Dalam keheningan ruangan persegi panjang dua buah sofa berbentuk setengah lingkaran masing-masing tergolek saling berhadapan. Di sana duduklah berseberangan seorang lelaki dan perempuan yang tengah dilanda gundah gulana. Pertemuan tak terduga. Yang satu begitu mengharapkan pertemuan singkat tersebut dan menganggap bahwa pertemuan itu adalah hari yang dinanti-nanti.Yang lain sama sekali tak mengharapkan pertemuan tersebut. Ia menganggap pertemuan terakhir sudah cukup mematahkan segala kekagumannya dan penilaiannya mengenai sosok lelaki.Tidak bagi si lelaki yang tak ingin melewatkan detik-detik yang teramat penting baginya. Daniel Dash menatap begitu dalam Salwa Salsabila yang tengah dilanda gelisah. Mendadak butir-butir keringat menetes sebesar biji kopi. Padahal ruangan tersebut terbuka. Dua lembar pintu kaca yang menghadap balkon terbuka lebar, mempersilakan desau angin menyelusup, menyapu ruangan dengan sukacita.Tirai sedikit bergoyang akibat hembusan angin begitu besar. Sebelum
Jantung Anggara berdegup kencang. Siang itu Darren Dash memanggilnya ke ruangannya. Ia sudah menaruh curiga jika bosnya tersebut pasti sudah mengetahui ihwal hubungan dirinya dengan ayahnya, Bagas. Anggara tak bisa mengelak atau pun berkelit lagi. Cepat atau lamban hubungan tersebut akan terendus. Mata dan telinga Darren Dash ada di mana-mana. Apalagi setelah kejadian data perusahaan bocor, Darren semakin memperketat penjagaan. Ia pasti meningkatkan sistem keamanan lebih canggih.Anggara meraup nafas sedalam-dalamnya. Dengan langkah meragu, tangannya terulur pada knop pintu. Setiap pagi biasanya ia keluar masuk ruangan bosnya. Karena memang ia berkantor seruangan dengan Darren Dash. Namun siang itu ia mendadak merasa menjadi seorang tamu asing yang bertamu. Pasalnya Jodi memanggilnya tepat selesai makan siang.“Duduklah!” titah Darren Dash pada Anggara yang tengah berdiri mematung, terlihat kaku seumpama sebatang bambu.Anggara pun duduk berhadapan dengan bosnya dengan wajah yang ken
Malam itu purnama bergelayut mesra di langit. Terlihat indah sejauh mata memandang. Namun tiba-tiba malam yang begitu indah tersebut berubah menjelma gulita dan purnama menghujam kaki langit, meninggalkan pekatnya malam.Gedung-gedung pencakar langit yang pongah seketika kosong melompong, ditinggalkan penghuninya. Beberapa ruko dan resto yang berada di sisinya begitu ramai dalam keremangan menjadi shelter penghuni gedung-gedung tinggi. Lampu-lampu padam secara tiba-tiba. Sebagian yang lain blingsatan berkumpul di setiap sudut yang dianggap aman.Suara dentuman keras menghantam gelombang udara hingga terdengar beratus-ratus kilometer. Sayup-sayup orang berteriak dan menjerit. Suara dewasa dan bayi menyaru, menimbulkan suara yang aneh dan mencekam.Orang-orang berlarian kalang kabut seperti barisan sekawanan semut yang terpecah ke berbagai sudut, meninggalkan tempat yang diduga menjadi tempat chaos tersebut.Syraakkk,Seorang wanita menginjak dedaunan tanpa alas kaki di samping partisi
Nuha dan Darren sama-sama terperenyak kala melihat Kinan memergoki mereka yang tengah beradu nafas begitu dalam. Mereka salah tingkah. Beruntung Kinan hanya mengatupkan bibirnya kemudian mendesah pelan sembari menghentakkan kakinya menuju lantai dua, meninggalkan mereka yang masih terbakar api asmara. Bukan melepaskan Nuha setelah menyadari kehadiran ibu sambungnya, Darren malah semakin menarik tubuh Nuha dengan sekali hentakan hingga membuatnya terlonjak kaget. Darren menyeret Nuha ke dapur bersih. Nuha protes pun percuma, Darren sengaja mengerjai wanitanya dan mengangkat tubuhnya hingga duduk di meja dapur. Ia menyerbunya dengan ciuman yang memabukan. Toh, Kinan sudah melengos meninggalkan mereka. Kobaran api itu masih saja menyala-nyala seakan takkan pernah padam. Percikan-percikan gairah masih meletup-letup ingin dituntaskan. “Mmmph, Mas, stop!”Nuha memukul dada suaminya yang basah akibat keringat sehabis berolahraga. Otot-ototnya keras dan liat. Terlihat seksi.Darren menarik
“Tante Kinanti Wicaksono?” tanya seorang gadis bertubuh tinggi dan mengenakan outfit olahraga. Setelan tanktop dan celana jogger serta sepatu sneaker putih.Kinan yang terlihat gelisah tiba-tiba saja terkejut mendengar sapaan gadis muda tersebut. Ia mengernyitkan keningnya. Ia tak mengenali gadis muda berambut kuncir kuda di balik topi putihnya.Pucuk dicinta ulam pun tiba. Begitulah perasaan gadis itu. Kapan lagi bisa berpapasan dengan seorang wanita sosialita yang menjadi incarannya.“Maaf, siapa ya? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” Kinan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.“Ya ampun, maaf, saya belum memperkenalkan diri. Saya teman satu kampus Daniel.”“Oh, teman Daniel,”Kinan tersenyum tipis.“Kenalkan saya Violetta, adik kelas Daniel sih. Saya di sini sedang menginap di rumah teman. Kalau Tante emang rumahnya di sekitar sini?”“Iya, Tante sedang di rumah Mas Darren. Tapi perasaan Tante baru ketemu Violeta di sini.”“Ish, Tante, siapa yang tak mengenal Tante. Semua ora
Kinan dan Ratih sudah lumayan lama mengajak Asyraf dan Farah berjalan-jalan untuk sekedar menikmati pagi hari yang cerah. Mariyam Nuha sebagai seorang ibu dari ke dua bayi mungil kembar nan menggemaskan tersebut tentu saja akan menyusul mereka, menjemput mereka karena matahari mulai menggeliat. Nuha tak ingin ke dua anaknya terpapar sinar matahari kala siang hari yang tentu akan sangat menyengat permukaan kulit. Apalagi kulit bayi yang masih begitu tipis. Ia setengah berlari menuju taman. Entah kenapa ia buru-buru ingin melihat ke dua bayi nya. Sesegera mungkin.Nuha nyaris tersentak ketika melihat taman yang sudah teramat sepi. Taman tersebut bisa dibilang taman yang sangat luas untuk sebuah perumahan di sana yang sudah berdiri lama. Ia mengedarkan pandangannya dan menyisir jalan setapak yang membelah taman bunga di sana. Beberapa orang tengah berkerumun di satu titik.Tatapan Nuha tertuju pada roda kecil di antara beberapa pasang kaki yang menghalau penglihatannya. Matanya memicing
Semenjak kejadian hipnosis yang menimpa Ratih, Nuha menjadi lebih waspada. Kinan memperingatinya untuk tidak berjalan-jalan ke taman lagi jika Darren tak menemani mereka.Nuha pun mengiyakan nasehat Kinan yang masuk akal. Ia mulai berpikir sejenak bahwa suaminya bukan orang biasa, seorang pengusaha. Tentu akan menjadi magnet tersendiri bagi para penjahat mengincar uangnya dengan cara apapun. Demi kebaikan Nuha memilih mengajak bermain dan berjalan ke dua bayi kembar mereka di sekitar rumah.Malam itu begitu hening. Ke dua bayi kembar Asyraf dan Farah telah tertidur pulas di ranjang mereka. Kinan memilih pulang sebab baby sitter sudah datang. Ia hanya sesekali menengok si kembar ketika ia punya waktu luang. Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang istri pengusaha, Kinan memilih menyibukan diri dengan mengikuti berbagai kegiatan seperti arisan sosialita dan yang terutama kegiatan donasi yang sudah diwariskan secara turun temurun oleh keluarga Jonathan Dash. Perusahaan PT JD Group kini
Senja itu sebelum pulang ke rumah, Darren mampir ke rumah ke dua orang tuanya terlebih dahulu. Ia ingin berdiskusi dan meminta pendapat sang ayah mengenai beberapa hal yang teramat penting. Mulai urusan pekerjaan hingga rumah tangga yang menurutnya masih awam.“Tumben, kemari!” desis Kinan yang tengah menata bunga mawar ke dalam vas bunga kaca. Beberapa tangkai bunga yang layu disingkirkan dan digantikan dengan bunga yang baru saja dipetik olehnya. Biasanya pekerjaan tersebut dilakukan oleh satu-satunya menantu, Mariyam Nuha yang menyukai bebungaan. Mariyam Nuha sudah tak tinggal di sana tetapi meninggalkan jejaknya.“Di mana Daddy?” tanya Darren setelah mengecup pipi sang ibu.“Ada apa?” Tiba-tiba suara Jonathan terdengar menghampiri mereka. Ia berjalan dengan berpakaian santai sembari menenteng sebuah gulungan koran yang sedang dibacanya. Ia menoleh pada istrinya kemudian berkata, “Honey, bikin coklat dua!”Kinan hanya mengangguk sebagai pernyataan setuju. Kemudian ia berjalan menu