Yuksel telah kembali ke kediaman Pangeran kelima. Dengan membawa seseorang yang Kimberly juga kenal. Yakni dokter kerajaan kota Lefan."Kau sungguh berniat membawa dokter itu ke ibukota?" tanya Kimberly mengikuti suaminya.Saat ini mereka berdua berada di ruang kerja lama. Ketika Yuksel masih menjadi Grand Duke. Yuksel menarik kursi untuknya supaya duduk bersebelahan."Aku tidak bisa mempercayakan kesehatan istri dan anakku pada dokter yang suka buka mulut," celetuk Yuksel mengambil pena dan kertas.Kimberly menyenderkan kepala pada lengan suaminya. "Ingin mengirim surat?""Iya.""Untuk Lady Arabella?" godanya.Yuksel menoleh. "Untuk apa aku mengirim surat? Malah aku ingin mengirim pedang padanya."Kimberly terkekeh mendengarnya. Kemudian mulai diam dan menatap Yuksel yang menulis surat rupanya untuk sang kakek. Yuksel bahkan tak menyembunyikan apa pun darinya."Apa kau melihat Emma?"Selagi menulis, Yuksel menyahut, "tidak. Memangnya ada apa? Emma menghilang?" "Sejak siang aku tidak
Ketika sudah kembali ke ibukota Kairi. Yuksel tak istirahat dulu di kediaman, tapi mendatangi Raja alias sang kakek. Duduk berhadapan dengan ekspresi serius."Siapa yang berniat jahat pada cucu menantuku?" tanya sang kakek terlihat serius."Sepertinya Kakek mencurigai seseorang di dalam hati," singgung Yuksel membuat Raja terdiam.Mata Yuksel menatap sang kakek sejenak. Kemudian menurunkan pandangan dan mengambil segelas teh untuk membasahi tenggorokan. Yuksel telah tahu, meski mengalir darah Raja di dalam tubuh, tapi sang kakek tidak begitu sepenuhnya mengharapkan Yuksel.Sejak lama hidup serta terbiasa bekerja dengan Axel, selaku putra mahkota terdahulu. Membuat Raja mempertimbangkan untuk memilih siapa. Bahkan diam ketika Yuksel membahas orang yang dicurigai."Lalu bagaimana dengan dokternya? Kakek sudah menyetujui keinginanmu."Sesuai dugaan, sang kakek mengubah topik. Terlihat sangat jelas sekali. Yuksel meletakkan cangkir dan mengangkat pandangan kembali."Aku membawanya," sahut
"Kau selalu saja menyebut petani! Petani!" Raja terdengar sewot."Memang itulah yang diinginkan oleh Yuksel," sahut Pangeran kelima."Omong kosong! Tak akan aku biarkan keturunanku satu-satunya menjadi seorang petani!"Pangeran kelima langsung menarik napas. "Sepertinya itu tidak akan mungkin, karena ada satu lagi kandidat yang akan jadi Raja di hati Anda, Ayah mertua."Raja ikut menarik napas. Kemudian menyudahi bermain catur, bahkan beliau berjalan dibantu oleh sang tangan kanan menuju meja kerja. Pangeran kelima hanya diam di sofa semula, meski mata menatap apa yang dilakukan oleh sang ayah mertua.Menulis surat itulah yang Raja lakukan. Namun, setelah menunggu beberapa saat, sang tangan kanan memberikan kotak kecil membuat Pangeran kelima membulatkan mata. Jelas bisa menduga apa yang sedang dilakukan oleh Raja adalah menambahkan cap stempel ke dalam surat itu."Kenapa hanya diam? Ke mari! Kau kira kakiku cukup kuat untuk menghampirimu," keluh Raja.Pangeran kelima pun memutuskan u
Pangeran kelima masih melihat situasi. Namun, ketika Axel terlihat ingin mengambil bantal dan membunuh Raja. Terburu Pangeran kelima memberi kode untuk menyerang.Dokter kerajaan Lefan ternyata cukup terampil dalam berkelahi. Menyerang dari belakang, dengan mudah melumpuhkan Axel hingga tersungkur ke lantai. Mata Axel membulat dan berniat untuk kabur, tapi dokter tersebut menendang serta memukuli Axel yang menjerit kesakitan."Berhenti! Atau prajurit di luar akan--"Ucapan Axel terhenti karena pintu kamar Raja baru saja patah bersamaan dengan salah satu prajurit yang masuk dan terluka parah. Yuksel berdiri di tengah pintu tanpa terengah sama sekali. Dia memegang pedang dengan pandangan tertuju pada Axel."Berani sekali kau mencoba membunuh Raja!" seru Yuksel marah dan mendekati Axel dengan perlahan sembari membawa pedang.Axel jelas berteriak ketakutan. "Hah! Tolong Putra mahkota ampuni saya! Bagaimana pun kita kerabat!"Pangeran kelima memberi kode pada dokter untuk melepaskan Axel.
"Pengkhianat--"Kimberly tak berhasil melanjutkan perkataannya. Karena Yuksel menyesap dadanya, sementara tangan sudah ada di bawah sana. Memasuki miliknya dengan gerakan pelan.Suara Kimberly yang melenguh tertahan. Membuat Yuksel menatap matanya. Tangan langsung berhenti bergerak membuatnya berdecak."Kenapa berhenti?" keluhnya."Jangan ditahan, aku tidak suka istriku menahan suaranya saat tidur denganku."Kimberly tak menyahut sama sekali. Karena ia langsung meraih kepala Yuksel, kemudian mencium bibir suaminya. Ciuman yang berubah menjadi saling menyesap kembali.Yuksel tertegun saat tangan Kimberly meraba milik suaminya di balik celana yang sudah mengeras. Yuksel menyesap kulit lehernya dengan tangan makin mempercepat tusukan pada miliknya. Kimberly tak kuasa menahan perasaan ingin segera dimasuki oleh milik suaminya yang membuat penuh dan sesak."Ayo lakukan sekarang," pintanya.Yuksel terkekeh. "Sekarang istriku jadi mesum seperti ini. Sepertinya aku memberi pengaruh yang--"Ki
Kimberly berpegangan pada Yuksel meski sudah diturunkan. Namun, setelah sadar kakinya telah berpijak lagi. Tangannya memukuli Yuksel dengan kesal."Kalau aku jatuh bagaimana hah!"Yuksel terkekeh dan memeluk tubuhnya. "Mana bisa jatuh? Aku kan tidak mungkin membuatmu serta anak kita dalam bahaya."Kimberly tak lagi protes. Ia memeluk erat tubuh suaminya, kemudian memejamkan mata. Yuksel yang merasa tubuhnya semakin berat pun menoleh."Sayang, apa kau tertidur?" tanya Yuksel berusaha melepaskan pelukan.Namun, Kimberly mengeratkan pelukan. "Biarkan aku tidur, aku sangat mengantuk."Yuksel mengusap kepalanya. "Kalau begitu ayo kita ke kamar. Di sini tidak nyaman untuk tidur."Kepalanya hanya mengangguk saja, tapi mata tetap terpejam. Memasrahkan semuanya pada Yuksel. Kini tubuhnya diangkat oleh suaminya dan mulai dibawa keluar. Emma dan Madam Ane sedikit cemas."Ada apa dengan Putri--Yang mulia Ratu?" tanya Emma menghampiri Yuksel sejenak."Dia hanya tidur saja. Apakah kamar untuk Ratu
Aiden memang berjanji akan menutup mulut. Namun, begitu menduduki kursi di ruang tengah. Terlihat menghela napas dengan wajah yang murung.Membuat Emma yang meletakkan secangkir teh melirik heran. Emma bahkan tetap berdiri saja dengan mata memperhatikan Aiden. Emma terlihat ragu untuk bicara, hingga mata Aiden melirik dan tersenyum."Kenapa hanya berdiri saja, sini duduklah."Emma meremas tangan. "Sepertinya tidak benar jika saya duduk di kursi."Aiden mengerutkan dahi. "Kenapa saya lagi? Bukankah sudah sepakat untuk tidak bicara formal? Ke mari dan duduk."Perlahan Emma mulai duduk, namun tidak di sebelah Aiden. Sebab mereka berdua memang belum ada ikatan apa pun. Hanya duduk berhadapan yang bisa dilakukan.Emma memperhatikan Aiden yang kembali diam. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kau terlihat murung?"Aiden tersenyum karena Emma bicara tidak formal. "Tidak ada, hanya sedang lelah saja.""Sungguh? Kelihatannya sedang banyak pikiran.""Benarkah? Apakah sejelas itu?"Kepala Emma
"Ide apa?"Kimberly sedikit kesal dengan Yuksel yang tak menyahut. Justru terus saja mengecup bibirnya. Bahkan lidah Yuksel sudah menjelajah mulutnya."Yuksel," sebutnya.Namun suaminya tetap tak peduli. Membuat Kimber terpaksa menggigit bibir Yuksel karena saking kesalnya. Hal itu berhasil menghentikan ciuman dari Yuksel."Ada apa Sayang?" Yuksel justru bertanya.Kimberly menatap suaminya tak percaya. "Kau masih tanya ada apa? Setelah kau menciumku begitu."Yuksel terkekeh dan kembali mengecup bibirnya. "Aku sungguh tidak tahan ingin menciummu Sayang.""Lalu bagaimana dengan ide yang kau bicarakan?"Yuksel tersenyum dengan tangan mengusap wajahnya. Membuat mata Kimberly menatap dengan penuh penasaran. Tidak mungkin kan kalau suaminya mengangkat pedang dan menebas pejabat yang tetap menyuruh Yuksel mengambil selir."Lihat saja besok ya Sayang," ujar Yuksel pelan.***"Bagaimana bisa seperti itu Yang mulia?"Mata Yuksel membingkai semua pejabat kerajaan yang menentang keputusan Yuksel
Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
Malam harinya. Kimberly mendudukkan diri di sudut ranjang. Mata membingkai sosok Yuksel yang membawa pekerjaan ke kamar. Rasa kesal membuatnya menampar dokumen dari tangan suaminya.Hingga mata Yuksel melirik. "Sayang.""Apa ini ruang kerjamu?" Nada suaranya terdengar mengeluh.Yuksel yang mengerti langsung menutup dokumen dan meletakkan di meja samping ranjang. Lantas merentangkan tangan dengan tubuh masih menyender pada board ranjang. Kimberly menjadi tersenyum dan mulai menempatkan diri di pelukan suaminya."Ingin membicarakan sesuatu?" tanya Yuksel.Kepala Kimberly pun mengangguk. "Iya, aku ingin bicara.""Soal Noah dan Prisa?" tanya Yuksel lagi mulai mengerti.Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya, suamiku."Jemari Yuksel mengusap kepalanya. "Ayo bicara padaku."Kimberly menggerakkan tubuhnya, mencari tempat yang paling nyaman. Yuksel tersenyum atas kelakuan darinya. "Aku benar-benar ingin Prisa dan Noah bisa bersama," ujarnya."Bukankah ayah sudah menyarankan soal perjodohan?" singg
Setelah beberapa hari berlalu, Kimberly selalu saja mendapat kabar. Kalau ketiga putri sangat akur satu dengan lainnya. Hal yang selalu membuat Kimberly tersenyum senang.Kimberly sendiri dalam perjalanan menuruni anak tangga. Setelah mendengar kalau Emma akan berkunjung. Dengan membawakan buah yang baru saja dipanen."Emma," sebutnya dengan senang begitu melihat istri dari Aiden ini.Emma sendiri sempat ikut tersenyum, namun sedetik kemudian menunjukkan wajah heran. "Tumben hari ini Ratu saya bisa tersenyum lebar begini."Mendengarnya Kimberly langsung tertawa. "Aku merasa sangat senang."Mata Emma membulat terkejut. "Apa Yang Mulia mengandung anak kelima?"Anak kelima, kata yang selalu Yuksel bicarakan padanya. Saking bosannya, Kimberly langsung menghela napas. Emma yang merasa tebakan salah, menjadi lebih penasaran."Memangnya bukan ya?""Bukan itu, tapi akhirnya ada hari di mana ketiga putriku itu akur. Aku merasa sangat bahagia," ujarnya dengan tersenyum lebar.Setelah tahu apa y
Beberapa saat kemudian. Yuksel terlihat duduk di ruang kerja, tak lama pintu diketuk dan dibuka oleh pelayan. Terlihat Noah berjalan masuk ditemani oleh Yoshi.Mata Yuksel menatap sang putra yang sudah berusia 14 tahun. Noah memiliki tubuh yang tinggi dan berisi, serta ketampanan dari Yuksel benar-benar menurun pada Noah. Hingga terkenal di kalangan bangsawan dan juga putri para menteri."Kau sudah dengar masalah bencana di kota sebelah?" singgung Yuksel.Noah duduk di kursi sekitar Yuksel. "Sudah, Ayah.""Apa kau memiliki solusi?"Dan Yuksel selalu bertanya pada sang putra. Setiap kali ada masalah yang melibatkan kerajaan. Karena, Yuksel ingin Noah lebih cepat memahami dan ketika mewarisi tahta tidak akan terkejut begitu beratnya tanggung jawab seorang raja."Jumlahnya cukup banyak, jika membantu maka banyak dana yang harus dikeluarkan. Alangkah baiknya menyediakan lahan dan bantuan medis saja. Untuk dana Ayah bisa berikan seperlunya saja."Yuksel langsung tersenyum. "Ayah juga beren
Yuksel dan Kimberly terpaksa kembali ke kediaman dengan cepat. Karena malamnya akan menghadiri pernikahan dari Liliana dan Julian. Kemudian mereka menikmati pesta yang diadakan di istana dengan meriah.Meski di dalam pesta itu, ada seorang wanita yang hanya bisa menahan kemarahan di pojok ruangan. Tentunya dia adalah mantan Putri Mahkota yang hanya dijadikan selir. "Dia hanya anak ingusan, tapi berani sekali merebut Raja dari tangan Anda."Wanita itu menoleh ke arah Arabella. "Bukankah kau juga sama? Kau waktu itu kalah dari anak ingusan seperti Ratu Kimberly."Arabella menatap kesal pada selir Raja ini. Namun tak bisa berbuat apa pun, karena selain berada di pesta. Derajat Arabella juga tidak sebanding.Sementara Kimberly yang mulai lelah. Memutuskan duduk di kursi khusus yang disediakan untuknya. Yuksel yang semula berbicara dengan Yoshi dan Liliana, langsung melirik ke arahnya."Aku akan ke istriku," ujar Yuksel.Yoshi menatap sang adik yang sejak tadi sedang diawasi oleh Julian,
Pagi harinya, mereka semua sarapan bersama. Madam Ane pun mengulas senyum selama mengawasi suasana ruang makan yang dulu begitu sepi. Sekarang sangat ramai, apalagi Alesha yang selalu berteriak pada Isabella."Katanya rumah Kakek Aaron ada di kota ini juga?" Noah memulai kata setelah sarapan selesai.Mendengar hal itu, Aaron menoleh. "Benar, Nak.""Apa aku boleh berkunjung?" tanya Noah.Isabella menjadi bersemangat. "Aku juga! Aku ingin melihat kediaman Kakek!"Mendengar hal itu, Aaron langsung melirik ke arah Kimberly dan Yuksel. Meski sang kakek merasa tidak sedikit masalah. Tapi, ada pihak lain yang kemungkinan tidak akan setuju."Lebih baik tidak usah ya, tidak ada yang bisa dilihat dari kediaman kakek itu," tolak Aaron.Kimberly menatap pada sang ayah. Mungkin Aaron tidak ingin anak-anaknya tahu, kondisi seperti apa dirinya ketika tumbuh sewaktu dulu. Karena masa lalu yang buruk memang sebaiknya tidak diceritakan dan lebih baik dilupakan."Hanya melihat dari depan juga tidak bole
Beberapa minggu berlalu. Kimberly dan keluarganya telah tiba di kediaman Pangeran kelima, perjalanan membutuhkan waktu kurang dari dua hari untuk tiba. Karena mereka memilih jalan pintas dan tercepat.Isabella berdecak kagum melihat taman di kediaman lama. "Wah indahnya, Bu aku jadi ingin tinggal di rumah Kakek."Pangeran kelima tersenyum mendengar hal itu. "Benarkah? Apa Isabella tidak takut tinggal sendirian di sini?""Kenapa begitu Kek?"Noah melintasi Isabella dan menyahut dingin, "bukankah sudah jelas? Kau ingin tinggal di sini, sementara kami semua pulang ke ibukota."Isabella langsung cemberut. Meski begitu, anak keduanya itu berlari menyusul Noah yang berjalan mendekatinya. Kimberly sesekali tersenyum dan berbincang dengan ibunya."Bu, ayah di mana?" tanya Noah begitu berjalan di sampingnya.Mendengar anak mencari sang ayah, membuat Kimberly hanya bisa tersenyum. Namun, Noah teringat sendiri hingga memutuskan untuk tidak bertanya lagi.Kimberly mengusap kepala putranya. Jujur
"Apa yang membuat istriku ini sangatlah bergembira?"Kimberly menoleh dan tersenyum begitu mendapati Yuksel berjalan mendekat bersama Yoshi. Sementara Emma hendak bangkit berdiri lagi dan menyapa. Namun, Yuksel lebih dulu melarang."Wanita hamil tidak boleh banyak gerak, duduklah."Kimberly masih tersenyum. "Suamiku, apa yang membawamu ke sini?"Yuksel mendekatinya dan ikut tersenyum. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan Sayang.""Aku menyulam," sahutnya dengan ceria.Jemari Yuksel mengusap kepalanya. Menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kemudian mengambil hasil sulaman setengah jadi miliknya."Bagus," puji Yuksel."Terima kasih suamiku."Isabella yang melihat keberadaan sang ayah. Langsung berhenti bermain dan segera menghampiri Yuksel sembari berteriak memanggil ayah. Yuksel sendiri bangkit dari duduk dan mendekat.Alesha yang melihat Isabella sudah sangat dekat. Membuat putri kecil itu terburu berlari tertatih demi bisa mencapai Yuksel lebih dulu. Noah, Prisa dan para pe
Yuksel menatap ke arahnya. "Sayang, apa kau yakin Alesha tidak akan terbangun lagi?"Atas pertanyaan tersebut, Kimberly menatap suaminya. "Benar. Kalau sampai petir datang lagi, Alesha terbangun saat kita sedang ...."Kimberly tak melanjutkan ucapannya. Karena Yuksel pun sudah paham meski dirinya tak bicara lagi. Hingga kepala Yuksel mengangguk, dan tangan mengusap wajahnya."Tidak baik melakukannya saat anak terbangun," sambung Yuksel.Kimberly menarik napas. "Kalau begitu mari kita tidur."Yuksel mengusap wajahnya. "Ya Sayang."Dengan Alesha menjadi penghalang di antara Kimberly dan Yuksel. Namun, Yuksel malah mendekatkan diri demi bisa menjadikan tangan sebagai bantal tidur untuknya. Kimberly tersenyum senang dan mulai memejamkan mata.***Esoknya. Di ruang kerja, Yuksel kedatangan Putra Mahkota yang seharusnya sudah pulang. Justru terlihat enggan untuk kembali."Bukankah kau sudah mengerti cara kerja dan risiko dari obat yang diberikan?" tanya Yuksel."Bisakah aku tinggal di sini