“Sayang, Ayah bawa apa?” tanya Darren menjinjing dua kantong kresek berwarna putih di sebelah tangan kanan dan kirinya.“Yeay! Papa bawa es krim Boba!”Farah meloncat-loncat tatkala melihat sang ayah membawakan pesanannya sore itu. Ia langsung menyambar kantong yang berisi es krim boba dengan rasa coklat dan stroberi kemudian menciumi wajah ayahnya.Darren merasa sangat bahagia setiap kali kepulangannya disambut heboh oleh anak-anaknya.“Mana pesanan punyaku Ayah?”Asyraf mengulurkan tangannya, menengadah meminta jatahnya.“Maaf, Sayang, toko mainan sudah tutup. Paling besok Ayah carikan lagi pesananmu.”Darren merendahkan tubuhnya dan mengusap pucuk kepala Asyraf.Asyraf tidak merespon, ia terlihat kecewa dan kesal pada ayahnya.“Hai, mau kemana?”Darren menarik tubuh Asyraf agar menghadapnya.“Aku kecewa sama Ayah.”Asyraf menggembungkan pipinya terlihat lucu dan menggemaskan.“Maafin, Ayah, Nak, besok insyaallah janji Ayah cari mainan yang kau inginkan.”“Benar apa kata Ayah, Mas A
Hari minggu ialah hari libur bagi semua orang, namun tidak untuk Daniel. Saat semua orang menikmati hari libur weekend, hari itu ia harus mengecek kondisi cafe yang mengharuskan dirinya pergi ke Jakarta.Ingin sekali berjumpa dengan gadis bertahi lalat yang seringkali mengusik pikirannya, namun tak bisa. Seingatnya hari minggu para santri justru tidak diijinkan keluar. Daniel memang tidak tahu jika Salwa hari itu akan mengikuti tanding berkuda. Salwa juga tak pernah memberikan kabar soal kegiatannya.Bukan tanpa alasan, ia tidak ingin menganggap hubungan mereka seumpama hubungan sepasang kekasih ‘pacaran’ yang mengharuskan mereka berbagi kisah dan kegiatan apa saja yang mereka lakukan. Daniel pun mulai memahami sikap Salwa. Menjaga batasan.Hubungan mereka seperti air yang mengalir. Tak ada saling menuntut. Semua berjalan kembali normal. Mereka disibukan dengan aktifitas masing-masing. “Sayang, bisakah sebelum ke Jakarta, Riko mengantar Mommy ke Adipati Equestrian Stable? Nanti biar
[Daniel, di mana kau sekarang?][Pom bensin,][Yakin kamu gak mau balik? Ke tempat Mommy!][Ogah, lihat taik kuda?!][Bukan, pantat kuda! Bukan lah, si Sally ada di sini! Dia lagi tanding,][Yang bener Mi?][Bener, masa Mommy bohong!]Telepon terputus.“Riko. Balik lagi ke tempat Mommy! Aku mau nonton bidadariku tanding. Si Sally tanding apa emang? Perasaan di sana tidak ada pertandingan silat. Tapi ya sudahlah!”“Siap, Mas!” jawab Riko dengan sigap.Sepanjang jalan Daniel begitu bersemangat karena akan bertemu dengan wanitanya. Menahan rindu terasa menyesakkan dada, meski baru beberapa hari tak jumpa rasanya seperti sewindu. Ia lupa jika harus pergi ke cafe.Lantas Daniel menghubungi Raja, ia akan menunda kedatangannya ke sana. Dengan alasan ada hal yang lebih penting.Berbagai pertandingan dilaksanakan secara serentak di tempat yang berbeda, masih area Adipati Equestrian Stable. Ilham dan para santri senior mewakili horseback archery, tanding memanah dan berkuda. Shafiyah dan Siti m
Semua pertandingan berakhir menjelang dzuhur. Para peserta dipersilakan untuk istirahat dan menunaikan sholat dzuhur bagi yang muslim.Beberapa nama santri berasal dari Babussalam keluar sebagai pemenang. Pesantren Babussalam berhasil menyabet kejuaraan dari ke tiga kategori. Horseback archery, memanah dan berkuda. Ilham menyabet juara pertama dalam bidang Horseback archery. Santri senior lain mendapat juara ke tiga dalam bidang yang sama.Shafiyah meraih juara pertama memanah. Sementara itu Salwa keluar sebagai juara pertama berkuda.“Wah, masyaallah tabarakallah, selamat kalian membawa nama baik pesantren Babussalam. Kami sebagai guru dan pengurus pondok pesantren bangga sama kalian,” tutur Ustazah Aliya pada santri yang saat itu baru saja menyelesaikan ajang lomba. Mereka tengah duduk di tribun dan bersiap-siap akan kembali pulang ke pondok.“Alhamdulillah, Ustazah. Semua berkat dukungan dan doa para Ustaz dan Ustazah bagi kami.”Shafiyah menjawab dengan membanggakan dan mengelu
“Kenapa Mis-ter?” tanya Salwa heran.Daniel tidak menjawab, hanya saja raut wajahnya terlihat dingin, apalagi ia melepas kacamatanya. Matanya yang sipit nan tajam mirip Kinan terlihat ngeri saat marah.Lantas Salwa mencoba berpikir lagi, apakah ia salah ucap. Ia baru ingat jika ia menceritakan soal dua orang lelaki yang menaksirnya. Secemburu itukah pemuda itu padanya. Menakutkan.“Mis, Mis, Mis Universe! Mis, Mis apa yang gak punya apa-apa? Ayo jawab Mister?”Salwa mencari strategi untuk mengubah suasana mood nya yang mirip ombak banyu.Daniel masih terdiam.“Miskin!” jawab Salwa. Ia menjawab tebakannya sendiri.Tak mempan, bibir tipis pemuda itu rapat macam di lem.“Mis … Mis … apa yang suka dimakan? Gampang nih! Mister, jawab dong! Kasihan Mommy nunggu,”Daniel memutar ke dua bola matanya jengah. Kenapa gadis itu tak peka dengan perasaannya. Menyebut lelaki lain di hadapannya adalah haram. Setidaknya minta maaf. Ia malah main tebak-tebakan.“Ah, ya, ayo jawab! Nanti aku traktir! Se
“Kenapa wajahmu kusut misut begitu? Seharusnya pulang dari pertandingan senang lah! Kan juara! Selamat ya!”Neng Mas menyambut kedatangan Salwa penuh sukacita. Ia memeluknya erat. Neng Mas hanya ikut mengantarnya ke tempat turnamen sebab ia mengerjakan tugas kelompok.“Makasih, aku hanya letih.”Salwa meletakan piala berkaki empat di atas lemari. Kemudian langsung merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Tubuhnya terasa sangat letih seperti habis dibanting-banting ke dinding.“Neng, ada es krim. Masukin ke kulkas ya!”“Asik!”Mendengar apapun berbau makanan atau minuman, tubuhnya langsung bangkit bersemangat. Ia langsung memasukkan dua ember kecil berisi es krim delapan liter dengan varian rasa yang berbeda ke dalam lemari pendingin kecil di sana.“Pulang telat dari mana dulu? Tumben, gak dihukum ‘kan?”Salwa beberapa kali menguap.“Aku habis ditraktir makan sama …”“Mister? Jadi juga kau mengundangnya?”“Hem, enggak! Ceritanya gak gitu! Aku gak sengaja ketemu Mommy Kinan sewaktu di arena p
Daniel naik pitam ketika mendengar seseorang berusaha mengaturnya. Ia tidak suka diatur dan diperintah oleh siapapun. Apalagi Adriawan dengan seenak jidatnya menyuruhnya untuk menikahi putrinya. Melibatkan persoalan perusahaan dengan masalah pribadi.Pernikahan bisnis. Sungguh sesuatu yang berada di luar nalar. Tidak ada dalam kamus hidup Daniel Dash.Daniel langsung teringat Salwa. Salwa ialah cinta matinya. Tak mungkin ia menerima cinta wanita lain. Baginya Salwa ialah dewi tercantik sejagad raya, takkan pernah tergantikan oleh siapapun. Sekalipun ia harus menukar nyawa, apapun akan ia lakukan untuk mendapatkan gadis yang membuatnya kehilangan setengah kewarasannya.Katakanlah semenjak mengenal gadis bertahi lalat itu setiap hari pikirannya tak luput dari bayang-bayang wajahnya. Di manapun dan kapanpun.Jika tidak sedang mengikuti proses pengobatan, ia tak mau lagi tinggal di Kanada. Ia ingin tinggal berdekatan dengannya. Ingin melihatnya terus dan tak ingin jauh darinya meskipun
“Sally! Look Sally datang!” teriak Farah ketika melihat tantenya datang menjenguk mereka. Salwa tiba di rumah kakaknya malam hari karena harus mengaji terlebih dahulu.“Halo, Cantiknya Aunty, Assalamu’alaikum!” sapa Salwa langsung meraih tubuh Farah dan menggendongnya.“Kalian kangen Aunty gak?”Alih-alih menjawab pertanyaan tantenya, gadis kecil berambut tebal yang dikepang dua itu langsung menghujani tante kesayangannya dengan ciuman di wajahnya.“Sally, datang Ibu! Hore! Sally datang!” pekik Asyraf ketika mendapati tantenya.Asyraf langsung memeluk betis tantenya. “Sally, I miss you.”“I miss you too, handsome!”Salwa mengecup pipi gembil Asyraf.“Wa!” Suara Nuha mengalihkan perhatian Salwa. Salwa langsung menurunkan Farah dari gendongannya. Ia berjalan menghampiri kakaknya dan langsung memeluknya.Karena tubuhnya lebih tinggi dari Nuha, terpaksa Salwa sedikit membungkukan badannya.“Maafin aku Teh, baru bisa ke sini,” ucapnya namun dengan pundak yang sedikit berguncang.“Gak apa
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap