Di kedai batagor,Saat Aruni dan Naufal berbincang, Salwa dan Rasyid asik menikmati makan batagor di kursi paling depan. Mereka seperti orang kelaparan karena letih dan lapar setelah mendorong mobil si ‘legend’ cukup lama.“Teh, aku tidak menyangka suara Teteh lumayan juga,” puji Rasyid pada Salwa. Salwa hanya tersenyum pongah saat mendapat pujian dari sang adik.“Iya dong, secara aku putrinya Ustaz Hilal yang jago qiroaat,” desis Salwa membanggakan ayahnya.“Teh, tapi Teteh keterlaluan loh nyuruh si MC push up. Teteh bener-bener gilakkk!”Rasyid terkikik geli saat mengingat tingkah sang kakak di atas panggung. Salwa menerima tantangan menyanyi tetapi juga menantang balik sang MC untuk push up.“Siapa suruh dia ngerjain Teteh dulu,” sewot Salwa. “Coba kalau dia langsung ngasih kunci mobil,”“Benar juga sih, seharusnya Teteh ngehukum dia seratus kali push up,”Rasyid lagi-lagi tertawa sedangkan Salwa memutar ke dua bola matanya.“Menurut Teteh, enak batagor kuah atau kering?” tanya Ras
Usai sarapan pagi Darren mengantar Nuha pergi ke kampus. Setelah kejadian di ruang makan, Darren semakin memantapkan hati untuk mencari tahu kebenaran ayah kandung Nuha. Selama ini Darren tak berani mencari tahu karena kebenaran pahit tersebut merupakan rahasia yang disimpan rapat oleh mertuanya. Aruni pasti menyimpan rahasia tersebut karena suatu alasan. Namun karena sekarang Nuha istrinya, dia akan meminta klarifikasi soal kebenaran tersebut pada mama mertuanya sebelum dirinya turun langsung mencari tahu.Kini mereka telah tiba di depan kampus. Lekas Darren menepi dan memberhentikan kendaraan beroda empatnya.“Sayang, maaf ya aku tidak bisa menjemputmu pulang. Nanti kau telepon saja Pak Li agar menjemputmu. Aku ada urusan penting di kantor selain meeting. Aku harus membereskan beberapa berkas penting,” ucap Darren saat menurunkan Nuha di depan bank swasta yang terletak bersebelahan dengan gedung Prabu Agung Cakrabuana.“Tidak apa-apa, Mas. Padahal aku bisa naik kendaraan umum kok,”
Marsya pernah memergoki Nuha dan Darren makan berdua di sebuah kedai makan. Oleh karena itu secara diam-diam dia menguntit mereka dan mencari tahu dari Romi tentang mereka. Marsya sangat kecewa saat mendengar Darren menikahi Nuha karena terpaksa. Marsya menyukai dan mengincar Darren sejak lama. Dia merasa kalah langkah dari Nuha. Oleh karena itu dia bertekad untuk menyingkirkan Nuha bagaimanapun caranya. Darren Dash terkenal sebagai pengusaha akan tetapi kehidupan pribadinya termasuk kisah cintanya dengan Tania Anne Sudibyo tertutup dan hanya orang-orang terdekatlah yang mengetahuinya. Marsya hanya tahu bahwa jika Darren itu kakaknya Daniel dan masih single saat itu. Menurut Daniel, Darren orang yang sangat sulit didekati oleh para wanita. Mendengar hal itu seperti angin segar untuk Marsya untuk mendekatinya.Adapun Violeta yang tidak tahu apa-apa ikut bergabung dengan Marsya karena terpengaruh dan termakan fitnah olehnya. Violeta ikut merundung Nuha karena Kania. Violeta khawatir Ka
Mariyam Nuha merasa tersentuh saat mendengar penuturan para mahasiswi junior tentangnya. Kemudian dengan penuh keberanian dia menghampiri Marsya. “Kau lihat, benar apa kata adik kelas, mungkin kau punya masalah pribadi akan tetapi bukan denganku. Kau punya masalah pribadi dengan dirimu sendiri!” geram Nuha kemudian meninggalkan mereka. Marsya yang semakin tersulut emosi mengejar Nuha dan mencengkeram lengan Nuha lalu berbisik padanya. “Dengar, Mariyam Nuha! Lepaskan Darren atau esok berita tentang dirimu batal menikah dengan Muhammad Attar karena diperkosa oleh ‘pemuda asing’ akan tersebar luas. Apa kau tak malu? Mungkin orang akan menganggap apa yang kau alami ialah karma karena kau terlalu sok alim dan merasa paling benar,” bisik Marsya berhasil membuat Nuha merasa tertekan. Marsya tidak berpikir ulang tentang ancaman yang dilakukannya. Jika kasus perkosaan Nuha tersebar maka sudah dipastikan akan menyeret keluarga Darren Dash termasuk Daniel Dash. Marsya pun kehilangan Darren
Setelah berbincang dengan Naufal, Aruni merasa lega. Mereka pun memutuskan untuk mengatakan kejujuran tersebut langsung pada Nuha. Mereka memutuskan bertemu dengan Nuha keesokan harinya. Nuha harus tahu dari bibir ke dua orang tua kandungnya bukan dari omongan orang. Jika Nuha tahu dari orang lain maka dia pasti akan merasa lebih syok.Aruni pulang usai melaksanakan shalat magrib di masjid yang terletak berseberangan dengan kedai batagor.Kini Aruni memarkirkan dan memasukan mobilnya ke dalam pekarangan rumah yang begitu luas dan asri. Mereka pun masuk dan istirahat karena hari itu sangat sibuk dan cukup melelahkan.Aruni mengingat tentang pembicaraannya dengan Naufal, oleh karena itu dia segera mengambil ponselnya dan berusaha menghubungi Nuha. Namun Nuha tidak bisa ditelepon karena ponselnya tidak aktif.“Nuha kok tidak aktif ya?” gumam Aruni merasa cemas.“Ummi seperti tidak tahu saja kebiasaan Teh Nuha. Teh Nuha kadang suka lupa ngecas ponselnya kalau capek pulang kuliah,” cicit S
Setelah Alwi pulang, Aruni meminta anak-anak untuk tidur bersamanya. Tiba-tiba dia merasa kesepian dan butuh seseorang untuk berada di sisinya. Aruni duduk dan bersandar pada kepala ranjang di mana Salwa dan Rasyid berada di antaranya dengan menekurkan kepalanya pada pundak sang ibu.“Ummi, sebenarnya kenapa? Ummi terlihat gelisah. Apa Ummi punya masalah?” Salwa mencecar Aruni dengan sederet pertanyaan. Tak biasanya Aruni meminta mereka untuk tidur bersamanya.Aruni menarik nafas dalam. Sebelum dia bercerita sebuah rahasia penting pada Nuha akan lebih baik dirinya juga bercerita pada dua anaknya tersebut.“Salwa dan Rasyid, Ummi ingin bicara penting dengan kalian,” ucap Aruni melirik ke dua anaknya bergantian. “Ummi harap kalian simak dengan baik dan jangan berani menyela lebih dulu.”“Bicara apa Ummi?” tanya Rasyid menatap sang ibu dengan raut serius.“Ummi pasti akan membicarakan soal Teh Nuha bukan?” timpal Salwa.“Benar sekali,”Aruni memejamkan matanya dan kemudian mengisahkan m
Pukul delapan pagi, “Sayang, Ummi telepon beberapa kali,” ucap Darren memainkan rambut Nuha. Nuha baru habis mandi dan keramas. Tanpa sungkan Darren mengeringkan rambutnya dan menyisir rambutnya. Kini Nuha sedang melabuhkan kepalanya di atas paha Darren.Sementara itu Darren tengah asik menonton televisi, sebuah acara saluran luar yang menayangkan hotel-hotel di Eropa yang menurutnya sangat inspiratif. Darren pergi ke kantor agak siang karena dia ingin mengantar Nuha ke kampus. Dia juga sudah menyuruh Jodi untuk mewakilinya melaksanakana meeting di pagi hari.“Tau, tapi ‘kan aku ketiduran semalam. Hape mati habis baterai. Sebentar aku telepon balik,”Nuha bangun kemudian meraih ponselnya yang tergolek di atas meja. “Mas udah isi daya ya? Makasih,” ucap Nuha melirik suaminya dengan tersenyum.[Assalamualaikum, Ummi, ada apa?] ucap Nuha saat Aruni langsung menerima panggilan telepon darinya dengan perasaan yang gamang.[Waalaikumsalam warahmatullah, Sayang, bisakah kau pulang setelah
Nuha mengecup punggung tangan suaminya sebelum masuk kelas. Sementara itu Darren menarik tangan Nuha untuk dikecupnya.“Belajar yang benar ya Sayang. Nanti Pak Li jemput dan antar kau ke rumah Ummi. Aku bagian jemput pulang. Kita tak mungkin menginap di rumah Ummi ‘kan.” Darren berkata dengan mengerlingkan matanya.“Hem?”Nuha hanya bergumam dan salah tingkah karena ada banyak pasang mata memperhatikan mereka.“Kita menginap di hotel,” bisik Darren ke telinga Nuha.“Hotel?”Nuha mengerjapkan mata bulat besarnya beberapa kali.“Um, kau pura-pura lupa ya. Kau sudah keramas ‘kan,”Glek“Ah, itu anu … iya,” jawab Nuha tergeragap. “Bye, assalamualaikum. Aku masuk dulu Mas,” pamit Nuha membuat Darren tersenyum getir. Padahal dia tidak benar-benar serius mengatakan hal tersebut. Darren masih memahami apa yang Nuha rasakan. Mungkin Nuha akan menyerahkan dirinya saat dia telah benar-benar merasa percaya padanya bukan hanya karena alasan traumatisnya. Atau mungkin jauh di lubuk hati Nuha masih