Levi melihat wajah Rana yang bingung mencerna apa yang sebenarnya terjadi saat petugas kepolisian sudah memborgol kedua tangannya.“Pa,” panggil wanita itu menuntut penjelasan. Ia masih bingung dan mulutnya setengah terbuka untuk mengatakan sesuatu, tetapi seperti terkunci.Ada rasa yang berbeda dalam diri seorang Levi, seolah pria itu sudah menduga cepat atau lambat ini semua kan terjadi. Hanya saja, kenapa di saat ia ingin benar-benar menikmati manisnya saling mencintai dengan pasangan? Biasanya, ia yang selalu tergila-gila pada wanita, hingga melakukan semua cara untuk mendapatkan wanita itu, tetapi kini dirinya bisa ikut merasakan bagaimana indah mencicipi perasaan yang saling berbalas“Anda bisa ikut menggunakan hak Anda untuk diam atau pun memanggil pengacara untuk membela diri.”Rana tak bisa menahan air matanya saat melihat Levi dibawa pergi tanpa sempat melontarkan satu patah pun. Pria itu begitu pasrah mengikuti kedua petugas kepolisian menuju mobil dinas.Mengapa semua ini
Giliran empat petugas kepolisian sudah tiba di rumah sakit, tempat Juragan Andri ditangkap. Mereka tentu saja tidak bisa masuk karena tingkat penularan masih tinggi. Juragan Andri pun terpaksa memakai oksigen karena stres mengetahui dirinya akan ditangkap polisi karena kasus penculikan. Empat orang polisi itu berbicara dengan dua orang dokter yang memeriksa Juragan Andri dan juga ditemani dua orang perawat. Pihak kepolisian masih belum percaya seratus persen karena mengetahui sepak terjangnya juragan yang dengan mudah membayar orang. Untuk sekelas dokter sekali pun."Mari, mungkin Bapak-bapak bisa ikut ke ruangan saya saja!" Kata dokter wanita yang usianya mendekati lima puluh tahun. Dokter senior yang sangat dihormati di rumah sakit itu."Bicara di koridor seperti ini kurang nyaman. Jadi nanti kami akan lampirkan laporan kesehatan Pak Andri." Empat orang polisi itu pun akhirnya ikut ke ruangan dokter. Jelita ditemani Bu Gina pun ikut juga. Hanya Syabil yang berada di koridor yang me
Dua hari berlalu. Luisa yah masih bersikap cuek pada Abdi, hanya meladeni pria itu seperlunya saja. Selebihnya ia masa bodo. Abdi pun menjadi nampa sungkan, karena Luisa menjaga jarak darinya.Kring! Kring! "Halo, Pa, gimana? ""Luisa, kita harus segera berangkat ke Yogyakarta. Kamu udah waktunya dimintai keterangan. Sedikit repot memang, tapi harus kita jalani.""Oke, Pa. Kapan kita harus berangkat? Biar saya siapkan bajunya juga.""Papa masih di rumah teman Papa. Dua jam lagi Papa jemput. Minta Nisa siapkan dua stel baju pergi dam satu stel baju tidur . Papa rasa ga cukup satu hari kita di sana. Lebih baik jaga-jaga bawa baju lebih. Abdi biarkan sama Nisa saja. Nanti juga tetap ada Asih yah ke ruma untuk membantu Nisa beres-beres. Oke, Papa lanjut lagi ya. Kamu siap-siap saja. Kita naik kereta yang jam empat sore.""Siap, Pa." Luisa menutup panggilan dari papanya. Abdi yang duduk tidak jauh dari Luisa, tentu mendengar percakapan istrinya itu. "Mau ke mana? " tanya Abdi. "Orang y
Levi terkekeh pelan. Sebuah tawa hampa yang tak sampai mata. Pria yang biasanya selalu berpakaian rapi dengan jas mahal karya desainer ternama yang dijahit khusus untuknya, kini terlihat berbeda berkat pakaian tahanan yang dia kenakan.“Jadi, Luisa merobek cek kosong yang aku tawarkan?”Si pengacara yang hari ini kembali datang ke kantor polisi menjenguk kliennya untuk memberitahu penolakan ajakan damai yang Luisa lakukan beberapa waktu lalu, mengangguk mengiyakan. “Iya, Pak.”“See? Sudah aku katakan sebelumnya bukan? Dia bukan wanita yang mudah silau dengan uang. Memberi seluruh dunia padanya pun tak akan membuat Luisa goyah jika dia sudah memutuskan sesuatu.” Setidaknya begitulah yang Levi tahu soal orang yang pernah berhasil membuatnya tergila-gila sampai rela melakukan apa pun hanya demi bisa memiliki Luisa. Karena itulah Levi tak terkejut dengan kabar yang dibawa oleh pengacaranya mengenai ajakan damai mereka yang gagal dan ditolak mentah-mentah.“Jadi sekarang bagaimana Pa
Dua minggu berlalu dan kini Levi sudah dipindahkan ke polres Pejaten untuk melanjutkan pemeriksa sebum berkasnya masuk ke sidang. Paling tidak, keluarganya masih bisa sering menjenguknya. Ia pun bisa mendapatkan fasilitas presmium jika sedang ingin bercinta dengan Rana, tetapi Rana masih nifas dan memang katanya akan segera selesai. Membayangkan jadi begitu menginginkan Rana, tidak pernah ada dalam benaknya. Benar apa kata orang tua jaman dahulu, cinta datang karena terbiasa. Sayang datang karena dia selalu ada di depan mata. Rana tak pernah merasa seburuk ini. Sepulangnya Rana dari kediaman keluarga Darmono wanita itu menangis semalaman. Bahkan sudah lewat beberapa hari, tetap saja air matanya tak mau berhenti mengalir. Bukan karena permintaannya untuk membiarkan suaminya bebas ditolak mentah-mentah. Pun kalimat-kalimat pedas yang Luisa tunjukkan padanya. Melainkan karena Rana menyadari jika apa yang Luisa katakan hampir semuanya benar. Dia.. begitu egois. Apa yang Luisa ucapkan
"Bapak bawa ini," ujar Pak Ramdan pada Adis. Siang ini ia menjenguk putrinya yang sudah diputuskan bersalah dan harus ditahan selama empat bulan karena kelalaian menyebabkan barang antik di rumah orang rusak. Mau minta tolong pada siapapun sudah tidak bisa karena semua orang sedang ada masalah."Gimana, masih sering bertengkar dengan teman satu sel?" tanya Pak Ramdan."Sudah tidak, Pak, hanya saja mereka berisik dan suka main kartu sampai malam. Saya jadi susah tidur, tapi ya sudahlah, mau gimana lagi, nanya tidur di sel, kalau tidur di hotel lain lagi namanya. Oh iya, Pa, gimana Rana? Lakinya ditangkap juga ya?" Pak Ramdan menghela napas.Adis menertawakan Rana."Lagunya kayak orang paling benar, padahal suaminya sendiri penjahat. Malah pengen bunuh orang. Istri pembunuh aja bangga!" Oceh Adis yang seolah begitu senang dengan kemalangan yang kini menimpa adiknya. Pak Ramdan hanya diam saja tidak berani berkomentar apapun."Iya, ditangkap dan lagi diproses. Mungkin akan lama ditahan k
“Ini kasus yang berbeda, tetapi motifnya sama. Sama-sama terobsesi dengan seorang wanita yang bernama Luisa. Yang muda nekat mencelakai suaminya, sedangkan tersangka yang tua malah menculik target. Kasihan sekali Mbak Luisa ini. Akibat ulah para lelaki gila, ia hampir kehilangan bayi dan juga suami yang hilang ingatan. Ini kasus yang mengerikan dan kita malah terpilih untuk mengurus kasus ini.” Dua irang pria dewasa yang berprofesi sebagai jaksa tengah berbincang-bincang di sebuah kafe setelah mereka mengurus sidang. “Padahal Mbak Luisa ini sudah pakai niqob. Itu tandanya ia sudah sangat tepat menjaga dirinya dari pandangan orang lain, tetapi masih saja ada orang terniat untuk mengganggunya,” kata jaksa satunya lagi.“Menurut, Mas, pria yang dipanggil Juaragan ANdri itu akan dituntu berapa lama?”“Mungkin tidak selama saudara Levi yang jelas aikabt dari perbuatannya sangatlah fatal. Dua minggu lagi akan sidang, semoga saja diberikan kebenaran bagi korban.”“Setuju. Kalau say
"Apa yang harus kita lakukan untuk membantu juragan?" tanya Udin tak semangat pada Yadi. Kedua pemuda itu turut sedih karena majikan mereka tengah sakit parah dan kapan saja Tuhan bisa mengambilnya."Paling kita hanya bisa berdoa yang terbaik untuk juragan. Lagian kalau hidup, juragan akan kesiksa penyakitnya. HIV, ginjal, terus ada paru-paru. Dokter juga bungung mau ngobatin yang mana dulu. Secara gak bisa asal berinteraksi karena juragan kena HIV. Semua alat yang sudah pernah ia gunakan harus dibuang karena gak bisa digunakan kembali oleh orang lain. Baik selimut, bantal, dan baju rumah sakit. Makanya Non Jelita beli selimut banyak sama bantal untuk juragan," jawab Yadi."Bener juga sih, Lu. Kita harus mendoakan yang baik untuk juragan, walau hasilnya nanti tidak baik." Percakapan keduanya didengar oleh Rinai yang sebenarnya tidak begitu jelas dengan masalah yang menimpa Jelita dan papanya. Rinao berjalan ke dapur untuk bertanya pada Mbok Nah."Mbok, katanya juragan sakit HIV, ginja
"Ma, Kevin gak bersalah, Ma. Wanita itu memfitnah Kevin. Kevin gak tahu apa-apa soal Dion dan Kevin gak kenal wanita itu!" Kevin terus merengek pada mamanya dari balik jeruji besi. "Mama justru bingung sama kamu. Kalau kamu gak kenal, kenapa wanita bernama Elsa itu punya semua buktinya? Dia sampai punya struk pembayaran hotel, villa, bukti chat ponsel, bukti transfer, dan rekaman suara kamu berencana mencelakai lelaki bernama Dion. Mama gak bisa bantu kamu, Kevin. Mama harap kamu bertaubat! Pantas Tuhan tidak ijinkan Mama berbesan dengan Bu Rana, ternyata emang anak Mama yang gak pantas bersanding dengan putri mereka.""Mama, semua itu fitnah! Mama harus percaya Kevin." Namun yang dilakukan wanita adalah segera beranjak dari penjara. Tujuannya hari ini adalah pergi ke rumah orang tua Elsa. Ya, ia harus mendengar cerita tentang Elsa dan juga Kevin.Bu Dian terheran-heran melihat kedatangan seorang wanita yang tidak ie kenal."Ibu siapa ya?" tanya Bu Dian yang saat ini sedang menimang
Dewasa(21+) Romi dan Mutia sudah tiba di Bali. Tiket honeymoon pemberian Elsa tentu saja saja tidak akan dilewatkan oleh keduanya. Ya, Elsa-lah yang memberikan Romi tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan kedua suaminya. Sampai kapan pun Elsa merasa tidak akan bisa membalas semua kebaikan dan juga ketulusan suaminya. Pemuda yang menjadi tersangka atas skandal yang ia susun bersama kekasihnya Kevin. Sebuah foto dikirimkan Mutia pada Elsa sebagai informasi bahwa mereka sudah sampai di kamar pengantin yang dipesan oleh Elsa. Selamat berbulan madu. Itulah pesan yang dibalas oleh Elsa. Mutia memperlihatkan balasan pesan pada suaminya. “Aa yakin kalau Mbak Elsa baik-baik saja? kenapa diterima hadiah bulan madu seminggu ini. Mahal banget loh,. Padahal papa juga mau kasih tiket bulan madu, tapi udah keduluan Mbak Elsa,” kata Mutia tisak enak hati. Romi tersenyum hangat, lalu menarik Mutia dalam pelukannya. “Ing
“Kamu ini, Pa, gak dapat ibunya, tetap saja terobsesi dengan keluarganya. Anak sendiri masih muda, cantik kaya, malah dapatnya suami orang. Nambah anaknya pula.” Rana terus menggerutu di kursi orang tua pengantin. Wanita itu masih tidak ikhlas jika putrinya menikah dengan Romi; anak dari wanita yang dahulunya digilai suaminya. Ditambah posisi Romi saat ini masih istri dari Elsa yang baru tiga puluh dua hari yang lalu melahirkan, tentu saja pernikahan yang seperti terburu-buru ini mengundang banyak gosip di luaran sana. “Ma, anaknya saling suka, kok. Kenapa kita harus gak setuju? Romi itu anak baik. Solatnya rajin dan juga pintar. Dia belum lulus aja udah dapat kerjaan. Pernikahannya dengan Elsa itu kecelakaan, bukan seperti pernikahan lainnya. Mama gak perlu khawatir, anak perempuan kita pasti senang dan bahagia bisa menikah dengan pujaan hatinya.” Levi tersenyum pada para tamu undangan yang sedang berjalan ke arahnya untuk bersalaman. Di seberang kursi orang tua ada L
"Selamat Pak Romi, bayinya lelaki dan lahir dengan selamat, meskipun baru delapan bulan di dalam perut.""Alhamdulillah, apa saya bisa melihat istri saya, Dok? Istri saya beneran gak papa?""Nggak papa, Pak, semuanya sehat selamat. Lagi disiapkan dulu untuk pindah kamar ya. Bayinya juga dibersihkan dulu, baru nanti bisa diazankan.""Berat badannya berapa, Dok?" tanya Bu Diana menyela."Beratnya tiga kilogram lebih dua ons. Panjangnya empat puluh sembilan. Normal semua dan tampan." Romi tersenyum senang sambil menoleh pada mertuanya. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok." Semua orang yang ada di sana ikut senang dengan kabar yang diberikan dokter, termasuk Luisa dan suaminya. Meski mereka tahu yang lahir bukanlah cucu dari benih anak mereka, tetapi mereka tidak keberatan dan tetap menerima Elsa. "Selamat Romi, terima kasih sudah menjaga Elsa dengan baik. Bunda gak sangka anak lelaki Bunda bisa hebat sekali seperti ini," ucap Luisa sembari memeluk putranya. Romi terharu, hingga ad
"Mama gak habis pikir sama kamu, Elsa. Apa maksud kamu membiarkan Romi menikahi gadis bernama Mutia? Romi itu suami kamu. Dia peduli sama kamu, Elsa. Kamu hamil dan dia juga sayang sama anak kamu!" Bu Diana hampir menangis saat mengetahui kabar bahwa Romi baru saja melamar gadis bernama Mutia. "Gak adil buat Romi, Ma. Sampai saat ini saya gak tahu bagaimana saya di masa lalu. Saya juga gak ngerti hubungan saya dan Romi seperti apa. Ternyata Romi punya wanita yang ia suka, begitu juga sebaliknya. Romi terlalu baik, Ma. Gak mungkin Elsa tega mengambil Romi. Setelah anak ini lahir, Elsa akan melepas Romi. Ini sudah keputusan Elsa. Romi pun setuju. Mama gak usah khawatir, Elsa gak papa. Elsa udah anggap Romi itu adik Elsa. Benar dia sayang Elsa, tapi sebagai kakak, bukan pasangan karena Romi menyukai dan mencintai Mutia. Bulan depan mereka akan menikah, dua Minggu menjelang saya HPL, semoga saja berjalan lancar." Bu Dian memijat keningnya. Ia tidak bisa begitu saja merubah keputusan putr
"Mbak Elsa mau tinggal di sini?" Romi menatap Elsa tidak percaya."Iya, mau di sini saja nginep lagi. Rumah bunda kamu adem." Romi merapikan baju kemeja yang hari ini ia pakai ke kampus. Pemuda itu tidak keberatan saat istrinya membantu mengancingkan beberapa kancing kemeja bagian bawah. "Saya mau kuliah.""Iya, yang bilang kamu mau konser itu siapa? Kuliah aja. Aku mau di sini. Ini kan rumah suamiku." Elsa memegang kedua pipi Romi sambil tersenyum."Boleh? Kalau gak boleh, aku cium, nih!" pemuda itu tidak punya pilihan selain setuju. Elsa tertawa, lalu mengambil tas ransel Romi untuk dibawa ke depan."Aku tunggu di ruang makan ya." Romi menatap pintu yang tertutup kembali. Tidak ada debat di jantungnya, seperti bila ia berdekatan dengan Mutia. Murni sikapnya pada Elsa adalah bentuk perhatiannya sebagai suami. Ditambah Elsa yang sedang amnesia bersikap begitu baik, maka tidak ada alasan baginya untuk membalas sikap buruk Elsa sebelum kejadian kecelakaan itu. Gegas ia menyemprotkan p
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su