Sejak pagi hingga kini sebentar lagi kelas Rayden akan berakhir, Isadora hanya duduk di bangku penjemputan tanpa kegiatan yang berarti. Wanita itu terdiam seorang diri dengan pikiran yang melayang entah ke mana. Isadora bimbang. Ia bingung dengan perasaan yang kini sangat mengganggu. Rindu dan kecewa beradu jadi satu."Apakah ini sudah saatnya aku memaafkan Alaric?" batin wanita itu."Ah, tidak!" Isadora menggelengkan kepala cepat. Tak bisa semudah itu ia memaafkan kesalahan Alaric yang terus berulang. Apalagi, luka yang ditorehkan pria itu di masa lalu masih terbuka lebar.Kadang Isadora lelah dengan pikirannya yang terus membenci Alaric dan memaksa ia untuk menjauh dari pria itu, sementara hatinya merasakan getaran rindu.Sungguh, tak ada yang lebih menyakitkan dari merasakan rindu, kecewa, dan benci secara bersamaan."Mommy!"Seruan itu membuat Isadora tersadar dari lamunan. Ia berusaha menarik kedua sudut bibir kala Rayden datang."Bagaimana belajarmu hari ini? Apakah menyenangka
Alaric sialan!Begitulah kira-kira umpatan yang ingin Isadora layangkan pada pria di sampingnya. Pria yang tengah mengemudikan mobil dengan santai tanpa sedikitpun merasa bersalah atas apa yang terjadi beberapa hari ke belakang."Kita tidak bisa lagi menyelidiki Ona. Semuanya sudah buntu.""Ck! Sudah kuduga," sahut Isadora sinis. Matanya melirik tak suka pada Alaric. "Memangnya kapan kau bisa menyelesaikan masalah? Bukankah sejak dulu pun kau lebih suka lari?"Mendengar ucapan sang istri, sontak darah Alaric mendidih. Namun, sebisa mungkin ia tahan karena tak ingin sampai terjadi hal yang tak diinginkan."Aku bukan pengecut, Dora!" geramnya."Lalu, apa namanya?" Isadora menatap penuh pada sang suami sembari melempar senyum sinis. "Kau lari ke luar kota di saat Aldora dalam keadaan genting. Padahal, sebagai seorang pemimpin, harusnya kau tetap di kantor untuk mencari solusi!""Tapi aku pergi untuk mencari informasi tentang Ona, Dora! Apa kau masih belum mengerti?""Dan kau tak mendapat
Beberapa hari benak Alaric diliputi tanya setelah tak sengaja mendengar percakapan Julian dan Isadora. Memang hingga hari ini, sang istri belum mengambil keputusan ataupun bicara secara terang-terangan padanya. Hubungan mereka masih sama seperti saat sebelum Alaric pergi ke luar kota. Mereka tidur di kamar yang sama, tetapi ditemani Rayden atas permintaan Isadora.Entahlah. Rasanya Alaric hampir putus asa untuk membuat wanita itu tetap berada di sisinya. Apalagi, semenjak menikah, tipis harapan mendapat cinta dari Isadora menurut kacamatanya. Wanita itu tak memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia memiliki perasaan yang sama.Hanya pipi yang seringkali merona. Hah, Alaric rasa setiap wanita pun akan seperti itu jika tengah digoda, bukan berarti menyimpan rasa cinta. Lantas, harus bagaimana kini Alaric menghadapi masalah rumah tangganya?Belum sempat pergi keresahan di hati Alaric, kini sebuah pesan masuk pada ponselnya, memberitahukan jika ia harus segera datang ke perusahaan. Sontak saja
Pelaporan telah Alaric lakukan pada pihak berwajib. Tinggal aparat menjemput dua pelaku yang sudah membuatnya rugi besar. Tetapi, ia tak peduli dengan itu. Pikirannya tengah tak tenang, terus mengarah pada keputusan apa yang Isadora berikan pada Julian."Sungguh, aku sanggup kehilangan semua yang kupunya, kecuali kau, Dora!" teriak Alaric sembari memukul setir kencang. Saat ini ia sedang berada di perjalanan.Pria tampan itu berkali-kali melampiaskan kekesalan dengan memukul setir, menambah kecepatan, bahkan berbelok arah tiba-tiba hingga beberapa pengendara marah. Tetapi, semua itu tak berhasil menghentikan aksi gilanya. Hingga saat tiba di suatu tempat, tubuh Alaric melemas seketika.Sepi. Hanya ada pepohonan tinggi di sisi kanan dan kiri. Kendaraan yang lewat pun hanya sesekali. Namun, Alaric menikmati kesunyian ini. Ia memejamkan mata dengan kepala yang bersandar pada kursi mobil. Berusaha meyakinkan diri jika Isadora tak akan pernah pergi.Akan tetapi, tidakkah egois jika ia bers
Isadora melangkah cepat memasuki gedung Aldora. Jantungnya berdegup kencang. Dadanya naik-turun karena menahan emosi sejak tadi. Ia sudah tak sabar bertemu Alaric dan menghajar pria itu.Para staf yang menyapa dengan ramah, tak Isadora hiraukan. Pertanyaan yang tertuju padanya pun tak ia jawab. Terserah mereka mau berkata apa setelah ini tentang Isadora."Nyonya! Sudah saya duga Nyonya pasti—""Di mana Alaric?" potong Isadora cepat hingga Mona tak jadi melanjutkan ucapannya."Emh ... ada di dalam ruangannya, Nyonya. Tadi—""Terima kasih," potong Isadora lagi. Wanita cantik itu kembali melangkahkan kaki ke depan pintu ruangan sang suami. Meninggalkan Mona yang tampak kebingungan akan sikapnya siang ini."Nyonya Isadora tampak berbeda. Ada apa dengan dia?" gumam Mona heran.Sementara itu, Isadora langsung membuka kasar pintu ruang kerja Alaric hingga dua orang yang ada di dalamnya terlonjak. Rayden yang tengah duduk di atas sofa seketika loncat dan berlari menghampiri Isadora. Sedangkan
Gaun elegan nan mewah melekat begitu pas di tubuh Isadora. Gaun tanpa lengan berwarna merah marun itu benar-benar membuat ia hampir tak mengenali dirinya sendiri, begitu cantik. Jangan lupakan kain putih yang menghiasi lengan dengan bentuk balon, menambah kesan indah yang tak terkira. Isadora benar-benar suka!"Kau sangat sempurna malam ini, Nyonya."Ah, Isadora jadi tersipu karena disanjung seperti itu. "Terima kasih," ucapnya senang."Kalau begitu, saya permisi, Nyonya. Tugas saya sudah selesai."Isadora mengangguk saja dan tak lupa mengucapkan terima kasih sekali lagi pada perias itu. Sementara ia kembali menatap pantulan dirinya di cermin.Anting gantung dengan hiasan kristal berbentuk daun dan bunga begitu berkilau, sehingga menambah elegan penampilan Isadora. Rambut panjangnya ditata dengan model sanggul rendah, beberapa helai sengaja dibiarkan terurai untuk menambah kesan manis. Wanita itu benar-benar terlihat kian cantik.Puas menatap dirinya di cermin, gegas Isadora meraih
Memori indah. Ya, mungkin tidak salah jika Isadora mengabulkan permintaan tersebut. Maka dari itu, ia setuju untuk bersikap baik dan harmonis bersama Alaric selama 3 bulan ke depan.Ya, katanya hanya 3 bulan."Selamat pagi, Sayang."Isadora terhenyak kala suara serak menyapa. Ia tersadar dari lamunan, lalu menatap penuh pria yang tengah tersenyum padanya.Alaric. Pria itu menyambut pagi Isadora dengan sangat manis. Ia membelai lembut pipi sang istri sembari sesekali merapikan helaian rambut yang menutupi wajah cantiknya.Sungguh, Isadora tidak pernah merasa setenang ini terbangun di ranjang yang sama dengan Alaric. Biasanya ia akan merasa was-was dan ingin segera menjauh. Apakah ini efek dari afirmasi yang semalam ia ucapkan, bahwa pasti bisa menerima Alaric untuk 3 bulan ke depan?"Kau tidak ingin mengucapkan selamat pagi juga untukku?"Wanita cantik itu kembali tersadar. Ia menggeleng sebentar untuk mengusir pikirannya tentang Alaric yang sangat berlebihan."Emh ... s-selamat pagi."
Alaric dan Isadora spontan menarik diri kala mendengar suara Rayden. Keduanya kompak memalingkan muka karena merasa malu sudah terpergok hendak berciuman."Sial! Kenapa dia datang tiba-tiba? Padahal sedikit lagi aku akan mendapatkan Dora!" batin Alaric kesal. Ia masih berdiri di tempat, sementara Isadora tampak mulai bergeser mendekati Rayden."Emh ... t-tidak. Mommy dan Daddy tidak sedang melakukan apa-apa. Tadi Daddy hanya membantu menangkap nyamuk yang hinggap di pipi Mommy." Isadora terpaksa berdusta di depan sang putra."Nyamuk? Memangnya di sini ada nyamuk? Sejak tadi aku tidak melihatnya, Mom." Rayden tampak kebingungan. Ia menatap sekeliling, tetapi tak menemukan nyamuk satupun."A-ada. Mungkin kau tidak bisa melihatnya," elak Isadora.Beruntung Rayden tak lagi bertanya. Bocah itu meminta izin untuk kembali bermain setelah membasahi tenggorokannya."Bye, Mom and Dad!"Isadora hanya melambaikan tangan pada Rayden sebagai balasan. Selanjutnya, ia sedikit melirik pada Alaric yang
"G-Grace?" Isadora membelalakan mata. Sementara wanita di depannya malah tersenyum santai sembari mendekat."Maaf karena aku tidak memberitahumu sebelumnya. Aku hanya ingin bertemu dengan Rayden, Isa. Dan ... Alaric sudah mengizinkannya." Grace sengaja melirik Alaric agar pria itu juga ikut berbicara."Emh ... Honey ...." Alaric lebih dulu merangkul pinggang sang istri agar lebih rapat dengannya. "Tolong kau jangan salah paham," katanya. Ia pun segera menatap tajam Grace agar pergi dari hadapannya dan Isadora. "Kau bisa meninggalkan kami berdua saja, kan?"Dengan senang hati Grace mengangguk. Ia meninggalkan Alaric dan Isadora, lalu kembali duduk bersama Monica."Tadi Grace datang ke kantor dan mengatakan jika ...." Alaric segera menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, sebelum Isadora bertanya dan curiga. Ia memaparkan semua tanpa ada yang ditutupi sediktipun dari Isadora."Lalu kau akan membiarkan Grace membawa Rayden jalan-jalan? Aku tidak setuju, Al!" tukas Isadora dengan raut kes
Isadora termenung seorang diri. Tatapannya tertuju pada langit pagi yang tengah hangat-hangatnya. Namun, sedikitpun ia tak menikmati kehangatan itu. Ya, memang harusnya ia merasa senang sekarang, karena semalam Alaric bilang jika Rayden tidak marah padanya. Tetapi, entah kenapa Rayden masih saja bersikap tak acuh padanya. Bahkan ketika tadi sarapan sebelum sekolah pun, bocah itu masih sama seperti semalam.Rasanya Isadora hampir putus asa. Ia dipaksa mengingat kesalahan yang entah apa, sebab Rayden tak mau memberitahu. "Kau tidak perlu terlalu memikirkannya, Sayang. Biarkan saja," pesan Alaric semalam. Tetapi, hal itu tak bisa Isadora lakukan.Sebagai seseorang yang sangat dekat dengan Rayden, jelas ia merasa tak nyaman kala bocah itu selalu menghindar."Sepertinya aku harus mengajak dia jalan-jalan berdua."Ya, mungkin itu akan menjadikan Rayden kembali terbuka dan mau berbicara dengannya.Tak ingin membuang waktu, gegas Isadora bersiap. Ia memasuki kamar mandi sebentar untuk mencu
Isadora tak ingin menyerah untuk membuat Rayden mau bicara. Kala bocah itu kembali dari sekolah, ia langsung mengajaknya memasuki kamar dan membongkar semua hadiah. Mobil dan robot mainan tampak mendominasi di lantai kamar itu."Bagaimana? Kau suka, kan, Ray? Mommy yang memilih semua ini untukmu," seru Isadora penuh antusias. Tetapi, bocah di depannya masih saja menampilkan wajah datar."Lihat! Mommy juga membeli banyak buku tulis yang sampulnya lucu. Ada pensil juga. Kau suka, kan?"Lagi, Rayden masih diam.Isadora menghela napas lelah. Ia sungguh bingung dengan sikap Rayden yang tiba-tiba berubah."Ray ... sebenarnya kau kenapa, Sayang? Apa Mommy memiliki kesalahan? Jika benar, Mommy minta maaf padamu."Rayden masih tak merespon. Kepala bocah itu kini sedikit tertunduk seperti ada yang tengah ditahan. Tetapi, tak bisa ia ungkapkan."Ray ...." Isadora hendak menyentuh bahu Rayden, tetapi bocah itu malah menghindar dengan menggeser duduknya. Sesaat kemudian, Rayden berdiri dan berteri
Waktu berlibur satu minggu itu terasa singkat dan masih tak cukup bagi Alaric. Rasanya ia masih ingin tinggal di Tokyo untuk menghabiskan waktu berdua dengan Isadora. Sayangnya, ia harus ditampar kenyataan bahwa ada segudang pekerjaan yang menunggunya pulang.Alaric dan Isadora tiba di rumah tepat pukul 10 malam, dan belum sempat bertemu Rayden, sebab bocah itu sudah tertidur. Mereka tidak tega jika harus mengganggu.Kini sebagai penebusan karena sudah meninggalkan Rayden selama 1 minggu, Isadora membawakan bocah itu banyak mainan yang sengaja ia beli di Tokyo. Ia yakin Rayden pasti suka.Setelah selesai mandi dan merapikan diri, gegas Isadora turun ke lantai dasar sembari menenteng dua plastik berukuran besar. Sementara Alaric yang tengah bersiap untuk ke kantor, ia tinggalkan di dalam kamar sendirian.Isadora ingin segera bertemu Rayden. Ia ingin memberikan semua hadiah yang dibawa pada bocah itu."Suprise!" seru Isadora begitu tiba di kamar sang putra. Terlihat Rayden tengah dibant
Entah kenapa sore itu terasa begitu syahdu bagi Isadora. Entah karena ia berada di tempat yang sangat indah, atau karena ada Alaric di sampingnya. Atau mungkin ... bisa jadi karena keduanya. Yang jelas, Isadora benar-benar bersyukur dengan apa yang ia dapat."Kau ingin makan apa?" tanya Alaric yang membuayarkan lamunan istrinya. Beberapa saat lalu mereka baru tiba di sebuah restoran yang terkenal di sana.Isadora segera membawa pandangannya pada buku menu di tangan Alaric. "Aku ingin makan ... Yakizakana. Lengkap dengan teman-temannya."Alaric terkekeh pelan. Ia tahu yang Isadora maksud teman-temannya adalah nasi, sup miso, juga acar. Tetapi, wanita itu malas menyebutkan.Baiklah, Alaric segera menyebutkan pesanan ia dan Isadora satu per satu. Setelah itu, harus menunggu beberapa saat hingga pesanan mereka terhidang."Kapan kita akan pulang, Al?"Pertanyaan Isadora membuat alis Alaric sedikit terangkat. Sejujurnya ia tak suka wanita itu membahas mengenai kepulangan mereka. Ia ingin me
Bulan berlalu, kehidupan rumah tangga Alaric dan Isadora nyaris sempurna. Mereka sudah jarang sekali bertengkar selain beradu argumen kecil yang sebenarnya tak perlu diperdebatkan. Hanya saja, mereka menganggap hal itu sebagai hiburan."Rasanya hidup ini terlalu datar jika aku tidak menggodamu," kata Alaric kala itu. Dan, Isadora tak memungkiri jika ia pun setuju.Terkadang, dalam rumah tangga memang perlu sedikit perdebatan untuk menjadi bumbu. Dengan begitu, setiap pasangan akan belajar untuk menyelesaikan masalah bersama, berdiskusi, dan saling menurunkan ego agar suasana kembali damai.Seperti saat Alaric memutuskan untuk kembali menyewa jasa pengasuh untuk Rayden. Ia dan Isadora berdebat hebat karena perbedaan pendapat. Alaric yang memang tak ingin Isadora harus repot mengantar dan menunggu Rayden, meskipun sebenarnya wanita itu tidak merasa keberatan. Sementara, Isadora sendiri masih trauma dengan kejadian tempo lalu."Aku takut mendapat pengasuh seperti Monica, Al. Aku takut ki
"Mommy ... terlihat an—"Alaric segera membekap mulut Rayden sebelum bocah itu melanjutkan ucapannya. "Ah, tentu. Kau sangat manis, Honey. Aku hampir saja tidak mengenalimu," ucap Alaric. Ya, meski tidak sepenuhnya benar. Pakaian terusan berwarna biru dengan model nyentrik, sangat jauh dari kebiasaan Isadora. Rambut panjang yang selalu anggun, kini hanya tersisa sebatas bahu. Memang masih terlihat cantik. Tetapi, ini seperti bukan Isadora. Alaric malah merasa melihat seorang gadis berusia 15 tahun yang baru merasakan cinta."Benarkah?" Mata Isadora berbinar seketika. Ia melakukan gerakan memutar dengan senyum yang mengembang."Menurutmu bagaimana, Ray? Mommy cantik, kan?"Rayden tak langsung menjawab, sebab mulutnya masih dibungkam. Ia menatap kesal pada sang ayah, baru tangan besar pria itu lepas dari mulutnya."Kau sangat cantik, Sayang. Lagipula Rayden masih terlalu kecil. Dia belum paham tentang penampilan.""Tapi ... bukankah anak kecil itu justru selalu berkata jujur, ya?" kat
Hari minggu ini, Alaric berjanji untuk mengabdikan diri pada keluarga, terutama Isadora. Menjelang siang, ia bersama anak dan istrinya menikmati waktu bersama dengan jalan-jalan, berbelanja, juga menemani Rayden bermain di sebuah wahana. "Kau masih ingat permintaanku kemarin, kan, Al?" tanya Isadora di sela menyantap makan siangnya. Kondisi kafe yang ramai cukup membuat ia ingin segera keluar. Hanya saja, ia tak tega sebab Alaric dan Rayden tampak menikmati makanan yang terhidang. "Emh ...." Alaric tampak berpikir keras. Sejujurnya, ia lupa apa yang diminta Isadora. "Ya ... aku ingat." Ia terpaksa beralibi agar tidak merusak suasana hati sang istri. Sontak saja senyum di wajah Isadora mengembang sempurna. "Baiklah. Kalau begitu, setelah ini aku akan kembali ke mall. Kau dan Rayden boleh menunggu di mana pun yang kalian mau." "Hm? Tentu aku akan ikut denganmu, Sayang." Bahaya jika Alaric membiarkan Isadora sendirian. Bukannya tak percaya jika sang istri bisa menjaga diri, tetapi ia
Isadora menutup mulut tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sungguh, ia lupa jika hari ini adalah kelahirannya. "I-ini ...." Wanita cantik itu tak bisa berkata apa-apa. Ia bergegas memeluk kedua orang tuanya erat, lalu beralih memeluk Alaric meski sedikit sulit. Ya, sebab pria itu tengah memegang sebuah kue ulang tahun dengan lilin yang menyala di atasnya."Selamat bertambah usia, Honey. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu," ucap Alaric manis. "Terima kasih, Al ...." "Selamat ulang tahun putri Mommy," ujar Celine. Ia menatap dalam sang putri yang begitu ceria hari ini. "Doa terbaik untukmu, Nak." Julian ikut menimpali.Hah, sungguh Isadora terharu rasanya. Ia benar-benar tak menyangka diam-diam diberi kejutan."Thank you, semuanya. I'am so surprise!"Kebahagiaan tampak menyelimuti mereka yang ada di sana. Hingga seorang bocah berlari mendekat dengan wajah keheranan."Daddy! Kue siapa itu?" Semua orang mengalihkan perhatian mereka pada Ryden. Lalu, dengan jahil Isadora mencol