Siang itu terik mentari terasa membakar bumi. Anomali cuaca secara global terjadi di seluruh penjuru belahan bumi. Tampaklah kepakan sayap burung besi yang mendesau bising mendarat dengan sempurna di landasan pacu.Ke tiga pemuda berwajah rupawan menuruni anak tangga pesawat dengan menyeret koper masing-masing penuh semangat empat lima. Mereka berjalan keluar area bandara menghampiri mobil jemputan masing-masing. Mereka saling berpelukan dan menyampaikan salam perpisahan dengan penuh syahdu.Di sana mereka akan berpisah sebab ke tiga nya memiliki tujuan pulang yang berbeda. Romi akan pulang ke apartemennya di ibukota sebab ia tengah magang di perusahaan ayahnya.Huda akan pergi ke pesantren mengunjungi adik perempuan satu-satunya yang tengah mondok di daerah Sukabumi. Tinggal lah Daniel yang akan pulang ke kota hujan. Ia pulang untuk ke dua keponakannya yang lucu dan menggemaskan. Namun ada alasan lain kepulangannya. Setelah menguatkan hatinya dan menerima petuah dari ke dua sahabat
Sebuah ledakan terjadi kembali ke tiga kalinya. Kali ini dentumannya tidak terlalu besar karena ledakan dilakukan di sebuah hutan yang jauh dari pemukiman warga. Walaupun terdengar hanya suara dentuman seperti suara ban truk meletus di jalan raya. Bahan peledak yang digunakan berdaya rendah dengan kecepatan maksimum 400 meter/detik.“Maaf, Nona, apa tidak berbahaya? Jika Bapak tahu, Nona pasti maaf … dibawa ke psikiater lagi atau rumah sakit.”Ke dua tangan wanita itu segera mencengkeram leher si pria bersweater leher kura-kura.“Bapak tidak akan tahu jika kau tidak memberitahunya,”Cengkraman wanita itu begitu kuat sehingga membuatnya berjinjit karena pasokan oksigennya nyaris habis. Ia sama sekali tak melakukan perlawanan berarti. Di hadapan wanita itu ia begitu lemah. Wanita berambut pendek itu anak atasannya. Sungguh hal yang musykil ia membalasnya.Namun ketika nafas semakin tercekik, ia mau tak mau harus menyelamatkan dirinya. “Mmmph, mmph,”Wajah pria itu memerah berusaha mele
Brugh,Terdengar suara orang yang jatuh. Beberapa pasang mata menyisir setiap sudut sekolah dengan tatapan waspada. Mereka tengah mengincar seseorang seperti seekor harimau yang memburu mangsanya.Gadis yang mereka cari cukup gesit hingga pandai bersembunyi. Rok panjang nan lebar tak menghalangi langkahnya untuk berlari.“Huh! Aduh kenapa bisa kena sih,”Gadis itu akhirnya bisa bernafas lega kendati ekor matanya tetap bergerak-gerak waspada.Ia jatuhkan tubuhnya di balik ruang kelas yang kosong. Tangannya sibuk meraih tumbler. Agaknya berlarian keliling lapangan membuat merasa letih luar biasa. Tindakannya justru semakin mempersulit dirinya.Dengan gerakan cepat ia memutar tutup botol dan segera menengak air tetapi belum sampai air itu mengalir melalui jalan tenggorokannya ia sudah memuntahkannya kembali. Seorang gadis mematung di hadapannya tiba-tiba dengan tatapan yang intimidatif.UhukByurrrSalwa tersedak air dan menumpahkan isi air dari dalam tumbler hingga membuat pakaiannya b
Salwa dan Neng Mas berpisah di depan gerbang sekolah karena arah rumah mereka berbeda. Hari itu Salwa tidak mengayuh sepeda sebab ia diantar oleh ibunya.Naasnya, ia mengatakan pada ibunya jika pamannya akan menjemputnya tetapi ternyata ia tak bisa dihubungi. Aruni hanya bisa mengantar Salwa ke sekolah dan tak bisa menjemputnya karena ia harus pergi ke Jakarta mengikuti seminar tentang agribisnis di era digital.Berasal dari desa sama sekali tak menyurutkan langkah Aruni untuk berpikir maju dan modern. Ia terus mengupgrade ilmu dan wawasannya demi mengembangkan hasil perkebunan yang ia kelola.Alhasil Salwa menaiki kendaraan umum.Di tengah perjalanan tiba-tiba mobil yang ia naiki mogok. Sementara itu angkutan umum menuju rumahnya teramat langka sebab daerah pelosok pedesaan. Ia harus menunggu lima belas menit hingga dua puluh menit untuk memperoleh angkutan umum berikutnya.Ia mematung di tepi jalan dengan raut bingung. Mana daya ponselnya mati, ia tak bisa pulang dengan memesan kend
Mobil sedan mewah berkonfigurasi empat orang penumpang telah mendarat di pekarangan rumah Aruni dengan selamat. Kedatangannya disambut oleh nyanyian alam dan suara cicit burung pipit yang terlihat melompat dari satu dahan ke dahan berikutnya. Mereka bersembunyi di balik dedaunan rimbun yang terhempas akibat dersik angin.Sepertinya sepasang burung pipit yang cerewet tersebut ialah sepasang kekasih. Mereka melakukan aksi kejar-kejaran dengan begitu sukacita. Ah, Daniel berandai kembali jika dirinya dan gadis itu mirip sepasang burung pipit yang tengah beradu kasih. Bukan main senangnya hati Daniel. Begitu turun dari kendaraannya, tak henti-hentinya Daniel mengagumi keindahan alam yang terletak di kaki gunung tersebut. Gunung yang menjulang tinggi tampak jelas berwarna biru lazuardi dipagari perkebunan dan persawahan yang membentang hijau. Seperti tengah menatap lukisan-lukisan alam yang ditorehkan pada sehelai kanvas.Pertama kalinya Daniel mengunjungi rumah itu. Rasanya rempah-rempah
Tepat sasaran. Wanita itu melakukan selebrasi dengan mengepalkan ke dua tangannya ke udara!Terlalu euforia, betul!Bidikan anak panah mengenai papan target. Target pertama dan ke dua telah tuntas. Kini menuju target ke tiga yaitu target sebuah nama dr Ernest Rajendra SpA. Seorang dokter anak keturunan Jerman-Jawa. Senyum seringai terbit di wajah wanita bertubuh jangkung tersebut. Tak hanya senyum kini ia tertawa dengan lebar menyusuri foto-foto yang ditempel di dinding ruang kerjanya.Ada banyak foto baik berasal dari surat kabar maupun hasil cetak film terpampang secara acak pada dinding beton. Mulai foto monokrom hingga berwarna-warni nyaris menghiasai separuh tembok beton yang berukuran lebar tersebut.Namun foto yang dipajang di sana bukan foto pemandangan alam atau objek wisata sebagai objek fotonya. Biasanya ia mengumpulkan hasil foto dengan menggunakan kamera DSLR miliknya.Namun foto-foto dramatis yang ia kumpulkan dalam bentuk kliping awalnya. Sebuah gambar naratif yang se
Seorang pemuda baru saja turun dari mobil sedan yang dikendarainya dengan sesekali bersenandung lagu romantis dan bersiul. Tak seperti saat ia keluar rumah di mana air mukanya tampak lusuh, kepulangannya membuat suasana hati dan perasaannya berada dalam fase sangat baik. Rupanya kehadiran seorang gadis bisa membawa perubahan besar dalam dunianya.“Kau dari mana?”Jonathan yang tengah duduk di taman melihat Daniel Dash yang baru saja pulang dari Kanada sudah langsung pergi lagi dan baru pulang saat malam menjelang.Daniel Dash menghampiri Jonathan dengan senyum yang berinai-rinai.“Aku mencari udara segar, Dad,” tukas Daniel Dash memeluk sang ayah sebentar kemudian berjalan menuju kamarnya. Mencari udara segar hingga malam. Sungguh tak masuk akal.Sebelah alis Jonathan terangkat. “Daniel, katanya mau ketemu si kembar?” tanya Jonathan kembali. Sepengetahuannya Daniel sangat merindukan mereka dan ingin segera bertemu mereka. Hal tersebut menjadi alasan kepulangannya ke Indonesia.“Besok
Darren meraba pipinya-yang bekas dicium oleh Ayumi Fukada. Ia merasa teramat kesal dan merasa telah mengkhianati kepercayaan Nuha kendati kejadian tersebut merupakan sebuah ketidaksengajaan. Ciuman singkat tersebut bukan keinginannya melainkan sebuah kejahatan, mencuri ciuman seseorang.Andaikata Nuha mengetahui insiden tersebut ia pasti akan muntab dan mengabaikannya. Kalau sudah seperti itu Darren takkan bisa fokus bekerja. Baginya kemarahan Nuha ialah sebuah malapetaka.“Maafkan Masmu, Sayang,”Darren menggosok pipinya dengan facial foam beberapa kali. Selain merasa telah mengkhianati istrinya, ia juga merasa dilecehkan oleh wanita bermata sipit tadi.Setelah menggosok beberapa kali pipinya yang terasa telah ternoda, ia membilasnya dengan air yang mengalir dari kran wastafel.Cermin berbentuk oval di hadapannya seolah menyedot perhatiannya. Menariknya pada kenangan silam. Hanya pipi yang disentuh. Namun Darren Dash tak terima.Dulu, Darren Dash bahkan telah menyentuh seluruh tubuh