Usai sarapan pagi Darren mengantar Nuha pergi ke kampus. Setelah kejadian di ruang makan, Darren semakin memantapkan hati untuk mencari tahu kebenaran ayah kandung Nuha. Selama ini Darren tak berani mencari tahu karena kebenaran pahit tersebut merupakan rahasia yang disimpan rapat oleh mertuanya. Aruni pasti menyimpan rahasia tersebut karena suatu alasan. Namun karena sekarang Nuha istrinya, dia akan meminta klarifikasi soal kebenaran tersebut pada mama mertuanya sebelum dirinya turun langsung mencari tahu.Kini mereka telah tiba di depan kampus. Lekas Darren menepi dan memberhentikan kendaraan beroda empatnya.“Sayang, maaf ya aku tidak bisa menjemputmu pulang. Nanti kau telepon saja Pak Li agar menjemputmu. Aku ada urusan penting di kantor selain meeting. Aku harus membereskan beberapa berkas penting,” ucap Darren saat menurunkan Nuha di depan bank swasta yang terletak bersebelahan dengan gedung Prabu Agung Cakrabuana.“Tidak apa-apa, Mas. Padahal aku bisa naik kendaraan umum kok,”
Marsya pernah memergoki Nuha dan Darren makan berdua di sebuah kedai makan. Oleh karena itu secara diam-diam dia menguntit mereka dan mencari tahu dari Romi tentang mereka. Marsya sangat kecewa saat mendengar Darren menikahi Nuha karena terpaksa. Marsya menyukai dan mengincar Darren sejak lama. Dia merasa kalah langkah dari Nuha. Oleh karena itu dia bertekad untuk menyingkirkan Nuha bagaimanapun caranya. Darren Dash terkenal sebagai pengusaha akan tetapi kehidupan pribadinya termasuk kisah cintanya dengan Tania Anne Sudibyo tertutup dan hanya orang-orang terdekatlah yang mengetahuinya. Marsya hanya tahu bahwa jika Darren itu kakaknya Daniel dan masih single saat itu. Menurut Daniel, Darren orang yang sangat sulit didekati oleh para wanita. Mendengar hal itu seperti angin segar untuk Marsya untuk mendekatinya.Adapun Violeta yang tidak tahu apa-apa ikut bergabung dengan Marsya karena terpengaruh dan termakan fitnah olehnya. Violeta ikut merundung Nuha karena Kania. Violeta khawatir Ka
Mariyam Nuha merasa tersentuh saat mendengar penuturan para mahasiswi junior tentangnya. Kemudian dengan penuh keberanian dia menghampiri Marsya. “Kau lihat, benar apa kata adik kelas, mungkin kau punya masalah pribadi akan tetapi bukan denganku. Kau punya masalah pribadi dengan dirimu sendiri!” geram Nuha kemudian meninggalkan mereka. Marsya yang semakin tersulut emosi mengejar Nuha dan mencengkeram lengan Nuha lalu berbisik padanya. “Dengar, Mariyam Nuha! Lepaskan Darren atau esok berita tentang dirimu batal menikah dengan Muhammad Attar karena diperkosa oleh ‘pemuda asing’ akan tersebar luas. Apa kau tak malu? Mungkin orang akan menganggap apa yang kau alami ialah karma karena kau terlalu sok alim dan merasa paling benar,” bisik Marsya berhasil membuat Nuha merasa tertekan. Marsya tidak berpikir ulang tentang ancaman yang dilakukannya. Jika kasus perkosaan Nuha tersebar maka sudah dipastikan akan menyeret keluarga Darren Dash termasuk Daniel Dash. Marsya pun kehilangan Darren
Setelah berbincang dengan Naufal, Aruni merasa lega. Mereka pun memutuskan untuk mengatakan kejujuran tersebut langsung pada Nuha. Mereka memutuskan bertemu dengan Nuha keesokan harinya. Nuha harus tahu dari bibir ke dua orang tua kandungnya bukan dari omongan orang. Jika Nuha tahu dari orang lain maka dia pasti akan merasa lebih syok.Aruni pulang usai melaksanakan shalat magrib di masjid yang terletak berseberangan dengan kedai batagor.Kini Aruni memarkirkan dan memasukan mobilnya ke dalam pekarangan rumah yang begitu luas dan asri. Mereka pun masuk dan istirahat karena hari itu sangat sibuk dan cukup melelahkan.Aruni mengingat tentang pembicaraannya dengan Naufal, oleh karena itu dia segera mengambil ponselnya dan berusaha menghubungi Nuha. Namun Nuha tidak bisa ditelepon karena ponselnya tidak aktif.“Nuha kok tidak aktif ya?” gumam Aruni merasa cemas.“Ummi seperti tidak tahu saja kebiasaan Teh Nuha. Teh Nuha kadang suka lupa ngecas ponselnya kalau capek pulang kuliah,” cicit S
Setelah Alwi pulang, Aruni meminta anak-anak untuk tidur bersamanya. Tiba-tiba dia merasa kesepian dan butuh seseorang untuk berada di sisinya. Aruni duduk dan bersandar pada kepala ranjang di mana Salwa dan Rasyid berada di antaranya dengan menekurkan kepalanya pada pundak sang ibu.“Ummi, sebenarnya kenapa? Ummi terlihat gelisah. Apa Ummi punya masalah?” Salwa mencecar Aruni dengan sederet pertanyaan. Tak biasanya Aruni meminta mereka untuk tidur bersamanya.Aruni menarik nafas dalam. Sebelum dia bercerita sebuah rahasia penting pada Nuha akan lebih baik dirinya juga bercerita pada dua anaknya tersebut.“Salwa dan Rasyid, Ummi ingin bicara penting dengan kalian,” ucap Aruni melirik ke dua anaknya bergantian. “Ummi harap kalian simak dengan baik dan jangan berani menyela lebih dulu.”“Bicara apa Ummi?” tanya Rasyid menatap sang ibu dengan raut serius.“Ummi pasti akan membicarakan soal Teh Nuha bukan?” timpal Salwa.“Benar sekali,”Aruni memejamkan matanya dan kemudian mengisahkan m
Pukul delapan pagi, “Sayang, Ummi telepon beberapa kali,” ucap Darren memainkan rambut Nuha. Nuha baru habis mandi dan keramas. Tanpa sungkan Darren mengeringkan rambutnya dan menyisir rambutnya. Kini Nuha sedang melabuhkan kepalanya di atas paha Darren.Sementara itu Darren tengah asik menonton televisi, sebuah acara saluran luar yang menayangkan hotel-hotel di Eropa yang menurutnya sangat inspiratif. Darren pergi ke kantor agak siang karena dia ingin mengantar Nuha ke kampus. Dia juga sudah menyuruh Jodi untuk mewakilinya melaksanakana meeting di pagi hari.“Tau, tapi ‘kan aku ketiduran semalam. Hape mati habis baterai. Sebentar aku telepon balik,”Nuha bangun kemudian meraih ponselnya yang tergolek di atas meja. “Mas udah isi daya ya? Makasih,” ucap Nuha melirik suaminya dengan tersenyum.[Assalamualaikum, Ummi, ada apa?] ucap Nuha saat Aruni langsung menerima panggilan telepon darinya dengan perasaan yang gamang.[Waalaikumsalam warahmatullah, Sayang, bisakah kau pulang setelah
Nuha mengecup punggung tangan suaminya sebelum masuk kelas. Sementara itu Darren menarik tangan Nuha untuk dikecupnya.“Belajar yang benar ya Sayang. Nanti Pak Li jemput dan antar kau ke rumah Ummi. Aku bagian jemput pulang. Kita tak mungkin menginap di rumah Ummi ‘kan.” Darren berkata dengan mengerlingkan matanya.“Hem?”Nuha hanya bergumam dan salah tingkah karena ada banyak pasang mata memperhatikan mereka.“Kita menginap di hotel,” bisik Darren ke telinga Nuha.“Hotel?”Nuha mengerjapkan mata bulat besarnya beberapa kali.“Um, kau pura-pura lupa ya. Kau sudah keramas ‘kan,”Glek“Ah, itu anu … iya,” jawab Nuha tergeragap. “Bye, assalamualaikum. Aku masuk dulu Mas,” pamit Nuha membuat Darren tersenyum getir. Padahal dia tidak benar-benar serius mengatakan hal tersebut. Darren masih memahami apa yang Nuha rasakan. Mungkin Nuha akan menyerahkan dirinya saat dia telah benar-benar merasa percaya padanya bukan hanya karena alasan traumatisnya. Atau mungkin jauh di lubuk hati Nuha masih
Nuha berlari dan terus berlari tanpa memperdulikan apapun. Hujan lebat sama sekali tak membuatnya berhenti melangkah. Tubuhnya sudah basah kuyup dan menggigil karena rasa dingin yang menusuk hingga ke dalam tulang belulang. Nuha keluar dari rumah sang ibu hanya mengenakan sandal rumahan yang biasa dipakai ibunya dan melupakan tas yang dibawanya saat kesana. Sandal yang dipakainya pun putus di tengah jalan, hingga dia berlari tanpa alas kaki, hanya kaos kaki berwarna kulit yang sudah dudus karena tergores bebatuan yang dia lewati. Kaki Nuha mulai terasa pegal dan perih. Nuha berhenti tatkala nafasnya terasa sesak karena kehabisan pasokan oksigen. Nafasnya naik turun dan dia mulai merasa kedinginan. Nuha merasa sangat syok mendengar sebuah fakta menyakitkan tentang dirinya. Ternyata Nuha bukanlah putri kandung Hilal, seorang ustaz yang shaleh-yang selalu dikaguminya dan menjadi panutan baginya. Nuha tak ubahnya anak haram yang hadir sebelum pernikahan secara sah. Nuha berteduh dan
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap