Gaun elegan nan mewah melekat begitu pas di tubuh Isadora. Gaun tanpa lengan berwarna merah marun itu benar-benar membuat ia hampir tak mengenali dirinya sendiri, begitu cantik. Jangan lupakan kain putih yang menghiasi lengan dengan bentuk balon, menambah kesan indah yang tak terkira. Isadora benar-benar suka!"Kau sangat sempurna malam ini, Nyonya."Ah, Isadora jadi tersipu karena disanjung seperti itu. "Terima kasih," ucapnya senang."Kalau begitu, saya permisi, Nyonya. Tugas saya sudah selesai."Isadora mengangguk saja dan tak lupa mengucapkan terima kasih sekali lagi pada perias itu. Sementara ia kembali menatap pantulan dirinya di cermin.Anting gantung dengan hiasan kristal berbentuk daun dan bunga begitu berkilau, sehingga menambah elegan penampilan Isadora. Rambut panjangnya ditata dengan model sanggul rendah, beberapa helai sengaja dibiarkan terurai untuk menambah kesan manis. Wanita itu benar-benar terlihat kian cantik.Puas menatap dirinya di cermin, gegas Isadora meraih
Memori indah. Ya, mungkin tidak salah jika Isadora mengabulkan permintaan tersebut. Maka dari itu, ia setuju untuk bersikap baik dan harmonis bersama Alaric selama 3 bulan ke depan.Ya, katanya hanya 3 bulan."Selamat pagi, Sayang."Isadora terhenyak kala suara serak menyapa. Ia tersadar dari lamunan, lalu menatap penuh pria yang tengah tersenyum padanya.Alaric. Pria itu menyambut pagi Isadora dengan sangat manis. Ia membelai lembut pipi sang istri sembari sesekali merapikan helaian rambut yang menutupi wajah cantiknya.Sungguh, Isadora tidak pernah merasa setenang ini terbangun di ranjang yang sama dengan Alaric. Biasanya ia akan merasa was-was dan ingin segera menjauh. Apakah ini efek dari afirmasi yang semalam ia ucapkan, bahwa pasti bisa menerima Alaric untuk 3 bulan ke depan?"Kau tidak ingin mengucapkan selamat pagi juga untukku?"Wanita cantik itu kembali tersadar. Ia menggeleng sebentar untuk mengusir pikirannya tentang Alaric yang sangat berlebihan."Emh ... s-selamat pagi."
Alaric dan Isadora spontan menarik diri kala mendengar suara Rayden. Keduanya kompak memalingkan muka karena merasa malu sudah terpergok hendak berciuman."Sial! Kenapa dia datang tiba-tiba? Padahal sedikit lagi aku akan mendapatkan Dora!" batin Alaric kesal. Ia masih berdiri di tempat, sementara Isadora tampak mulai bergeser mendekati Rayden."Emh ... t-tidak. Mommy dan Daddy tidak sedang melakukan apa-apa. Tadi Daddy hanya membantu menangkap nyamuk yang hinggap di pipi Mommy." Isadora terpaksa berdusta di depan sang putra."Nyamuk? Memangnya di sini ada nyamuk? Sejak tadi aku tidak melihatnya, Mom." Rayden tampak kebingungan. Ia menatap sekeliling, tetapi tak menemukan nyamuk satupun."A-ada. Mungkin kau tidak bisa melihatnya," elak Isadora.Beruntung Rayden tak lagi bertanya. Bocah itu meminta izin untuk kembali bermain setelah membasahi tenggorokannya."Bye, Mom and Dad!"Isadora hanya melambaikan tangan pada Rayden sebagai balasan. Selanjutnya, ia sedikit melirik pada Alaric yang
Awalnya Alaric tak ingin datang ke kantor polisi untuk menuruti permintaan asistennya. Namun, Isadora berhasil membujuk karena ia pun penasaran dengan rupa dua orang yang sudah menghancurkan bisnis sang suami itu. Maka dengan sangat terpaksa piknik mereka harus selesai sebelum waktunya.Sepanjang perjalanan menuju kantor polisi, Isadora terus saja mengomel tiada henti. Rayden yang duduk di kursi belakang pun sampai tertawa melihat sang ibu yang tampak sangat berbeda, karena biasanya wanita itu tak banyak berbicara.Tak hanya Rayden, Alaric pun ikut terhibur oleh ocehan Isadora. Perutnya sampai terasa sakit karena sejak tadi banyak menahan tawa."Saat tiba di sana, aku akan menghajar mereka dengan kedua tanganku! Awas saja!" geram wanita itu sembari mengayunkan tinju ke udara."Tapi di sana kantor polisi, Sayang. Kau tidak bisa seenaknya menghajar orang," kekeh Alaric. Kepalanya menggeleng karena melihat tingkah Isadora."Siapa yang peduli dengan itu? Lagipula aku hanya membela kebenar
Niat Isadora untuk menemui dua penjahat itu harus pupus karena ternyata Alaric malah menyusul ke kafe dan menolak untuk kembali ke kantor polisi. Gilanya, pria itu bisa menemukan Isadora lewat GPS yang tertaut di ponsel. Benar-benar luar biasa! Sebegitu ketatkah Alaric memantaunya?"Sejak kapan kau menautkan lokasiku dengan ponselmu?" tanya Isadora tanpa menoleh pada sang suami yang tengah membaca buku di atas ranjang. Pandangan wanita itu tetap tertuju ke depan, menatap pantulan wajahnya di cermin rias."Hm? Belum lama ini. Memangnya kenapa?" Pria tampan itu menyahut santai sembari menoleh pada sang istri."Putuskan tautannya sekarang. Aku tidak suka kau pantau seperti itu!" "Aku rasa itu tidak perlu. Bukankah bagus jika aku selalu mengetahui posisimu?"Mendengar itu, bibir Isadora mengerucut kesal. Ia sungguh merasa tak bebas bergerak jika dipantau. Ia menyukai kebebasan. "Tapi aku tidak suka, Al! Apa kau masih belum mengerti?!" Kali ini suara Isadora terdengar meninggi. Ia pun t
Beberapa investor telah menunggu kala Alaric tiba di kantor. Ia sedikit bingung karena mereka datang tanpa memberitahu terlebih dulu. Ya, meski sebenarnya ia sendiri sudah bisa menebak apa yang diinginkan mereka."Mohon maaf membuat Tuan-Tuan menunggu," ucap pria itu begitu duduk di kursi kebesaran, menghadap meja panjang. "Langsung saja pada intinya, Tuan. Kami sudah mengatakan tujuan kami datang pada sekretaris Anda," ujar salah seorang pria dengan raut yang tak biasa.Alaric tak banyak bertanya. Ia langsung membaca dokumen-dokumen yang disodorkan Mona. Sang asisten juga ikut menjelaskan dengan suara pelan. "Bagaimana ini, Tuan? Apa Aldora akan benar-benar melepas mereka?" bisik sang asisten.Alaric tetap memokuskan pandangan pada dokumen, lantas balas berbisik, "Untuk apa kita mempertahankan orang yang sudah tidak ingin percaya?""Setidaknya tunggu hingga konferensi pers digelar, Tuan."Akan tetapi, Alaric tetap tidak setuju. Baginya, orang-orang yang sudah tak percaya memiliki h
"Mommy sedang apa?" Isadora yang tengah berdiri di depan kompor bersama seorang pelayan, menoleh kala mendengar suara Rayden. Ia sedikit menunduk agar bisa menatap bocah itu."Hm? Mommy sedang memasak. Kenapa kau sampai ke dapur? Perlu sesuatu?"Bocah laki-laki itu menggeleng hingga poninya bergerak-gerak lucu. "Aku hanya mencari Mommy.""Emh ... kalau begitu, duduklah di sana." Isadora menunjuk kursi yang terdapat di ujung ruangan. "Mommy akan menyelesaikan masakan ini dulu. Setelah itu, kita bermain sambil menunggu Daddy pulang. Okey?""Okey, Mommy!" seru Rayden sembari mengacungkan dua jempolnya pada Isadora. Wanita itu hanya terkekeh dan kembali melanjutkan kegiatan yang tertunda."Kau urus yang lain saja. Biar aku yang selesaikan bagian ini," suruhnya pada sang pelayan.Entah mengapa juga Isadora tiba-tiba ingin memasak untuk menyambut suaminya. Padahal, ia sendiri sangat jarang melakukan itu di rumah orangtuanya. Keahlian dalam membuat makanan pun bisa dibilang nyaris tak punya.
Memang sulit untuk membiasakan diri berada di luar zona nyaman, dan itulah yang kini tengah Isadora rasakan. 1 bulan sudah ia bersama sang suami juga Rayden pindah ke apartemen yang hanya memiliki dua kamar tidur, ruang tamu, juga bar yang menjadi tempat makan—menghadap langsung pada area memasak.Akan tetapi, bukan itu yang Isadora permasalahan, melainkan kala ia harus mengurus semuanya sendirian. Memasak, membereskan rumah, mengurus Rayden, juga membantu menyiapkan kebutuhan Alaric. Di kondisi yang seperti ini, ia benar-benar harus mengabdikan diri sebagai ibu rumah tangga. Untuk menjemput Rayden sekolah pun terkadang lupa."Lebih baik kita mencari pengasuh baru, Sayang. Usahakan yang tidak menginap. Dia hanya kita beri tugas mengantar dan menjemput Rayden," kata Alaric kala itu. Namun, Isadora belum setuju.Bagaimana tidak? Jika mereka ingin mencari pengasuh seperti yang Alaric sebutkan, jelas tidak bisa mengambil dari yayasan. Dan itu cukup berisiko bagi Isadora. Bagaimana jika ke
"G-Grace?" Isadora membelalakan mata. Sementara wanita di depannya malah tersenyum santai sembari mendekat."Maaf karena aku tidak memberitahumu sebelumnya. Aku hanya ingin bertemu dengan Rayden, Isa. Dan ... Alaric sudah mengizinkannya." Grace sengaja melirik Alaric agar pria itu juga ikut berbicara."Emh ... Honey ...." Alaric lebih dulu merangkul pinggang sang istri agar lebih rapat dengannya. "Tolong kau jangan salah paham," katanya. Ia pun segera menatap tajam Grace agar pergi dari hadapannya dan Isadora. "Kau bisa meninggalkan kami berdua saja, kan?"Dengan senang hati Grace mengangguk. Ia meninggalkan Alaric dan Isadora, lalu kembali duduk bersama Monica."Tadi Grace datang ke kantor dan mengatakan jika ...." Alaric segera menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, sebelum Isadora bertanya dan curiga. Ia memaparkan semua tanpa ada yang ditutupi sediktipun dari Isadora."Lalu kau akan membiarkan Grace membawa Rayden jalan-jalan? Aku tidak setuju, Al!" tukas Isadora dengan raut kes
Isadora termenung seorang diri. Tatapannya tertuju pada langit pagi yang tengah hangat-hangatnya. Namun, sedikitpun ia tak menikmati kehangatan itu. Ya, memang harusnya ia merasa senang sekarang, karena semalam Alaric bilang jika Rayden tidak marah padanya. Tetapi, entah kenapa Rayden masih saja bersikap tak acuh padanya. Bahkan ketika tadi sarapan sebelum sekolah pun, bocah itu masih sama seperti semalam.Rasanya Isadora hampir putus asa. Ia dipaksa mengingat kesalahan yang entah apa, sebab Rayden tak mau memberitahu. "Kau tidak perlu terlalu memikirkannya, Sayang. Biarkan saja," pesan Alaric semalam. Tetapi, hal itu tak bisa Isadora lakukan.Sebagai seseorang yang sangat dekat dengan Rayden, jelas ia merasa tak nyaman kala bocah itu selalu menghindar."Sepertinya aku harus mengajak dia jalan-jalan berdua."Ya, mungkin itu akan menjadikan Rayden kembali terbuka dan mau berbicara dengannya.Tak ingin membuang waktu, gegas Isadora bersiap. Ia memasuki kamar mandi sebentar untuk mencu
Isadora tak ingin menyerah untuk membuat Rayden mau bicara. Kala bocah itu kembali dari sekolah, ia langsung mengajaknya memasuki kamar dan membongkar semua hadiah. Mobil dan robot mainan tampak mendominasi di lantai kamar itu."Bagaimana? Kau suka, kan, Ray? Mommy yang memilih semua ini untukmu," seru Isadora penuh antusias. Tetapi, bocah di depannya masih saja menampilkan wajah datar."Lihat! Mommy juga membeli banyak buku tulis yang sampulnya lucu. Ada pensil juga. Kau suka, kan?"Lagi, Rayden masih diam.Isadora menghela napas lelah. Ia sungguh bingung dengan sikap Rayden yang tiba-tiba berubah."Ray ... sebenarnya kau kenapa, Sayang? Apa Mommy memiliki kesalahan? Jika benar, Mommy minta maaf padamu."Rayden masih tak merespon. Kepala bocah itu kini sedikit tertunduk seperti ada yang tengah ditahan. Tetapi, tak bisa ia ungkapkan."Ray ...." Isadora hendak menyentuh bahu Rayden, tetapi bocah itu malah menghindar dengan menggeser duduknya. Sesaat kemudian, Rayden berdiri dan berteri
Waktu berlibur satu minggu itu terasa singkat dan masih tak cukup bagi Alaric. Rasanya ia masih ingin tinggal di Tokyo untuk menghabiskan waktu berdua dengan Isadora. Sayangnya, ia harus ditampar kenyataan bahwa ada segudang pekerjaan yang menunggunya pulang.Alaric dan Isadora tiba di rumah tepat pukul 10 malam, dan belum sempat bertemu Rayden, sebab bocah itu sudah tertidur. Mereka tidak tega jika harus mengganggu.Kini sebagai penebusan karena sudah meninggalkan Rayden selama 1 minggu, Isadora membawakan bocah itu banyak mainan yang sengaja ia beli di Tokyo. Ia yakin Rayden pasti suka.Setelah selesai mandi dan merapikan diri, gegas Isadora turun ke lantai dasar sembari menenteng dua plastik berukuran besar. Sementara Alaric yang tengah bersiap untuk ke kantor, ia tinggalkan di dalam kamar sendirian.Isadora ingin segera bertemu Rayden. Ia ingin memberikan semua hadiah yang dibawa pada bocah itu."Suprise!" seru Isadora begitu tiba di kamar sang putra. Terlihat Rayden tengah dibant
Entah kenapa sore itu terasa begitu syahdu bagi Isadora. Entah karena ia berada di tempat yang sangat indah, atau karena ada Alaric di sampingnya. Atau mungkin ... bisa jadi karena keduanya. Yang jelas, Isadora benar-benar bersyukur dengan apa yang ia dapat."Kau ingin makan apa?" tanya Alaric yang membuayarkan lamunan istrinya. Beberapa saat lalu mereka baru tiba di sebuah restoran yang terkenal di sana.Isadora segera membawa pandangannya pada buku menu di tangan Alaric. "Aku ingin makan ... Yakizakana. Lengkap dengan teman-temannya."Alaric terkekeh pelan. Ia tahu yang Isadora maksud teman-temannya adalah nasi, sup miso, juga acar. Tetapi, wanita itu malas menyebutkan.Baiklah, Alaric segera menyebutkan pesanan ia dan Isadora satu per satu. Setelah itu, harus menunggu beberapa saat hingga pesanan mereka terhidang."Kapan kita akan pulang, Al?"Pertanyaan Isadora membuat alis Alaric sedikit terangkat. Sejujurnya ia tak suka wanita itu membahas mengenai kepulangan mereka. Ia ingin me
Bulan berlalu, kehidupan rumah tangga Alaric dan Isadora nyaris sempurna. Mereka sudah jarang sekali bertengkar selain beradu argumen kecil yang sebenarnya tak perlu diperdebatkan. Hanya saja, mereka menganggap hal itu sebagai hiburan."Rasanya hidup ini terlalu datar jika aku tidak menggodamu," kata Alaric kala itu. Dan, Isadora tak memungkiri jika ia pun setuju.Terkadang, dalam rumah tangga memang perlu sedikit perdebatan untuk menjadi bumbu. Dengan begitu, setiap pasangan akan belajar untuk menyelesaikan masalah bersama, berdiskusi, dan saling menurunkan ego agar suasana kembali damai.Seperti saat Alaric memutuskan untuk kembali menyewa jasa pengasuh untuk Rayden. Ia dan Isadora berdebat hebat karena perbedaan pendapat. Alaric yang memang tak ingin Isadora harus repot mengantar dan menunggu Rayden, meskipun sebenarnya wanita itu tidak merasa keberatan. Sementara, Isadora sendiri masih trauma dengan kejadian tempo lalu."Aku takut mendapat pengasuh seperti Monica, Al. Aku takut ki
"Mommy ... terlihat an—"Alaric segera membekap mulut Rayden sebelum bocah itu melanjutkan ucapannya. "Ah, tentu. Kau sangat manis, Honey. Aku hampir saja tidak mengenalimu," ucap Alaric. Ya, meski tidak sepenuhnya benar. Pakaian terusan berwarna biru dengan model nyentrik, sangat jauh dari kebiasaan Isadora. Rambut panjang yang selalu anggun, kini hanya tersisa sebatas bahu. Memang masih terlihat cantik. Tetapi, ini seperti bukan Isadora. Alaric malah merasa melihat seorang gadis berusia 15 tahun yang baru merasakan cinta."Benarkah?" Mata Isadora berbinar seketika. Ia melakukan gerakan memutar dengan senyum yang mengembang."Menurutmu bagaimana, Ray? Mommy cantik, kan?"Rayden tak langsung menjawab, sebab mulutnya masih dibungkam. Ia menatap kesal pada sang ayah, baru tangan besar pria itu lepas dari mulutnya."Kau sangat cantik, Sayang. Lagipula Rayden masih terlalu kecil. Dia belum paham tentang penampilan.""Tapi ... bukankah anak kecil itu justru selalu berkata jujur, ya?" kat
Hari minggu ini, Alaric berjanji untuk mengabdikan diri pada keluarga, terutama Isadora. Menjelang siang, ia bersama anak dan istrinya menikmati waktu bersama dengan jalan-jalan, berbelanja, juga menemani Rayden bermain di sebuah wahana. "Kau masih ingat permintaanku kemarin, kan, Al?" tanya Isadora di sela menyantap makan siangnya. Kondisi kafe yang ramai cukup membuat ia ingin segera keluar. Hanya saja, ia tak tega sebab Alaric dan Rayden tampak menikmati makanan yang terhidang. "Emh ...." Alaric tampak berpikir keras. Sejujurnya, ia lupa apa yang diminta Isadora. "Ya ... aku ingat." Ia terpaksa beralibi agar tidak merusak suasana hati sang istri. Sontak saja senyum di wajah Isadora mengembang sempurna. "Baiklah. Kalau begitu, setelah ini aku akan kembali ke mall. Kau dan Rayden boleh menunggu di mana pun yang kalian mau." "Hm? Tentu aku akan ikut denganmu, Sayang." Bahaya jika Alaric membiarkan Isadora sendirian. Bukannya tak percaya jika sang istri bisa menjaga diri, tetapi ia
Isadora menutup mulut tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sungguh, ia lupa jika hari ini adalah kelahirannya. "I-ini ...." Wanita cantik itu tak bisa berkata apa-apa. Ia bergegas memeluk kedua orang tuanya erat, lalu beralih memeluk Alaric meski sedikit sulit. Ya, sebab pria itu tengah memegang sebuah kue ulang tahun dengan lilin yang menyala di atasnya."Selamat bertambah usia, Honey. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu," ucap Alaric manis. "Terima kasih, Al ...." "Selamat ulang tahun putri Mommy," ujar Celine. Ia menatap dalam sang putri yang begitu ceria hari ini. "Doa terbaik untukmu, Nak." Julian ikut menimpali.Hah, sungguh Isadora terharu rasanya. Ia benar-benar tak menyangka diam-diam diberi kejutan."Thank you, semuanya. I'am so surprise!"Kebahagiaan tampak menyelimuti mereka yang ada di sana. Hingga seorang bocah berlari mendekat dengan wajah keheranan."Daddy! Kue siapa itu?" Semua orang mengalihkan perhatian mereka pada Ryden. Lalu, dengan jahil Isadora mencol