Thor jadi Agatha Christie dulu ya ...
Pukul delapan pagi.“Binder, tugas makalah, laptop, ponsel, powerbank, flashdisk. Semua ready!” Salwa mengecek perlengkapan yang akan dibawa ke kampus. Ia akan melakukan presentasi salah satu mata kuliah di kelas. Oleh karena itu ia harus mempersiapkan segalanya dengan rinci, khawatir ada yang ketinggalan. Kemudian ia memasukan seluruh keperluannya ke dalam tas ranselnya.“Salwa, udah sarapan belum?” tanya Nuha yang rajin mengecek adiknya. Ia tengah menggendong Farrel yang masih merem. Anak lelaki tampan itu baru bangun, tak seperti kakak kembarnya yang sudah siap, mandi dan sedang sarapan karena mau pergi main dan jalan-jalan bersama Oma Sahila dan Opa Naufal.Si kembar akan mulai mengikuti pre school tahun depan sebab sekarang sudah tanggung, sudah berjalan satu semester. Kemarin Nuha hanya mengecek sekolah dan mencari informasi soal sekolah tersebut. Anak-anak sudah cocok dengan sekolah tersebut.“Mau, Teh,”“Masih sakit perut gak?”“Enggak,”“Makanya jangan makan sembarang!”“Gak
“Jawab, Bobi! Atau saya akan memecatmu! Kau lupa siapa yang mempekerjakanmu? Siapa yang memungutmu? Jawab!”Lidia bersedekap tangan di dada. Saat ini ia tengah menginterogasi asisten pribadi suaminya terkait suaminya yang ditemukan terluka dalam kondisi mabuk.Jika Bobi berkata sejujur-jujurnya, sudah dipastikan Adriawan akan murka padanya. Namun jika Bobi berdusta, ia merasa teramat berdosa. Lidia sangat berjasa bagi hidupnya.“Maaf, Bu, memang saya mengantar Bapak untuk meeting dengan rekan kerja Bapak. Kan seperti Ibu ketahui, terkadang meeting dengan orang luar biasanya memesan wine. Sebetulnya di kalangan pejabat sudah biasa tuh Bu minum. Saya saja yang tidak minum soalnya ‘kan takut terjadi apa-apa kalau Bapak mabuk. Saya yang bawa mobil.”Lidia terdiam sejenak mendengar penjelasan Bobi. Memang betul apa yang dikatakannya. Lidia bukan orang yang antipati pada minuman beralkohol, apalagi teman-teman sosialitanya seringkali mengajaknya mencicipinya ketika berkumpul. Tidak sampai m
Di sebuah klub malam seorang gadis menari di lantai dansa dengan gerakan yang tak karuan. Ia tengah berada dalam pengaruh alkohol. Ia mabuk berat.Beberapa teman perempuan yang diajaknya terus membujuknya agar segera pulang mengingat bahaya untuk seorang gadis mabuk berat di sana maka akan mengundang pria hidung belang, terutama pria yang seringkali menikmati one night stand dengan orang asing.“Vio, stop! Kau harus pulang!”Teman-teman Violeta merasa cemas tatkala melihat Violeta yang mulai kehilangan kesadaran termasuk rasa malunya. Ia meliuk-liukkan tubuhnya di lantai dansa mirip seekor ular yang mendengar suara seruling pawangnya. Dress merah yang ia kenakan kurang bahan dan pasti akan mengundang para pria yang doyan selangkangan.Ke dua teman Violeta menyeret Violeta agar keluar dari klub tersebut. Mereka berhasil memapah Violeta hingga ke tempat parkiran.“Cepat telepon si Kak Evan! Dia masih di mana?” seru salah satu temannya.“Bentar, aku lihat pesan,” tukas temannya yang lain
“Mas Daniel, Ibu telepon!”Riko menyusul Daniel yang tengah mengawal Salwa berbelanja laptop. Mungkin Kinan sudah menghubungi sedari tadi via ponselnya, hanya saja Daniel tak mendengar nada dering telepon ketika asik bersama gadis itu. Memilih laptop terbaik untuknya. Oleh karena itu Kinan menghubungi ponsel Riko.“Aku akan telepon balik, Riko.”Daniel menyahut dan langsung meraih ponsel yang ia simpan di saku celananya. Ia akan mengobrol dengan ibunya di luar toko tersebut, mencari tempat yang sepi. Di dalam toko elektronik tersebut, musik klasik terdengar mengayun merdu sehingga tetap saja akan terdengar berisik untuk mengobrol via teleconference. Sejenak Daniel mengabaikan teman kampusnya yang dulu sempat menjadi rivalnya sewaktu kuliah. Lelaki bertato tersebut tengah menggandeng wanita cantik, memilih laptop pula.“Sal, aku angkat telepon Mommy dulu. Gak apa-apa?”“Okay, Mister. Aku akan menunggu pesananku. Karyawan toko sedang mengemasnya.”Salwa menunjukan ibu jarinya ke hadapa
Di dalam sebuah masjid agung pesantren Babussalam para murid santriwati kelas mahasiswa tengah berkumpul dengan sukacita. Malam ini mereka akan melaksanakan kegiatan tasmi’, menyetor hafalan surat dalam Alquran yang telah mereka hafal selama mondok di sana. Santriwati dibagi ke dalam beberapa kelompok. Malam itu hari pertama kegiatan, ada satu kelompok santriwati yang terdiri dari dua puluh orang yang mengikuti kegiatan tasmi’ disertai talqin atau sambung ayat. Ustazah yang membimbing santriwati putri terdiri dari tiga orang ustazah. Salah satu Ustazah tentu saja putri pemilik pondok, Ustazah Aliya.Satu per satu santriwati maju ke depan dan duduk berhadapan dengan sang ustazah. Mereka mulai membacakan salah satu surat dalam Alquran, yakni surat Al Baqarah. Ustazah juga melakukan metode talqin untuk melancarkan hafalan surat para santriwati.Tiba giliran Salwa Salsabila maju ke depan setelah mendapat panggilan dari sang pembawa acara. Dalam balutan abaya berwarna putih yang mengkila
Cuaca pagi itu terlihat cerah. Awan cirrus terukir rapi di kanvas langit berwarna biru lazuardi. Ke dua gadis berpenampilan agamis baru saja turun dari angkutan umum di depan gapura kampus berbentuk harimau Jawa yang sangar dengan perasaan penuh semangat.Dari sana mereka harus berjalan cukup jauh untuk tiba di gedung FK. Namun karena mereka terbiasa berolahraga dan hidup di pedesaan, mereka justru menikmati berjalan kaki pagi hari. Biasanya.Berbeda dengan anak mahasiswa lain yang mengendarai kendaraan pribadi baik itu beroda dua maupun roda empat yang mewah. Jika melihat pemandangan demikian, sudah dipastikan mereka mahasiswa normal yang menghuni kampus Cakra dan berasal dari kalangan ekonomi tinggi.Jika kebalikannya, menemukan mahasiswa yang lebih memilih menaiki ojol atau seperti mereka, naik angkutan umum berarti mereka anak mahasiswa berasal dari golongan menengah ke bawah dan penerima beasiswa.“Wa, kenapa kita gak bawa motor aja ya ke kampus? Lama kelamaan bisa gempor juga ni
Sepasang suami istri baru saja turun dari anak tangga pesawat. Seorang wanita paruh baya dalam balutan dress floral pink baby dibalut sweater bulu terlihat menggandeng suaminya yang berusia jauh lebih tua darinya. Sang suami berpenampilan lebih formal dalam balutan kemeja ditutupi oleh jas hitam mengkilat yang mahal. Mereka berjalan beriringan dengan langkah cepat agar segera tiba di rumah.Di belakang mereka dua orang pria berperawakan tinggi besar dan memakai pakaian serba hitam menyeret koper milik ke dua majikannya. Sebuah mobil SUV mewah berwarna hitam metalik menyambut kedatangan mereka di lobi bandara. Seorang pemuda dalam balutan kasual tengah menyandarkan punggungnya pada body mobil menunggu kedatangan ke dua orang tuanya.“Daniel!” teriak wanita dengan suara cempreng khas yang sudah berdiri lima meter dari hadapannya.Daniel langsung menoleh ke arah sumber suara. Ia melepas kacamata hitam yang bertengger pada hidung mancungnya.Wanita dengan rambut sebahu bergelombang langs
Salwa tak bisa mengerem kakinya alhasil ia menabrak sosok pemuda yang menertawai tingkahnya.Brughh,Ke dua tangannya mencengkeram apa yang ada di hadapannya. Dengan nafas tersengal ia memejamkan matanya, mengatur deru nafasnya dan menyeimbangkan tubuhnya.Sosok pemuda di hadapannya menatapnya tanpa berkedip. Ia malah memuaskan matanya menatap gadis yang seringkali datang mengganggu tidur malamnya. Tetiba jantungnya juga berdegup kencang. Setiap kali berhadapan dengan gadis itu kesehatan jantungnya terancam namun anehnya hatinya meluap-luap bak banjir rob. Gadis itu sepertinya tukang hipnotis. Hanya saja ia menyembunyikan profesi anehnya tersebut. Buktinya ia bisa menghipnotis kewarasan Daniel hingga membuatnya macam orang kena pelet.“Sally,” gumamnya pada gadis itu.Salwa mendongak dan baru sadar apa yang ia lakukan. Tangannya masih mencengkram kemeja milik pemuda yang berdiri tepat di hadapannya. Tatapannya bertumbur kemudian tatapan Salwa tertuju pada tangannya yang menyentuh ar