“Satu, dua, tiga! Gol!” pekik para pelayan rumah ketika melihat Daniel Dash si bintang basket berhasil memasukkan bola ke dalam ring dengan sempurna. Ia terlihat lebih bugar usai diharuskan tirah baring berhari-hari di rumah sakit. Mau tak mau selama menjalani pemulihan, Daniel dipaksa pulang ke kediaman ayahnya dan berhenti sejenak dari aktifitasnya sebagai seorang barista. Terpaksa karena kesehatan yang kurang stabil, Daniel mengubur asanya terlebih dahulu. Kamil yang asik menyiangi rumput bersorak terkagum-kagum melihat kepiawaian Daniel menaklukan ring basket. Jari jemarinya yang bertekstur kasar hingga tanpa sadar meraup apa saja selain rumput liar, batu, kerikil dan belukar. Saking gemas menyaksikan Daniel Dash bermain bola basket secara solo. Jono tak kalah terbius melihat aksi yang memukau tersebut, hingga mulutnya menganga tanpa sadar dan ia ikut terengah-engah melihat pergerakan yang lincah dan gesit Daniel yang memantul-mantulkan bola untuk kemudian melakukan shooting. Bo
“Maafkan Mas, Sayang, sempat meragukanmu,” Darren menatap istrinya yang tengah memegang sehelai kertas hasil lab pemeriksaan tes DNA. Nuha tampaknya sedang gusar. Terlihat dari air mukanya yang mendung. Sebelumnya Nuha merasa puas dengan hasil tes tersebut yang menunjukan bahwa bayi yang meninggal bukanlah Farah. Namun sedetik kemudian ia merasa risau sebab keberadaan Farah belum diketahui. Sebagai seorang ibu, ia mengkhawatirkan Farah jatuh pada orang yang salah. Atau kemungkinan terburuk Farah dijual oleh mafia perdagangan anak. Bergidik ngeri Nuha membayangkan hal terburuk terjadi padanya. Sepulang Kombes Heru dan adiknya Brimob Risma, Darren, Nuha, Daniel dan Salwa berkumpul di ruang tamu untuk membahas soal kelanjutan kasus yang menimpa Farah. “Tak apa, Mas. Aku hanya merasa khawatir saja takut Farah dijual atau apa. Naudzubillah,” tukas Nuha menaruh secarik kertas itu ke atas meja. Sempat terpikir jika pelakunya ialah Adisty tetapi setelah tahu dari tetangganya bahwa Adisty
Tak biasanya Daniel bangun pagi bahkan tanpa memasang alarm. Suasana hatinya sangat baik dan tubuhnya terasa ringan. Di depan wastafel ia mencuci wajahnya dengan facial foam dan menggosok gigi. Kemudian ia menyambar handuk langsung pergi ke kamar mandi. Di bawah shower Ia membasuh sekujur tubuhnya dengan air dingin kemudian menyabuni tubuhnya dengan sabun cair beraroma lemon serta tak lupa keramas.Usai membersihkan diri ia tersenyum sendiri menatap pantulan wajahnya di depan cermin. Betapa menggelikan mimpi yang ia alami semalam hingga membuatnya harus memaksakan diri bergelut dengan hawa dingin kota hujan dan guyuran air shower yang menusuk-nusuk hingga tulang belakang.Ia memakai handuk sepinggang dan mengusak rambutnya yang basah dengan handuk kecil sembari sedikit bersiul dan sesekali menggumamkan lagu-lagu romance.Setelah mandi tanpa mengambil tempo ia beranjak menuju walk in closet, memilah dan memilih pakaian apa yang cocok untuk ia kenakan hari itu. Daniel kembali menjadi se
Darren mengecek beberapa kali nomor yang ia simpan sebagai nomor seorang pria yang mengadopsi Farah. Ia mencocokan nomor yang tertera dalam berkas dengan nomor yang ia tekan pada kontak di dalam ponselnya.Nomor yang Darren simpan sama sekali tak keliru. Kesimpulannya nomor sang orang tua asuh ialah tak lain dan tak bukan Wirabangsa, seorang pengusaha berasal dari Pulau Lombok yang sudah memiliki janji temu dengan dirinya sore nanti.Melihat raut wajah kakaknya yang terlihat bingung, Daniel menepuk pundaknya pelan sedangkan Detektif Bono yang ingin dipanggil Detektif Bon mirip tokoh Detektif James Bond* ikut menatapnya dengan penasaran.“Apa ada informasi yang keliru Pak Darren?” tanya Detektif Bon. “Alamat dan nomor telepon?”Darren menelan saliva yang terasa gersang. Tak percaya dengan takdir yang menghampirinya. Alih-alih menjawab pertanyaan sang detektif eksentrik itu, ia balik bertanya. “Apakah aku bisa bertemu dengan Natasya dan Jared? Aku hanya ingin berbincang langsung dengan
Tiga buah mobil dan dua buah motor serta patwal di belakangnya tiba di sebuah kompleks perumahan asri di kota Bandung. Rombongan pertama terdiri dari Wirabangsa dan asistennya.Rombongan ke dua terdiri dari Darren Dash, Nuha, Asyraf, Salwa dan Mutia. Rombongan ke tiga terdiri dari Daniel, Jonathan, Kinan, Bik Ningsih dan Pak Li. Di belakang mereka dua buah motor yang dikemudikan oleh Riko dan Raka. Patwal berada di rombongan paling belakang. Ide Jonathan memboyong seluruh keluarganya demi menemui Farah.Kedatangan mereka menarik atensi semua orang termasuk para penghuni kompleks. Mereka penasaran mengapa ada mobil mewah yang memasuki area perumahan. Namun melihat salah satu mobil SUV milik warga di sana, yang tak lain mertua Wirabangsa mereka langsung mengira jika mobil-mobil mewah tersebut merupakan tamu Wirabangsa.Mereka turun dan mengikuti langkah Wirabangsa yang sudah lebih dulu. Wirabangsa telah menghubungi istrinya soal apa yang terjadi ketika dirinya bertatap muka dengan Darre
Seorang gadis tengah berjalan sendirian tengah malam dengan menggendong tas ransel di pundaknya. Tubuhnya terasa lesu dan kakinya terasa lemas. Ia sudah berjalan cukup jauh dan saat yang sama ia bingung mau pergi kemana karena kehabisan ongkos. Dompet satu-satunya yang ia miliki raib digondol copet.Gerakan copet itu mahir dan gesit. Ia pandai membaca situasi. Ketika gadis itu setengah mengantuk, ia beraksi dengan mengerahkan rekannya yang lain untuk membuat sebuah sandiwara. Seorang penumpang angkot. Wanita bertubuh gempal berpura-pura muntah kemudian menyebabkan penumpang lainnya berfokus padanya termasuk dirinya. Pada saat itulah copet berulah mencuri dompet gadis itu yang ia simpan dalam tas ranselnya.Ia pun mencoba menghubungi sahabatnya karena memang tujuan kedatangannya ialah rumah sahabatnya. Sayang, ketika mengunjungi rumah sahabatnya, sahabatnya tak ada di rumah sebab ia berada di rumah kakaknya.“Aish, aku harus kemana? Mana kehabisan ongkos. Mana baterai ponsel habis,” g
“Hei, kau anaknya Mandor Soleh?” sapa seorang pria dewasa berkacamata. Ia menghampiri Neng Mas yang diam termangu di halte bus sendirian. Satu per satu orang di sana sudah berangsur pergi untuk menaiki bus yang lewat.Neng Mas mendongak untuk melihat siapa yang menyapanya. Seketika ia terkesiap menatap pria dewasa familiar yang menyapanya.“Kau? Guru di MA Al Fatma?” seru Neng Mas menerka-nerka pria yang berpenampilan rapi di depannya. Ia merasa senang bisa bertemu seseorang yang mungkin bisa menjadi pahlawan yang menawari bantuan padanya.Pria itu tersenyum dan menggeleng pelan. “Ah, ya, kau itu petugas sensus kecamatan?” kata Neng Mas lagi sembari memindai pria berwajah campuran itu.Pria itu menggeleng lagi.“Hem, siapa ya? Satpam sekolah? Manager Bank Anti riba? Brimob?”EhemPria berwajah teduh tersebut berdehem. “Saya Ernest. Dokter Ernest,” tukasnya dengan kekehan kecil.“Ah, aku ingat, Dokter Ernest dokter kandungan yang bantuin Mama lahiran ya?” “Bukan, Neng. Saya dokter Er
Baik Salwa dan Neng Mas terkejut atas kedatangan empat orang gadis menghampiri meja mereka. Mengapa mereka bersikap buruk lagi pada Salwa. Padahal mereka jelas-jelas ikut membesuk Salwa bersama OSIS ke rumahnya. Rupanya mereka tetaplah para pembully. “Karma apa?” tanya Lisayanti bersedekap dada dan menelengkan matanya tajam ke arah Salwa. “Karma karena telah mematahkan tanganku!”Salwa malas ribut. Ia memilih tak menanggapi mereka. PrangSebuah tendangan menghantam tongkat kruk yang bersandar pada meja hingga terjatuh dan terbentur lantai. Tak cukup jika hanya terjatuh akan tetapi Lisayanti langsung menendangnya hingga bergeser jauh dari posisi Salwa yang tengah duduk bersama Neng Mas.Salwa masih berupaya keras meredam emosinya yang mungkin bisa meledak begitu saja.“Cukup! Kalian jangan kurang ajar!” pekik Neng Mas tak terima dengan perlakuan geng pembully-Balakpink Secondary. Ia berdiri dan menatap sengit ke empat gadis yang terlihat sangar tersebut.“Sudah! Jangan ribut! Neng, a
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap