Revalina dan Raffael tiba di rumah beriringan dengan mobil James yang membawa Xiera.
"Eh, Sayang. Udah pulang?" tanya Revalina.
"Iya, Ma. Mama dari mana?"
"Mama ikut ke kampus sama papa. Yuk, masuk."
Ketiganya memasuki rumah. Revalina meminta Raffael dan Xiera untuk berganti pakaian, sedangkan dirinya ke kamar Hanna.
"Ma, boleh Rere masuk?" tanya Revalina sambil mengetuk pintu.
"Masuk aja, Nak. Tidak Mama kunci, kok," jawab Hanna dari dalam.
"Mama gimana kabarnya?" tanya Revalina sambil menempelkan punggung tangannya di kening Hanna.
"Sudah baikan, Sayang."
"Syukurlah kalau begitu, Ma. Rere bawain makan siang, ya? Atau Mama mau makan sesuatu?"
Hanna tersenyum lalu menggeleng. "Enggak, Sayang. Mama masih kenyang. Sana, kalian saja yang makan."
Revalina menarik napas dalam dan mengeluarkan perlahan.
"Ada apa? Sepertinya kamu lagi mikirin sesuatu?" tanya Hanna y
Acara makan siang selesai. Aldevaro dan lainnya memutuskan untuk pulang. Tak lupa Aldevaro mengantar Bella ke sekolah karena gadis itu akan pulang ke rumahnya setelah pekerjaan ayahnya selesai yakni pada sore hari."Lu suka sama Kak Bella, ya, Bang?" tanya Elbert di mobil."Mau tau aja, lu," jawab Aldevaro dingin."Hallah, ngaku aja. Gue juga suka sama Rara, cuman lom jujur aja sama tu anak."Aldevaro mendelik. "Lu jangan macem-macem sama adek gue!""Ck! Kagak semacem. Macem-macem gue sukanya," ucap Elbert asal.Aldevaro mendengkus, kemudian turun karena mobil sudah terparkir di halaman rumah."Mommy? Tumben ada di rumah?" tanya Elbert saat tiba di ruang keluarga.Casandra tersenyum. "Iya, Nak. Lagi mau di rumah aja," sahutnya. Matanya melihat kantong yang Aldevaro dan Elbert bawa. "Kok, cuman sedikit belanjanya?"Aldevaro mengatakan jika mereka hanya membeli makanan ringan dan minuman kalen
Xiera mengajak Bella untuk kembali ke tenda. Walaupun malu kepada semua peserta terlebih lagi kepada Aldevaro, mau tidak mau ia kembali. Namun, di tengah perjalanan Aldevaro meminta untuk berbicara dengan Bella yang akhirnya Xiera kembali lebih dulu.Bella menunduk. Air matanya kembali menetes."Maafin gue, Bell. Gu-gue gak sengaja," sesal Aldevaro."Iya, gak sengaja ... ta-tapi, kenapa kamu seperti sengaja terus menciumku, hah? Kamu jahat ... jahat ...." Bella memukul dada Aldevaro."Maafin gue, Bell. Itu karena gue ... emm ...""Apa? Mau bikin cemburu Anjani? Biar gue dibenci banyak orang disangka rebut kamu dari Anjani, iya?!"Aldevaro memegang tangan Bella. "Gue ... gue itu ..."Bella menarik tangannya, kemudian pergi meninggalkan Aldevaro."Ck! Elaaah, napa jadi begini, sih?" gumam Aldevaro sambil mengacak rambutnya.Aldevaro kembali ke tenda. Ia melihat orang-orang sekitar yang ternyata suda
Pagi menjelang diiringi rintik hujan yang membasahi bumi. Suasana kediaman Xie sangat sepi tanpa kehadiran Xiera. Walaupun Xiera tidak ada, Revalina tetap bangun pada jam empat pagi. Seperti biasa ia akan menyiapkan menu sarapan. Suara gemuruh di luar membuat Revalina penasaran seberapa deras hujan yang turun. Ia menyibak gorden dan membuka jendela kaca kamarnya. Angin dingin nan kencang berhasil menyapa kulit dan ...Prang!Pigura yang membingkai foto Xiera terjatuh."Astaga!" seru Revalina. Ia bergegas menghampiri pigura yang terjatuh.Suara pecahan tersebut membangunkan Raffael."Ada apa, Sayang?" tanya Raffael sambil menyibak selimut. Pria itu menghampiri istrinya yang sedang jongkok."Putriku ... bagaimana keadaannya? A-apa dia baik-baik saja?" Revalina menggoncang tubuh Raffael yang ikut berjongkok di sampingnya."Ssst! Sayang, putri kita baik-baik saja. Kau jangan khawatir." Raffael mencoba menenan
Di kediaman Xie, Raffael, Revalina dan Hanna baru saja selesai sarapan. Pagi itu Raffael sudah bersiap untuk berangkat ke kantor. Seperti biasa, Revalina mengantar sang suami sampai ke depan pintu."Hati-hati, Sayang. Awas! Jangan macem-macem di kantor," ucap Revalina manja.Raffael mengecup kening Revalina. "Iya, Sayang. Kau tenang saja. Hati dan cintaku hanya untuk Rere seorang."Revalina tertawa. "Idiih ... gombal!""Tapi, suka, kan?" goda Raffael sambil menaikturunkan alisnya.Revalina tersenyum. "Ya, sudah, sana berangkat."Raffael mengangguk dan kembali mendaratkan ciuman. Bukan di kening, melainkan di bibir. Revalina kembali masuk saat mobil yang ditumpangi suaminya pergi. Namun, ia tidak lekas membereskan meja makan seperti biasa, tetapi duduk di sofa ruang tamu. Wanita itu memegang dadanya yang terasa berdebar lebih kencang."Xiera, kamu lagi apa, Nak?" gumamnya.Revalina menarik napasnya dalam-
Bella tetap bersabar atas perlakuan Anjani terhadapnya walaupun dalam hati ia merasakan sakit yang teramat. Bukan ia tidak membela diri, tetapi situasi masih genting bukan saatnya untuk berdebat. Dirinya percaya bahwa Tuhan selalu membersamai. Tuhan selalu dekat dengan orang-orang yang benar.Bella menatap kepergian Revalina dan Hanna."Mampus, lu! Makanya, jangan macem-macem sama gue! Beraninya elu rebut Al dari gue," ketus Anjani, kemudian pergi."Sabar, Kak. Aku percaya kalau Kakak tidak melakukannya," ucap Dinda sambil menepuk pelan pundak Bella.Bella tersenyum diiringi anggukkan.***Setelah mengantar majikannya ke tempat yang aman, James kembali ke tempat kejadian. Ia tidak hanya memikirkan keselamatan Xiera saja, melainkan keberadaan dua anak buahnya.Saat berjalan, James menginjak sesuatu. Ia berjongkok dan meraihnya."Ponsel?" gumamnya. "Milik siapa ini?"Jemari James menekan tombo
Revalina menangis bahagia setelah mendapatkan kabar dari James. Wanita itu segera menghubungi suaminya. Selang tiga puluh menit, Raffael dan rombongan kembali ke tenda."Sayang, benarkah apa yang kau katakan?" tanya Raffael sumringah.Revalina mengangguk antusias. "Iya, bener. James sekarang di rumah sakit."Mata Aldevaro menangkap dua orang polisi menggiring seorang wanita. Dahinya mengernyit sambil bertanya, "Siapa yang dibawa polisi itu?"Revalina mengikuti ke mana arah Aldevaro melihat. "Oh, itu wanita yang sudah mendorong Xiera ke sungai.""Itu, Bella, kan?" tanya Aldevaro meyakinkan."Iya, kamu kenal?"Degh!Aldevaro tidak menjawab pertanyaan Revalina, ia hanya menatap Bella sampai hilang dari pandangan. Hatinya terus berkata jika Bella bukanlah orang yang mencelakai sang adik. Namun, apa boleh buat, dirinya tidak bisa membela karena tidak melihat kejadiannya."Kita ke rumah sakit sekarang!"
Sudah tiga hari Xiera dan Elbert dirawat. Luka mereka sudah mulai membaik, tetapi rasa trauma masih menghantui keduanya. Roy dan Joni sudah pulang sejak satu hari yang lalu. Istri Roy pun sudah melahirkan dengan biaya ditanggung oleh Raffael. Begitupun dengan cek yang Raffael janjikan kepada Roy dan Joni sudah terpenuhi."Syukurlah hari ini sudah bisa pulang, Sayang," kata Revalina."Iya, Ma, Rara bosen makan bubur terus," tutur Xiera.Revalina tersenyum sambil menyelipkan rambut Xiera pada telinga. "Ya, di rumah juga sama. Jangan dulu makan yang aneh-aneh.""Iih, emangnya Rara sakit panas."Disaat mereka asyik mengobrol daun pintu terbuka. Mereka mengedarkan pandangan ke arah suara."Nenek ... Kakek!" seru Xiera ketika melihat siapa yang datang.Revalina beranjak menyambut kedatangan Cindy dan Carlos. "Mama sama Papa apa kabar?""Baik, Nak," jawab Carlos.Cindy tersenyum. "Baik, Sayang."
Dua mobil mewah milik Carlos dan Raffael memasuki gerbang kediaman Xie. Revalina mengajak Bella turun. Rasa kagum dan malu bercampur aduk dalam diri Bella dan Rudy. Bagaimana tidak? Bangunan di hadapan mereka lebih pantas disebut gedung semacam hotel mewah dibandingkan disebut rumah, pikirnya."Ayok, masuk, Nak, Pak," ajak Revalina.Bella dan Rudy membuka sandalnya."Tidak usah dilepas, pakai saja," kata Revalina. Namun, Bella dan Rudy tetap membukanya karena mereka merasa sendalnya kotor.Revalina mempersilakan duduk dan memanggil Jumi untuk menghidangkan minuman serta menyiapkan makan siang untuk menjamu Bella dan Rudy.Suara derap langkah kaki menuruni anak tangga mencuri perhatian Bella."Kak Bella!" seru Xiera mempercepat langkahnya."Jangan lari!" kata Bella seraya berdiri dan menghampiri Xiera.Keduanya berpelukan dan saling bertanya kabar."Gimana kabar kamu, Ra? Ap