(Bukan) orang ketiga“Jika Ayahmu bersedia, dia bisa bekerja lagi tetapi di bagian staf di kantor yang berada di gedung C.”Anggara tergugu. Dari mana Darren mengetahui jika ayahnya sekarang telah menjelma menjadi seorang pengacara, pengangguran banyak acara.“Jika ayahmu bersedia, Angga. Tapi tenang saja staf gedung C belum mengenal ayahmu. Jika ayahmu bersedia dan bekerja dengan baik maka setelah saya pertimbangkan maka ayahmu bisa kembali menjabat ke posisi semula. Asalkan dengan satu syarat!”“Syarat apa?”“Dia tidak mengulangi kesalahan yang sama. Jika sampai mengulangi kesalahan yang sama maka kesempatannya sudah khatam. Bagaimana?”Darren yang awalnya bersikeras merasa sangat kecewa pada Bagaskara dan sama sekali tak peduli soal nasibnya setelah dipecat dari posisi direktur. Namun ketika melihat kejadian yang menimpanya di mana Bagaskara hidupnya menjadi melarat melebihi gelandangan, hidup terlunta-lunta karena diabaikan anak istrinya, sementara itu Anggara menjadi pelarian. Ia
[Ada apa Adis? Katakanlah!][Aku sendirian di rumah. Embok sedang pergi ke Lombok. Barusan aku lihat ada orang yang lewat di depan balkon kamarku. Aku takut sekali.][Emang pak satpam kemana?]Nuha tertegun sejenak. Mana bisa sosok Adisty bisa menjadi sosok yang lemah. Sepengetahuan dirinya dulu Adisty yang menghajar pelaku hipnosis pada Ratih. Kendati ia beralasan reflek meninju si penjahat.[Pak satpam pulang kampung. Nuha, bisakah aku menginap di rumahmu?]Adisty berkata dengan nada lirih. Seperti terdengar sehabis menangis. Nuha kembali tergugu. Haruskah ia mengijinkan Adisty bermalam di rumah. Kehadirannya seakan mengusik kehidupan Nuha yang aman nan damai. Terutama cara ia mendekati putrinya, Nuha keberatan.Nuha tak lantas menjawab. Ingin rasanya menolak tetapi tak kuasa karena merasa iba. Jika memang kondisinya ia tengah ketakutan, dengan lapang dada Nuha merentangkan tangan menyambutnya.Nuha akan menempatkan Adisty di kamar tamu atau tidur bersama Ratih. [Datanglah ke sini
Darren Dash melepas jaket yang membungkus tubuh jangkungnya dan menggantungnya pada gantungan besi yang terletak di ruangan televisi dekat kamar utama. Mengendap-endap ia berjalan menuju kamar ke dua bayi kembarnya. Nuha seringkali tidur di sana. Meskipun usai menghabiskan malam panjang mereka, Nuha tetap tidur di kamar ke dua anaknya. Tangan Darren terulur menggerakan knop pintu dengan pelan-pelan. Kamar terlihat gelap hanya menyisakan temaram yang berasal dari lampu tidur tergolek di atas nakas. Harum aroma bayi langsung terhidu ketika kakinya melangkah masuk. Wangi yang menenangkan. Wangi yang membuatnya betah berlama-lama berada di sana. Wangi itu pula yang membuatnya ingin segera pulang ke rumah. Hal pertama yang Darren lakukan saat pulang ke rumah ialah melihat ke dua bayi kembarnya. Rupanya Nuha tidak berada di sana. Tak biasanya. Apa Nuha kelelahan hingga ia tertidur di kamar utama. Darren mencuci tangan di wastafel sebelum membelai ke dua bayi nya yang tertidur pulas. “Fa
Malam itu menjadi malam yang begitu panjang dan mendebarkan bagi Ratih. Rasanya ia ingin sekali melarikan diri dari situasi pelik tersebut. Ia melihat perubahan sikap Adisty yang cukup drastis. Terasa aneh dan menakutkan.Cara Adisty menatapnya terlihat misterius. Ke dua bola matanya bergerak liar. Terkadang melotot seperti melihat setan, terkadang memicing seperti mengintip orang mandi dan terkadang menatap kosong nan sepi seperti tengah melamun.Tak hanya itu, mulutnya komat-kamit seperti merapal doa pelet, terkadang melipat bibirnya ke dalam seperti merasa gemas dan terkadang sudut bibirnya terangkat sebelah membentuk seringai culas.Wanita itu menyimpan rahasia. Awal pertemuan ia terlihat seperti wanita dewasa pada umumnya dan memiliki sifat keibuan. Cantik berkulit eksotis, pembawaan dewasa, ramah dan tenang.Namun apa yang dilihatnya malam itu, seolah mata batin Ratih tersibak. Adisty yang sekarang tengah duduk di meja rias menatap cermin sembari merapalkan sebuah doa yang ia ta
Dengan ketergesa-gesaan, Huda memainkan matanya, melempar isyarat agar Romi berhenti bermulut besar. Karena masih tak peka merespon isyaratnya, Huda menginjak ibu jari kaki milik Romi dengan gemas berbaur jengkel. Kebetulan mereka duduk berhadap-hadapan tak terlalu jauh. Hanya terhalang meja bundar. “Ough!” pekik Romi meringis kemudian tersentak seketika ketika melihat sosok bertubuh tinggi tiba-tiba mengambil tempat duduk di antara mereka. Wajah Romi memerah seperti kepiting rebus. Habislah dia! Ia harus menyiapkan mental sekokoh beton kala menghadapi amukan Daniel yang mirip orang tak makan selama seminggu. “Kalian sudah makan?” tanya Daniel dengan santai. Romi dan Huda saling lirik penuh arti. Sungguh aneh. Daniel Dash sama sekali tak marah ketika ke dua sahabatnya membicarakannya. Bahkan Romi membicarakan hal buruk tentangnya. “Hei, kalian kenapa?” Tak kunjung mendapat respon Daniel bertanya kembali. “Kalian mau makan malam apa?” “Um, anu … soal barusan. Sorry, Niel,” tukas
“Assalamualaikum wa rohmatullahi wa barokatuh! Salam sejahtera teruntuk kita semua. Kepada yang terhormat, Bapak Jonathan Dash selaku pemilik Yayasan JD Group Peduli. Yang saya hormati rekan-rekan karyawan PT JD Group serta para hadirin yang berbahagia.Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga kita bisa berkumpul di sini dalam keadaan sehat wal afiat.Sekolah Dasar Harapan Bangsa ini merupakan wujud kepedulian PT JD Group dan keluarga terhadap pendidikan bangsa. Gedung sekolah dibangun atas gagasan Bapak Jonathan Dash, selaku founder PT JD Group.Kami berharap sekolah ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi semua anak-anak yang memiliki mimpi setinggi langit!Demikian sambutan dari saya mewakili Yayasan PT JD Group Peduli. Terima kasih. Assalamualaikum,”Nuha menyampaikan pidato singkat dengan semangat berapi-api. Ia merasa mengalami dejavu dimana rohnya tertarik pada moment ia melak
Gelak tawa pecah di sebuah ruangan VVIP sebuah restoran. Jonathan tak henti-hentinya menertawakan kisah yang menurutnya lucu ketika ia mengobrol dengan temannya.“Dad, jangan ceritakan yang barusan! Mas Darren mudah cemburu,” komentar Nuha pada papa mertuanya.Salah seorang teman Jonathan meminta Nuha untuk dijadikan calon menantunya karena ia mengira Nuha masih seorang anak mahasiswi. Memang betul, Nuha masih anak mahasiswi tetapi statusnya sold out, bahkan sudah dikarunia dua bayi yang lucu.“Daddy, tak sabar justru ingin menceritakan kejadian barusan.”Jonathan mendadak humoris. Di balik sisi dingin dan kharismatik yang ia miliki, ia menyimpan sejumlah karakter yang tak terduga.“Sudahlah! Daddy kadang kekanak-kanakan. Sudah tau anaknya cemburuan,” cibir Kinan sembari menggendong Asyraf dalam pangkuannya.Asyraf yang tak bisa diam, tangannya menggapai apa saja yang berada di atas meja. Tak sengaja tertangkap oleh mata Nuha. Nuha langsung menggenggam tangan mungil putra tampannya te
Seorang wanita mengalami tiga fase kehidupan yang rupanya berhasil membangun sikap kedewasaan dan kebijaksanaan. Pertama ia mengalami fase menjadi seorang anak perempuan. Ia tumbuh dengan hadirnya cinta dan kasih dari ke dua orang tuanya.Fase ke dua ialah ketika seorang lelaki meminangnya, mengambilnya dari tangan ke dua orang tuanya. Anak perempuan menjadi seorang istri yang memikul tanggung jawab melayani suaminya dengan setulus hati.Pada fase ketiga ialah fase terberat dan menantang. Ada banyak hal yang akan ditemukan seorang perempuan ketika ia menjadi seorang ibu. Bagaimana ada janin tumbuh dalam rahimnya. Ia mengorbankan seluruh jiwa dan raga demi sang jabang bayi.Tatkala bayi itu terlahir maka tanggung jawab seorang perempuan bertambah tak hanya sebagai seorang anak, tetapi istri dan seorang ibu sekaligus. Dengan tangannya ia merawat dan mendidik anak-anaknya hingga kelak menjadi tumbuh menjadi anak yang pintar, baik dan beradab.Tak ayal ke tiga fase tersebut mempengaruhi s
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap