Malam sudah sangat larut, Rasyid terus menengok jam dinding di kamarnya. Ia menantikan kepulangan ibunya dengan perasaan cemas. Setelah tahu kejadian yang menimpa Salwa, Rasyid memutuskan pulang dari kegiatan camping. Ia menginap di rumah kakaknya sehari dan pulang ke rumah. Ia tinggal ditemani Alwi dan Sarah sebab Aruni menemani Salwa selama menjalani pengobatan.Seharusnya hari itu Aruni sudah pulang sesuai janjinya. Sudah pukul sebelas malam sang ibu tak menampakkan batang hidungnya. Ia mulai khawatir, takut terjadi apa-apa pada ibunya. Setelah menghubungi Nuha, katanya ibunya sudah pergi dari siang tadi dari rumahnya. Mungkin Aruni mampir dulu menemui para pekerjanya, buruh kebun yang setia bekerja di kebunnya untuk membayar gaji mereka.Terdengar suara ketukan pintu depan rumah, Rasyid langsung mengintip dari lubang pintu siapa yang datang ke sana. Pasalnya jika ibunya datang maka akan terdengar mobil pikap legen miliknya.“Syid, buka!” “Om!” Rasyid langsung membuka kunci pin
Salwa tersenyum menyambut kedatangan Daniel Dash. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya mendengar kalimat yang Daniel ucapkan padanya. Mencoba memahami arti terjemahan dalam bahasa Indonesia.Kemudian keningnya berkerut.“Mister, beliin sepatu heels untukku? Beli dari toko Sopi nge-live?”Salwa terkekeh berat. “Mister, aku lebih suka sepatu sneaker daripada heel! Yang benar aja! Kasihan sepatunya kalau aku yang pake. Hem, dulu sepatu yang dikasih Teh Kania saat wisuda aja langsung di musiumkan. Karena hak nya patah.”Dengan kepolosannya, gadis yang berpenampilan seperti seorang asisten rumah tangga itu tertawa. Ia mengira perkataan Daniel itu lelucon receh.Daniel mengatakan begini. “But I’m head over heels for you. You are the reason I am alive.”Karena pelafalannya yang fasih dan cepat, kalimat yang Salwa tangkap, hanyalah, bagian, heels dan live. Kesimpulannya sepatu heels hasil beli dari menonton acara toko online yang sedang live.Daniel dan Farah saling lirik. Daniel menghela na
Salwa sudah mandi dan memakai pakaian dengan rapi karena akan kedatangan tamu. Ia memutuskan untuk memakai one set berwarna peach dengan kerudung berwarna senada bermotif bunga-bunga kecil.Ia pula mengoleskan pelembab pada bagian wajahnya dan lipbalm pada bibirnya agar tetap lembab. Tak lupa parfum beraroma lembut ia semprotkan di beberapa titik tubuhnya.Setelah mandi dan bersolek ia menunaikan sholat dhuha dan membaca mushaf alquran beberapa lembar. Ia kemudian menengok jam dinding. Tak terasa waktu telah bergulir hingga pukul sembilan tiga puluh pagi. Ia pun keluar kamar dan berjalan menuju ruang makan. Matanya membola, ketika melihat sosok pemuda yang tengah memainkan ponselnya dengan malas. Salwa lupa jika sedari tadi Daniel menunggunya untuk sarapan bersama. Hampir dua jam Daniel menunggunya.“Mister? Belum pergi ke kantor?” tanya Salwa sedikit terkejut. Daniel tak menyahut. Ia fokus memainkan game melalui gawainya. Yang terdengar oleh Daniel hanyalah suara letusan senjata ap
[Apa? Rumah sakit mana?]Lidia terkejut ketika mendapat panggilan telepon dari seorang perawat di rumah sakit kota. Suaminya, Adriawan terluka parah karena diserang oleh ‘begal’ semalam ketika ia pulang dari klub malam.Tentu saja sang istri yang materialistis tapi setia tersebut tidak mengetahui ihwal kepergian suaminya ke sana. Ia hanya mengetahui suaminya meminta ijin padanya untuk meeting di Bintaro dengan rekan kerjanya.Lidia menangis sesenggukan mendengar suaminya dirawat di ruang ICU. Ia duduk terkulai lemas macam orang tak makan selama seminggu. Andai ia tahu apa yang suaminya lakukan ia tak mungkin menangisinya. Atau meratap seperti seorang wanita bodoh. Mungkin ia bahkan akan berjingkak riang gembira mengumpati perbuatan cabul suaminya langsung yang mendapat karma instan.Seorang asisten rumah tangga tergopoh-gopoh melihat adegan majikan wanitanya yang tengah menitikan air mata begitu hebatnya. Ia sudah sering melihat adegan drama di rumah mewah tersebut. Pertengkaran sua
“Katakan apa maumu?” tanya Ilham merasa tersinggung ketika secangkir kopi tiba-tiba saja menumpahi pakaiannya, tak ada angin dan tak ada hujan. Bagaimana bisa secangkir kopi tiba-tiba tumpah ketika benda itu diam kecuali ada yang menggerakkannya. Bahkan letak cangkir tersebut lebih dekat dengan posisi Ilham ketimbang tangan Daniel. Tak mungkin cangkir itu berpindah karena kemampuan telekinesis seseorang. Ilham tak terima. “Hei, aku sudah bilang sorry! Kau tuli?” Daniel menepuk-nepuk pundak Ilham dengan menampilkan wajah tanpa dosa. Ia justru merasa belum puas menumpahkan cairan kopi pada pakaiannya. Mungkin lain kali ia menumpahkan kopi ke wajahnya saja sekalian, agar tidak caper pada Salwa. “Apa maksudmu? Aku tak punya masalah denganmu! Jangan cari gara-gara! Aku tidak buta, aku bisa melihat kau menumpahkan kopi pada pakaianku dengan sengaja.” Ilham mengemukakan uneg-uneg yang sedari tadi ia tahan ketika mereka berada di ruang tamu. Kini mereka tengah berhadapan, empat mata d
Bab 131“Mama, kenapa dari tadi melamun? Dompet Mama dicopet?”Violeta menghampiri ibunya, yang kini tengah duduk di sofa lobi rumah sakit. Ia menekuk wajah cantiknya. “Mama! Mama jangan ngelamun! Mama gak mau ‘kan masuk rumah sakit juga? Nyusul Papa? Tapi masuk rumah sakit jiwa,” cicit Violeta lagi, puas menggoda ibunya. Ia mengguncang pundak ibunya gemas.“Vio, kamu jangan bicara sembarangan! Mama bukan ngelamun. Mama lagi banyak pikiran,” sahut Lidia dengan perasaan gundah gulana. Perkataan dokter tadi terus menerus terngiang berisik di telinganya mirip nyamuk yang kelaparan.Dokter Cantika menceritakan soal pasien yang dikeroyok oleh ‘begal’. Nama pasien tersebut ialah Salwa Salsabila. Dokter Cantika keceplosan mengatakan nama pasien yang ditanganinya.Lidia mengetahui betul semua kegiatan suaminya, termasuk rencananya dalam membalas dendam pada perbuatan Daniel Dash melalui gadis yang ditaksirnya.Lidia mulai menarik benang merah. Luka yang diperoleh Adriawan sama dengan luka ya
Semenjak kepulangan dari rumah Nuha, Ustazah Aliyah menangkap sesuatu yang tak beres pada putranya. Ketika ia asik berbincang dengan Nuha di ruang tamu, Ilham sudah menunggunya di dalam mobil dengan kondisi wajah yang masam. Ia juga terus meneleponnya agar segera pulang padahal Ilham tinggal menyusul ibu dan adiknya ke dalam rumah. Namun Ilham tetap menunggu di luar. Wajah Ilham terluka. Namun pakaiannya yang kotor sempat digantinya dengan kemeja yang memang selalu dibawa di dalam mobil tersebut. Setelah ia mencoba bertanya apa yang terjadi, Ilham hanya memberi jawaban tak masuk akal. Jatuh. Namun setelah tiba di pondok, ketika mereka berada di rumah Kyai Umar, Ustazah Aliya bertanya kembali. Mumpung tidak ada Zahra yang cerewet. “Ilham, wajahmu kenapa? Jawab yang jujur!” Ustazah Aliyah bicara dengan tegas. Tak mungkin seseorang jatuh hingga menyebabkan wajahnya terlihat lebam dan kini terlihat membengkak saat tiba di rumah. Ilham yang tengah bersiap-siap untuk mengajar, harus m
Pukul delapan pagi.“Binder, tugas makalah, laptop, ponsel, powerbank, flashdisk. Semua ready!” Salwa mengecek perlengkapan yang akan dibawa ke kampus. Ia akan melakukan presentasi salah satu mata kuliah di kelas. Oleh karena itu ia harus mempersiapkan segalanya dengan rinci, khawatir ada yang ketinggalan. Kemudian ia memasukan seluruh keperluannya ke dalam tas ranselnya.“Salwa, udah sarapan belum?” tanya Nuha yang rajin mengecek adiknya. Ia tengah menggendong Farrel yang masih merem. Anak lelaki tampan itu baru bangun, tak seperti kakak kembarnya yang sudah siap, mandi dan sedang sarapan karena mau pergi main dan jalan-jalan bersama Oma Sahila dan Opa Naufal.Si kembar akan mulai mengikuti pre school tahun depan sebab sekarang sudah tanggung, sudah berjalan satu semester. Kemarin Nuha hanya mengecek sekolah dan mencari informasi soal sekolah tersebut. Anak-anak sudah cocok dengan sekolah tersebut.“Mau, Teh,”“Masih sakit perut gak?”“Enggak,”“Makanya jangan makan sembarang!”“Gak