Seorang gadis tengah berjalan sendirian tengah malam dengan menggendong tas ransel di pundaknya. Tubuhnya terasa lesu dan kakinya terasa lemas. Ia sudah berjalan cukup jauh dan saat yang sama ia bingung mau pergi kemana karena kehabisan ongkos. Dompet satu-satunya yang ia miliki raib digondol copet.Gerakan copet itu mahir dan gesit. Ia pandai membaca situasi. Ketika gadis itu setengah mengantuk, ia beraksi dengan mengerahkan rekannya yang lain untuk membuat sebuah sandiwara. Seorang penumpang angkot. Wanita bertubuh gempal berpura-pura muntah kemudian menyebabkan penumpang lainnya berfokus padanya termasuk dirinya. Pada saat itulah copet berulah mencuri dompet gadis itu yang ia simpan dalam tas ranselnya.Ia pun mencoba menghubungi sahabatnya karena memang tujuan kedatangannya ialah rumah sahabatnya. Sayang, ketika mengunjungi rumah sahabatnya, sahabatnya tak ada di rumah sebab ia berada di rumah kakaknya.“Aish, aku harus kemana? Mana kehabisan ongkos. Mana baterai ponsel habis,” g
“Hei, kau anaknya Mandor Soleh?” sapa seorang pria dewasa berkacamata. Ia menghampiri Neng Mas yang diam termangu di halte bus sendirian. Satu per satu orang di sana sudah berangsur pergi untuk menaiki bus yang lewat.Neng Mas mendongak untuk melihat siapa yang menyapanya. Seketika ia terkesiap menatap pria dewasa familiar yang menyapanya.“Kau? Guru di MA Al Fatma?” seru Neng Mas menerka-nerka pria yang berpenampilan rapi di depannya. Ia merasa senang bisa bertemu seseorang yang mungkin bisa menjadi pahlawan yang menawari bantuan padanya.Pria itu tersenyum dan menggeleng pelan. “Ah, ya, kau itu petugas sensus kecamatan?” kata Neng Mas lagi sembari memindai pria berwajah campuran itu.Pria itu menggeleng lagi.“Hem, siapa ya? Satpam sekolah? Manager Bank Anti riba? Brimob?”EhemPria berwajah teduh tersebut berdehem. “Saya Ernest. Dokter Ernest,” tukasnya dengan kekehan kecil.“Ah, aku ingat, Dokter Ernest dokter kandungan yang bantuin Mama lahiran ya?” “Bukan, Neng. Saya dokter Er
Baik Salwa dan Neng Mas terkejut atas kedatangan empat orang gadis menghampiri meja mereka. Mengapa mereka bersikap buruk lagi pada Salwa. Padahal mereka jelas-jelas ikut membesuk Salwa bersama OSIS ke rumahnya. Rupanya mereka tetaplah para pembully. “Karma apa?” tanya Lisayanti bersedekap dada dan menelengkan matanya tajam ke arah Salwa. “Karma karena telah mematahkan tanganku!”Salwa malas ribut. Ia memilih tak menanggapi mereka. PrangSebuah tendangan menghantam tongkat kruk yang bersandar pada meja hingga terjatuh dan terbentur lantai. Tak cukup jika hanya terjatuh akan tetapi Lisayanti langsung menendangnya hingga bergeser jauh dari posisi Salwa yang tengah duduk bersama Neng Mas.Salwa masih berupaya keras meredam emosinya yang mungkin bisa meledak begitu saja.“Cukup! Kalian jangan kurang ajar!” pekik Neng Mas tak terima dengan perlakuan geng pembully-Balakpink Secondary. Ia berdiri dan menatap sengit ke empat gadis yang terlihat sangar tersebut.“Sudah! Jangan ribut! Neng, a
Daniel dan Violeta melakukan dinner yang sudah direncanakan oleh ke dua orang tua mereka di salah satu restoran fine in dining mewah di Bogor kota. Jonathan bahkan telah membooking tempat khusus untuk putra bungsu yang wajahnya begitu mirip dengannya.Daniel tak percaya jika gadis yang dijodohkan oleh ke dua orang tuanya ialah teman kampusnya yang memang seringkali menghubunginya dan terkadang mengunjunginya di kafe kopi yang baru saja ia rintis.“Aku bingung mau berkata apa, Vio.”Daniel mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu pada Violeta. Bagi Daniel Violeta sudah ia anggap seperti teman biasa saja. Bahkan ia tak sungkan memanggilnya dengan nama kecilnya Vio. Mereka akrab tetapi sebatas teman kampus. Tak lebih dari itu.Terasa aneh ketika gadis itu berubah statusnya menjadi calon kekasihnya.“Kenapa harus bingung? Apa yang membuatmu bingung?” tukas Violeta dengan santai. Namun tatapannya pada Daniel begitu dalam. Mengagumi sosok rupawan yang selama ini mengusik kesehariannya.Ber
Dengan mengayuh sepeda baik Salwa dan Neng Mas melesat berlomba-lomba siapa yang paling cepat duluan tiba di sekolah ataupun seperti sore itu sepulang sekolah, mereka berlomba agar tiba di pertigaan di mana mereka berpisah karena lokasi rumah berbeda.“Grung! Grung!!!” pekik Neng Mas menggerak-gerakkan stang sepeda, meniru gaya atlet pembalap F1.Di sebelahnya Salwa menyibak kerudung lebarnya bergaya wanita dewasa menyibak rambut panjangnya dengan genit untuk kemudian mengedipkan matanya sebelah menatap Neng Mas, yang berhasil membuat Neng Mas meringis. Sahabat satu-satunya mendadak aneh.Hubungan persahabatan Salwa dan Neng Mas semakin akrab. Mereka berangkat dan pulang bersama dengan menggunakan sepeda sebagai sarana transportasi. Dalam perjalanan mereka seringkali melakukan hal-hal iseng semisal balap sepeda di jalanan. Padahal balap sepeda di jalan beraspal di mana tidak ada jalur sepeda sangat berbahaya. Namun karena mereka berada pada fase remaja yang masih menyukai tantangan ma
“Assalamualaikum! Ummi!” seru Salwa sepulang sekolah diantar oleh Daniel. Teriakannya berhenti kala melihat sebuah mobil fortuner berwarna hitam terparkir di halaman rumahnya.Pintu rumah juga terbuka dan dari luar terlihat ada tamu yang datang.Salwa memarkirkan sepeda terlebih dahulu sebelum memasuki rumahnya. Pakaiannya sedikit basah akibat tampias sisa hujan sebab ia minta diturunkan Daniel beberapa meter dari rumah. Rupanya telah terjadi hujan lokal sebab tepat di sekitar rumahnya, tanah yang ia injak kering dan berdebu. Tidak ada tanda-tanda bekas turun hujan.Salwa memasuki rumah dengan canggung sebab disambut oleh senyum ramah tamah sepasang suami istri dan seorang pria dewasa berumur sepantaran Daniel.Salwa menyalami Aruni kemudian menyalami mereka. Aruni meminta ijin untuk berbicara sebentar dengan putrinya. Salwa diminta berganti pakaian terlebih dahulu kemudian menghadap mereka seperti yang Aruni pinta.“Mama dan Papa, ini yang namanya Salwa Salsabila.”Pria bernama Radit
Darren Dash terlihat panik ketika mendapat kabar dari orang rumah bahwa Mariyam Nuha-istrinya akan melahirkan. Ketika Bik Ningsih mendengar jeritan dari kamar Nuha, rupanya saat itu Nuha tengah mengalami kontraksi hebat sedangkan air ketubannya sudah pecah begitu saja. Nuha langsung dilarikan ke rumah sakit. Kali ini terpaksa Nuha tidak melakukan prosedur persalinan secara normal. Ia harus menjalani operasi cesar.Setelah melesatkan kendaraannya seperti orang tidak waras, Darren berlari menuju resepsionis untuk menanyakan keberadaan istrinya. Ia khawatir terjadi sesuatu pada istri dan anaknya.Sang resepsionis memberitahunya bahwa Nuha sekarang sudah berada di ruang operasi bersalin ditemani perawat. Gegas Darren menemui istrinya tersebut yang berada dalam kondisi memprihatinkan. Nuha mengalami kontraksi hebat yang menyakitkan. Ia menatap nanar suaminya yang baru saja tiba. Darren segera memeluknya dengan erat.“Sayang, maaf di jalan macet,” tutur Darren menciumi wajah istrinya, meng
“Bagaimana pertemuanmu dengan Violeta?” Jonathan bertanya soal pertemuan Daniel dengan Violeta. Ia begitu penasaran apakah Daniel tertarik dengan sosok putri temannya. Harapan besar jika Daniel mulai membuka perasaannya pada seorang gadis. Baik Jonathan dan Kinan sudah mengetahui ihwal Daniel yang menaruh hati pada adiknya Nuha. Jangan sampai hal itu terjadi. Daniel mengaduk-aduk spaghetti dengan perasaan tak karuan. Nafsu makan hilang. Ia merasa seperti diteror dengan pertanyaan tersebut. Pasalnya kendati ia anak yang tak mau diatur akan tetapi ketika melihat Jonathan sakit rasanya ia tak tega untuk tidak mengikuti permintaannya. “Dad, kenapa kalian tidak bilang kalau wanita itu Violeta? Dia teman kampusku, Dad. Aku dengannya hanya berteman.” Alih-alih menjawab pertanyaan Jonathan, Daniel menyerang balik sang ayah dengan pertanyaan lainnya. Namun respon Daniel sekarang berbeda dengan respon Daniel yang dulu di mana terkesan reaksioner dan frontal. Sekarang Daniel lebih sedikit