Romi sedang mandi saat ponselnya berdering. Panggilan itu dari Mutia. Elsa yang tengah berpakaian, mengintip layar ponsel Romi yang berkelap-kelip. Wanita itu meraih benda pipih yang sudah retak layarnya itu. “Halo, siapa ini?” “Halo, assalamualaykum.” “Siapa ini?” “Saya Mutia, Mbak. Apa A’ Romi ada?” “Ada, lagi mandi.” “Oh, ya sudah, bicara di kampus lagi saja. Terima kasih, Mbak.” Elsa menutup panggilan itu tanpa membalas ucapan Mutia. Di saat yang sama, Romi keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk yang dililit di pinggang. Pemuda itu baru selesai mandi dan lupa membawa pakaian. Elsa melirik sekilas, lalu berpura-pura menyisir rambutnya. “Ada telepon ya, Mbak?” tanya Romi. “Iya, namanya Mutia. Apa dia calon pelakor? Nekat sekali menelepon suami orang pagi-pagi.” Romi menanggapi santai. Pemuda itu hanyantersenyum tipis, lalu berjalan m
“Kenapa jadi ribet gini, sih? Segala mau nikah negara. Jelas aku gak mau, Vin.” “Apa jangan-jangan pemuda itu sudah suka sama kamu?” tanya pria bernama Kevin yang saat ini tengah memegang tangan Elsa dengan erat. Keduanya tengah berada di sebuah restoran di Bogor. Sengaja mereka bepergian jauh jika sekedar ingin makan atau nonton, agar tidak ada yang menenali mereka. “Gak mungkin, Vin! Aku tuh udah galakin dia. Udah kasarin dia. Pokoknya aku gak pernah baik sama dia. Harusnya dia talak aja aku, tapi setiap hari aku nunggu kalimat talak itu gak keluar juga dari mulutnya. Apa aku aja yang minta ditalak?” Elsa berdecak sebal. Setiap kali memikirkan masalahnay dengan Kevin dan Romi, pasti kepalanya mau pecah. Tidak ada yang tahu keduanya telah berselingkuh dari almarhum Dion. Pria itu adalah sahabat dari Kevin, tetapi Elsa malah menyukai Kevin, bukan Dion, sedangkan Dion mati-matian bucin pada Elsa. Sehingga kisah cinta segitiga secara diam
Romi terus berusaha menelepon Elsa sampai jam setengah sebelas malam, tetapi tidak juga tersambung. Lalu Romi mengirimkan pesan pada Herdi untuk bertanya pada pemuda itu, apakah Elsa memiliki nomor lain atau ponsel lain? Namun, sungguh sayang, Herdi sedang nongkrong di kafe dan ponselnya ia silent. Romi pun mengirimkan pesan pada ibu mertuanya.Assalamualaikum, Ma. Jam setengah sembilan tadi, Romi dapat telepon dari kantor polisi dan petugas meminta Romi dan Mbak Elsa ke sana besok. Hari ini Mbak Elsa gak pulang dan ponselnya juga gak aktif. SendRomi memilih tidur setelah mengirimkan pesan itu pada Bu Dian. Bu Dian memberikan ponselnya pada Edmun yang ternyata mereka berdua belum tidur. Baru mau tidur setelah menonton film di channel HBO."Ada apa ya?" tanya Edmun penasaran."Mama gak tahu, Pa, tapi kenapa perasaan Mama gak enak sih? Lagian bukannya Elsa bilang kita gak boleh pulang karena dia akan belajar hidup berdua dengan Romi? Kenapa malah dia yang gak pulang? Mama rasa ada ya
Elsa keluar dari rumah tanpa mengatakan apapun. Wanita itu membawa tas jinjing dan begitu tergesa-gesa. Bibik sampai kebingungan melihat tingkah Elsa yang ia nilai sangatlah aneh. Wanita itu meneruskan pekerjaannya dan memilih untuk tidak ikut campur pada urusan majikan.Lalu di mana Elsa? Wanita itu hendak pergi menemui Kevin. Sepanjang jalan ia mencoba menghubungi kekasih gelapnya, tetapi tidak tersambung. Elsa semakin panik dan wanita itu kehilangan kendali saat mengendarai mobilnya.Brak! Kecelakaan pun tidak bisa dihindari. Elsa menabrak trotoar dan pingsan. Ponsel milik Romo terus berdering saat ia baru saja keluar dari kelas. Sesi satu perkuliahan sudah selesai. Sesi dua dilanjut jam satu siang. Sehingga ia punya waktu luang tiga jam untuk pergi ke kantor polisi."A' Romi mau ke mana? Kayaknya buru-buru banget?" tanya Mutia penasaran. "Iya, saya lagi ada urusan Mutia. Doakan lancar ya. Oh, iya, sorry belum bisa ngajar les adik kamu. Mungkin Minggu depan, setelah urusan rumah
"Kamu siapa?" tanya Elsa dengan suara pelan. Ini hari ketiga setelah wanita itu pertama kalinya melewati masa kritis. Romi yang tengah menangkap wajah dengan kedua tangannya, tersadar saat suara lemah Elsa memanggilnya. "Ma, Mbak Elsa, eh, Elsa sudah sadar," seru Romi buru-buru meralat ucapannya. Bu Dian dan suaminya masuk ke bilik, begitu juga Luisa dan Abdi. Dua orang tua itu kebetulan ada di sana untuk melihat keadaan Elsa. "Sayang, kamu sudah sadar, Nak," kata Bu Dian dengan mata berkaca-kaca. Tatapan Elsa penuh dengan tanda tanya. Satu per satu bola matanya mencari sosok yang ia kenal, tetapi ia tidak kenal siapapun."Kalian siapa? Di mana orang tua saya?" tanya Elsa lagi. "Nak, ini Mama. Ini Romi suami kamu dan ini Mama Luisa dan Om Abdi mertua kamu. A-apa kamu tidak kenal?" kata Bu Dian memperkenalkan orang di dekatnya satu per satu. Elsa menggelengkan kepala dengan perlahan."S-suami, saya punya suami?" tanya Elsa gugup. Luisa menyentuh pundak putranya pelan, lalu dengan ge
"Muka Lo asem banget, Vin! Putus Lo?" "Nggak, gue lagi bete aja." Kevin berusaha fokus pada laptopnya. Ini hari kelima panggilannya tidak juga tersambung ke nomor Elsa. Bukan hanya satu ponsel, tapi dua ponsel dengan tiga nomor yang berbeda yang ia hubungi, tetap saja tidak tersambung. "Muka Lo, muka ada masalah. Lo bisa cerita ke gue kalau lu benar-benar lagi bingung." Santi, teman SMA sekaligus teman di kantor Kevin. Setelah berpisah lama, keduanya kembali bertemu di kantor, hanya saja beda departemen. "Cewek gue udah lima hari gak ada kabar. Semua nomor udah gue hubungin dan mediao sosial dia juga udah, tapi gak ada respon. Terakhir balas chat gue itu ya lima harian yang lalu," cerita Kevin dengan wajah bingung."Kalau gitu, lu samperin aja rumahnya. Lu tahu rumahnya gak?" tanya Santi sedikit bingung. Kevin mengangguk."Cewek lu yang biasa kan? Lu bilang udah setahun setengah pacaran, masa rumahnya Lo gak tahu? Samperin, gih! Kali aja sakit." Kevin seperti mendapatkan pencerahan
"Ada apa, Nak? Bagaimana kabar Elsa?" tanya Luisa saat sore ini putranya berkunjung. Romi baru saja tiba, sepulang ia dari kampus. Tentu saja kehadirannya di rumah Luisa, sangat membuat mamanya senang. "Baik, Ma." Romi merebahkan tubuhnya di sofa. Sangat terlihat raut wajah lelah dan banyak yang ia pikirkan. Pemuda itu seperti malas bercerita panjang lebar tentang Elsa."Mama buatkan susu hangat, mau?" Romi menggelengkan kepalanya. Oa sedang bad mood dan tidak tahu ingin apa dan harus bagaimana untuk menghilangkan rasa bosan dan kesalnya."Ma, Romi mau air jahe terus kerokan. Badan Romi sakit semua." Romi meringis sambil menepuk perutnya yang memang sedikit kembung. Luisa tersenyum, lalu mengangguk paham."Mama rebus dulu jahenya, terus Mama kerokin ya. Tunggu sebentar." Luisa langsung pergi ke dapur, sedangkan Romi memejamkan matanya.Jika sudah sore seperti ini, ARt yang biasa membantu Luisa di rumah, sudah pulang setelah solat ashar. Hanya ada dirinya di rumah karena dua adik Rom
"Romi ponselnya gak aktif, Ma," kata Elsa pada mamanya. Bu Dian menghela napas."Romi itu masih kuliah dan lagi sibuk persiapan mau PKL di perusahaan. Jadinya banyak yang harus ia siapkan," jawab Bu Dian sembari membaca majalah mode langganannya. Elsa duduk di seberang mamanya dengan raut cemas. Bolak-balik ia melihat ponsel, berharap pesannya dibalas oleh suaminya. Kecemasan yang berlebihan dan hal itu membuat Romi tidak nyaman. Bu Dian pun menyadari hal itu, tetapi ia juga tidak bisa apa-apa selain berharap putrinya tidak pernah ingat lagi apa yang sudah terjadi kemarin. "Masa ponselnya gak aktif," kata Elsa lagi."Mungkin kehabisan baterai. Tunggu aja, nanti juga pulang. Ini sudah jam sepuluh. Kamu gak boleh begadang kata dokter. Udah sana tidur!" Bu Dian menaruh majalahnya, lalu menarik pelan tangan putrinya untuk berdiri. Elsa melepas tangan mamanya.."Mama saja kalau mau tidur! Elsa mau tunggu Romi." Gadis itu berbaring di sofa. Ia kembali menelepon Romi, mengabaikan kehadiran