Daniel terlihat begitu mencemaskan Salwa. Sedalam itukah Daniel menyayanginya. Salwa akan mengetesnya, iseng.Tercetus sebuah ide tiba-tiba. Ia jadi teringat cinta Attar pada kakaknya yang diuji. Setelah tahu Nuha sudah terenggut kehormatannya, Attar memutuskan meninggalkannya. Apakah setiap lelaki akan melakukan hal yang sama?Mendengar pertanyaan yang sama untuk ke dua kalinya, Salwa menangkup wajahnya dengan ke dua tangannya kemudian ia mengangguk.Tangan Daniel mengepal erat. Raut wajahnya menegang. Ia benar-benar muntab. Ia akan habisi siapapun yang melakukannya. Namun ia akan tetap menjaga emosinya di hadapan gadis yang kini menurutnya sangat terpuruk. Tanpa aba-aba, Daniel merengkuh tubuhnya yang masih lemah, mendekapnya erat dan berkata lembut dengan suara bergetar. Memberontak pun tak kuasa, tubuhnya benar-benar tak bertenaga. “Sally, menangislah jika bisa membuatmu tenang! Aku akan selalu berada di sisimu. Apapun yang terjadi! Aku tak mungkin meninggalkanmu! Aku akan men
“Semalam ku tahan, ku tahan semalam, lama lama rindu, tak mampu ku tahan, tapi sayang cintamu cuma semalam, kini kau pergi menghilang …”Terdengar suara orang yang bernyanyi, mengusik ketenangan Salwa yang tengah terbaring di atas brankar.Buru-buru gadis itu menarik selimut dan menutup kepalanya dengan bantal.“Suara siapa sih bikin kepala puyeng,” gerutu Salwa di balik bantal. Suaranya makin terdengar jelas dan suara itu tak asing. Suara yang bikin senar gitar putus. Suara yang bikin tikus lari terbirit-birit. Suara yang bikin ayam masuk kandang. Pokoknya suara yang menyalurkan resonansi yang di luar nalar.Perlahan ia membuka selimut dan mengintip siapa yang datang kali ini membesuknya.Seorang wanita bertubuh berisi dengan wajah bayi tengah senyum lebar usai menyelesaikan satu bait lagu.“Halo, Wawa gombel? Assalamualaikum!” katanya dengan mengerjapkan matanya bergaya imut.“Dasar Marmot! Kau jangan nyanyi! Kalau kau tak mau para dokter dan suster kumpul panggil security rumah sak
Setelah keluar dari kantor Mr Bono, Daniel mengemudikan motor sportnya menuju rumah sakit. Ia akan mengunjungi Salwa, melihat kondisinya terkini. Sudah tiga hari gadis itu dirawat.Sebelum tiba di rumah sakit, ia mampir ke sebuah florist dan membeli satu buket bunga berukuran kecil berisi beberapa tangkai mawar putih yang diselipkan di dalamnya sebuah kartu penyemangat untuknya.Ia tahu jika Salwa kurang menyukai bunga. Namun ia bingung mau membawa apa saat menjenguknya. Tak mungkin ia membawa tangan kosong. Mungkin Salwa bisa menaruhnya di dalam vas bunga kaca.Daniel baru teringat, jika Salwa suka makan. Ia pun menghubunginya dan menanyakan makanan apa yang ingin ia pesan. Meski tak mau merepotkan namun karena Daniel dengan gaya ngototnya, akhirnya Salwa mengemukakan keinginannya. Menyebutkan makanan satu per satu yang ingin ia makan.Daniel merekam dalam ingatannya, makanan apa saja yang dipesan Salwa.“Nasi ayam balado dan mie bakar. Minumannya es tebu.”Daniel kebingungan. Nasi p
Prangg!Sebuah gelas kaca terlempar pada dinding beton yang menyebabkannya pecah berkeping-keping. Seorang gadis tengah mengamuk dan menghancurkan barang-barang yang berada di sekitarnya.“Apa yang kau lakukan Vio?”Sang ibu panik karena memergoki putrinya tengah mengamuk di ruang makan.Pelayan yang berada di dekatnya sampai berjengit kaget melihat nona mudanya. Ia pikir mungkin menu yang disajikan untuk makan siang tidak sesuai hingga memancing emosinya yang naik turun.“Aku bosan, Mama! Aku mau keluar saja! Kenapa Papa tega sekali menghukumku?”Violeta menggeram pelan. Sang ibu langsung memberi kode pada pelayan untuk pergi dari sana. Ia perlu bicara dengan putri semata wayangnya.“Dengar! Papa sudah merencanakan sesuatu dengan matang namun kau telah menghancurkannya! Wajar saja Papa marah padamu! Kenapa kau begitu bodoh melakukan sesuatu? Lihatlah cara Papamu bekerja. Bersih!”Lidia, ibunda Violeta bersungut-sungut.“Cara Papa bekerja? Licik! Munafik!” hardik Violeta dengan cemoo
Malam sudah sangat larut, Rasyid terus menengok jam dinding di kamarnya. Ia menantikan kepulangan ibunya dengan perasaan cemas. Setelah tahu kejadian yang menimpa Salwa, Rasyid memutuskan pulang dari kegiatan camping. Ia menginap di rumah kakaknya sehari dan pulang ke rumah. Ia tinggal ditemani Alwi dan Sarah sebab Aruni menemani Salwa selama menjalani pengobatan.Seharusnya hari itu Aruni sudah pulang sesuai janjinya. Sudah pukul sebelas malam sang ibu tak menampakkan batang hidungnya. Ia mulai khawatir, takut terjadi apa-apa pada ibunya. Setelah menghubungi Nuha, katanya ibunya sudah pergi dari siang tadi dari rumahnya. Mungkin Aruni mampir dulu menemui para pekerjanya, buruh kebun yang setia bekerja di kebunnya untuk membayar gaji mereka.Terdengar suara ketukan pintu depan rumah, Rasyid langsung mengintip dari lubang pintu siapa yang datang ke sana. Pasalnya jika ibunya datang maka akan terdengar mobil pikap legen miliknya.“Syid, buka!” “Om!” Rasyid langsung membuka kunci pin
Salwa tersenyum menyambut kedatangan Daniel Dash. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya mendengar kalimat yang Daniel ucapkan padanya. Mencoba memahami arti terjemahan dalam bahasa Indonesia.Kemudian keningnya berkerut.“Mister, beliin sepatu heels untukku? Beli dari toko Sopi nge-live?”Salwa terkekeh berat. “Mister, aku lebih suka sepatu sneaker daripada heel! Yang benar aja! Kasihan sepatunya kalau aku yang pake. Hem, dulu sepatu yang dikasih Teh Kania saat wisuda aja langsung di musiumkan. Karena hak nya patah.”Dengan kepolosannya, gadis yang berpenampilan seperti seorang asisten rumah tangga itu tertawa. Ia mengira perkataan Daniel itu lelucon receh.Daniel mengatakan begini. “But I’m head over heels for you. You are the reason I am alive.”Karena pelafalannya yang fasih dan cepat, kalimat yang Salwa tangkap, hanyalah, bagian, heels dan live. Kesimpulannya sepatu heels hasil beli dari menonton acara toko online yang sedang live.Daniel dan Farah saling lirik. Daniel menghela na
Salwa sudah mandi dan memakai pakaian dengan rapi karena akan kedatangan tamu. Ia memutuskan untuk memakai one set berwarna peach dengan kerudung berwarna senada bermotif bunga-bunga kecil.Ia pula mengoleskan pelembab pada bagian wajahnya dan lipbalm pada bibirnya agar tetap lembab. Tak lupa parfum beraroma lembut ia semprotkan di beberapa titik tubuhnya.Setelah mandi dan bersolek ia menunaikan sholat dhuha dan membaca mushaf alquran beberapa lembar. Ia kemudian menengok jam dinding. Tak terasa waktu telah bergulir hingga pukul sembilan tiga puluh pagi. Ia pun keluar kamar dan berjalan menuju ruang makan. Matanya membola, ketika melihat sosok pemuda yang tengah memainkan ponselnya dengan malas. Salwa lupa jika sedari tadi Daniel menunggunya untuk sarapan bersama. Hampir dua jam Daniel menunggunya.“Mister? Belum pergi ke kantor?” tanya Salwa sedikit terkejut. Daniel tak menyahut. Ia fokus memainkan game melalui gawainya. Yang terdengar oleh Daniel hanyalah suara letusan senjata ap
[Apa? Rumah sakit mana?]Lidia terkejut ketika mendapat panggilan telepon dari seorang perawat di rumah sakit kota. Suaminya, Adriawan terluka parah karena diserang oleh ‘begal’ semalam ketika ia pulang dari klub malam.Tentu saja sang istri yang materialistis tapi setia tersebut tidak mengetahui ihwal kepergian suaminya ke sana. Ia hanya mengetahui suaminya meminta ijin padanya untuk meeting di Bintaro dengan rekan kerjanya.Lidia menangis sesenggukan mendengar suaminya dirawat di ruang ICU. Ia duduk terkulai lemas macam orang tak makan selama seminggu. Andai ia tahu apa yang suaminya lakukan ia tak mungkin menangisinya. Atau meratap seperti seorang wanita bodoh. Mungkin ia bahkan akan berjingkak riang gembira mengumpati perbuatan cabul suaminya langsung yang mendapat karma instan.Seorang asisten rumah tangga tergopoh-gopoh melihat adegan majikan wanitanya yang tengah menitikan air mata begitu hebatnya. Ia sudah sering melihat adegan drama di rumah mewah tersebut. Pertengkaran sua