Romi sampai di rumah jam sepuluh lebih lima belas menit. Jalanan sudah lengang, sehingga lebih cepat sampai di rumah. Pemuda itu membuka pintu dengan anak kunci cadangan yang ia gantung di motornya. Begitu membuka pintu, Romi melihat Elsa sedang tidur di sofa. Pemuda itu tersenyum, merasa terharu dengan apa yang dilakukan oleh istrinya. Jika saja sejak awal mereka menikah Elsa seperti ini, mungkin akan lain cerita.Romi mencuci tangan, menaruh ransel di dalam kamar, serta membiarkan pintu kamar terbuka lebar. Dengan hati-hati sekali Romi menggendong Elsa masuk ke kamar mereka."Kamu udah pulang?" tanya Elsa dengan suara serak."Udah, ini mau mandi." Romi meletakkan Elsa di ranjang, sedangkan ia pergi masuk ke kamar mandi. Elsa pun melanjutkan tidurnya karena ia mengantuk berat. Masih ada obat dari dokter yang ia minum dan obat itu menyebabkan kantuk.Keesokan paginya, seperti biasa, Romi bangun dan mandi. Pemuda itu berangkat ke mushola untuk solat subuh. Namun, seisi rumah istrinya
Traktir aku baso sore ini ya. Nanti aku share lock tempatnya. Kita jarang ketemu di rumah. Ada yang mau aku bicarakan.SendElsa memandangi ponsel barunya. Ponsel lama entah di mana, begitu kata ibunya. Hanya ada kontak keluarga dekat saja, termasuk bibik. Sore ini ia berencana bicara pada Romi atas sikap kaku suaminya itu. Jika memang mereka hanya dijodohkan, maka mereka harus memulainya semua dari awal bukan?RomiSaya selesai jam empat sore. Kita janjian jam lima ya. Kalau bisa tempatnya jangan jauh-jauh dari rumah ya, karena kamu belum benar-benar sembuhElsa tersenyum membaca balasan pesan dari Romi. Walau suaminya cuek saat mereka bertemu, tetapi pada dasarnya pemuda itu perhatian padanya. Oke, SuamikuSendElsa memandangi kamarnya. Ia merasa bosan di rumah, ingin keluar, main ke salon, tetapi oleh mamanya dilarang karena kepalanya masih sensitif. Elsa memutuskan untuk keluar dari kamar dan pergi memberi makan ikan koi yang ada di kolam depan."Permisi, Mbak." Elsa menoleh ter
"Maaf, kamu pasti sibuk ya," kata Elsa tidak enak hati pada Romi yang baru saja tiba di resto tempat mereka janjian. Pemuda itu tersenyum, lalu menggantung ranselnya di punggung kursi. "Nggak, kok. Hari ini saya gak ada kursus, makanya bisa janjian di sini. Kamu udah pesan makan?" tanya Romi yang baru pertama kali masuk ke resto tempat ia dan Elsa janjian hari ini. Elsa menggelengkan kepalanya."Aku lagi tunggu kamu. Kamu belum makan'kan? Aku yang traktir, kamu boleh pesan makan yang kamu suka." "Pantang bagi laki-laki, apalagi suami ditraktir istri yang baru saja sembuh sakit. Gak papa, aku aja yang bayar." "Baiklah, tapi jangan kaget sama harganya." Elsa tertawa pelan. Tentu saja ia mengetahui sampai mana isi kantong suaminya yang masih kuliah. Keduanya memesan makanan. Romi mendadak pucat setelah menemukan harga yang tidak murah untuk satu porsi makanan. Sepertinya uang di dompetnya hanya cukup untuk membayar satu porsi makan dan satu gelas air minum.Ma, transfer-in Romi satu
"Dokter belum membolehkan kamu terlalu lelah. Katanya kalau begituan lelah." Romi menunduk malu."Emangnya kita belum pernah sama sekali? Kenapa kamu bilangnya begituan katanya lelah?" tanya Elsa bingung."Aku masih perawan?" tanya Elsa lagi. Kini Romi yang semakin bingung."Iya, waktu itu kamu datang bulan. Terus tiba-tiba kecelakaan, jadi belum begitu. Terus kata dokter gak boleh capek. Gak papa kok, Elsa, aku gak keberatan sampai kamu sembuh saja. Sudah ya, sudah malam, aku mandi dulu." Romi tidak ingin Elsa curiga, pemuda itu mendaratkan kecupan di kening Elsa, lalu berjalan masuk ke kamar mandi yang berada di dalam kamar mereka. Elsa tersenyum penuh syukur. Suaminya masih muda, tetapi juga sangat bijak. Wanita itu mengganti pakaian perginya dengan baju piyama terusan dengan leher rendah. Bukan ia tidak mau pakai setelan baju piyama celana panjang, tetapi pakaian tidur yang biasa tidak ada di lemarinya. Adanya baju tidur berbahan satin dengan model potongan dada yang rendah. Elsa
Romi mendorong kursi roda yang dinaiki oleh Elsa. Mereka bertiga, Bu Dian, Romi, dan juga Elsa baru saja keluar dari ruangan dokter kandungan. Semua sudah jelas bagi bu Dian, tetapi tidak untuk Romi dan Elsa.Tidak ada pertanyaan apapun yang keluar dari bibir wanita itu sampai Romi kembali berhasil membawanya berbaring di brangkar kamar perawatan VIP."Sekarang apa Mama bisa jelaskan pada Elsa? Apa yang sebenarnya terjadi? Dokter mengatakan kalau Elsa hamil tiga bulan dan sudah berbentuk janin tumbuh di dalam sini. Elsa baru menikah satu bulan dengan Romi, akan terlalu cepat jika Elsa sudah hamil tiga bulan, bahkan sekarang jalan empat bulan. Apa Elsa hamil dengan pria lain, lalu Mama menjodohkan Elsa dengan Romi?" cecar wanita itu berusaha tegar. Bu Dian hanya bisa menunduk. Saat ini, ia tengah berusaha mencari rangkaian kata untuk diucapkan pada putrinya. Ungkapan yang tidak menyinggung ataupun menghakimi. Kondisi Elsa belum seratus persen pulih. Kini, wanita itu menatap Romi dan
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men