Prangg!Sebuah gelas kaca terlempar pada dinding beton yang menyebabkannya pecah berkeping-keping. Seorang gadis tengah mengamuk dan menghancurkan barang-barang yang berada di sekitarnya.“Apa yang kau lakukan Vio?”Sang ibu panik karena memergoki putrinya tengah mengamuk di ruang makan.Pelayan yang berada di dekatnya sampai berjengit kaget melihat nona mudanya. Ia pikir mungkin menu yang disajikan untuk makan siang tidak sesuai hingga memancing emosinya yang naik turun.“Aku bosan, Mama! Aku mau keluar saja! Kenapa Papa tega sekali menghukumku?”Violeta menggeram pelan. Sang ibu langsung memberi kode pada pelayan untuk pergi dari sana. Ia perlu bicara dengan putri semata wayangnya.“Dengar! Papa sudah merencanakan sesuatu dengan matang namun kau telah menghancurkannya! Wajar saja Papa marah padamu! Kenapa kau begitu bodoh melakukan sesuatu? Lihatlah cara Papamu bekerja. Bersih!”Lidia, ibunda Violeta bersungut-sungut.“Cara Papa bekerja? Licik! Munafik!” hardik Violeta dengan cemoo
Malam sudah sangat larut, Rasyid terus menengok jam dinding di kamarnya. Ia menantikan kepulangan ibunya dengan perasaan cemas. Setelah tahu kejadian yang menimpa Salwa, Rasyid memutuskan pulang dari kegiatan camping. Ia menginap di rumah kakaknya sehari dan pulang ke rumah. Ia tinggal ditemani Alwi dan Sarah sebab Aruni menemani Salwa selama menjalani pengobatan.Seharusnya hari itu Aruni sudah pulang sesuai janjinya. Sudah pukul sebelas malam sang ibu tak menampakkan batang hidungnya. Ia mulai khawatir, takut terjadi apa-apa pada ibunya. Setelah menghubungi Nuha, katanya ibunya sudah pergi dari siang tadi dari rumahnya. Mungkin Aruni mampir dulu menemui para pekerjanya, buruh kebun yang setia bekerja di kebunnya untuk membayar gaji mereka.Terdengar suara ketukan pintu depan rumah, Rasyid langsung mengintip dari lubang pintu siapa yang datang ke sana. Pasalnya jika ibunya datang maka akan terdengar mobil pikap legen miliknya.“Syid, buka!” “Om!” Rasyid langsung membuka kunci pin
Salwa tersenyum menyambut kedatangan Daniel Dash. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya mendengar kalimat yang Daniel ucapkan padanya. Mencoba memahami arti terjemahan dalam bahasa Indonesia.Kemudian keningnya berkerut.“Mister, beliin sepatu heels untukku? Beli dari toko Sopi nge-live?”Salwa terkekeh berat. “Mister, aku lebih suka sepatu sneaker daripada heel! Yang benar aja! Kasihan sepatunya kalau aku yang pake. Hem, dulu sepatu yang dikasih Teh Kania saat wisuda aja langsung di musiumkan. Karena hak nya patah.”Dengan kepolosannya, gadis yang berpenampilan seperti seorang asisten rumah tangga itu tertawa. Ia mengira perkataan Daniel itu lelucon receh.Daniel mengatakan begini. “But I’m head over heels for you. You are the reason I am alive.”Karena pelafalannya yang fasih dan cepat, kalimat yang Salwa tangkap, hanyalah, bagian, heels dan live. Kesimpulannya sepatu heels hasil beli dari menonton acara toko online yang sedang live.Daniel dan Farah saling lirik. Daniel menghela na
Salwa sudah mandi dan memakai pakaian dengan rapi karena akan kedatangan tamu. Ia memutuskan untuk memakai one set berwarna peach dengan kerudung berwarna senada bermotif bunga-bunga kecil.Ia pula mengoleskan pelembab pada bagian wajahnya dan lipbalm pada bibirnya agar tetap lembab. Tak lupa parfum beraroma lembut ia semprotkan di beberapa titik tubuhnya.Setelah mandi dan bersolek ia menunaikan sholat dhuha dan membaca mushaf alquran beberapa lembar. Ia kemudian menengok jam dinding. Tak terasa waktu telah bergulir hingga pukul sembilan tiga puluh pagi. Ia pun keluar kamar dan berjalan menuju ruang makan. Matanya membola, ketika melihat sosok pemuda yang tengah memainkan ponselnya dengan malas. Salwa lupa jika sedari tadi Daniel menunggunya untuk sarapan bersama. Hampir dua jam Daniel menunggunya.“Mister? Belum pergi ke kantor?” tanya Salwa sedikit terkejut. Daniel tak menyahut. Ia fokus memainkan game melalui gawainya. Yang terdengar oleh Daniel hanyalah suara letusan senjata ap
[Apa? Rumah sakit mana?]Lidia terkejut ketika mendapat panggilan telepon dari seorang perawat di rumah sakit kota. Suaminya, Adriawan terluka parah karena diserang oleh ‘begal’ semalam ketika ia pulang dari klub malam.Tentu saja sang istri yang materialistis tapi setia tersebut tidak mengetahui ihwal kepergian suaminya ke sana. Ia hanya mengetahui suaminya meminta ijin padanya untuk meeting di Bintaro dengan rekan kerjanya.Lidia menangis sesenggukan mendengar suaminya dirawat di ruang ICU. Ia duduk terkulai lemas macam orang tak makan selama seminggu. Andai ia tahu apa yang suaminya lakukan ia tak mungkin menangisinya. Atau meratap seperti seorang wanita bodoh. Mungkin ia bahkan akan berjingkak riang gembira mengumpati perbuatan cabul suaminya langsung yang mendapat karma instan.Seorang asisten rumah tangga tergopoh-gopoh melihat adegan majikan wanitanya yang tengah menitikan air mata begitu hebatnya. Ia sudah sering melihat adegan drama di rumah mewah tersebut. Pertengkaran sua
“Katakan apa maumu?” tanya Ilham merasa tersinggung ketika secangkir kopi tiba-tiba saja menumpahi pakaiannya, tak ada angin dan tak ada hujan. Bagaimana bisa secangkir kopi tiba-tiba tumpah ketika benda itu diam kecuali ada yang menggerakkannya. Bahkan letak cangkir tersebut lebih dekat dengan posisi Ilham ketimbang tangan Daniel. Tak mungkin cangkir itu berpindah karena kemampuan telekinesis seseorang. Ilham tak terima. “Hei, aku sudah bilang sorry! Kau tuli?” Daniel menepuk-nepuk pundak Ilham dengan menampilkan wajah tanpa dosa. Ia justru merasa belum puas menumpahkan cairan kopi pada pakaiannya. Mungkin lain kali ia menumpahkan kopi ke wajahnya saja sekalian, agar tidak caper pada Salwa. “Apa maksudmu? Aku tak punya masalah denganmu! Jangan cari gara-gara! Aku tidak buta, aku bisa melihat kau menumpahkan kopi pada pakaianku dengan sengaja.” Ilham mengemukakan uneg-uneg yang sedari tadi ia tahan ketika mereka berada di ruang tamu. Kini mereka tengah berhadapan, empat mata d
Bab 131“Mama, kenapa dari tadi melamun? Dompet Mama dicopet?”Violeta menghampiri ibunya, yang kini tengah duduk di sofa lobi rumah sakit. Ia menekuk wajah cantiknya. “Mama! Mama jangan ngelamun! Mama gak mau ‘kan masuk rumah sakit juga? Nyusul Papa? Tapi masuk rumah sakit jiwa,” cicit Violeta lagi, puas menggoda ibunya. Ia mengguncang pundak ibunya gemas.“Vio, kamu jangan bicara sembarangan! Mama bukan ngelamun. Mama lagi banyak pikiran,” sahut Lidia dengan perasaan gundah gulana. Perkataan dokter tadi terus menerus terngiang berisik di telinganya mirip nyamuk yang kelaparan.Dokter Cantika menceritakan soal pasien yang dikeroyok oleh ‘begal’. Nama pasien tersebut ialah Salwa Salsabila. Dokter Cantika keceplosan mengatakan nama pasien yang ditanganinya.Lidia mengetahui betul semua kegiatan suaminya, termasuk rencananya dalam membalas dendam pada perbuatan Daniel Dash melalui gadis yang ditaksirnya.Lidia mulai menarik benang merah. Luka yang diperoleh Adriawan sama dengan luka ya
Semenjak kepulangan dari rumah Nuha, Ustazah Aliyah menangkap sesuatu yang tak beres pada putranya. Ketika ia asik berbincang dengan Nuha di ruang tamu, Ilham sudah menunggunya di dalam mobil dengan kondisi wajah yang masam. Ia juga terus meneleponnya agar segera pulang padahal Ilham tinggal menyusul ibu dan adiknya ke dalam rumah. Namun Ilham tetap menunggu di luar. Wajah Ilham terluka. Namun pakaiannya yang kotor sempat digantinya dengan kemeja yang memang selalu dibawa di dalam mobil tersebut. Setelah ia mencoba bertanya apa yang terjadi, Ilham hanya memberi jawaban tak masuk akal. Jatuh. Namun setelah tiba di pondok, ketika mereka berada di rumah Kyai Umar, Ustazah Aliya bertanya kembali. Mumpung tidak ada Zahra yang cerewet. “Ilham, wajahmu kenapa? Jawab yang jujur!” Ustazah Aliyah bicara dengan tegas. Tak mungkin seseorang jatuh hingga menyebabkan wajahnya terlihat lebam dan kini terlihat membengkak saat tiba di rumah. Ilham yang tengah bersiap-siap untuk mengajar, harus m
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap