Yuksel berjalan cepat keluar ruang kerja dan tentu dia punya tujuan. Yakni Kimberly yang masih belum bangun. Meski di tengah jalan sempat berpapasan dengan Madam Ane."Putra mahkota, catatannya ....""Berikan pada Aiden," ujar Yuksel mulai berlari meninggalkan sang pelayan.Madam Ane menatap kepergian Yuksel yang sudah ditelan oleh pertigaan lorong. Begitu melihat Aiden yang melintas. Madam Ane yang semula ingin pergi pun langsung mematung."Apa ini?" tanya Aiden karena Madam Ane menyerahkan sebuah catatan."Putra mahkota menyuruh Tuan Aiden untuk memeriksa para pelayan."Aiden menghela napas. "Baiklah, pada akhirnya tetap saja saya yang harus melakukannya.""Tentu saja, karena Putra mahkota saat ini sudah seharusnya peduli pada istrinya."Sementara Yuksel membuka pintu kamar Kimberly dengan perlahan. Padahal selama perjalanan terus berlari dengan menggebu. Yuksel melihat Emma yang duduk sembari memegang tangan Kimberly. "Putra mahkota," sebut Emma langsung menoleh.Tubuh Emma mulai
"Siapa yang kau duga dalangnya?" tanya Kimberly."Axel," sahut Yuksel pelan.Ketika malam semakin tiba. Yuksel meninggalkan Kimberly yang lelap dalam tidur. Dia memasuki sebuah ruangan kosong yang gelap dan lembab. Dapat Yuksel lihat. Pelayan bernama Alice itu merangkak di lantai, mendekati Yuksel yang tetap membiarkan pintu tetap terbuka. Sementara Aiden mengarahkan cambuk dan mengenai wanita itu yang berteriak kesakitan."Maafkan saya Putra mahkota!" Biasanya Yuksel akan bertindak sangat kejam jika ada yang mengkhianati. Terlebih korbannya adalah Kimberly. Istri yang sangat dicintai. Tapi, kali tersebut Yuksel hanya duduk santai.Bahkan saat pelayan itu yang melihat peluang untuk kabur dari pintu yang tetap terbuka. Bergegas wanita itu dari mulai merangkak hingga berjalan tertatih. Tapi, Yuksel masih diam di kursi dengan mata memandang benci pada punggung yang mulai pergi itu."Kenapa menyuruh saya untuk membiarkannya pergi?" tanya Aiden penasaran.Bahkan Yuksel meminta untuk menc
Akhirnya Yuksel dan Aiden melewati malam dengan mengubur pelayan. Kemudian memberikan kompensasi atas kematian pelayan tersebut. Sekitar pukul 3 dini hari, Yuksel baru kembali pulang.Melihat Kimberly yang sudah tertidur, membuat Yuksel tak ingin mengganggu sang istri. Apalagi Yuksel yang memang sudah mengantuk. Memutuskan untuk tidur di sebelah Kimberly, meski masih sempatnya merengkuh tubuhnya dalam tidur."Selamat tidur istriku," bisik Yuksel.***Pagi ini setelah sarapan. Mereka bersiap-siap pergi ke kota Lefan. Bukan untuk kembali tinggal, melainkan datang ke pesta yang diadakan oleh kediaman Putra mahkota kota Lefan.Perjalanan yang jauh itu, membuat Yuksel membawa puluhan pelayan dan penjaga. Namun, rupanya sang kakek mengirim prajurit dengan kemampuan sihir untuk menjaga. Jadi dipastikan tidak ada yang akan berani mengganggu."Aku mengantuk," keluhnya pada Yuksel yang satu kereta dengannya.Yuksel tersenyum. "Tidurlah Sayang."Dengan manja, Kimberly menyenderkan kepala pada pu
Kimberly menatap kaget ke arah Yuksel. Apa maksudnya dengan hasil dari semak-semak. Namun, mata Yuksel yang menyuruhnya untuk menatap pada Putri mahkota membuatnya sedikit mengerti.Hingga berbisik, "siapa pria yang bermain dengan Putri mahkota di semak-semak?""Entahlah," sahut Yuksel ikut berbisik.Ketika semua orang mulai mengangkat kepala mereka. Kemudian mengucap selamat pada Putri mahkota. Saling tersenyum satu sama lain, hingga mata mulai bertatapan dengan Yuksel serta Kimberly.Putra dan Putri mahkota itu berjalan mendekat ke arah mereka berdua. Kimberly terpaksa harus berdiri dengan sedikit dibantu oleh Yuksel. Bibirnya terpaksa mengulas senyum karena mereka pun tersenyum."Selamat datang di kota Lefan, Putra dan Putri mahkota." Putra mahkota kota Lefan tersenyum lebar, apalagi ketika mata melirik ke arah Kimberly."Terima kasih," sahut Yuksel singkat.Mata Putra mahkota masih tertuju pada Kimberly. "Seperti rumor, Putri mahkota ibukota Kairi memang sangatlah cantik."Mendeng
Keesokan harinya. Kimberly yang berharap bisa menjalani hari yang tenang seperti biasanya. Hanya bisa memajukan bibirnya dengan kesal. Karena Putra mahkota mengajak pesta minum teh.Rombongan pria duduk bersama Putra mahkota kota Lefan di dekat kolam. Sementara rombongan wanita bersama Putri mahkota di sisi taman. Membicarakan hal yang tidak perlu menurut Kimberly."Saya dengar sebelumnya Putri tidak pernah mengikuti pesta minum teh?" Putri mahkota memulai kata dan justru malah bertanya padanya."Ah benar sekali," sahutnya."Kenapa kalau boleh saya tahu?" Dari sekian banyaknya wanita bangsawan yang ikut ke dalam pesta minum teh. Hanya dirinya yang terus diberi pertanyaan. Hal itu membuatnya melirik ke arah sebelah, duduk Rosalind di dekat Arabella. Kemudian Kimberly menatap Putri mahkota lagi."Karena saya menolak undangan, saya tidak begitu suka sosialisasi," sahutnya tidak berbohong sama sekali.Meski kebanyakan karena Rosalind yang mengancam supaya ia tidak ikut. Membuat orang lai
Yuksel telah kembali ke kediaman Pangeran kelima. Dengan membawa seseorang yang Kimberly juga kenal. Yakni dokter kerajaan kota Lefan."Kau sungguh berniat membawa dokter itu ke ibukota?" tanya Kimberly mengikuti suaminya.Saat ini mereka berdua berada di ruang kerja lama. Ketika Yuksel masih menjadi Grand Duke. Yuksel menarik kursi untuknya supaya duduk bersebelahan."Aku tidak bisa mempercayakan kesehatan istri dan anakku pada dokter yang suka buka mulut," celetuk Yuksel mengambil pena dan kertas.Kimberly menyenderkan kepala pada lengan suaminya. "Ingin mengirim surat?""Iya.""Untuk Lady Arabella?" godanya.Yuksel menoleh. "Untuk apa aku mengirim surat? Malah aku ingin mengirim pedang padanya."Kimberly terkekeh mendengarnya. Kemudian mulai diam dan menatap Yuksel yang menulis surat rupanya untuk sang kakek. Yuksel bahkan tak menyembunyikan apa pun darinya."Apa kau melihat Emma?"Selagi menulis, Yuksel menyahut, "tidak. Memangnya ada apa? Emma menghilang?" "Sejak siang aku tidak
Ketika sudah kembali ke ibukota Kairi. Yuksel tak istirahat dulu di kediaman, tapi mendatangi Raja alias sang kakek. Duduk berhadapan dengan ekspresi serius."Siapa yang berniat jahat pada cucu menantuku?" tanya sang kakek terlihat serius."Sepertinya Kakek mencurigai seseorang di dalam hati," singgung Yuksel membuat Raja terdiam.Mata Yuksel menatap sang kakek sejenak. Kemudian menurunkan pandangan dan mengambil segelas teh untuk membasahi tenggorokan. Yuksel telah tahu, meski mengalir darah Raja di dalam tubuh, tapi sang kakek tidak begitu sepenuhnya mengharapkan Yuksel.Sejak lama hidup serta terbiasa bekerja dengan Axel, selaku putra mahkota terdahulu. Membuat Raja mempertimbangkan untuk memilih siapa. Bahkan diam ketika Yuksel membahas orang yang dicurigai."Lalu bagaimana dengan dokternya? Kakek sudah menyetujui keinginanmu."Sesuai dugaan, sang kakek mengubah topik. Terlihat sangat jelas sekali. Yuksel meletakkan cangkir dan mengangkat pandangan kembali."Aku membawanya," sahut
"Kau selalu saja menyebut petani! Petani!" Raja terdengar sewot."Memang itulah yang diinginkan oleh Yuksel," sahut Pangeran kelima."Omong kosong! Tak akan aku biarkan keturunanku satu-satunya menjadi seorang petani!"Pangeran kelima langsung menarik napas. "Sepertinya itu tidak akan mungkin, karena ada satu lagi kandidat yang akan jadi Raja di hati Anda, Ayah mertua."Raja ikut menarik napas. Kemudian menyudahi bermain catur, bahkan beliau berjalan dibantu oleh sang tangan kanan menuju meja kerja. Pangeran kelima hanya diam di sofa semula, meski mata menatap apa yang dilakukan oleh sang ayah mertua.Menulis surat itulah yang Raja lakukan. Namun, setelah menunggu beberapa saat, sang tangan kanan memberikan kotak kecil membuat Pangeran kelima membulatkan mata. Jelas bisa menduga apa yang sedang dilakukan oleh Raja adalah menambahkan cap stempel ke dalam surat itu."Kenapa hanya diam? Ke mari! Kau kira kakiku cukup kuat untuk menghampirimu," keluh Raja.Pangeran kelima pun memutuskan u