Kimberly berpegangan pada Yuksel meski sudah diturunkan. Namun, setelah sadar kakinya telah berpijak lagi. Tangannya memukuli Yuksel dengan kesal."Kalau aku jatuh bagaimana hah!"Yuksel terkekeh dan memeluk tubuhnya. "Mana bisa jatuh? Aku kan tidak mungkin membuatmu serta anak kita dalam bahaya."Kimberly tak lagi protes. Ia memeluk erat tubuh suaminya, kemudian memejamkan mata. Yuksel yang merasa tubuhnya semakin berat pun menoleh."Sayang, apa kau tertidur?" tanya Yuksel berusaha melepaskan pelukan.Namun, Kimberly mengeratkan pelukan. "Biarkan aku tidur, aku sangat mengantuk."Yuksel mengusap kepalanya. "Kalau begitu ayo kita ke kamar. Di sini tidak nyaman untuk tidur."Kepalanya hanya mengangguk saja, tapi mata tetap terpejam. Memasrahkan semuanya pada Yuksel. Kini tubuhnya diangkat oleh suaminya dan mulai dibawa keluar. Emma dan Madam Ane sedikit cemas."Ada apa dengan Putri--Yang mulia Ratu?" tanya Emma menghampiri Yuksel sejenak."Dia hanya tidur saja. Apakah kamar untuk Ratu
Aiden memang berjanji akan menutup mulut. Namun, begitu menduduki kursi di ruang tengah. Terlihat menghela napas dengan wajah yang murung.Membuat Emma yang meletakkan secangkir teh melirik heran. Emma bahkan tetap berdiri saja dengan mata memperhatikan Aiden. Emma terlihat ragu untuk bicara, hingga mata Aiden melirik dan tersenyum."Kenapa hanya berdiri saja, sini duduklah."Emma meremas tangan. "Sepertinya tidak benar jika saya duduk di kursi."Aiden mengerutkan dahi. "Kenapa saya lagi? Bukankah sudah sepakat untuk tidak bicara formal? Ke mari dan duduk."Perlahan Emma mulai duduk, namun tidak di sebelah Aiden. Sebab mereka berdua memang belum ada ikatan apa pun. Hanya duduk berhadapan yang bisa dilakukan.Emma memperhatikan Aiden yang kembali diam. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kau terlihat murung?"Aiden tersenyum karena Emma bicara tidak formal. "Tidak ada, hanya sedang lelah saja.""Sungguh? Kelihatannya sedang banyak pikiran.""Benarkah? Apakah sejelas itu?"Kepala Emma
"Ide apa?"Kimberly sedikit kesal dengan Yuksel yang tak menyahut. Justru terus saja mengecup bibirnya. Bahkan lidah Yuksel sudah menjelajah mulutnya."Yuksel," sebutnya.Namun suaminya tetap tak peduli. Membuat Kimber terpaksa menggigit bibir Yuksel karena saking kesalnya. Hal itu berhasil menghentikan ciuman dari Yuksel."Ada apa Sayang?" Yuksel justru bertanya.Kimberly menatap suaminya tak percaya. "Kau masih tanya ada apa? Setelah kau menciumku begitu."Yuksel terkekeh dan kembali mengecup bibirnya. "Aku sungguh tidak tahan ingin menciummu Sayang.""Lalu bagaimana dengan ide yang kau bicarakan?"Yuksel tersenyum dengan tangan mengusap wajahnya. Membuat mata Kimberly menatap dengan penuh penasaran. Tidak mungkin kan kalau suaminya mengangkat pedang dan menebas pejabat yang tetap menyuruh Yuksel mengambil selir."Lihat saja besok ya Sayang," ujar Yuksel pelan.***"Bagaimana bisa seperti itu Yang mulia?"Mata Yuksel membingkai semua pejabat kerajaan yang menentang keputusan Yuksel
Emma terlihat cemberut begitu mendengar ucapannya. Kimberly pun tahu alasan Emma seperti itu. Tentu saja karena Aiden yang pergi dengan terburu."Yang mulia."Namun, suara itu membuat Kimberly dan Emma menoleh. Terlihat Aiden menyelinap masuk karena pintu kamar yang masih terbuka. Mata Aiden begitu fokus ke arah Emma."Aku tadi mencarimu," ujar Aiden.Emma menundukkan wajah dan bertanya dengan malu, "kenapa Tuan Aiden mencariku?""Yang mulia, apa saya boleh membawa Emma pergi?" tanya Aiden dan memilih mengabaikan pertanyaan dari Emma."Ah ya tentu saja."Aiden tersenyum dan mendekat hanya untuk menggenggam tangan Emma. "Ayo.""Ke mana?""Yang mulia Raja," sahut Aiden membuat Emma mengerutkan dahi."Buat apa mencari Raja?"Aiden tak menyahut. Bibir justru mengulas senyum dengan senang. Membuat Emma mengerutkan dahi semakin banyak karena Aiden benar-benar tak bicara lagi.Hingga mereka berdua mengetuk pintu ruang kerja Yuksel begitu tiba. "Masuk," ujar Yuksel dari dalam."Yang mulia!"
"Kira-kira siapa yang datang ya," gumamnya sembari merapikan pakaian."Siapa pun itu, tapi dia sudah mengganggu," gerutu Yuksel sangat pelan, takut sang istri mendengar.Kimberly membuka pintu yang memang terkunci. Begitu terbuka, Kimberly dapat melihat Emma yang berkunjung dengan mata menangis. Jelas itu membuatnya kaget dan menjadi cemas."Emma, ada apa denganmu? Apa Aiden menyakitimu?"Kepala Emma menggeleng. "Apakah saya boleh memeluk Yang mulia?""Tentu saja."Tanpa penuh keraguan Emma langsung memeluk tubuhnya. Emma memang semula terlihat menangis. Tapi, begitu sudah dipelukannya, Emma justru tertawa pelan."Saya sangat senang karena bisa menikah, bahkan dijadwalkan begitu cepat, besok saya akan menikah dengan tuan Aiden," ujar Emma memang terdengar sangat bahagia."Apa kau menangis karena bahagia?"Kepala Emma mengangguk antusias. "Benar sekali Yang mulia."Kimberly tersenyum dan mengusap punggung Emma. "Hah, pelayan kecilku ini rupanya sudah besar. Sebentar lagi mau menikah, t
Semalam Kimberly tidur sangat nyenyak dan bangun pagi sekali. Padahal sudah sangat pagi, namun tetap saja para pelayan sudah berdatangan ke kamarnya untuk membantu Kimberly bersiap sarapan. Satu hal yang membuat semua pelayan terheran, yakni keberadaan Emma di antara mereka."Apa yang kau lakukan di sini?" Dan pertanyaan dari Kimberly sangat mewakilkan rasa penasaran dari semua pelayan.Emma menunjukkan wajah memelas ke arahnya. Jelas membuatnya langsung mengerti. Kalau Emma ingin mengatakan hal serius padanya."Kalian semua keluarlah, kecuali Emma," pintanya."Dan Madam Ane," lanjutnya saat wanita itu menawarkan diri dengan menunjuk diri sendiri."Baik Yang mulia."Ketika semua pelayan telah pergi dari kamarnya. Kimberly langsung menarik tangan Emma untuk duduk di sisinya, di atas ranjang. Sementara Madam Ane menatap lekat ekspresi Emma."Saya sangat malu Yang mulia," adu Emma dengan suara pelan."Malu kenapa? Semalam kalian melakukannya kan?" selidiknya.Emma cemberut. "Kami tidak m
Waktu berlalu sangat cepat dan terus berlalu. Hingga tak terasa kandungan Kimberly mencapai batasnya. Dan menghadapi persalinan di dalam kamar. Sementara Yuksel terburu meninggalkan pekerjaan dan sedang mondar-mandir di depan kamar. Dia begitu cemas dengan Kimberly yang sedang berjuang. Pangeran kelima dan mantan Raja yang ikut menunggu, sama-sama cemas."Bagaimana kalau Kimberly membutuhkan aku? Aku harus masuk," ujar Yuksel sudah ingin meraih pintu kamar.Namun, Pangeran kelima mencegah sang putra. "Tunggu di sini. Kehadiranmu bisa menjadi masalah pada istrimu.""Kenapa malah jadi masalah? Aku suaminya Ayah," protes Yuksel."Wanita akan menjadi lemah jika di hadapan suaminya," ujar mantan Raja membuat Yuksel dan sang ayah menatap.Yuksel menarik napas dan memutuskan untuk tetap menunggu. Meski kaki terkadang tetap mondar-mandir. Hingga terdengar suara tangis bayi membuat Yuksel tersentak dan langsung menghampiri pintu. "Apa itu suara tangis laki-laki?" tanya mantan Raja."Sepertin
Setelah beberapa minggu berlalu. Kimberly yang lebih sehat serta sang putra yang sudah boleh dibawa ke mana pun. Siang itu, dengan menggunakan kereta dorong. Kimberly membawa Noah bersama Madam Ane, Emma dan pelayan lainnya menuju ruang kerja Yuksel.Mendengar adanya pembicaraan di dalam ruangan. Membuat Kimberly melirik pada Emma yang langsung mengetuk pintu. Terlihat pintu yang dibuka oleh pelayan dan suara tak lagi terdengar. Hanya suara langkah serta sosok suaminya yang mendekat."Sayang, kenapa mengetuk pintu? Aku kira siapa yang datang."Yuksel mengusap wajahnya, kemudian menunduk dan mengecup sang putra yang sedang tertidur. Mata Kimberly menatap Aiden dan Pangeran kelima yang ada di ruangan, serta penasihat suaminya. Ah, hanya pria itu yang terlihat tak suka dengan dirinya."Aku lihat kau ada pekerjaan, jadi aku takut mengganggumu."Ya, selama ini kan Kimberly hanya datang jika Yuksel sedang sendirian. Atau bersama Aiden saja. Karena Kimberly pun harus jadi istri yang pengerti
Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
Malam harinya. Kimberly mendudukkan diri di sudut ranjang. Mata membingkai sosok Yuksel yang membawa pekerjaan ke kamar. Rasa kesal membuatnya menampar dokumen dari tangan suaminya.Hingga mata Yuksel melirik. "Sayang.""Apa ini ruang kerjamu?" Nada suaranya terdengar mengeluh.Yuksel yang mengerti langsung menutup dokumen dan meletakkan di meja samping ranjang. Lantas merentangkan tangan dengan tubuh masih menyender pada board ranjang. Kimberly menjadi tersenyum dan mulai menempatkan diri di pelukan suaminya."Ingin membicarakan sesuatu?" tanya Yuksel.Kepala Kimberly pun mengangguk. "Iya, aku ingin bicara.""Soal Noah dan Prisa?" tanya Yuksel lagi mulai mengerti.Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya, suamiku."Jemari Yuksel mengusap kepalanya. "Ayo bicara padaku."Kimberly menggerakkan tubuhnya, mencari tempat yang paling nyaman. Yuksel tersenyum atas kelakuan darinya. "Aku benar-benar ingin Prisa dan Noah bisa bersama," ujarnya."Bukankah ayah sudah menyarankan soal perjodohan?" singg
Setelah beberapa hari berlalu, Kimberly selalu saja mendapat kabar. Kalau ketiga putri sangat akur satu dengan lainnya. Hal yang selalu membuat Kimberly tersenyum senang.Kimberly sendiri dalam perjalanan menuruni anak tangga. Setelah mendengar kalau Emma akan berkunjung. Dengan membawakan buah yang baru saja dipanen."Emma," sebutnya dengan senang begitu melihat istri dari Aiden ini.Emma sendiri sempat ikut tersenyum, namun sedetik kemudian menunjukkan wajah heran. "Tumben hari ini Ratu saya bisa tersenyum lebar begini."Mendengarnya Kimberly langsung tertawa. "Aku merasa sangat senang."Mata Emma membulat terkejut. "Apa Yang Mulia mengandung anak kelima?"Anak kelima, kata yang selalu Yuksel bicarakan padanya. Saking bosannya, Kimberly langsung menghela napas. Emma yang merasa tebakan salah, menjadi lebih penasaran."Memangnya bukan ya?""Bukan itu, tapi akhirnya ada hari di mana ketiga putriku itu akur. Aku merasa sangat bahagia," ujarnya dengan tersenyum lebar.Setelah tahu apa y
Beberapa saat kemudian. Yuksel terlihat duduk di ruang kerja, tak lama pintu diketuk dan dibuka oleh pelayan. Terlihat Noah berjalan masuk ditemani oleh Yoshi.Mata Yuksel menatap sang putra yang sudah berusia 14 tahun. Noah memiliki tubuh yang tinggi dan berisi, serta ketampanan dari Yuksel benar-benar menurun pada Noah. Hingga terkenal di kalangan bangsawan dan juga putri para menteri."Kau sudah dengar masalah bencana di kota sebelah?" singgung Yuksel.Noah duduk di kursi sekitar Yuksel. "Sudah, Ayah.""Apa kau memiliki solusi?"Dan Yuksel selalu bertanya pada sang putra. Setiap kali ada masalah yang melibatkan kerajaan. Karena, Yuksel ingin Noah lebih cepat memahami dan ketika mewarisi tahta tidak akan terkejut begitu beratnya tanggung jawab seorang raja."Jumlahnya cukup banyak, jika membantu maka banyak dana yang harus dikeluarkan. Alangkah baiknya menyediakan lahan dan bantuan medis saja. Untuk dana Ayah bisa berikan seperlunya saja."Yuksel langsung tersenyum. "Ayah juga beren
Yuksel dan Kimberly terpaksa kembali ke kediaman dengan cepat. Karena malamnya akan menghadiri pernikahan dari Liliana dan Julian. Kemudian mereka menikmati pesta yang diadakan di istana dengan meriah.Meski di dalam pesta itu, ada seorang wanita yang hanya bisa menahan kemarahan di pojok ruangan. Tentunya dia adalah mantan Putri Mahkota yang hanya dijadikan selir. "Dia hanya anak ingusan, tapi berani sekali merebut Raja dari tangan Anda."Wanita itu menoleh ke arah Arabella. "Bukankah kau juga sama? Kau waktu itu kalah dari anak ingusan seperti Ratu Kimberly."Arabella menatap kesal pada selir Raja ini. Namun tak bisa berbuat apa pun, karena selain berada di pesta. Derajat Arabella juga tidak sebanding.Sementara Kimberly yang mulai lelah. Memutuskan duduk di kursi khusus yang disediakan untuknya. Yuksel yang semula berbicara dengan Yoshi dan Liliana, langsung melirik ke arahnya."Aku akan ke istriku," ujar Yuksel.Yoshi menatap sang adik yang sejak tadi sedang diawasi oleh Julian,
Pagi harinya, mereka semua sarapan bersama. Madam Ane pun mengulas senyum selama mengawasi suasana ruang makan yang dulu begitu sepi. Sekarang sangat ramai, apalagi Alesha yang selalu berteriak pada Isabella."Katanya rumah Kakek Aaron ada di kota ini juga?" Noah memulai kata setelah sarapan selesai.Mendengar hal itu, Aaron menoleh. "Benar, Nak.""Apa aku boleh berkunjung?" tanya Noah.Isabella menjadi bersemangat. "Aku juga! Aku ingin melihat kediaman Kakek!"Mendengar hal itu, Aaron langsung melirik ke arah Kimberly dan Yuksel. Meski sang kakek merasa tidak sedikit masalah. Tapi, ada pihak lain yang kemungkinan tidak akan setuju."Lebih baik tidak usah ya, tidak ada yang bisa dilihat dari kediaman kakek itu," tolak Aaron.Kimberly menatap pada sang ayah. Mungkin Aaron tidak ingin anak-anaknya tahu, kondisi seperti apa dirinya ketika tumbuh sewaktu dulu. Karena masa lalu yang buruk memang sebaiknya tidak diceritakan dan lebih baik dilupakan."Hanya melihat dari depan juga tidak bole
Beberapa minggu berlalu. Kimberly dan keluarganya telah tiba di kediaman Pangeran kelima, perjalanan membutuhkan waktu kurang dari dua hari untuk tiba. Karena mereka memilih jalan pintas dan tercepat.Isabella berdecak kagum melihat taman di kediaman lama. "Wah indahnya, Bu aku jadi ingin tinggal di rumah Kakek."Pangeran kelima tersenyum mendengar hal itu. "Benarkah? Apa Isabella tidak takut tinggal sendirian di sini?""Kenapa begitu Kek?"Noah melintasi Isabella dan menyahut dingin, "bukankah sudah jelas? Kau ingin tinggal di sini, sementara kami semua pulang ke ibukota."Isabella langsung cemberut. Meski begitu, anak keduanya itu berlari menyusul Noah yang berjalan mendekatinya. Kimberly sesekali tersenyum dan berbincang dengan ibunya."Bu, ayah di mana?" tanya Noah begitu berjalan di sampingnya.Mendengar anak mencari sang ayah, membuat Kimberly hanya bisa tersenyum. Namun, Noah teringat sendiri hingga memutuskan untuk tidak bertanya lagi.Kimberly mengusap kepala putranya. Jujur
"Apa yang membuat istriku ini sangatlah bergembira?"Kimberly menoleh dan tersenyum begitu mendapati Yuksel berjalan mendekat bersama Yoshi. Sementara Emma hendak bangkit berdiri lagi dan menyapa. Namun, Yuksel lebih dulu melarang."Wanita hamil tidak boleh banyak gerak, duduklah."Kimberly masih tersenyum. "Suamiku, apa yang membawamu ke sini?"Yuksel mendekatinya dan ikut tersenyum. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan Sayang.""Aku menyulam," sahutnya dengan ceria.Jemari Yuksel mengusap kepalanya. Menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kemudian mengambil hasil sulaman setengah jadi miliknya."Bagus," puji Yuksel."Terima kasih suamiku."Isabella yang melihat keberadaan sang ayah. Langsung berhenti bermain dan segera menghampiri Yuksel sembari berteriak memanggil ayah. Yuksel sendiri bangkit dari duduk dan mendekat.Alesha yang melihat Isabella sudah sangat dekat. Membuat putri kecil itu terburu berlari tertatih demi bisa mencapai Yuksel lebih dulu. Noah, Prisa dan para pe
Yuksel menatap ke arahnya. "Sayang, apa kau yakin Alesha tidak akan terbangun lagi?"Atas pertanyaan tersebut, Kimberly menatap suaminya. "Benar. Kalau sampai petir datang lagi, Alesha terbangun saat kita sedang ...."Kimberly tak melanjutkan ucapannya. Karena Yuksel pun sudah paham meski dirinya tak bicara lagi. Hingga kepala Yuksel mengangguk, dan tangan mengusap wajahnya."Tidak baik melakukannya saat anak terbangun," sambung Yuksel.Kimberly menarik napas. "Kalau begitu mari kita tidur."Yuksel mengusap wajahnya. "Ya Sayang."Dengan Alesha menjadi penghalang di antara Kimberly dan Yuksel. Namun, Yuksel malah mendekatkan diri demi bisa menjadikan tangan sebagai bantal tidur untuknya. Kimberly tersenyum senang dan mulai memejamkan mata.***Esoknya. Di ruang kerja, Yuksel kedatangan Putra Mahkota yang seharusnya sudah pulang. Justru terlihat enggan untuk kembali."Bukankah kau sudah mengerti cara kerja dan risiko dari obat yang diberikan?" tanya Yuksel."Bisakah aku tinggal di sini