Setelah beberapa minggu berlalu. Kimberly yang lebih sehat serta sang putra yang sudah boleh dibawa ke mana pun. Siang itu, dengan menggunakan kereta dorong. Kimberly membawa Noah bersama Madam Ane, Emma dan pelayan lainnya menuju ruang kerja Yuksel.Mendengar adanya pembicaraan di dalam ruangan. Membuat Kimberly melirik pada Emma yang langsung mengetuk pintu. Terlihat pintu yang dibuka oleh pelayan dan suara tak lagi terdengar. Hanya suara langkah serta sosok suaminya yang mendekat."Sayang, kenapa mengetuk pintu? Aku kira siapa yang datang."Yuksel mengusap wajahnya, kemudian menunduk dan mengecup sang putra yang sedang tertidur. Mata Kimberly menatap Aiden dan Pangeran kelima yang ada di ruangan, serta penasihat suaminya. Ah, hanya pria itu yang terlihat tak suka dengan dirinya."Aku lihat kau ada pekerjaan, jadi aku takut mengganggumu."Ya, selama ini kan Kimberly hanya datang jika Yuksel sedang sendirian. Atau bersama Aiden saja. Karena Kimberly pun harus jadi istri yang pengerti
Pagi yang cerah harusnya terasa menyenangkan. Namun, hari itu Yuksel merasa kesal selama memimpin pertemuan. Lagi-lagi yang mereka bahas adalah selir."Aku sudah memiliki seorang Pangeran, dan kau masih memintaku untuk mengambil selir?" tanya Yuksel dengan kesal."Yang mulia, mengambil selir bukanlah hal yang buruk. Menambah keturunan juga bukan hal buruk."Tangan Yuksel mengepal dengan kesal. Dia pikir selama berbulan-bulan mereka akhirnya diam, karena menurut. Kemudian Kimberly yang sudah melahirkan penerus, harusnya sudah cukup. Namun itu tetap tidak membuat mereka puas."Apa kalian pikir, Raja adalah seorang peliharaan yang bisa kalian perintahkan seenak jidat!" seru Yuksel saking kesalnya.Pangeran kelima menatap sang anak yang marah besar. Sementara Aiden hanya diam, jelas tak ingin menambah kekesalan sang Raja jika berpendapat. Hingga suara tangis bayi membuat perhatian mereka teralihkan.Raut wajah Yuksel sedikit membaik ketika melihat Kimberly yang berjalan mendekat. Tangis s
Lama Yuksel duduk di sebelahnya yang mulai sibuk memakan buah yang dipotong oleh Madam Ane. Pandangan Yuksel tertuju pada Noah yang digendong oleh sang kakek. Tiba-tiba saja Yuksel langsung berdiri dari duduk membuatnya menoleh."Mau ke mana?" "Aku ingin menggendong Noah," sahut Yuksel."Gantian, bahkan ayah saja belum puas menggendong Noah," ujar Pangeran kelima membuat Yuksel menatap tak terima."Lalu bagaimana dengan aku Yah? Sejak pagi hingga malam aku harus duduk di ruang kerja," ujar Yuksel dan itu berupa keluhan.Kimberly meraih tangan suaminya untuk duduk kembali. Meski terlihat kesal, tapi Yuksel tetap menurut dan duduk di sampingnya. Bahkan ketika Kimberly memberikan secangkir teh, suaminya langsung meneguk hingga habis."Biarpun kau dihadapkan pada pekerjaan, tapi bukankah Noah akan terus bersamamu sepanjang malam?" tanya sang kakek."Memang. Tapi kan Noah tidur," sahut Yuksel dengan nada iri."Tidak harus bangun untuk bisa kau gendong, selama tidur pun kau bisa melakukann
Siang harinya, matahari tak begitu terik. Bahkan cuaca sedikit mendung. Yuksel berjalan-jalan kecil di sekitar meja kerja. Hingga dia melihat Kimberly yang sedang berjalan bersama Emma dan pelayan lainnya di taman.Yuksel terlihat sangat ingin menghampiri sang istri. Namun, tak ada kemungkinan untuk melakukannya. Karena ada pekerjaan yang menumpuk."Apa yang Anda pikirkan, Yang mulia?" tanya Aiden karena melihat Yuksel yang hanya diam.Yuksel menatap Aiden, kemudian mulai bertanya, "bagaimana menurutmu kalau aku merekrut seorang asisten?""Asisten?""Ya. Orang yang membantu melakukan pekerjaan," sahut Yuksel.Dahi Aiden mengerut. "Kenapa Yang mulia membutuhkannya? Bukankah Anda sudah memiliki tangan kanan dan kiri? Lalu penasihat."Yuksel menarik napas. "Aku butuh asisten supaya kau juga memiliki waktu.""Ya?" Dan Aiden masih lambat seperti dulu."Maksudku, begini. Aku tidak bisa terlalu lama tidak melihat Kimberly, aku mencari asisten supaya bisa punya waktu lebih banyak bersama istr
"Yakin hanya sebentar saja?" selidik Kimberly."Iya Sayang."Lagi, Kimberly melirik sekeliling. Kemudian ia duduk di pangkuan suaminya. Mata saling bertatapan, kemudian Yuksel mencium bibirnya lembut, hingga menjadi intens dan menuntut.Sementara tangan Yuksel meraba kakinya. Semakin ke atas dan meremas dadanya. Bibir Yuksel menyesap kulit lehernya. Lantas tangan mulai menurunkan celana sendiri."Kau mau melakukannya tanpa melepas satu pakaian pun?" tanyanya tak menyangka."Sayang, seperti yang kau katakan. Bagaimana kalau tiba-tiba ada yang datang?"Kimberly melotot kaget dan berniat turun. Namun, Yuksel langsung menahan tubuhnya. Bahkan memeluk pinggangnya. Kimberly telah salah langkah, bisa saja ada yang melintas dan melihat."Kalau begitu ayo ke kamar," ajaknya."Aku sudah tidak tahan Sayang."Jemari Kimberly mencengkram pundak suaminya. Ketika Yuksel menurunkan celananya sebatas paha, kemudian mulai masuk. Yuksel tersenyum dan mengecup pipinya."Sayang, aku memberimu pilihan. Kau
Kimberly pikir, Yuksel akan bersikap pelan sama seperti waktu di taman. Ternyata tidak. Di atas ranjang ini, Yuksel bergerak liar pada tubuhnya. Seolah menebus hari-hari yang terlewat dan tidak melakukannya."Pelan-pelan," tegurnya sembari memukul.Yuksel justru tersenyum. "Aku kira kau menyukai yang kasar seperti ini, Sayang.""Suka, tapi kendalikan dirimu!""Baiklah."Meski Yuksel ingin menggoda sang istri untuk bergerak jauh lebih liar. Namun, tidak ingin menyakiti sang istri. Hingga Yuksel mulai bergerak sedikit pelan."Bagaimana Sayang?" tanya Yuksel sembari mengusap wajahnya.Kepalanya mengangguk. "Ini jauh lebih baik."Yuksel mendekat dan menyesap kulit lehernya. Jemari Kimberly meremas lengan suaminya karena sangat terasa menyenangkan. Ketimbang Yuksel yang menusuk kasar. Memang membuat mabuk kepayang, tapi cara seperti itu Kimberly kurang suka.Bibirnya dikecup lembut. "Sayang, bagaimana kalau sekali lagi?"Kimberly menatap suaminya yang terlihat baik-baik saja. Sementara Kim
Emma memasuki ruangan setelah pintu dibuka oleh pelayan. Berjalan mendekat sembari membawa teh serta camilan. Mulanya, Emma terlihat baik-baik saja. Tapi, setelah tangan meletakkan seluruh camilan dan teh. Emma hampir terhuyung jika tidak ada Kimberly yang menyanggah tubuh. Semua orang dibuat kaget oleh Emma yang terlihat sedikit pucat."Emma, apa kau baik-baik saja?" tanya Kimberly cemas.Sementara Emma terkekeh. "Maaf Yang mulia, saya sedikit kurang sehat karena ...."Emma kembali terkekeh membuat Kimberly mengerutkan dahi karena cemas sekaligus heran. Emma tidak biasanya bersikap aneh seperti sekarang. Sementara Julia ikut tersenyum, menyerahkan Noah pada sang suami dan menghampiri Emma."Sudah berapa minggu?" tanya Julia sembari tersenyum.Begitu pula dengan Emma yang menatap malu. "Belum tahu Nyonya, hanya saja saya telat datang bulan, jadi saya hanya mengira saja."Kimberly terburu berdiri dan menuntun Emma untuk duduk di kursi. Meski sebelumnya ia mendorong-dorong kaki suaminy
Tujuh tahun telah berlalu tanpa terasa. Terlihat Noah berjalan menyusuri sebuah taman dengan ditemani pelayan laki-laki. Meski baru mengenyam pendidikan, tapi Noah sangat pintar dalam segala hal.Bukan hanya soal kepintaran. Noah pun tumbuh menjadi Pangeran yang sangat tampan dan berwibawa. Sifat Noah rupanya persis seperti Yuksel sebelum bertemu dengannya. Sangat dingin dan keras kepala."Putri Isabella, tolong jangan berlarian." Pelayan dari kediaman Ratu terlihat berlari dan kewalahan mengikuti anak kedua dari pasangan Yuksel dengan Kimberly. Kaki Noah berhenti sejenak, dengan mata menatap pada seorang perempuan seumuran tengah tersenyum manis melihat Isabella yang masih berlarian."Apa yang kau lakukan? Berlari dan menyiksa pelayanmu," sindir Noah.Suara itu membuat Prisa menoleh dan segera menunduk hormat. "Pangeran, selamat pagi."Pandangan Noah tertuju pada putri dari tangan kanan Raja, yakni Aiden. Prisa tumbuh menjadi seorang perempuan yang cantik jelita. Namun Noah mengabai
Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
Malam harinya. Kimberly mendudukkan diri di sudut ranjang. Mata membingkai sosok Yuksel yang membawa pekerjaan ke kamar. Rasa kesal membuatnya menampar dokumen dari tangan suaminya.Hingga mata Yuksel melirik. "Sayang.""Apa ini ruang kerjamu?" Nada suaranya terdengar mengeluh.Yuksel yang mengerti langsung menutup dokumen dan meletakkan di meja samping ranjang. Lantas merentangkan tangan dengan tubuh masih menyender pada board ranjang. Kimberly menjadi tersenyum dan mulai menempatkan diri di pelukan suaminya."Ingin membicarakan sesuatu?" tanya Yuksel.Kepala Kimberly pun mengangguk. "Iya, aku ingin bicara.""Soal Noah dan Prisa?" tanya Yuksel lagi mulai mengerti.Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya, suamiku."Jemari Yuksel mengusap kepalanya. "Ayo bicara padaku."Kimberly menggerakkan tubuhnya, mencari tempat yang paling nyaman. Yuksel tersenyum atas kelakuan darinya. "Aku benar-benar ingin Prisa dan Noah bisa bersama," ujarnya."Bukankah ayah sudah menyarankan soal perjodohan?" singg
Setelah beberapa hari berlalu, Kimberly selalu saja mendapat kabar. Kalau ketiga putri sangat akur satu dengan lainnya. Hal yang selalu membuat Kimberly tersenyum senang.Kimberly sendiri dalam perjalanan menuruni anak tangga. Setelah mendengar kalau Emma akan berkunjung. Dengan membawakan buah yang baru saja dipanen."Emma," sebutnya dengan senang begitu melihat istri dari Aiden ini.Emma sendiri sempat ikut tersenyum, namun sedetik kemudian menunjukkan wajah heran. "Tumben hari ini Ratu saya bisa tersenyum lebar begini."Mendengarnya Kimberly langsung tertawa. "Aku merasa sangat senang."Mata Emma membulat terkejut. "Apa Yang Mulia mengandung anak kelima?"Anak kelima, kata yang selalu Yuksel bicarakan padanya. Saking bosannya, Kimberly langsung menghela napas. Emma yang merasa tebakan salah, menjadi lebih penasaran."Memangnya bukan ya?""Bukan itu, tapi akhirnya ada hari di mana ketiga putriku itu akur. Aku merasa sangat bahagia," ujarnya dengan tersenyum lebar.Setelah tahu apa y
Beberapa saat kemudian. Yuksel terlihat duduk di ruang kerja, tak lama pintu diketuk dan dibuka oleh pelayan. Terlihat Noah berjalan masuk ditemani oleh Yoshi.Mata Yuksel menatap sang putra yang sudah berusia 14 tahun. Noah memiliki tubuh yang tinggi dan berisi, serta ketampanan dari Yuksel benar-benar menurun pada Noah. Hingga terkenal di kalangan bangsawan dan juga putri para menteri."Kau sudah dengar masalah bencana di kota sebelah?" singgung Yuksel.Noah duduk di kursi sekitar Yuksel. "Sudah, Ayah.""Apa kau memiliki solusi?"Dan Yuksel selalu bertanya pada sang putra. Setiap kali ada masalah yang melibatkan kerajaan. Karena, Yuksel ingin Noah lebih cepat memahami dan ketika mewarisi tahta tidak akan terkejut begitu beratnya tanggung jawab seorang raja."Jumlahnya cukup banyak, jika membantu maka banyak dana yang harus dikeluarkan. Alangkah baiknya menyediakan lahan dan bantuan medis saja. Untuk dana Ayah bisa berikan seperlunya saja."Yuksel langsung tersenyum. "Ayah juga beren
Yuksel dan Kimberly terpaksa kembali ke kediaman dengan cepat. Karena malamnya akan menghadiri pernikahan dari Liliana dan Julian. Kemudian mereka menikmati pesta yang diadakan di istana dengan meriah.Meski di dalam pesta itu, ada seorang wanita yang hanya bisa menahan kemarahan di pojok ruangan. Tentunya dia adalah mantan Putri Mahkota yang hanya dijadikan selir. "Dia hanya anak ingusan, tapi berani sekali merebut Raja dari tangan Anda."Wanita itu menoleh ke arah Arabella. "Bukankah kau juga sama? Kau waktu itu kalah dari anak ingusan seperti Ratu Kimberly."Arabella menatap kesal pada selir Raja ini. Namun tak bisa berbuat apa pun, karena selain berada di pesta. Derajat Arabella juga tidak sebanding.Sementara Kimberly yang mulai lelah. Memutuskan duduk di kursi khusus yang disediakan untuknya. Yuksel yang semula berbicara dengan Yoshi dan Liliana, langsung melirik ke arahnya."Aku akan ke istriku," ujar Yuksel.Yoshi menatap sang adik yang sejak tadi sedang diawasi oleh Julian,
Pagi harinya, mereka semua sarapan bersama. Madam Ane pun mengulas senyum selama mengawasi suasana ruang makan yang dulu begitu sepi. Sekarang sangat ramai, apalagi Alesha yang selalu berteriak pada Isabella."Katanya rumah Kakek Aaron ada di kota ini juga?" Noah memulai kata setelah sarapan selesai.Mendengar hal itu, Aaron menoleh. "Benar, Nak.""Apa aku boleh berkunjung?" tanya Noah.Isabella menjadi bersemangat. "Aku juga! Aku ingin melihat kediaman Kakek!"Mendengar hal itu, Aaron langsung melirik ke arah Kimberly dan Yuksel. Meski sang kakek merasa tidak sedikit masalah. Tapi, ada pihak lain yang kemungkinan tidak akan setuju."Lebih baik tidak usah ya, tidak ada yang bisa dilihat dari kediaman kakek itu," tolak Aaron.Kimberly menatap pada sang ayah. Mungkin Aaron tidak ingin anak-anaknya tahu, kondisi seperti apa dirinya ketika tumbuh sewaktu dulu. Karena masa lalu yang buruk memang sebaiknya tidak diceritakan dan lebih baik dilupakan."Hanya melihat dari depan juga tidak bole
Beberapa minggu berlalu. Kimberly dan keluarganya telah tiba di kediaman Pangeran kelima, perjalanan membutuhkan waktu kurang dari dua hari untuk tiba. Karena mereka memilih jalan pintas dan tercepat.Isabella berdecak kagum melihat taman di kediaman lama. "Wah indahnya, Bu aku jadi ingin tinggal di rumah Kakek."Pangeran kelima tersenyum mendengar hal itu. "Benarkah? Apa Isabella tidak takut tinggal sendirian di sini?""Kenapa begitu Kek?"Noah melintasi Isabella dan menyahut dingin, "bukankah sudah jelas? Kau ingin tinggal di sini, sementara kami semua pulang ke ibukota."Isabella langsung cemberut. Meski begitu, anak keduanya itu berlari menyusul Noah yang berjalan mendekatinya. Kimberly sesekali tersenyum dan berbincang dengan ibunya."Bu, ayah di mana?" tanya Noah begitu berjalan di sampingnya.Mendengar anak mencari sang ayah, membuat Kimberly hanya bisa tersenyum. Namun, Noah teringat sendiri hingga memutuskan untuk tidak bertanya lagi.Kimberly mengusap kepala putranya. Jujur
"Apa yang membuat istriku ini sangatlah bergembira?"Kimberly menoleh dan tersenyum begitu mendapati Yuksel berjalan mendekat bersama Yoshi. Sementara Emma hendak bangkit berdiri lagi dan menyapa. Namun, Yuksel lebih dulu melarang."Wanita hamil tidak boleh banyak gerak, duduklah."Kimberly masih tersenyum. "Suamiku, apa yang membawamu ke sini?"Yuksel mendekatinya dan ikut tersenyum. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan Sayang.""Aku menyulam," sahutnya dengan ceria.Jemari Yuksel mengusap kepalanya. Menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kemudian mengambil hasil sulaman setengah jadi miliknya."Bagus," puji Yuksel."Terima kasih suamiku."Isabella yang melihat keberadaan sang ayah. Langsung berhenti bermain dan segera menghampiri Yuksel sembari berteriak memanggil ayah. Yuksel sendiri bangkit dari duduk dan mendekat.Alesha yang melihat Isabella sudah sangat dekat. Membuat putri kecil itu terburu berlari tertatih demi bisa mencapai Yuksel lebih dulu. Noah, Prisa dan para pe
Yuksel menatap ke arahnya. "Sayang, apa kau yakin Alesha tidak akan terbangun lagi?"Atas pertanyaan tersebut, Kimberly menatap suaminya. "Benar. Kalau sampai petir datang lagi, Alesha terbangun saat kita sedang ...."Kimberly tak melanjutkan ucapannya. Karena Yuksel pun sudah paham meski dirinya tak bicara lagi. Hingga kepala Yuksel mengangguk, dan tangan mengusap wajahnya."Tidak baik melakukannya saat anak terbangun," sambung Yuksel.Kimberly menarik napas. "Kalau begitu mari kita tidur."Yuksel mengusap wajahnya. "Ya Sayang."Dengan Alesha menjadi penghalang di antara Kimberly dan Yuksel. Namun, Yuksel malah mendekatkan diri demi bisa menjadikan tangan sebagai bantal tidur untuknya. Kimberly tersenyum senang dan mulai memejamkan mata.***Esoknya. Di ruang kerja, Yuksel kedatangan Putra Mahkota yang seharusnya sudah pulang. Justru terlihat enggan untuk kembali."Bukankah kau sudah mengerti cara kerja dan risiko dari obat yang diberikan?" tanya Yuksel."Bisakah aku tinggal di sini