Keesokan harinya,Suara klakson mobil beberapa kali menyala. Berisik. Gaduh. Namun Nuha sudah mengenal suara klakson tersebut siapa yang membunyikannya, jika bukan orang yang tak sabaran.“Mom, silahkan duluan! Aku masih nunggu anak-anak. Farrel bolak balik toilet. Badannya panas juga. Kayaknya masuk angin.”Nuha melongokan kepalanya di balik pintu.“Sudah kasih obat?”“Baru dikasih minyak telon sih perutnya biar hangat. Mommy bawa mobil sendiri?”“Iya, kangen soalnya sudah lama gak bawa mobil. Mobil baru tapi baru pake.”Kinan menepuk-nepuk setir, kemudian keluar dari mobil karena ingin melihat cucunya yang sedang sakit.“Nuha, bawa ke dokter aja udah acara. Sekarang kasih pereda demam dulu.”“Iya, Mom,”Kinan melesak masuk dan langsung menghampiri Farrel yang tengah duduk di kursi ruang keluarga. Anak itu tidak banyak bicara, dingin seperti ayahnya namun wajahnya begitu mirip Nuha versi lelaki.Farrel duduk dengan tenang sembari menonton acara kartun kesayangannya. Keningnya ditempe
“Darren sebaiknya acara dimulai saja! Lihatlah tamu undangan sudah berdatangan. Kita tak mungkin ‘kan membiarkan mereka menunggu lama.”Jonathan berbicara pada putra sulungnya dengan tenang. Kendati ia harus melawan rasa khawatir dalam hatinya sebab Kinan dan Salwa masih belum tiba di tempat acara. Daniel juga sudah satu jam yang lalu keluar menyusul mereka namun belum memberikan kabar apapun tentang Kinan dan Salwa.Darren menengok arlojinya kemudian melirik ke arah Nuha, meminta isyarat dengan kedipan mata. Ketika Nuha tersenyum dan mengangguk padanya, spontan Darren mengiyakan perintah Jonathan.“Dad, aku sudah minta pengawal menyusul Daniel.”Darren menyahut.Apa yang ayahnya katakan memang betul, acara harus segera dimulai. Para tamu undangan yang berasal dari berbagai kalangan pengusaha, petinggi pemerintah, hingga kalangan selebritas sudah terlihat gelisah karena acara belum dimulai juga. Barangkali mereka juga memiliki kegiatan lain setelah menghadiri ulang tahun perusahaan te
“Mom, kita di mana?”Salwa dengan nafas tersengal baru sadar ketika mereka sudah jauh menghindari tiga pengendara motor yang menghadang jalan mereka.Mobil yang mereka tumpangi sudah keluar dari jalan perkotaan dan memasuki jalan yang sepi seperti jalan pedesaan tanpa sadar.Dengan nekat tadi Salwa mempercepat kecepatan mobil hingga kecepatan maksimum dan menyenggol sisi kanan dan kiri pengendara motor. Body mobil Kinan sudah tak berupa. Bumper mobil Kinan sudah penyok depan dan belakang. Namun aksi Salwa berhasil menghambat pergerakan mereka sehingga mereka tertinggal jauh.CittBan berdecit. Sempurna sudah kemalangan mereka. Ban pecah tiba-tiba. Tak tanggung-tanggung, dua ban belakang pecah.Salwa baru sadar sedari tadi ia berbicara sendiri. Kinan tak merespon. Ia menengok ke belakang, baru ingat jika seorang pekerja rumah tangga Kinan ikut.Saat Salwa menoleh, mata Kinan sudah terpejam. Seketika pikiran Salwa menjadi keruh. Apakah tadi ia menabrak sesuatu sehingga menyebabkan kepa
[Mister!]Suara voice note terputus. Ketika Daniel sudah menelusuri tempat di mana buruh pabrik berdemo, Salwa sempat mengirim voice note. Namun ia tak sempat menyebutkan posisinya di mana. Kata-katanya terputus sebab yang terdengar suara grasak grusuk tak jelas dan pukulan membabi buta. Tak lama kemudian hanya terdengar suara operator ketika Daniel mencoba menghubunginya.Pikiran Daniel sudah berkelana ke sana kemari, menggelinding bagai roda. Kekhawatiran dan ketakutan menyergap pikirannya. Ia takut wanitanya dihabisi, dipukuli apalagi yang paling menakutkan ialah dirudapaksa. Jangan sampai itu terjadi!Daniel memukul tangki depan motornya dengan begitu keras. Ia kesal dan marah kenapa ia tidak bisa menyelamatkan wanitanya. Mungkin tak selamanya kondisi gadis itu baik-baik saja, mengingat ia terkadang ada lengahnya. Dan, ia hanyalah seorang perempuan yang belum genap delapan belas tahun. Gadis yang masih makan eskrim saja belepotan.Para pengawal sudah menyebar, mencari keberadaan
Entah apa yang terjadi pada Salwa, tubuhnya basah kuyup. Ia seperti terjun ke sungai entah ia didorong ke sungai oleh para pria misterius yang mengejarnya sehingga menyebabkannya tenggelam.Salwa menggigil sehingga pakaiannya harus segera diganti jika tidak ia akan mengalami hipotermia. Setidaknya mengganti pakaian luarnya. Namun apakah Daniel sanggup melakukannya. Ia takut dianggap mengambil kesempatan. Wajah Salwa pucat pasi, ia jadi teringat momen di mana gadis itu pula terjebak di kamar mandi sepi nan gelap. Tak mau kejadian terulang lagi, Daniel buru-buru melepas gaun yang sudah robek itu dengan perlahan meski dengan perasaan tak karuan. Darurat! Hanya berniat menolong. Gaun itu menyimpan air berbeda dengan kerudungnya yang tak terlalu basah.Hatinya sakit melihat wanitanya dalam keadaan menyedihkan. Jantungnya berdebar-debar, takut jika ia mengalami pelecehan. Andai yang terburuk terjadi telah menimpanya, Daniel sudah bulat akan tetap di sisinya. Takkan pernah meninggalkannya.
Daniel terlihat begitu mencemaskan Salwa. Sedalam itukah Daniel menyayanginya. Salwa akan mengetesnya, iseng.Tercetus sebuah ide tiba-tiba. Ia jadi teringat cinta Attar pada kakaknya yang diuji. Setelah tahu Nuha sudah terenggut kehormatannya, Attar memutuskan meninggalkannya. Apakah setiap lelaki akan melakukan hal yang sama?Mendengar pertanyaan yang sama untuk ke dua kalinya, Salwa menangkup wajahnya dengan ke dua tangannya kemudian ia mengangguk.Tangan Daniel mengepal erat. Raut wajahnya menegang. Ia benar-benar muntab. Ia akan habisi siapapun yang melakukannya. Namun ia akan tetap menjaga emosinya di hadapan gadis yang kini menurutnya sangat terpuruk. Tanpa aba-aba, Daniel merengkuh tubuhnya yang masih lemah, mendekapnya erat dan berkata lembut dengan suara bergetar. Memberontak pun tak kuasa, tubuhnya benar-benar tak bertenaga. “Sally, menangislah jika bisa membuatmu tenang! Aku akan selalu berada di sisimu. Apapun yang terjadi! Aku tak mungkin meninggalkanmu! Aku akan men
“Semalam ku tahan, ku tahan semalam, lama lama rindu, tak mampu ku tahan, tapi sayang cintamu cuma semalam, kini kau pergi menghilang …”Terdengar suara orang yang bernyanyi, mengusik ketenangan Salwa yang tengah terbaring di atas brankar.Buru-buru gadis itu menarik selimut dan menutup kepalanya dengan bantal.“Suara siapa sih bikin kepala puyeng,” gerutu Salwa di balik bantal. Suaranya makin terdengar jelas dan suara itu tak asing. Suara yang bikin senar gitar putus. Suara yang bikin tikus lari terbirit-birit. Suara yang bikin ayam masuk kandang. Pokoknya suara yang menyalurkan resonansi yang di luar nalar.Perlahan ia membuka selimut dan mengintip siapa yang datang kali ini membesuknya.Seorang wanita bertubuh berisi dengan wajah bayi tengah senyum lebar usai menyelesaikan satu bait lagu.“Halo, Wawa gombel? Assalamualaikum!” katanya dengan mengerjapkan matanya bergaya imut.“Dasar Marmot! Kau jangan nyanyi! Kalau kau tak mau para dokter dan suster kumpul panggil security rumah sak
Setelah keluar dari kantor Mr Bono, Daniel mengemudikan motor sportnya menuju rumah sakit. Ia akan mengunjungi Salwa, melihat kondisinya terkini. Sudah tiga hari gadis itu dirawat.Sebelum tiba di rumah sakit, ia mampir ke sebuah florist dan membeli satu buket bunga berukuran kecil berisi beberapa tangkai mawar putih yang diselipkan di dalamnya sebuah kartu penyemangat untuknya.Ia tahu jika Salwa kurang menyukai bunga. Namun ia bingung mau membawa apa saat menjenguknya. Tak mungkin ia membawa tangan kosong. Mungkin Salwa bisa menaruhnya di dalam vas bunga kaca.Daniel baru teringat, jika Salwa suka makan. Ia pun menghubunginya dan menanyakan makanan apa yang ingin ia pesan. Meski tak mau merepotkan namun karena Daniel dengan gaya ngototnya, akhirnya Salwa mengemukakan keinginannya. Menyebutkan makanan satu per satu yang ingin ia makan.Daniel merekam dalam ingatannya, makanan apa saja yang dipesan Salwa.“Nasi ayam balado dan mie bakar. Minumannya es tebu.”Daniel kebingungan. Nasi p