Levi terkekeh pelan. Sebuah tawa hampa yang tak sampai mata. Pria yang biasanya selalu berpakaian rapi dengan jas mahal karya desainer ternama yang dijahit khusus untuknya, kini terlihat berbeda berkat pakaian tahanan yang dia kenakan.“Jadi, Luisa merobek cek kosong yang aku tawarkan?”Si pengacara yang hari ini kembali datang ke kantor polisi menjenguk kliennya untuk memberitahu penolakan ajakan damai yang Luisa lakukan beberapa waktu lalu, mengangguk mengiyakan. “Iya, Pak.”“See? Sudah aku katakan sebelumnya bukan? Dia bukan wanita yang mudah silau dengan uang. Memberi seluruh dunia padanya pun tak akan membuat Luisa goyah jika dia sudah memutuskan sesuatu.” Setidaknya begitulah yang Levi tahu soal orang yang pernah berhasil membuatnya tergila-gila sampai rela melakukan apa pun hanya demi bisa memiliki Luisa. Karena itulah Levi tak terkejut dengan kabar yang dibawa oleh pengacaranya mengenai ajakan damai mereka yang gagal dan ditolak mentah-mentah.“Jadi sekarang bagaimana Pa
Dua minggu berlalu dan kini Levi sudah dipindahkan ke polres Pejaten untuk melanjutkan pemeriksa sebum berkasnya masuk ke sidang. Paling tidak, keluarganya masih bisa sering menjenguknya. Ia pun bisa mendapatkan fasilitas presmium jika sedang ingin bercinta dengan Rana, tetapi Rana masih nifas dan memang katanya akan segera selesai. Membayangkan jadi begitu menginginkan Rana, tidak pernah ada dalam benaknya. Benar apa kata orang tua jaman dahulu, cinta datang karena terbiasa. Sayang datang karena dia selalu ada di depan mata. Rana tak pernah merasa seburuk ini. Sepulangnya Rana dari kediaman keluarga Darmono wanita itu menangis semalaman. Bahkan sudah lewat beberapa hari, tetap saja air matanya tak mau berhenti mengalir. Bukan karena permintaannya untuk membiarkan suaminya bebas ditolak mentah-mentah. Pun kalimat-kalimat pedas yang Luisa tunjukkan padanya. Melainkan karena Rana menyadari jika apa yang Luisa katakan hampir semuanya benar. Dia.. begitu egois. Apa yang Luisa ucapkan
"Bapak bawa ini," ujar Pak Ramdan pada Adis. Siang ini ia menjenguk putrinya yang sudah diputuskan bersalah dan harus ditahan selama empat bulan karena kelalaian menyebabkan barang antik di rumah orang rusak. Mau minta tolong pada siapapun sudah tidak bisa karena semua orang sedang ada masalah."Gimana, masih sering bertengkar dengan teman satu sel?" tanya Pak Ramdan."Sudah tidak, Pak, hanya saja mereka berisik dan suka main kartu sampai malam. Saya jadi susah tidur, tapi ya sudahlah, mau gimana lagi, nanya tidur di sel, kalau tidur di hotel lain lagi namanya. Oh iya, Pa, gimana Rana? Lakinya ditangkap juga ya?" Pak Ramdan menghela napas.Adis menertawakan Rana."Lagunya kayak orang paling benar, padahal suaminya sendiri penjahat. Malah pengen bunuh orang. Istri pembunuh aja bangga!" Oceh Adis yang seolah begitu senang dengan kemalangan yang kini menimpa adiknya. Pak Ramdan hanya diam saja tidak berani berkomentar apapun."Iya, ditangkap dan lagi diproses. Mungkin akan lama ditahan k
“Ini kasus yang berbeda, tetapi motifnya sama. Sama-sama terobsesi dengan seorang wanita yang bernama Luisa. Yang muda nekat mencelakai suaminya, sedangkan tersangka yang tua malah menculik target. Kasihan sekali Mbak Luisa ini. Akibat ulah para lelaki gila, ia hampir kehilangan bayi dan juga suami yang hilang ingatan. Ini kasus yang mengerikan dan kita malah terpilih untuk mengurus kasus ini.” Dua irang pria dewasa yang berprofesi sebagai jaksa tengah berbincang-bincang di sebuah kafe setelah mereka mengurus sidang. “Padahal Mbak Luisa ini sudah pakai niqob. Itu tandanya ia sudah sangat tepat menjaga dirinya dari pandangan orang lain, tetapi masih saja ada orang terniat untuk mengganggunya,” kata jaksa satunya lagi.“Menurut, Mas, pria yang dipanggil Juaragan ANdri itu akan dituntu berapa lama?”“Mungkin tidak selama saudara Levi yang jelas aikabt dari perbuatannya sangatlah fatal. Dua minggu lagi akan sidang, semoga saja diberikan kebenaran bagi korban.”“Setuju. Kalau say
"Apa yang harus kita lakukan untuk membantu juragan?" tanya Udin tak semangat pada Yadi. Kedua pemuda itu turut sedih karena majikan mereka tengah sakit parah dan kapan saja Tuhan bisa mengambilnya."Paling kita hanya bisa berdoa yang terbaik untuk juragan. Lagian kalau hidup, juragan akan kesiksa penyakitnya. HIV, ginjal, terus ada paru-paru. Dokter juga bungung mau ngobatin yang mana dulu. Secara gak bisa asal berinteraksi karena juragan kena HIV. Semua alat yang sudah pernah ia gunakan harus dibuang karena gak bisa digunakan kembali oleh orang lain. Baik selimut, bantal, dan baju rumah sakit. Makanya Non Jelita beli selimut banyak sama bantal untuk juragan," jawab Yadi."Bener juga sih, Lu. Kita harus mendoakan yang baik untuk juragan, walau hasilnya nanti tidak baik." Percakapan keduanya didengar oleh Rinai yang sebenarnya tidak begitu jelas dengan masalah yang menimpa Jelita dan papanya. Rinao berjalan ke dapur untuk bertanya pada Mbok Nah."Mbok, katanya juragan sakit HIV, ginja
Suasana ruang sidang sangat menegangkan saat itu sebab hari ini merupakan hari di mana sang hakim akan segera membacakan putusan.Kursi-kursi peserta sidang sudah terisi. Di bagian kanan paling depan, Luisa duduk ditemani Pak Darmono, berharap putusan hakim tidak mengecewakannya. Sementara di bagian kiri, sang ibu dari terdakwa bersama Rana yang merupakan istrinya tengah menangis, tak sanggup menghadapi ini semua. Dan tangis mereka semakin pecah saat Levi yang merupakan terdakwa memasuki ruangan sidang.Suasana tiba-tiba menjadi riuh, para awak media tak mau kehilangan kesempatan untuk mengambil gambar dan video saat Levi memasuki ruangan. Hingga di depan mereka sang hakim akan memulai sidang saat ini, barulah mereka terdiam.Di depan sana hakim ketua membuka sidang seraya menyampaikan bahwa acara sidang kali ini adalah pembacaan putusan. Acara yang sangat ditunggu oleh semua peserta, terutama Luisa. Lagi dan lagi ibu Levi menangis, tak sanggup melihat putranya yang akan segera diberi
Beberapa hari setelah sidang terakhir itu Luisa terus menebar senyuman. Inginnya dia bergembira bersama sang suami, tapi nyatanya dia merasakan itu seorang diri. Abdi bahkan tak mengerti apa yang terjadi beberapa hari ini setelah memperhatikan wanita yang mengaku istrinya itu terlihat tak seperti biasanya.Memang Luisa kini jadi lebih menerima, dia juga lebih semangat membuat ingatan Abdi kembali. Tak seperti sebelumnya yang diam-diam sering menangis, kadang merasa putus asa dan tak bersemangat. Namun, kali ini tidak. Luisa merasa kebahagiaan lainnya di depan mata akan segera menyusul.Sempat terjadi di suatu malam Luisa mencoba mengungkapkan kebahagiaannya itu dengan kembali menggoda sang suami. Namun, begitulah Abdi, keras kepala dan masih saja menganggap Luisa orang asing yang murahan. Tidak seperti sebelumnya terjebak dalam perangkap Luisa, kini Abdi lebih bisa menahan diri dan terus menjaga jarak bahkan setelah melihat tubuh seksi istrinya. Hingga akhirnya tak tahan, Abdi justru
"Maafkan saya," kata Abdi begitu ia tersadar setelah mengarungi samudra dan lautan nikmat bersama sang Istri yang juga kelelahan bersamanya."Kamu itu suamiku. Jadi ngapain minta maaf? Lagian ini kewajiban kamu juga kasih nafkah sama aku." Luisa berbalik sambil memeluk guling. Ia sudah membersihkan tubuhnya, bahkan langsung mandi hadas besar, tetapi suaminya belum. Abdi masih merenung memikirkan apa yang telah mereka lalui."Maafkan saya karena belum bisa kembali seperti Abdi yang kamu kenal," katanya lagi. Luisa berbalik, lalu tersenyum."Mandi, lalu tidur. Biar besok segar lagi. Aku juga ngantuk. Suamiku perkasa sekali sampai-sampai aku kelelahan he he he ...." Luisa sudah bodo amat dengan ekspresi suaminya. Ia tidak tahan lagi untuk memejamkan mata karena ini sudah sangat malam. Keesokan paginya, Luisa keluar dari kamar dengan tubuh yang segar. Begitu juga Abdi. Mereka bergabung dengan Pak Darmono dan Nisa di ruang makan. Sudah ada bibik yang datang jam setengah enam pagi, lalu pu