran gak papa?""Nggak papa, Pak, semuanya sehat selamat. Lagi disiapkan dulu untuk pindah kamar ya. Bayinya juga dibersihkan dulu, baru nanti bisa diazankan.""Berat badannya berapa, Dok?" tanya Bu Diana menyela."Beratnya tiga kilogram lebih dua ons. Panjangnya empat puluh sembilan. Normal semua dan tampan." Romi tersenyum senang sambil menoleh pada mertuanya. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok." Semua orang yang ada di sana ikut senang dengan kabar yang diberikan dokter, termasuk Luisa dan suaminya. Meski mereka tahu yang lahir bukanlah cucu dari benih anak mereka, tetapi mereka tidak keberatan dan tetap menerima Elsa. "Selamat Romi, terima kasih sudah menjaga Elsa dengan baik. Bunda gak sangka anak lelaki Bunda bisa hebat sekali seperti ini," ucap Luisa sembari memeluk putranya. Romi terharu, hingga ad
"Mama gak habis pikir sama kamu, Elsa. Apa maksud kamu membiarkan Romi menikahi gadis bernama Mutia? Romi itu suami kamu. Dia peduli sama kamu, Elsa. Kamu hamil dan dia juga sayang sama anak kamu!" Bu Diana hampir menangis saat mengetahui kabar bahwa Romi baru saja melamar gadis bernama Mutia. "Gak adil buat Romi, Ma. Sampai saat ini saya gak tahu bagaimana saya di masa lalu. Saya juga gak ngerti hubungan saya dan Romi seperti apa. Ternyata Romi punya wanita yang ia suka, begitu juga sebaliknya. Romi terlalu baik, Ma. Gak mungkin Elsa tega mengambil Romi. Setelah anak ini lahir, Elsa akan melepas Romi. Ini sudah keputusan Elsa. Romi pun setuju. Mama gak usah khawatir, Elsa gak papa. Elsa udah anggap Romi itu adik Elsa. Benar dia sayang Elsa, tapi sebagai kakak, bukan pasangan karena Romi menyukai dan mencintai Mutia. Bulan depan mereka akan menikah, dua Minggu menjelang saya HPL, semoga saja berjalan lancar." Bu Dian memijat keningnya. Ia tidak bisa begitu saja merubah keputusan putr
"Mbak Elsa mau tinggal di sini?" Romi menatap Elsa tidak percaya."Iya, mau di sini saja nginep lagi. Rumah bunda kamu adem." Romi merapikan baju kemeja yang hari ini ia pakai ke kampus. Pemuda itu tidak keberatan saat istrinya membantu mengancingkan beberapa kancing kemeja bagian bawah. "Saya mau kuliah.""Iya, yang bilang kamu mau konser itu siapa? Kuliah aja. Aku mau di sini. Ini kan rumah suamiku." Elsa memegang kedua pipi Romi sambil tersenyum."Boleh? Kalau gak boleh, aku cium, nih!" pemuda itu tidak punya pilihan selain setuju. Elsa tertawa, lalu mengambil tas ransel Romi untuk dibawa ke depan."Aku tunggu di ruang makan ya." Romi menatap pintu yang tertutup kembali. Tidak ada debat di jantungnya, seperti bila ia berdekatan dengan Mutia. Murni sikapnya pada Elsa adalah bentuk perhatiannya sebagai suami. Ditambah Elsa yang sedang amnesia bersikap begitu baik, maka tidak ada alasan baginya untuk membalas sikap buruk Elsa sebelum kejadian kecelakaan itu. Gegas ia menyemprotkan p
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su