"Hei, apa yang kalian lakukan? Saya nyonya rumah ini. Hei, lepaskan! Turunkan saya, saya gak perlu dibawa begini, emangnya saya maling?!" Teriak Adis tidak terima. Katakan ia malu luar biasa karena teriakannya mengundang para tetangga kanan dan kiri menjadiknanya pusat perhatian."Kamu calon maling! Enak saja tidak mau keluar dari rumah saya. Jelas-jelas kamu hanya nikah siri dan gak tahu juga sampai sekarang masih mau dipake apa nggak sama papa saya. Bawa wanita ini pergi, Pak! Saya gak mau ada ular di rumah ini!" Adis tentu saja tidak bisa melawan tenaga dua orang lelaki bertubuh besar yang saat ini menariknya untuk masuk ke dalam mobil pemadam kebakaran."Dasar gila! Pantesan laki kamu mati karena punya istri gila seperti kamu! Kamu gila Jelita!" Teriakan Adis membuat Jelita mengepalkan tangan. Ia harus bisa mengontrol emosi karena ia sedang hamil. Jangan sampai ia malah memukuli Adis karena perkataan wanita itu yang sangat kasar."Jangan kembali lagi ke sini sebelum kamu bawa buku
Adis benar-benar diturunkan di kuburan oleh pemadam, padahal Jelita bermaksud bercanda, tetapi karena ia tidak konfirmasi lagi, sehingga Adis benar-benar diturunkan di depan pemakaman oleh dua petugas pemadam kebakaran. "Hey, bangsat kalian! Saya akan ingat wajah kalian biar kalian saya santet nanti!" Teriakan Adis begitu memilukan. Sudah jam sembilan malam dan ujung kampung Gang Kancil sudah pasti sepi dari warga yang berlalu-lalang. Area pemakaman pun jauh dari pemukiman warga, sehingga Aris benar-benar sendirian di daerah menyeramkan itu. Sayangnya, Adis tidak begitu mengenal Kampung Kancil yang berada di dekat hutan lindung yang amat lebat, sehingga ia malah salah jalan. Wanita itu malah masuk ke dalam hutan, semakin dalam dan semakin dalam.Tok! Tok!"Pak, Pak Ramdan!" Suara seorang anak kecil mengetuk pintu rumah bapak dari Adis itu dengan tak sabar. "Pak Ramdan,Mbak Adis dibawa mobil pemadam! Pak, cepat!" Seperti mendengar nama putrinya disebut, Pak Ramdan yang sedang buang
Pencarian pun dimulai. Kali ini dibantu oleh aparat lingkungan, serta satu orang petugas kepolisian yang kebetulan sedang pulang kampung ke Kampung Kancil. Pria bertubuh tinggi kekar itu yang memimpin pencarian Adis. Ada sekitar sepuluh orang, sudah termasuk Pak Ramdan yang terus masuk ke dalam hutan mencari keberadaan putrinya. Sepuluh orang itu mencari hingga waktu malam berganti hampir subuh, karena tidak ada tanda-tanda, maka mereka pun memutuskan pulang, lalu meminta bantuan aparat polisi di kota untuk mencari Adis. Tentu saja Pak Ramdan harus merelakan tabungan yang ia hemat-hemat untuk membayar petugas yang akan mencari anaknya setelah langit terang.Kabar hilangnya Adis pun menyebar. Semua orang Kampung Kancil membuat status tentang hilangnya Adis.Ngeri, keluar dari rumah suami, langsung hilang bak ditelan bumi.Jaman sekarang banyak anak muda ingin cepat kaya dengan cara menikah dengan duda kaya. Tahunya malah dapat petaka. Semoga anak Pak Ramdan ditemukan selamat walau ji
"Udah berapa lama kamu pacaran sama Syabil kalau saya boleh tahu?" tanya Jelita saat Rinai yang hari ini mulai bekerja dan sedang memijat kaki Jelita."Udah lama, Nyonya. Sejak SD mungkin. SD kelas satu." Jelita terkejut."SD? Emangnya SD udah pacaran?" tanya Jelita bingung. Saat SD ia sibuk kursus ini itu. Les pelajaran ini dan itu, tidak mengerti yang namanya pacaran."Udah kalau saya dan Syabil, Nyonya." Rinai merah merona wajahnya. "Aduh, masih kecil kenapa pacaran? Emangnya gak dimarahin orang tua?" "Pacarannya di gubuk, Nyonya." "Hah, di gubuk?" Jelita menelan ludahnya. Syabil benar-benar buaya darat sejak ingusan. Awas kamu, Syabil!"Ngapain?" tanya Jelita penasaran. Ia membetulkan duduknya di sofa agar lebih tegak."Main monopoli. Kadang juga kupas kacang tanah dari kulitnya. Pernah juga bikin kerupuk.""Ooh, kirain!" Jelita menghela napas lega. Baru saja ia ingin memukuli Syabil, ternyata di gubuk hanya mainan anak-anak saja."Tapi kadang-kadang sambil pegang-pegang saya j
"Cepat masuk kolong!" Bisik Jelita sembari menekan tubuh Syabil agar bersembunyi di bawah ranjang kayu ukir miliknya. Untung saja seprei yang digunakan seprei rumbai yang menutup sampai bagian bawah, sehingga tidak akan tahu kalau ada yang bersembunyi di sana."Sebentar." Jelita berjalan untuk membukakan pintu. "Ini, Nyonya. Saya bawakan piringnya juga." Rinai memberikan makanan itu pada Jelita. "Makasih, Rinai, saya lupa tadi minta tolong lagi sama kamu. Tiba-tiba ingin makan bubur ayam yang mangkal di sebrang Indongaret. Tolong belikan lagi ya. Uangnya masih ada apa kurang?" Rinai memperlihatkan uang dua puluh ribu di tangannya."Nah, masih cukup. Beli bubur ayam setengah pakai sate telur puyuh. Sisa uangnya ambil kamu aja.""Baik, Nyonya, saya pamit beli bubur dulu.""Iya, makasih ya." Pintu itu kembali tertutup. Jelita menghela napas panjang. Lalu ia mengintip dari jendela untuk memastikan bahwa Rinai sudah pergi dari rumahnya."Syabil, Rinai udah pergi lagi. Udah keluar sekaran
"Halo, Rana, Bapak pinjam duit sama mertua kamu seratus juta.""Hah, seratus juta? Buat apaan, Pak?" Rana gemetar mendengar kata seratus juta keluar dari bibir bapaknya."Buat cari Adis sama buat memenjarakan anak Juragan Andri. Bapak mau menuntut balas. Kamu kan disayang mertua, pasti mertua kam mau minjemin. Seratus juta itu bagaikan kotoran di ujung kuku mereka. Bapak butuh cepat, besok kalau bisa."Rana tertawa di seberang telepon sana."Pak, sebulan setengah lagi Rana udah jadi mantan menantu Bu Hera. Uang seratus juta dalam waktu sebelum setengah emangnya bisa Bapak kembalikan? Jangan aneh-aneh! Segala mau memenjarakan anak juragan. Bisa-bisa Bapak sama Mbak Adis masuk penjara dan saya gak bisa bebasin. Mertua Rana udah bantu kirim orang untuk mencari Mbak Adis, jadi gak perlu uang seratus juta. Bapak cukup bantu cari, jangan nambah masalah. Makanya anak jangan sembarangan diijinkan menikah, apalagi dengan bandit. Udah ya, Pak, Rana mau ke rumah sakit."Untunglah ibu mertuanya s
"Tolong bantu saya temukan Adis, Nyai. Adis tersesat di hutan. Saya tahu pasti anak saya disesatkan oleh jin penunggu hutan." Pak Ramdan memohon pada Nyai Larsih untuk menemukan putrinya. "Jin tidak akan iseng kalau orang baik yang tersesat. Sifat iri dan dengki Adis begitu kuat. Dari foto saja aku bisa baca aura sifat tidak baik anak sulung kamu itu. Aku gak bisa bantu kalau udah masuk ke hutan karena udah beda lagi timnya. Bukan masalah uang, tapi memang gak bisa. Minta tolong bantuan polisi saja. Kalau terlalu lama di hutan, khawatirnya tinggal bajunya saja yang compang-camping. Adis bisa dimakan hewan buas." Nyai Larsih menggelengkan kepala dengan tegas. Ia bukan tidak mau membantu, tetapi ia tidak bisa. Jin pemilik hutan sangat kuat dan tidak tertandingi, sehingga bukan tanahnya untuk mencari musuh dengan bangsa jin hutan."Jadi Nyai gak bisa bantu?" tanya Pak Ramdan yang lemas tak berdaya."Iya, usah sana kamu pulang dan cari Adis. Ini sudah sore, bentar lagi langit gelap. Hu
"Pa, bagaimana, apa sudah ada kabar siapa yang menyekap Luisa?" tanya Nisa saat menghidangkan makan sore untuk suaminya. Pak Darmono menggelengkan kepala dengan lemah."Entah harus menunggu berapa bulan mungkin, baru ketahuan siapa yang menyekap Luisa. Sopir taksi online yang membawa Luisa pun belum diketahui ada di mana. Lelaki itu padahal kuncinya. Jika saja lelaki itu bisa ditangkap, maka akan ketahuan siapa bilang keladinya." Nisa pun hanya bisa menghela napas. "Kamu gak papa malam ini menunggui Luisa di rumah sakit?" tanya Pak Darmono."Pasien kita ada dua, Pa. Malam ini saya tungguin Luisa gak papa. Besok malam giliran Papa. Oh, iya, saya lupa waktu Non Luisa pernah hamil, apakah gampang stres juga?""Iya, pasti stres dengan utang suaminya. Makanya terus keguguran. Kalau yang ini sepertinya Luisa lebih semangat. Mudah-mudahan lusa sudah boleh turun dari ranjang. Luisa juga udah kangen sama suaminya. Mau ngajak ngobrol katanya.""Mudah-mudahan ya, Pa. Semoga Luisa lekas selesai