"Ada apa, Nak? Bagaimana kabar Elsa?" tanya Luisa saat sore ini putranya berkunjung. Romi baru saja tiba, sepulang ia dari kampus. Tentu saja kehadirannya di rumah Luisa, sangat membuat mamanya senang. "Baik, Ma." Romi merebahkan tubuhnya di sofa. Sangat terlihat raut wajah lelah dan banyak yang ia pikirkan. Pemuda itu seperti malas bercerita panjang lebar tentang Elsa."Mama buatkan susu hangat, mau?" Romi menggelengkan kepalanya. Oa sedang bad mood dan tidak tahu ingin apa dan harus bagaimana untuk menghilangkan rasa bosan dan kesalnya."Ma, Romi mau air jahe terus kerokan. Badan Romi sakit semua." Romi meringis sambil menepuk perutnya yang memang sedikit kembung. Luisa tersenyum, lalu mengangguk paham."Mama rebus dulu jahenya, terus Mama kerokin ya. Tunggu sebentar." Luisa langsung pergi ke dapur, sedangkan Romi memejamkan matanya.Jika sudah sore seperti ini, ARt yang biasa membantu Luisa di rumah, sudah pulang setelah solat ashar. Hanya ada dirinya di rumah karena dua adik Rom
"Romi ponselnya gak aktif, Ma," kata Elsa pada mamanya. Bu Dian menghela napas."Romi itu masih kuliah dan lagi sibuk persiapan mau PKL di perusahaan. Jadinya banyak yang harus ia siapkan," jawab Bu Dian sembari membaca majalah mode langganannya. Elsa duduk di seberang mamanya dengan raut cemas. Bolak-balik ia melihat ponsel, berharap pesannya dibalas oleh suaminya. Kecemasan yang berlebihan dan hal itu membuat Romi tidak nyaman. Bu Dian pun menyadari hal itu, tetapi ia juga tidak bisa apa-apa selain berharap putrinya tidak pernah ingat lagi apa yang sudah terjadi kemarin. "Masa ponselnya gak aktif," kata Elsa lagi."Mungkin kehabisan baterai. Tunggu aja, nanti juga pulang. Ini sudah jam sepuluh. Kamu gak boleh begadang kata dokter. Udah sana tidur!" Bu Dian menaruh majalahnya, lalu menarik pelan tangan putrinya untuk berdiri. Elsa melepas tangan mamanya.."Mama saja kalau mau tidur! Elsa mau tunggu Romi." Gadis itu berbaring di sofa. Ia kembali menelepon Romi, mengabaikan kehadiran
Romi sampai di rumah jam sepuluh lebih lima belas menit. Jalanan sudah lengang, sehingga lebih cepat sampai di rumah. Pemuda itu membuka pintu dengan anak kunci cadangan yang ia gantung di motornya. Begitu membuka pintu, Romi melihat Elsa sedang tidur di sofa. Pemuda itu tersenyum, merasa terharu dengan apa yang dilakukan oleh istrinya. Jika saja sejak awal mereka menikah Elsa seperti ini, mungkin akan lain cerita.Romi mencuci tangan, menaruh ransel di dalam kamar, serta membiarkan pintu kamar terbuka lebar. Dengan hati-hati sekali Romi menggendong Elsa masuk ke kamar mereka."Kamu udah pulang?" tanya Elsa dengan suara serak."Udah, ini mau mandi." Romi meletakkan Elsa di ranjang, sedangkan ia pergi masuk ke kamar mandi. Elsa pun melanjutkan tidurnya karena ia mengantuk berat. Masih ada obat dari dokter yang ia minum dan obat itu menyebabkan kantuk.Keesokan paginya, seperti biasa, Romi bangun dan mandi. Pemuda itu berangkat ke mushola untuk solat subuh. Namun, seisi rumah istrinya
Traktir aku baso sore ini ya. Nanti aku share lock tempatnya. Kita jarang ketemu di rumah. Ada yang mau aku bicarakan.SendElsa memandangi ponsel barunya. Ponsel lama entah di mana, begitu kata ibunya. Hanya ada kontak keluarga dekat saja, termasuk bibik. Sore ini ia berencana bicara pada Romi atas sikap kaku suaminya itu. Jika memang mereka hanya dijodohkan, maka mereka harus memulainya semua dari awal bukan?RomiSaya selesai jam empat sore. Kita janjian jam lima ya. Kalau bisa tempatnya jangan jauh-jauh dari rumah ya, karena kamu belum benar-benar sembuhElsa tersenyum membaca balasan pesan dari Romi. Walau suaminya cuek saat mereka bertemu, tetapi pada dasarnya pemuda itu perhatian padanya. Oke, SuamikuSendElsa memandangi kamarnya. Ia merasa bosan di rumah, ingin keluar, main ke salon, tetapi oleh mamanya dilarang karena kepalanya masih sensitif. Elsa memutuskan untuk keluar dari kamar dan pergi memberi makan ikan koi yang ada di kolam depan."Permisi, Mbak." Elsa menoleh ter
"Maaf, kamu pasti sibuk ya," kata Elsa tidak enak hati pada Romi yang baru saja tiba di resto tempat mereka janjian. Pemuda itu tersenyum, lalu menggantung ranselnya di punggung kursi. "Nggak, kok. Hari ini saya gak ada kursus, makanya bisa janjian di sini. Kamu udah pesan makan?" tanya Romi yang baru pertama kali masuk ke resto tempat ia dan Elsa janjian hari ini. Elsa menggelengkan kepalanya."Aku lagi tunggu kamu. Kamu belum makan'kan? Aku yang traktir, kamu boleh pesan makan yang kamu suka." "Pantang bagi laki-laki, apalagi suami ditraktir istri yang baru saja sembuh sakit. Gak papa, aku aja yang bayar." "Baiklah, tapi jangan kaget sama harganya." Elsa tertawa pelan. Tentu saja ia mengetahui sampai mana isi kantong suaminya yang masih kuliah. Keduanya memesan makanan. Romi mendadak pucat setelah menemukan harga yang tidak murah untuk satu porsi makanan. Sepertinya uang di dompetnya hanya cukup untuk membayar satu porsi makan dan satu gelas air minum.Ma, transfer-in Romi satu
"Dokter belum membolehkan kamu terlalu lelah. Katanya kalau begituan lelah." Romi menunduk malu."Emangnya kita belum pernah sama sekali? Kenapa kamu bilangnya begituan katanya lelah?" tanya Elsa bingung."Aku masih perawan?" tanya Elsa lagi. Kini Romi yang semakin bingung."Iya, waktu itu kamu datang bulan. Terus tiba-tiba kecelakaan, jadi belum begitu. Terus kata dokter gak boleh capek. Gak papa kok, Elsa, aku gak keberatan sampai kamu sembuh saja. Sudah ya, sudah malam, aku mandi dulu." Romi tidak ingin Elsa curiga, pemuda itu mendaratkan kecupan di kening Elsa, lalu berjalan masuk ke kamar mandi yang berada di dalam kamar mereka. Elsa tersenyum penuh syukur. Suaminya masih muda, tetapi juga sangat bijak. Wanita itu mengganti pakaian perginya dengan baju piyama terusan dengan leher rendah. Bukan ia tidak mau pakai setelan baju piyama celana panjang, tetapi pakaian tidur yang biasa tidak ada di lemarinya. Adanya baju tidur berbahan satin dengan model potongan dada yang rendah. Elsa
Romi mendorong kursi roda yang dinaiki oleh Elsa. Mereka bertiga, Bu Dian, Romi, dan juga Elsa baru saja keluar dari ruangan dokter kandungan. Semua sudah jelas bagi bu Dian, tetapi tidak untuk Romi dan Elsa.Tidak ada pertanyaan apapun yang keluar dari bibir wanita itu sampai Romi kembali berhasil membawanya berbaring di brangkar kamar perawatan VIP."Sekarang apa Mama bisa jelaskan pada Elsa? Apa yang sebenarnya terjadi? Dokter mengatakan kalau Elsa hamil tiga bulan dan sudah berbentuk janin tumbuh di dalam sini. Elsa baru menikah satu bulan dengan Romi, akan terlalu cepat jika Elsa sudah hamil tiga bulan, bahkan sekarang jalan empat bulan. Apa Elsa hamil dengan pria lain, lalu Mama menjodohkan Elsa dengan Romi?" cecar wanita itu berusaha tegar. Bu Dian hanya bisa menunduk. Saat ini, ia tengah berusaha mencari rangkaian kata untuk diucapkan pada putrinya. Ungkapan yang tidak menyinggung ataupun menghakimi. Kondisi Elsa belum seratus persen pulih. Kini, wanita itu menatap Romi dan
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su
"Ma, Kevin gak bersalah, Ma. Wanita itu memfitnah Kevin. Kevin gak tahu apa-apa soal Dion dan Kevin gak kenal wanita itu!" Kevin terus merengek pada mamanya dari balik jeruji besi. "Mama justru bingung sama kamu. Kalau kamu gak kenal, kenapa wanita bernama Elsa itu punya semua buktinya? Dia sampai punya struk pembayaran hotel, villa, bukti chat ponsel, bukti transfer, dan rekaman suara kamu berencana mencelakai lelaki bernama Dion. Mama gak bisa bantu kamu, Kevin. Mama harap kamu bertaubat! Pantas Tuhan tidak ijinkan Mama berbesan dengan Bu Rana, ternyata emang anak Mama yang gak pantas bersanding dengan putri mereka.""Mama, semua itu fitnah! Mama harus percaya Kevin." Namun yang dilakukan wanita adalah segera beranjak dari penjara. Tujuannya hari ini adalah pergi ke rumah orang tua Elsa. Ya, ia harus mendengar cerita tentang Elsa dan juga Kevin.Bu Dian terheran-heran melihat kedatangan seorang wanita yang tidak ie kenal."Ibu siapa ya?" tanya Bu Dian yang saat ini sedang menimang
Dewasa(21+) Romi dan Mutia sudah tiba di Bali. Tiket honeymoon pemberian Elsa tentu saja saja tidak akan dilewatkan oleh keduanya. Ya, Elsa-lah yang memberikan Romi tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan kedua suaminya. Sampai kapan pun Elsa merasa tidak akan bisa membalas semua kebaikan dan juga ketulusan suaminya. Pemuda yang menjadi tersangka atas skandal yang ia susun bersama kekasihnya Kevin. Sebuah foto dikirimkan Mutia pada Elsa sebagai informasi bahwa mereka sudah sampai di kamar pengantin yang dipesan oleh Elsa. Selamat berbulan madu. Itulah pesan yang dibalas oleh Elsa. Mutia memperlihatkan balasan pesan pada suaminya. “Aa yakin kalau Mbak Elsa baik-baik saja? kenapa diterima hadiah bulan madu seminggu ini. Mahal banget loh,. Padahal papa juga mau kasih tiket bulan madu, tapi udah keduluan Mbak Elsa,” kata Mutia tisak enak hati. Romi tersenyum hangat, lalu menarik Mutia dalam pelukannya. “Ing
“Kamu ini, Pa, gak dapat ibunya, tetap saja terobsesi dengan keluarganya. Anak sendiri masih muda, cantik kaya, malah dapatnya suami orang. Nambah anaknya pula.” Rana terus menggerutu di kursi orang tua pengantin. Wanita itu masih tidak ikhlas jika putrinya menikah dengan Romi; anak dari wanita yang dahulunya digilai suaminya. Ditambah posisi Romi saat ini masih istri dari Elsa yang baru tiga puluh dua hari yang lalu melahirkan, tentu saja pernikahan yang seperti terburu-buru ini mengundang banyak gosip di luaran sana. “Ma, anaknya saling suka, kok. Kenapa kita harus gak setuju? Romi itu anak baik. Solatnya rajin dan juga pintar. Dia belum lulus aja udah dapat kerjaan. Pernikahannya dengan Elsa itu kecelakaan, bukan seperti pernikahan lainnya. Mama gak perlu khawatir, anak perempuan kita pasti senang dan bahagia bisa menikah dengan pujaan hatinya.” Levi tersenyum pada para tamu undangan yang sedang berjalan ke arahnya untuk bersalaman. Di seberang kursi orang tua ada L
"Selamat Pak Romi, bayinya lelaki dan lahir dengan selamat, meskipun baru delapan bulan di dalam perut.""Alhamdulillah, apa saya bisa melihat istri saya, Dok? Istri saya beneran gak papa?""Nggak papa, Pak, semuanya sehat selamat. Lagi disiapkan dulu untuk pindah kamar ya. Bayinya juga dibersihkan dulu, baru nanti bisa diazankan.""Berat badannya berapa, Dok?" tanya Bu Diana menyela."Beratnya tiga kilogram lebih dua ons. Panjangnya empat puluh sembilan. Normal semua dan tampan." Romi tersenyum senang sambil menoleh pada mertuanya. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok." Semua orang yang ada di sana ikut senang dengan kabar yang diberikan dokter, termasuk Luisa dan suaminya. Meski mereka tahu yang lahir bukanlah cucu dari benih anak mereka, tetapi mereka tidak keberatan dan tetap menerima Elsa. "Selamat Romi, terima kasih sudah menjaga Elsa dengan baik. Bunda gak sangka anak lelaki Bunda bisa hebat sekali seperti ini," ucap Luisa sembari memeluk putranya. Romi terharu, hingga ad
"Mama gak habis pikir sama kamu, Elsa. Apa maksud kamu membiarkan Romi menikahi gadis bernama Mutia? Romi itu suami kamu. Dia peduli sama kamu, Elsa. Kamu hamil dan dia juga sayang sama anak kamu!" Bu Diana hampir menangis saat mengetahui kabar bahwa Romi baru saja melamar gadis bernama Mutia. "Gak adil buat Romi, Ma. Sampai saat ini saya gak tahu bagaimana saya di masa lalu. Saya juga gak ngerti hubungan saya dan Romi seperti apa. Ternyata Romi punya wanita yang ia suka, begitu juga sebaliknya. Romi terlalu baik, Ma. Gak mungkin Elsa tega mengambil Romi. Setelah anak ini lahir, Elsa akan melepas Romi. Ini sudah keputusan Elsa. Romi pun setuju. Mama gak usah khawatir, Elsa gak papa. Elsa udah anggap Romi itu adik Elsa. Benar dia sayang Elsa, tapi sebagai kakak, bukan pasangan karena Romi menyukai dan mencintai Mutia. Bulan depan mereka akan menikah, dua Minggu menjelang saya HPL, semoga saja berjalan lancar." Bu Dian memijat keningnya. Ia tidak bisa begitu saja merubah keputusan putr
"Mbak Elsa mau tinggal di sini?" Romi menatap Elsa tidak percaya."Iya, mau di sini saja nginep lagi. Rumah bunda kamu adem." Romi merapikan baju kemeja yang hari ini ia pakai ke kampus. Pemuda itu tidak keberatan saat istrinya membantu mengancingkan beberapa kancing kemeja bagian bawah. "Saya mau kuliah.""Iya, yang bilang kamu mau konser itu siapa? Kuliah aja. Aku mau di sini. Ini kan rumah suamiku." Elsa memegang kedua pipi Romi sambil tersenyum."Boleh? Kalau gak boleh, aku cium, nih!" pemuda itu tidak punya pilihan selain setuju. Elsa tertawa, lalu mengambil tas ransel Romi untuk dibawa ke depan."Aku tunggu di ruang makan ya." Romi menatap pintu yang tertutup kembali. Tidak ada debat di jantungnya, seperti bila ia berdekatan dengan Mutia. Murni sikapnya pada Elsa adalah bentuk perhatiannya sebagai suami. Ditambah Elsa yang sedang amnesia bersikap begitu baik, maka tidak ada alasan baginya untuk membalas sikap buruk Elsa sebelum kejadian kecelakaan itu. Gegas ia menyemprotkan p
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su