Baik Salwa dan Neng Mas terkejut atas kedatangan empat orang gadis menghampiri meja mereka. Mengapa mereka bersikap buruk lagi pada Salwa. Padahal mereka jelas-jelas ikut membesuk Salwa bersama OSIS ke rumahnya. Rupanya mereka tetaplah para pembully. “Karma apa?” tanya Lisayanti bersedekap dada dan menelengkan matanya tajam ke arah Salwa. “Karma karena telah mematahkan tanganku!”Salwa malas ribut. Ia memilih tak menanggapi mereka. PrangSebuah tendangan menghantam tongkat kruk yang bersandar pada meja hingga terjatuh dan terbentur lantai. Tak cukup jika hanya terjatuh akan tetapi Lisayanti langsung menendangnya hingga bergeser jauh dari posisi Salwa yang tengah duduk bersama Neng Mas.Salwa masih berupaya keras meredam emosinya yang mungkin bisa meledak begitu saja.“Cukup! Kalian jangan kurang ajar!” pekik Neng Mas tak terima dengan perlakuan geng pembully-Balakpink Secondary. Ia berdiri dan menatap sengit ke empat gadis yang terlihat sangar tersebut.“Sudah! Jangan ribut! Neng, a
Daniel dan Violeta melakukan dinner yang sudah direncanakan oleh ke dua orang tua mereka di salah satu restoran fine in dining mewah di Bogor kota. Jonathan bahkan telah membooking tempat khusus untuk putra bungsu yang wajahnya begitu mirip dengannya.Daniel tak percaya jika gadis yang dijodohkan oleh ke dua orang tuanya ialah teman kampusnya yang memang seringkali menghubunginya dan terkadang mengunjunginya di kafe kopi yang baru saja ia rintis.“Aku bingung mau berkata apa, Vio.”Daniel mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu pada Violeta. Bagi Daniel Violeta sudah ia anggap seperti teman biasa saja. Bahkan ia tak sungkan memanggilnya dengan nama kecilnya Vio. Mereka akrab tetapi sebatas teman kampus. Tak lebih dari itu.Terasa aneh ketika gadis itu berubah statusnya menjadi calon kekasihnya.“Kenapa harus bingung? Apa yang membuatmu bingung?” tukas Violeta dengan santai. Namun tatapannya pada Daniel begitu dalam. Mengagumi sosok rupawan yang selama ini mengusik kesehariannya.Ber
Dengan mengayuh sepeda baik Salwa dan Neng Mas melesat berlomba-lomba siapa yang paling cepat duluan tiba di sekolah ataupun seperti sore itu sepulang sekolah, mereka berlomba agar tiba di pertigaan di mana mereka berpisah karena lokasi rumah berbeda.“Grung! Grung!!!” pekik Neng Mas menggerak-gerakkan stang sepeda, meniru gaya atlet pembalap F1.Di sebelahnya Salwa menyibak kerudung lebarnya bergaya wanita dewasa menyibak rambut panjangnya dengan genit untuk kemudian mengedipkan matanya sebelah menatap Neng Mas, yang berhasil membuat Neng Mas meringis. Sahabat satu-satunya mendadak aneh.Hubungan persahabatan Salwa dan Neng Mas semakin akrab. Mereka berangkat dan pulang bersama dengan menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi. Dalam perjalanan mereka seringkali melakukan hal-hal iseng semisal balap sepeda di jalanan. Padahal balap sepeda di jalan beraspal di mana tidak ada jalur sepeda sangat berbahaya. Namun karena mereka berada pada fase remaja yang masih menyukai tantangan ma
“Assalamualaikum! Ummi!” seru Salwa sepulang sekolah diantar oleh Daniel. Teriakannya berhenti kala melihat sebuah mobil fortuner berwarna hitam terparkir di halaman rumahnya.Pintu rumah juga terbuka dan dari luar terlihat ada tamu yang datang.Salwa memarkirkan sepeda terlebih dahulu sebelum memasuki rumahnya. Pakaiannya sedikit basah akibat tampias sisa hujan sebab ia minta diturunkan Daniel beberapa meter dari rumah. Rupanya telah terjadi hujan lokal sebab tepat di sekitar rumahnya, tanah yang ia injak kering dan berdebu. Tidak ada tanda-tanda bekas turun hujan.Salwa memasuki rumah dengan canggung sebab disambut oleh senyum ramah tamah sepasang suami istri dan seorang pria dewasa berumur sepantaran Daniel.Salwa menyalami Aruni kemudian menyalami mereka. Aruni meminta ijin untuk berbicara sebentar dengan putrinya. Salwa diminta berganti pakaian terlebih dahulu kemudian menghadap mereka seperti yang Aruni pinta.“Mama dan Papa, ini yang namanya Salwa Salsabila.”Pria bernama Radit
Darren Dash terlihat panik ketika mendapat kabar dari orang rumah bahwa Mariyam Nuha-istrinya akan melahirkan. Ketika Bik Ningsih mendengar jeritan dari kamar Nuha, rupanya saat itu Nuha tengah mengalami kontraksi hebat sedangkan air ketubannya sudah pecah begitu saja. Nuha langsung dilarikan ke rumah sakit. Kali ini terpaksa Nuha tidak melakukan prosedur persalinan secara normal. Ia harus menjalani operasi cesar.Setelah melesatkan kendaraannya seperti orang tidak waras, Darren berlari menuju resepsionis untuk menanyakan keberadaan istrinya. Ia khawatir terjadi sesuatu pada istri dan anaknya.Sang resepsionis memberitahunya bahwa Nuha sekarang sudah berada di ruang operasi bersalin ditemani perawat. Gegas Darren menemui istrinya tersebut yang berada dalam kondisi memprihatinkan. Nuha mengalami kontraksi hebat yang menyakitkan. Ia menatap nanar suaminya yang baru saja tiba. Darren segera memeluknya dengan erat.“Sayang, maaf di jalan macet,” tutur Darren menciumi wajah istrinya, meng
“Bagaimana pertemuanmu dengan Violeta?” Jonathan bertanya soal pertemuan Daniel dengan Violeta. Ia begitu penasaran apakah Daniel tertarik dengan sosok putri temannya. Harapan besar jika Daniel mulai membuka perasaannya pada seorang gadis. Baik Jonathan dan Kinan sudah mengetahui ihwal Daniel yang menaruh hati pada adiknya Nuha. Jangan sampai hal itu terjadi. Daniel mengaduk-aduk spaghetti dengan perasaan tak karuan. Nafsu makan hilang. Ia merasa seperti diteror dengan pertanyaan tersebut. Pasalnya kendati ia anak yang tak mau diatur akan tetapi ketika melihat Jonathan sakit rasanya ia tak tega untuk tidak mengikuti permintaannya. “Dad, kenapa kalian tidak bilang kalau wanita itu Violeta? Dia teman kampusku, Dad. Aku dengannya hanya berteman.” Alih-alih menjawab pertanyaan Jonathan, Daniel menyerang balik sang ayah dengan pertanyaan lainnya. Namun respon Daniel sekarang berbeda dengan respon Daniel yang dulu di mana terkesan reaksioner dan frontal. Sekarang Daniel lebih sedikit
“Sayang, yakin gak mau Mommy antar ke bandara?” Kinan menyisir rambut putra bungsunya yang tengah duduk di depan meja rias. Rambutnya sudah sebahu tetapi ia tak berniat memotongnya. Ia membiarkan rambut pirangnya memanjang digerai. “Gak mau potong rambut dulu?”“Mom, aku sudah memesan tiket, tak mungkin aku membatalkannya. Ah, ya, satu lagi, Daddy lagi ngedrop, jangan ditinggal sendirian!” tukas Daniel, mengkhawatirkan ayahnya.“Mommy kira, kau takkan berangkat secepat ini,”Kinan mendadak melo melihat keberangkatan Daniel kali ini. Bukan tanpa alasan, ia merasa jika putranya tengah bersedih hati sehingga ia berkata padanya bahwa ia tidak akan pulang sebelum sembuh dari penyakitnya. Seperti menyiratkan bahwasanya Daniel tengah menyimpan apat-rapat sesuatu, semacam kesedihan atau kekecewaan sehingga membuatnya ingin pergi dari sana.Kinan tak tinggal diam, ia menginterogasi Riko, Raka dan Bik Ningsih yang memang begitu dekat dengannya dan mengetahui aktifitas Daniel. Kinan mengorek in
Udara sore semakin dingin kendati ada begitu banyak manusia menyemut, membentuk antrian panjang untuk melakukan check in pesawat. Daniel dan Riko termasuk bagian dari antrian itu. Usai menyelesaikan urusannya di loket antrian check in pesawat, memperoleh boarding pass, mereka akan segera menuju pesawat. Orang-orang sudah berangsur berkurang di sana karena hanya penumpang yang diperbolehkan berada di sana. Para keluarga dan kerabat yang mengantar kepergian mereka sudah tak ada. Tiba-tiba ketika Daniel ingin menonaktifkan ponselnya, Raja menghubungi dan mengatakan kabar buruk padanya bahwa kafe kopi miliknya dibobol maling. Dua orang security terluka dan alat-alat atau mesin espresso dicuri. Terpaksa Daniel keluar kembali area tersebut dan membatalkan jadwal penerbangan. Dari arah kejauhan ia melihat seorang gadis berpakaian syar’i dengan memakai topi baseball terpontal-pontal berlari-lari tanpa peduli orang memperhatikan tingkahnya. Dari postur tubuhnya saja Daniel sudah bisa meng