Kereta Yuksel baru saja tiba di kediaman. Pintu dibuka dan Aiden mulai turun lebih dulu, kemudian bersiap untuk membantu sang tuan. Namun, Yuksel sendiri saat melihat Kimberly berjalan mendekat langsung turun dan melewati Aiden begitu saja.Aiden hendak mengeluh, namun saat berbalik dan melihat Kimberly, pria itu mengangguk mengerti. "Benar, di dunia ini hanya Putri yang beliau pedulikan.""Tutup mulutmu," titah Yuksel sembari melangkah mendekatinya.Kimberly tersenyum melihat suaminya yang telah kembali. Matanya menatap jubah berwarna biru yang Yuksel letakkan di pundaknya, kemudian tali diikat di bawah lehernya. Matanya saling bertemu dengan Yuksel."Kenapa keluar? Bukankah pinggangnya sakit?"Satu hal yang selalu ingin Kimberly lakukan pada suaminya. "Berikan tanganmu."Yuksel pun menyerahkan tangan dan menatap kegiatannya yang melepas sarung tangan. "Tidak menjawab pertanyaanku? Bagaimana keadaanmu, Sayang?""Aku sudah baik-baik saja, berkat perintahmu. Madam Ane dan Emma memaksak
Setelah makan malam selesai. Kimberly menatap pada Yuksel yang tetap berdiam diri di dalam kamarnya. Bahkan menyuruh Emma untuk menyiapkan air mandi."Tunggu, kenapa kau mandi di sini? Kau kan punya kamar mandi sendiri," singgungnya.Yuksel tersenyum. "Kamar istriku berarti kamar milikku juga.""Ya aku tahu soal itu."Kimberly yang mengikuti membuat Yuksel menoleh. "Kenapa? Ingin mandi bersamaku, Sayang?"Mendengarnya Kimberly langsung memukul. "Jangan berharap."Yuksel kembali tersenyum, kemudian mulai masuk ke dalam kamar mandi. Suaminya mandi seorang diri, sementara Emma langsung meninggalkan kamar. Hanya menyisakan dirinya saja dengan Yuksel.Tanpa rasa malu, Kimberly membuka pintu dan memasuki kamar mandi. Yuksel sendiri berendam di sana tanpa malu juga. Justru tersenyum melihatnya yang duduk di pinggiran kolam."Apa kau berniat tidur di kamarku lagi?"Yuksel mendekatinya. "Benar."Mata Kimberly menatap lekat air di dalam kolam yang tidak dicampur sabun sama sekali. Membuat selur
Kimberly dan Yuksel pun duduk di kereta yang sama. Mereka jelas menuju ke rumah yang dihuni oleh kedua orang tuanya. Sementara Emma dan Aiden satu kereta.Kimberly yang merasa penasaran dengan apa yang mereka bicarakan pun, langsung membuka jendela. Yuksel yang melihat kelakuannya justru menggenggam tangannya. Kemudian memainkan jari-jemarinya."Yuksel, lepaskan," pintanya.Yuksel justru mencium tangannya. "Bisakah jangan pedulikan mereka? Dan hanya pedulikan aku seorang."Yuksel merebahkan kepala pada pundaknya. Membuat Kimberly terpaksa menutup jendela dan mulai menatap suaminya yang mendadak bersikap manja. Kimberly pun membalas genggaman dari Yuksel."Baiklah, aku hanya akan peduli pada suamiku seorang."Bibir Yuksel mengulas senyum. "Ini baru benar."Kimberly ikut tersenyum. "Iya."Melakukan perjalanan sekitar 15 menit dari kediaman. Mereka telah tiba di kediaman kedua orang tuanya. Yuksel turun duluan dan mengulurkan tangan untuk membantunya. "Hati-hati," ujar Yuksel setelah ia
Ketika matahari mengintip di ibukota. Kimberly di atas ranjangnya tersenyum lebar, karena pagi hari akan melihat wajah ibunya setelah beberapa tahun lamanya. Namun, senyum Kimberly luntur permanen ketika menoleh dan mendapati Yuksel masih terlelap."Kenapa aku kembali ke sini?" gumamnya segera duduk.Namun, matanya mulai menatap pada suaminya lagi. Pasti pelaku yang membawanya kembali ke kamar adalah Yuksel. Seketika Kimberly menjadi marah."Yuksel!"Suara Kimberly yang menggelegar di pagi hari. Telah membangunkan Yuksel dari tidur, bahkan mata melotot kaget dan menoleh ke sebelah. Yuksel terlihat mengeluarkan pisau kecil di balik punggung."Ada apa Sayang?"Kimberly menatap sengit. "Kau mengeluarkan pisau padaku?"Yuksel menatap sekeliling, yakin tak ada bahaya pun mulai memasukkan pisau tersebut lagi. "Tidak Sayang. Aku kira ada pencuri atau pembunuh."Lantas Yuksel menatap wajahnya. "Kenapa teriak begitu?""Kau tanya kenapa? Justru aku yang harusnya bertanya padamu," ujarnya dengan
"Kuno?" ulang Margaret marah.Axel melirik sang istri yang benar-benar terlihat marah. Namun, pria itu tak mau ambil pusing. Lebih memilih menaiki kereta lebih dulu. Mata Margaret sedikit memerah karena amarah sekaligus menerima penghinaan langsung dari suami."Aku akan lihat, bagaimana orang-orang akan memandang Putri mahkota," gumam Margaret dengan tangan mengepal erat.***Setibanya di kediaman. Kimberly tersenyum melihat Emma yang begitu perhatian pada Aiden. Duduk beriringan hanya untuk mengobati sudut bibir Aiden yang terluka karena bekas tamparan.Mata Aiden menatap canggung, kemudian menahan tangan Emma. "Anu ... ini hanya luka kecil, akan sembuh dengan sendirinya.""Memang luka kecil. Tapi, luka ini mempengaruhi wajah Tuan beberapa hari ke depan.""Aku tidak masalah. Aku hanya seorang pengawal, penampilan tidak penting bagiku."Kimberly pun mencolek Yuksel yang begitu sibuk membaca buku. Kemudian Yuksel menoleh padanya. Menatap pada Emma yang terlihat murung."Bagaimana penam
"Siapa yang berani menyebarkan hal konyol itu?" Pangeran kelima terlihat marah."Tidak tahu Pangeran," sahut Emma sembari menggeleng.Yuksel melirik pada Madam Ane yang langsung mengambilkan gelas berisi air. Emma tanpa dagu menerima dan mulai mengisi tenggorokan dengan segelas air. Yuksel terdiam, namun wajah menunjukkan seolah dia tahu siapa pelakunya.Hingga mata Pangeran kelima melirik pada Yuksel. "Menurutmu siapa?""Memangnya siapa lagi yang menginginkan kursi milikku, Ayah." Yuksel meraih cangkir teh dan mulai menyesap.Tangan Pangeran kelima mengepal marah. "Axel si brengsek.""Tapi dia bukan orang yang gegabah seperti ini," ujar Yuksel."Bukan gegabah apa? Buktinya dia bisa menyuap untuk menerbitkan artikel ini."Yuksel menatap sang ayah. "Kemarin, dalam perjalanan pulang. Kami bertemu dengan Axel bersama istri pertamanya, Margaret.""Kau mencurigai istrinya?""Benar," Yuksel membenarkan, "karena Kimberly sempat menyinggung wanita itu hingga marah besar.""Kenapa Kimberly mel
Terlihat Yuksel dan Kimberly berjalan beriringan dengan tangan saling menggandeng. Mereka menuju kereta, Yuksel membantunya menaiki lebih dulu kemudian menyusul dan duduk di sebelahnya. Kimberly yang nampak gugup membuat Yuksel menggenggam tangannya."Tidak perlu gugup Sayang. Kakekku orang yang baik."Kimberly menghela napas. "Aku tahu kakekmu tidak akan menggigit orang. Tapi, tetap saja aku gugup, karena aku manusia."Yuksel tersenyum. "Baiklah kalau begitu tetaplah jadi gugup."Kimberly menatap suaminya lama. Kemudian membuka jendela, mereka saat ini melewati pusat ibukota yang dilalui oleh banyak orang. Mereka yang berjalan atau sedang bertransaksi langsung terhenti dari kegiatan dan nampak antusias pada kereta mereka yang sangat mewah."Bukankah itu kereta Putra mahkota?"Hanya karena perkataan satu orang. Semuanya menjadi penasaran dan mulai berteriak memberi tahu. Hingga rakyat yang dilewati memberi hormat padanya, membuat Kimberly tertegun sekaligus terharu."Lambaikan tanganm
"Aku tidak mau datang," tolak Yuksel mentah-mentah."Benar, untuk apa datang? Mereka yang sudah mengusir masih punya muka untuk mengundang," gerutu Raja.Namun, penasihat Raja yang sejak tadi berdiri di sudut ruangan bersama Aiden dan pelayan lain nampak memikirkan sesuatu. Hingga sang penasihat itu ingin angkat bicara. Usia pria itu sekiranya 7 tahun lebih muda dari Pangeran kelima."Yang mulia, maaf jika saya lancang. Tapi, sekarang Putra dan Putri mahkota baru saja menjabat. Jika tidak menghadiri pesta itu, takutnya dipandang buruk.""Siapa yang memandang cucuku dengan buruk? Aku akan memberinya racun," gerutu Raja.Kimberly tersenyum miris. Ia memang telah menyadari kalau ibukota Kairi adalah tempat semua racun berasal. Tapi, asal memberi racun hanya karena alasan kesal atau benci itu hal yang buruk."Yang mulia. Putra dan Putri mahkota harus diakui oleh kerajaan kota Lefan.""Mereka sudah mengakui karena ketakutan dengan racun yang dimiliki Yuksel," celetuk Raja terlihat benar-be
Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
Malam harinya. Kimberly mendudukkan diri di sudut ranjang. Mata membingkai sosok Yuksel yang membawa pekerjaan ke kamar. Rasa kesal membuatnya menampar dokumen dari tangan suaminya.Hingga mata Yuksel melirik. "Sayang.""Apa ini ruang kerjamu?" Nada suaranya terdengar mengeluh.Yuksel yang mengerti langsung menutup dokumen dan meletakkan di meja samping ranjang. Lantas merentangkan tangan dengan tubuh masih menyender pada board ranjang. Kimberly menjadi tersenyum dan mulai menempatkan diri di pelukan suaminya."Ingin membicarakan sesuatu?" tanya Yuksel.Kepala Kimberly pun mengangguk. "Iya, aku ingin bicara.""Soal Noah dan Prisa?" tanya Yuksel lagi mulai mengerti.Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya, suamiku."Jemari Yuksel mengusap kepalanya. "Ayo bicara padaku."Kimberly menggerakkan tubuhnya, mencari tempat yang paling nyaman. Yuksel tersenyum atas kelakuan darinya. "Aku benar-benar ingin Prisa dan Noah bisa bersama," ujarnya."Bukankah ayah sudah menyarankan soal perjodohan?" singg
Setelah beberapa hari berlalu, Kimberly selalu saja mendapat kabar. Kalau ketiga putri sangat akur satu dengan lainnya. Hal yang selalu membuat Kimberly tersenyum senang.Kimberly sendiri dalam perjalanan menuruni anak tangga. Setelah mendengar kalau Emma akan berkunjung. Dengan membawakan buah yang baru saja dipanen."Emma," sebutnya dengan senang begitu melihat istri dari Aiden ini.Emma sendiri sempat ikut tersenyum, namun sedetik kemudian menunjukkan wajah heran. "Tumben hari ini Ratu saya bisa tersenyum lebar begini."Mendengarnya Kimberly langsung tertawa. "Aku merasa sangat senang."Mata Emma membulat terkejut. "Apa Yang Mulia mengandung anak kelima?"Anak kelima, kata yang selalu Yuksel bicarakan padanya. Saking bosannya, Kimberly langsung menghela napas. Emma yang merasa tebakan salah, menjadi lebih penasaran."Memangnya bukan ya?""Bukan itu, tapi akhirnya ada hari di mana ketiga putriku itu akur. Aku merasa sangat bahagia," ujarnya dengan tersenyum lebar.Setelah tahu apa y
Beberapa saat kemudian. Yuksel terlihat duduk di ruang kerja, tak lama pintu diketuk dan dibuka oleh pelayan. Terlihat Noah berjalan masuk ditemani oleh Yoshi.Mata Yuksel menatap sang putra yang sudah berusia 14 tahun. Noah memiliki tubuh yang tinggi dan berisi, serta ketampanan dari Yuksel benar-benar menurun pada Noah. Hingga terkenal di kalangan bangsawan dan juga putri para menteri."Kau sudah dengar masalah bencana di kota sebelah?" singgung Yuksel.Noah duduk di kursi sekitar Yuksel. "Sudah, Ayah.""Apa kau memiliki solusi?"Dan Yuksel selalu bertanya pada sang putra. Setiap kali ada masalah yang melibatkan kerajaan. Karena, Yuksel ingin Noah lebih cepat memahami dan ketika mewarisi tahta tidak akan terkejut begitu beratnya tanggung jawab seorang raja."Jumlahnya cukup banyak, jika membantu maka banyak dana yang harus dikeluarkan. Alangkah baiknya menyediakan lahan dan bantuan medis saja. Untuk dana Ayah bisa berikan seperlunya saja."Yuksel langsung tersenyum. "Ayah juga beren
Yuksel dan Kimberly terpaksa kembali ke kediaman dengan cepat. Karena malamnya akan menghadiri pernikahan dari Liliana dan Julian. Kemudian mereka menikmati pesta yang diadakan di istana dengan meriah.Meski di dalam pesta itu, ada seorang wanita yang hanya bisa menahan kemarahan di pojok ruangan. Tentunya dia adalah mantan Putri Mahkota yang hanya dijadikan selir. "Dia hanya anak ingusan, tapi berani sekali merebut Raja dari tangan Anda."Wanita itu menoleh ke arah Arabella. "Bukankah kau juga sama? Kau waktu itu kalah dari anak ingusan seperti Ratu Kimberly."Arabella menatap kesal pada selir Raja ini. Namun tak bisa berbuat apa pun, karena selain berada di pesta. Derajat Arabella juga tidak sebanding.Sementara Kimberly yang mulai lelah. Memutuskan duduk di kursi khusus yang disediakan untuknya. Yuksel yang semula berbicara dengan Yoshi dan Liliana, langsung melirik ke arahnya."Aku akan ke istriku," ujar Yuksel.Yoshi menatap sang adik yang sejak tadi sedang diawasi oleh Julian,
Pagi harinya, mereka semua sarapan bersama. Madam Ane pun mengulas senyum selama mengawasi suasana ruang makan yang dulu begitu sepi. Sekarang sangat ramai, apalagi Alesha yang selalu berteriak pada Isabella."Katanya rumah Kakek Aaron ada di kota ini juga?" Noah memulai kata setelah sarapan selesai.Mendengar hal itu, Aaron menoleh. "Benar, Nak.""Apa aku boleh berkunjung?" tanya Noah.Isabella menjadi bersemangat. "Aku juga! Aku ingin melihat kediaman Kakek!"Mendengar hal itu, Aaron langsung melirik ke arah Kimberly dan Yuksel. Meski sang kakek merasa tidak sedikit masalah. Tapi, ada pihak lain yang kemungkinan tidak akan setuju."Lebih baik tidak usah ya, tidak ada yang bisa dilihat dari kediaman kakek itu," tolak Aaron.Kimberly menatap pada sang ayah. Mungkin Aaron tidak ingin anak-anaknya tahu, kondisi seperti apa dirinya ketika tumbuh sewaktu dulu. Karena masa lalu yang buruk memang sebaiknya tidak diceritakan dan lebih baik dilupakan."Hanya melihat dari depan juga tidak bole
Beberapa minggu berlalu. Kimberly dan keluarganya telah tiba di kediaman Pangeran kelima, perjalanan membutuhkan waktu kurang dari dua hari untuk tiba. Karena mereka memilih jalan pintas dan tercepat.Isabella berdecak kagum melihat taman di kediaman lama. "Wah indahnya, Bu aku jadi ingin tinggal di rumah Kakek."Pangeran kelima tersenyum mendengar hal itu. "Benarkah? Apa Isabella tidak takut tinggal sendirian di sini?""Kenapa begitu Kek?"Noah melintasi Isabella dan menyahut dingin, "bukankah sudah jelas? Kau ingin tinggal di sini, sementara kami semua pulang ke ibukota."Isabella langsung cemberut. Meski begitu, anak keduanya itu berlari menyusul Noah yang berjalan mendekatinya. Kimberly sesekali tersenyum dan berbincang dengan ibunya."Bu, ayah di mana?" tanya Noah begitu berjalan di sampingnya.Mendengar anak mencari sang ayah, membuat Kimberly hanya bisa tersenyum. Namun, Noah teringat sendiri hingga memutuskan untuk tidak bertanya lagi.Kimberly mengusap kepala putranya. Jujur
"Apa yang membuat istriku ini sangatlah bergembira?"Kimberly menoleh dan tersenyum begitu mendapati Yuksel berjalan mendekat bersama Yoshi. Sementara Emma hendak bangkit berdiri lagi dan menyapa. Namun, Yuksel lebih dulu melarang."Wanita hamil tidak boleh banyak gerak, duduklah."Kimberly masih tersenyum. "Suamiku, apa yang membawamu ke sini?"Yuksel mendekatinya dan ikut tersenyum. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan Sayang.""Aku menyulam," sahutnya dengan ceria.Jemari Yuksel mengusap kepalanya. Menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kemudian mengambil hasil sulaman setengah jadi miliknya."Bagus," puji Yuksel."Terima kasih suamiku."Isabella yang melihat keberadaan sang ayah. Langsung berhenti bermain dan segera menghampiri Yuksel sembari berteriak memanggil ayah. Yuksel sendiri bangkit dari duduk dan mendekat.Alesha yang melihat Isabella sudah sangat dekat. Membuat putri kecil itu terburu berlari tertatih demi bisa mencapai Yuksel lebih dulu. Noah, Prisa dan para pe
Yuksel menatap ke arahnya. "Sayang, apa kau yakin Alesha tidak akan terbangun lagi?"Atas pertanyaan tersebut, Kimberly menatap suaminya. "Benar. Kalau sampai petir datang lagi, Alesha terbangun saat kita sedang ...."Kimberly tak melanjutkan ucapannya. Karena Yuksel pun sudah paham meski dirinya tak bicara lagi. Hingga kepala Yuksel mengangguk, dan tangan mengusap wajahnya."Tidak baik melakukannya saat anak terbangun," sambung Yuksel.Kimberly menarik napas. "Kalau begitu mari kita tidur."Yuksel mengusap wajahnya. "Ya Sayang."Dengan Alesha menjadi penghalang di antara Kimberly dan Yuksel. Namun, Yuksel malah mendekatkan diri demi bisa menjadikan tangan sebagai bantal tidur untuknya. Kimberly tersenyum senang dan mulai memejamkan mata.***Esoknya. Di ruang kerja, Yuksel kedatangan Putra Mahkota yang seharusnya sudah pulang. Justru terlihat enggan untuk kembali."Bukankah kau sudah mengerti cara kerja dan risiko dari obat yang diberikan?" tanya Yuksel."Bisakah aku tinggal di sini