Pukul empat sore. Sebentar lagi Farel pulang. Aku segera bersiap-siap mandi dan lain-lain. Hari ini ku habiskan dengan membuka-buka sosial media. Entahlah, rasanya masih penasaran dengan keberadaan Yulia. Sampai sepuluh bulan, dia tak juga menunjukkan dirinya. Meski sebenarnya aku was-was kalau dia kembali. Bukan karena takut kehilangan posisi. Tapi, lebih khawatir kalau ternyata kejadian dulu ada hubungannya dengan Yulia. Aku tidak ingin Farel kembali terluka. Tapi, ah, jujur saja rasa takut kehilangannya itu ada. Aku ralat kata-kataku.Farel suka kebersihan dan kerapihan. Meski dia tidak protes saat kadang aku belum mandi saat dia pulang. Tetap saja aku ingin membuatnya nyaman. Makanya sebelum dia pulang, aku cepat-cepat mandi dan berdandan. Padahal dulu, boro-boro. Kadang pukul enam lewat saja baru bercengkrama dengan air.Selesai mandi dan dandan, aku berpindah ke ruang tamu. Menungguinya pulang.Tak lama terdengar deru mobilnya memasuki pekarangan. Bi
Pernikahanku, bagaimana bisa sah? Sementara dalam akad, tak boleh menyebut nama orang lain dan harus menyebut nama asliku. Kami berbohong. Membohongi Farel bahwa selama ini nama asliku adalah Hanna Lydossana. Yulia hanyalah nama panggilan dari keluargaku karena kebetulan lahirku bulan Juli. Haha, padahal bisa jadi Yulia bagi Yulia sendiri mempunyai arti yang lain. Dan Farel percaya saja. Jadilah, akad lancar terucap dari bibirnya. Membawaku sah menjadi istrinya. Dan setelah menikah, aku diboyongnya ke rumah yang telah disediakan oleh mama dan papa Mertua. Farel sendiri sudah sehat kembali. Berbagai terapi di jalani demi kesembuhan kakinya. Makanya setelah dia bisa berjalan lagi, tanpa menunggu waktu lama, dia melamarku. Wajah sumringah yang terpancar di wajahnya membuatku sekali lagi meyakinkan diri bahwa aku harus siap berkorban untuknya. Menjadi bayang dari gadis blasteran bernama Yulia. Pernikahan diadakan sederhana. Mau mengundang siapa juga? Hanya beberapa orang terde
Pagi-pagi, kami berpamitan pulang. Karena setelah ini Farel ke kantor. Dan dia tidak membawa baju gantinya. Hanya pakaian santai. Jelas tidak mungkin ke kantor dengan pakaian seadanya. Sesampainya di rumah, dia bergegas siap-siap. Sedangkan aku, seperti biasa. Menyelesaikan pekerjaan rumah. Dia tadi tak sempat sarapan, dan karena sudah agak siang, aku hanya menyiapkan omelet untuknya. Rutinitas pagi, menemaninya sarapan, lalu setelah selesai, memasangkan dasinya seperti biasa. Mengantarnya hingga menghilang dari balik gerbang depan sana. Dan bergegas mengerjakan pekerjaan rumah yang lain.Hari ini, aku bermaksud ke salon mama Dara. Sekalian belajar make over. Siapa tahu ketularan tangan magic mama Dara. Hehe. Selama ini make upku saja hanya seadanya. Aku tak terlalu bisa dandan. Meski Farel tak pernah mempermasalahkannya, tetap saja aku harus tampil cantik di depannya bukan?"Aku suka wajah alami tanpa make upmu sayang," ucapnya suatu hari. Ya, kalau di rumah tak masalah. Tapi saat
Sepanjang jalan tante Billa bercerita banyak. Tentang masa mudanya saat bersama mama. Sesekali kami terkekeh, ternyata mama menyembunyikan banyak hal yang berkaitan dengan kekonyolan papa. Beruntung sekali mama bertemu dengan tante Billa. Dari sini saja terlihat beliau orang baik. Tapi, tante Billa tak menyinggung sedikitpun tentang masa lalu kelamnya itu. Apa tante Billa tidak mau membuatku terluka? Atau malah mengira aku ini anak hasil pelecehan itu. Tapi aku rasa tidak. Buktinya tadi tante Billa bilang aku mirip papa Doni.Ela duduk di pangkuanku. Gadis kecil itu tertidur setelah menghabiskan dua kotak susunya. Kalau tidak, mungkin dia sudah mengoceh banyak."Belok kiri tante.""Ah, iya. Dia tidak lagi di apartemen?""Gak, Tan. Emang mama pernah tinggal di apartemen?""Hem. Dulu. Awal-awal nikah.""Hehe. Aku malah gak tahu, Tan. Tahunya lahir udah di rumah itu.""Ya wajar saja. Papamu kan anak tunggal. Kalau kalian tinggal di rumah yang beda,
Kakiku enggan melangkah lebih dekat. Tante Billa menangis. Sedang Ella tidur di sampingnya. Mama juga menangis. Entah apa yang mereka bicarakan."Mungkin ini karma karena kak Mukhtar pernah menyakitimu."Karma? Kak Mukhtar? Om Mukhtar yang waktu itu? Jadi, apa tante Billa ini adik om Mukhtar? Aku membekap mulutku sendiri saat berbagai praduga muncul di otakku."Tak berapa lama aku sampai di sana. Aku dilecehkan oleh pria bedebah. Bahkan bukan hanya itu, uang dan ponselku pun dibawa pergi. Aku stress, frustasi dan hampir bunuh diri. Kalau saja tidak datang seorang ibu, yang akhirnya merawatku."Deg! Jadi, selain adik om Mukhtar, tante Billa juga--ah, kasihan sekali. Padahal kata mama, tante Billa ini orang baik. Kenapa hidup ini tak adil."Aku hamil, Ly. Hancur sudah harapanku. Aku meminum ramuan apapun yang bisa membuatnya gugur. Tapi semuanya sia-sia. Dan saat itu, aku teringat denganmu. Ah, ternyata begini rasanya. Menyakitka
Aku segera menarik tangan Farel. Dan kulihat senyum lebarnya tersungging di bibirnya. Dasar pria aneh. Dia hendak memelukku, tapi langsung kucubit perutnya. Gak lihat apa ada tante Billa sama mama."Siapa?" tanya Tante Billa bingung."Saya? Belahan jiwanya tante. Haha. Aw!"Kapok! Kucubit sekali lagi perutnya. Dia meringis, tapi tersenyum lebar ke arahku. Tahu saja, pipiku merah karena perkataanya tadi. Malu dong."Oh. Haha... aku kira siapa. Kok manggilnya Yulia? Bukan Ha--""Eh, Bil... sudah makan?"Napasku tercekat. Untung saja mama cepat bereaksi. Memotong perkataan tante Billa. Kulihat tante Billa tambah bingung. Jantungku berdegup. Farel sudah mendengar sebagian perkataan tante Billa yang menanyakan panggilannya barusan. Tapi setelah ku tatap takut-takut, ekspresinya biasa saja."Belum, Ly. Mau nawarin makan ya?"Mama melirikku, memberi isyarat agar mengajak Farel masuk. Aku mengangguk dan menarik tangannya.
Selama dua hari mengurus urusannya, Farel jarang mengajakku keluar. Hanya saat malam tiba. Itupun hanya sekitar hotel. Wajar saja sih. Dia lelah. Dari pagi sampai sore ada pertemuan terus. Jadilah kalau siang aku hanya menghabiskan waktu di kamar. Sekedar nonton film atau tiduran. Tidak bosan, karena sudah biasa. Farel juga membolehkan aku memesan makanan online. Hanya saja, kata dia, kalau ada pengantar makanan, harus menyalakan kran dulu serta menutup pintu kamar mandi. Biar dikira ada orang lain di dalam. Jadi orang enggan berbuat macam-macam. Aku menuruti apa yang dia katakan. Lagipula aku rasa itu benar. Dan mungkin bentuk lain dari kepeduliannya karna tak bisa menjagai dua puluh empat jam. Dia merasai bersalah karena dia yang mengajakku kesini. Dan malah berakhir dianggurin. Hari ini hari terakhir urusannya. Dia membuka pintu saat aku sedang selfi. Cepat-cepat ku sembunyikan ponselku. Berpura-pura tak terjadi apa-apa. "Su-sudah selesai?" ucapku gugup. Dia t
Garden Bay the Bay adalah tempat yang kami kunjungi pertama kali. Kawasan botani dengan hampir satu koma lima juta jenis tumbuhan itu menjadi wisata yang menyegarkan. Apalagi mengunjunginya pagi-pagi begini. Terasa benar segarnya oksigen yang dilepas dari tetumbuhan disini. Bahkan ada seratus lima puluh ribu lebih tanaman yang ditanam di pohon Baja. Unik sekali memang tempat ini. Sesekali Farel memintaku berpose untuk kemudian dia ambil gambar. Atau kadang dia mengajakku selfi. Layaknya pasangan muda pada umumnya.Tempat ini memang indah, wajar saja pernah mendapat banyak penghargaan. Salah satunya yang paling bergengsi adalah Guinnes World Record untuk kategori “Rumah Kaca Terbesar”. Ah, andai kalian ada kesempatan, kunjungilah negara terdekat dari Batam itu.Ada banyak spot di Garden Bay the Bay yang sebenarnya sayang untuk di lewatkan. Flower Dome, Cloud Forest, Super Tree, OCBC Skywalk, dan masih banyak lagi. Tapi yang menarik perhatianku adalah OCBC Skywalk.