"Siapa yang berani menyebarkan hal konyol itu?" Pangeran kelima terlihat marah."Tidak tahu Pangeran," sahut Emma sembari menggeleng.Yuksel melirik pada Madam Ane yang langsung mengambilkan gelas berisi air. Emma tanpa dagu menerima dan mulai mengisi tenggorokan dengan segelas air. Yuksel terdiam, namun wajah menunjukkan seolah dia tahu siapa pelakunya.Hingga mata Pangeran kelima melirik pada Yuksel. "Menurutmu siapa?""Memangnya siapa lagi yang menginginkan kursi milikku, Ayah." Yuksel meraih cangkir teh dan mulai menyesap.Tangan Pangeran kelima mengepal marah. "Axel si brengsek.""Tapi dia bukan orang yang gegabah seperti ini," ujar Yuksel."Bukan gegabah apa? Buktinya dia bisa menyuap untuk menerbitkan artikel ini."Yuksel menatap sang ayah. "Kemarin, dalam perjalanan pulang. Kami bertemu dengan Axel bersama istri pertamanya, Margaret.""Kau mencurigai istrinya?""Benar," Yuksel membenarkan, "karena Kimberly sempat menyinggung wanita itu hingga marah besar.""Kenapa Kimberly mel
Terlihat Yuksel dan Kimberly berjalan beriringan dengan tangan saling menggandeng. Mereka menuju kereta, Yuksel membantunya menaiki lebih dulu kemudian menyusul dan duduk di sebelahnya. Kimberly yang nampak gugup membuat Yuksel menggenggam tangannya."Tidak perlu gugup Sayang. Kakekku orang yang baik."Kimberly menghela napas. "Aku tahu kakekmu tidak akan menggigit orang. Tapi, tetap saja aku gugup, karena aku manusia."Yuksel tersenyum. "Baiklah kalau begitu tetaplah jadi gugup."Kimberly menatap suaminya lama. Kemudian membuka jendela, mereka saat ini melewati pusat ibukota yang dilalui oleh banyak orang. Mereka yang berjalan atau sedang bertransaksi langsung terhenti dari kegiatan dan nampak antusias pada kereta mereka yang sangat mewah."Bukankah itu kereta Putra mahkota?"Hanya karena perkataan satu orang. Semuanya menjadi penasaran dan mulai berteriak memberi tahu. Hingga rakyat yang dilewati memberi hormat padanya, membuat Kimberly tertegun sekaligus terharu."Lambaikan tanganm
"Aku tidak mau datang," tolak Yuksel mentah-mentah."Benar, untuk apa datang? Mereka yang sudah mengusir masih punya muka untuk mengundang," gerutu Raja.Namun, penasihat Raja yang sejak tadi berdiri di sudut ruangan bersama Aiden dan pelayan lain nampak memikirkan sesuatu. Hingga sang penasihat itu ingin angkat bicara. Usia pria itu sekiranya 7 tahun lebih muda dari Pangeran kelima."Yang mulia, maaf jika saya lancang. Tapi, sekarang Putra dan Putri mahkota baru saja menjabat. Jika tidak menghadiri pesta itu, takutnya dipandang buruk.""Siapa yang memandang cucuku dengan buruk? Aku akan memberinya racun," gerutu Raja.Kimberly tersenyum miris. Ia memang telah menyadari kalau ibukota Kairi adalah tempat semua racun berasal. Tapi, asal memberi racun hanya karena alasan kesal atau benci itu hal yang buruk."Yang mulia. Putra dan Putri mahkota harus diakui oleh kerajaan kota Lefan.""Mereka sudah mengakui karena ketakutan dengan racun yang dimiliki Yuksel," celetuk Raja terlihat benar-be
Yuksel berjalan cepat keluar ruang kerja dan tentu dia punya tujuan. Yakni Kimberly yang masih belum bangun. Meski di tengah jalan sempat berpapasan dengan Madam Ane."Putra mahkota, catatannya ....""Berikan pada Aiden," ujar Yuksel mulai berlari meninggalkan sang pelayan.Madam Ane menatap kepergian Yuksel yang sudah ditelan oleh pertigaan lorong. Begitu melihat Aiden yang melintas. Madam Ane yang semula ingin pergi pun langsung mematung."Apa ini?" tanya Aiden karena Madam Ane menyerahkan sebuah catatan."Putra mahkota menyuruh Tuan Aiden untuk memeriksa para pelayan."Aiden menghela napas. "Baiklah, pada akhirnya tetap saja saya yang harus melakukannya.""Tentu saja, karena Putra mahkota saat ini sudah seharusnya peduli pada istrinya."Sementara Yuksel membuka pintu kamar Kimberly dengan perlahan. Padahal selama perjalanan terus berlari dengan menggebu. Yuksel melihat Emma yang duduk sembari memegang tangan Kimberly. "Putra mahkota," sebut Emma langsung menoleh.Tubuh Emma mulai
"Siapa yang kau duga dalangnya?" tanya Kimberly."Axel," sahut Yuksel pelan.Ketika malam semakin tiba. Yuksel meninggalkan Kimberly yang lelap dalam tidur. Dia memasuki sebuah ruangan kosong yang gelap dan lembab. Dapat Yuksel lihat. Pelayan bernama Alice itu merangkak di lantai, mendekati Yuksel yang tetap membiarkan pintu tetap terbuka. Sementara Aiden mengarahkan cambuk dan mengenai wanita itu yang berteriak kesakitan."Maafkan saya Putra mahkota!" Biasanya Yuksel akan bertindak sangat kejam jika ada yang mengkhianati. Terlebih korbannya adalah Kimberly. Istri yang sangat dicintai. Tapi, kali tersebut Yuksel hanya duduk santai.Bahkan saat pelayan itu yang melihat peluang untuk kabur dari pintu yang tetap terbuka. Bergegas wanita itu dari mulai merangkak hingga berjalan tertatih. Tapi, Yuksel masih diam di kursi dengan mata memandang benci pada punggung yang mulai pergi itu."Kenapa menyuruh saya untuk membiarkannya pergi?" tanya Aiden penasaran.Bahkan Yuksel meminta untuk menc
Akhirnya Yuksel dan Aiden melewati malam dengan mengubur pelayan. Kemudian memberikan kompensasi atas kematian pelayan tersebut. Sekitar pukul 3 dini hari, Yuksel baru kembali pulang.Melihat Kimberly yang sudah tertidur, membuat Yuksel tak ingin mengganggu sang istri. Apalagi Yuksel yang memang sudah mengantuk. Memutuskan untuk tidur di sebelah Kimberly, meski masih sempatnya merengkuh tubuhnya dalam tidur."Selamat tidur istriku," bisik Yuksel.***Pagi ini setelah sarapan. Mereka bersiap-siap pergi ke kota Lefan. Bukan untuk kembali tinggal, melainkan datang ke pesta yang diadakan oleh kediaman Putra mahkota kota Lefan.Perjalanan yang jauh itu, membuat Yuksel membawa puluhan pelayan dan penjaga. Namun, rupanya sang kakek mengirim prajurit dengan kemampuan sihir untuk menjaga. Jadi dipastikan tidak ada yang akan berani mengganggu."Aku mengantuk," keluhnya pada Yuksel yang satu kereta dengannya.Yuksel tersenyum. "Tidurlah Sayang."Dengan manja, Kimberly menyenderkan kepala pada pu
Kimberly menatap kaget ke arah Yuksel. Apa maksudnya dengan hasil dari semak-semak. Namun, mata Yuksel yang menyuruhnya untuk menatap pada Putri mahkota membuatnya sedikit mengerti.Hingga berbisik, "siapa pria yang bermain dengan Putri mahkota di semak-semak?""Entahlah," sahut Yuksel ikut berbisik.Ketika semua orang mulai mengangkat kepala mereka. Kemudian mengucap selamat pada Putri mahkota. Saling tersenyum satu sama lain, hingga mata mulai bertatapan dengan Yuksel serta Kimberly.Putra dan Putri mahkota itu berjalan mendekat ke arah mereka berdua. Kimberly terpaksa harus berdiri dengan sedikit dibantu oleh Yuksel. Bibirnya terpaksa mengulas senyum karena mereka pun tersenyum."Selamat datang di kota Lefan, Putra dan Putri mahkota." Putra mahkota kota Lefan tersenyum lebar, apalagi ketika mata melirik ke arah Kimberly."Terima kasih," sahut Yuksel singkat.Mata Putra mahkota masih tertuju pada Kimberly. "Seperti rumor, Putri mahkota ibukota Kairi memang sangatlah cantik."Mendeng
Keesokan harinya. Kimberly yang berharap bisa menjalani hari yang tenang seperti biasanya. Hanya bisa memajukan bibirnya dengan kesal. Karena Putra mahkota mengajak pesta minum teh.Rombongan pria duduk bersama Putra mahkota kota Lefan di dekat kolam. Sementara rombongan wanita bersama Putri mahkota di sisi taman. Membicarakan hal yang tidak perlu menurut Kimberly."Saya dengar sebelumnya Putri tidak pernah mengikuti pesta minum teh?" Putri mahkota memulai kata dan justru malah bertanya padanya."Ah benar sekali," sahutnya."Kenapa kalau boleh saya tahu?" Dari sekian banyaknya wanita bangsawan yang ikut ke dalam pesta minum teh. Hanya dirinya yang terus diberi pertanyaan. Hal itu membuatnya melirik ke arah sebelah, duduk Rosalind di dekat Arabella. Kemudian Kimberly menatap Putri mahkota lagi."Karena saya menolak undangan, saya tidak begitu suka sosialisasi," sahutnya tidak berbohong sama sekali.Meski kebanyakan karena Rosalind yang mengancam supaya ia tidak ikut. Membuat orang lai
Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
Malam harinya. Kimberly mendudukkan diri di sudut ranjang. Mata membingkai sosok Yuksel yang membawa pekerjaan ke kamar. Rasa kesal membuatnya menampar dokumen dari tangan suaminya.Hingga mata Yuksel melirik. "Sayang.""Apa ini ruang kerjamu?" Nada suaranya terdengar mengeluh.Yuksel yang mengerti langsung menutup dokumen dan meletakkan di meja samping ranjang. Lantas merentangkan tangan dengan tubuh masih menyender pada board ranjang. Kimberly menjadi tersenyum dan mulai menempatkan diri di pelukan suaminya."Ingin membicarakan sesuatu?" tanya Yuksel.Kepala Kimberly pun mengangguk. "Iya, aku ingin bicara.""Soal Noah dan Prisa?" tanya Yuksel lagi mulai mengerti.Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya, suamiku."Jemari Yuksel mengusap kepalanya. "Ayo bicara padaku."Kimberly menggerakkan tubuhnya, mencari tempat yang paling nyaman. Yuksel tersenyum atas kelakuan darinya. "Aku benar-benar ingin Prisa dan Noah bisa bersama," ujarnya."Bukankah ayah sudah menyarankan soal perjodohan?" singg
Setelah beberapa hari berlalu, Kimberly selalu saja mendapat kabar. Kalau ketiga putri sangat akur satu dengan lainnya. Hal yang selalu membuat Kimberly tersenyum senang.Kimberly sendiri dalam perjalanan menuruni anak tangga. Setelah mendengar kalau Emma akan berkunjung. Dengan membawakan buah yang baru saja dipanen."Emma," sebutnya dengan senang begitu melihat istri dari Aiden ini.Emma sendiri sempat ikut tersenyum, namun sedetik kemudian menunjukkan wajah heran. "Tumben hari ini Ratu saya bisa tersenyum lebar begini."Mendengarnya Kimberly langsung tertawa. "Aku merasa sangat senang."Mata Emma membulat terkejut. "Apa Yang Mulia mengandung anak kelima?"Anak kelima, kata yang selalu Yuksel bicarakan padanya. Saking bosannya, Kimberly langsung menghela napas. Emma yang merasa tebakan salah, menjadi lebih penasaran."Memangnya bukan ya?""Bukan itu, tapi akhirnya ada hari di mana ketiga putriku itu akur. Aku merasa sangat bahagia," ujarnya dengan tersenyum lebar.Setelah tahu apa y
Beberapa saat kemudian. Yuksel terlihat duduk di ruang kerja, tak lama pintu diketuk dan dibuka oleh pelayan. Terlihat Noah berjalan masuk ditemani oleh Yoshi.Mata Yuksel menatap sang putra yang sudah berusia 14 tahun. Noah memiliki tubuh yang tinggi dan berisi, serta ketampanan dari Yuksel benar-benar menurun pada Noah. Hingga terkenal di kalangan bangsawan dan juga putri para menteri."Kau sudah dengar masalah bencana di kota sebelah?" singgung Yuksel.Noah duduk di kursi sekitar Yuksel. "Sudah, Ayah.""Apa kau memiliki solusi?"Dan Yuksel selalu bertanya pada sang putra. Setiap kali ada masalah yang melibatkan kerajaan. Karena, Yuksel ingin Noah lebih cepat memahami dan ketika mewarisi tahta tidak akan terkejut begitu beratnya tanggung jawab seorang raja."Jumlahnya cukup banyak, jika membantu maka banyak dana yang harus dikeluarkan. Alangkah baiknya menyediakan lahan dan bantuan medis saja. Untuk dana Ayah bisa berikan seperlunya saja."Yuksel langsung tersenyum. "Ayah juga beren
Yuksel dan Kimberly terpaksa kembali ke kediaman dengan cepat. Karena malamnya akan menghadiri pernikahan dari Liliana dan Julian. Kemudian mereka menikmati pesta yang diadakan di istana dengan meriah.Meski di dalam pesta itu, ada seorang wanita yang hanya bisa menahan kemarahan di pojok ruangan. Tentunya dia adalah mantan Putri Mahkota yang hanya dijadikan selir. "Dia hanya anak ingusan, tapi berani sekali merebut Raja dari tangan Anda."Wanita itu menoleh ke arah Arabella. "Bukankah kau juga sama? Kau waktu itu kalah dari anak ingusan seperti Ratu Kimberly."Arabella menatap kesal pada selir Raja ini. Namun tak bisa berbuat apa pun, karena selain berada di pesta. Derajat Arabella juga tidak sebanding.Sementara Kimberly yang mulai lelah. Memutuskan duduk di kursi khusus yang disediakan untuknya. Yuksel yang semula berbicara dengan Yoshi dan Liliana, langsung melirik ke arahnya."Aku akan ke istriku," ujar Yuksel.Yoshi menatap sang adik yang sejak tadi sedang diawasi oleh Julian,
Pagi harinya, mereka semua sarapan bersama. Madam Ane pun mengulas senyum selama mengawasi suasana ruang makan yang dulu begitu sepi. Sekarang sangat ramai, apalagi Alesha yang selalu berteriak pada Isabella."Katanya rumah Kakek Aaron ada di kota ini juga?" Noah memulai kata setelah sarapan selesai.Mendengar hal itu, Aaron menoleh. "Benar, Nak.""Apa aku boleh berkunjung?" tanya Noah.Isabella menjadi bersemangat. "Aku juga! Aku ingin melihat kediaman Kakek!"Mendengar hal itu, Aaron langsung melirik ke arah Kimberly dan Yuksel. Meski sang kakek merasa tidak sedikit masalah. Tapi, ada pihak lain yang kemungkinan tidak akan setuju."Lebih baik tidak usah ya, tidak ada yang bisa dilihat dari kediaman kakek itu," tolak Aaron.Kimberly menatap pada sang ayah. Mungkin Aaron tidak ingin anak-anaknya tahu, kondisi seperti apa dirinya ketika tumbuh sewaktu dulu. Karena masa lalu yang buruk memang sebaiknya tidak diceritakan dan lebih baik dilupakan."Hanya melihat dari depan juga tidak bole
Beberapa minggu berlalu. Kimberly dan keluarganya telah tiba di kediaman Pangeran kelima, perjalanan membutuhkan waktu kurang dari dua hari untuk tiba. Karena mereka memilih jalan pintas dan tercepat.Isabella berdecak kagum melihat taman di kediaman lama. "Wah indahnya, Bu aku jadi ingin tinggal di rumah Kakek."Pangeran kelima tersenyum mendengar hal itu. "Benarkah? Apa Isabella tidak takut tinggal sendirian di sini?""Kenapa begitu Kek?"Noah melintasi Isabella dan menyahut dingin, "bukankah sudah jelas? Kau ingin tinggal di sini, sementara kami semua pulang ke ibukota."Isabella langsung cemberut. Meski begitu, anak keduanya itu berlari menyusul Noah yang berjalan mendekatinya. Kimberly sesekali tersenyum dan berbincang dengan ibunya."Bu, ayah di mana?" tanya Noah begitu berjalan di sampingnya.Mendengar anak mencari sang ayah, membuat Kimberly hanya bisa tersenyum. Namun, Noah teringat sendiri hingga memutuskan untuk tidak bertanya lagi.Kimberly mengusap kepala putranya. Jujur
"Apa yang membuat istriku ini sangatlah bergembira?"Kimberly menoleh dan tersenyum begitu mendapati Yuksel berjalan mendekat bersama Yoshi. Sementara Emma hendak bangkit berdiri lagi dan menyapa. Namun, Yuksel lebih dulu melarang."Wanita hamil tidak boleh banyak gerak, duduklah."Kimberly masih tersenyum. "Suamiku, apa yang membawamu ke sini?"Yuksel mendekatinya dan ikut tersenyum. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan Sayang.""Aku menyulam," sahutnya dengan ceria.Jemari Yuksel mengusap kepalanya. Menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kemudian mengambil hasil sulaman setengah jadi miliknya."Bagus," puji Yuksel."Terima kasih suamiku."Isabella yang melihat keberadaan sang ayah. Langsung berhenti bermain dan segera menghampiri Yuksel sembari berteriak memanggil ayah. Yuksel sendiri bangkit dari duduk dan mendekat.Alesha yang melihat Isabella sudah sangat dekat. Membuat putri kecil itu terburu berlari tertatih demi bisa mencapai Yuksel lebih dulu. Noah, Prisa dan para pe
Yuksel menatap ke arahnya. "Sayang, apa kau yakin Alesha tidak akan terbangun lagi?"Atas pertanyaan tersebut, Kimberly menatap suaminya. "Benar. Kalau sampai petir datang lagi, Alesha terbangun saat kita sedang ...."Kimberly tak melanjutkan ucapannya. Karena Yuksel pun sudah paham meski dirinya tak bicara lagi. Hingga kepala Yuksel mengangguk, dan tangan mengusap wajahnya."Tidak baik melakukannya saat anak terbangun," sambung Yuksel.Kimberly menarik napas. "Kalau begitu mari kita tidur."Yuksel mengusap wajahnya. "Ya Sayang."Dengan Alesha menjadi penghalang di antara Kimberly dan Yuksel. Namun, Yuksel malah mendekatkan diri demi bisa menjadikan tangan sebagai bantal tidur untuknya. Kimberly tersenyum senang dan mulai memejamkan mata.***Esoknya. Di ruang kerja, Yuksel kedatangan Putra Mahkota yang seharusnya sudah pulang. Justru terlihat enggan untuk kembali."Bukankah kau sudah mengerti cara kerja dan risiko dari obat yang diberikan?" tanya Yuksel."Bisakah aku tinggal di sini