Share

Bab 74

Author: Clarissa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Makin dipahami, Garry hanya makin menyiksa diri sendiri. Ketika mereka baru kenal, sorot mata Tiffany kepadanya juga dipenuhi binar bahagia. Kenapa sekarang semua berubah?

Teman Garry bahkan pernah menggodanya, "Sepertinya adik kelasmu sangat menyukaimu. Kamu nggak mau menyatakan cinta?"

Garry malah tersenyum tipis sambil menyahut, "Banyak adik kelas yang menyukaiku."

....

Kini, tatapan Tiffany saat menatapnya masih dipenuhi kekaguman, tetapi cintanya telah diberikan kepada pria lain.

Mobil segera tiba di panti jompo. Garry mengantar Tiffany sampai ke tempat kerjanya, lalu baru pergi.

"Tsk, tsk, tsk. Ternyata kamu diantar pria tampan ya?" Tiana tersenyum dingin sambil menyerahkan setumpuk seprai yang harus dicuci. "Kamu nggak datang kemarin, makanya bisa sebanyak itu."

Tiffany merasa pusing melihat seprai yang menumpuk itu. Dia bertanya, "Mesin cucinya masih rusak ya?"

Hari itu, Tiffany mencuci seprai sampai sore hari. Ketika pulang, pergelangan tangannya sakit sekali. Apalagi, seprai
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 75

    Aura dingin yang terpancar membuat suasana di ruang cuci terasa agak mencekam. Garry tidak pernah melihat pria seperti Sean.Sutra hitam di mata membuat Sean terlihat misterius. Wajahnya suram, tetapi dia terlihat elegan di kursi roda. Jelas-jelas seorang pria cacat, tetapi tekanan yang dipancarkan membuat orang merasa sesak.Siapa pria itu? Kenapa bisa ada di sini?Selagi Garry kehilangan fokus, Tiffany buru-buru melepaskan diri dari pelukannya. Ketika merasakan suasana di sini tidak beres, Tiffany mengernyit dan mengikuti arah pandang Garry."Sayang!" Begitu melihat pria di kursi roda, kekesalan Tiffany karena dipeluk Garry sontak sirna. Dia meraih seprai yang belum dicuci untuk menyeka kakinya, lalu berlari ke hadapan Sean dan bertanya, "Kenapa kamu di sini?"Penampilan Tiffany yang membelalakkan mata sambil memanggilnya sungguh menggemaskan. Sean tersenyum tipis, lalu mendekapkan Tiffany ke pelukan dan menyahut, "Julie bilang kamu kerja di sini, jadi aku datang untuk melihatmu."Ti

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 76

    Tiffany sama sekali tidak menyadari perselisihan di antara kedua pria ini. Dia menggeleng dengan serius sambil menyahut, "Sayang, kamu sudah salah. Kak Garry tamat tahun lalu. Dia paling-paling lebih tua sedikit darimu.""Aku 25 tahun, lebih muda setahun darimu," ujar Garry dengan tangan terkepal erat.Tiffany tertegun. Dia menggaruk kepalanya dengan malu dan berkata, "Maaf, perkiraanku salah. Aku merasa kamu sangat cerdas dan dewasa, makanya mengira kamu lebih tua.""Bisa dibilang, wajahmu terlihat lebih tua dari usiamu," gumam Sean dengan nada datar.Tiffany tidak bisa berkata-kata. Dia akhirnya mengalihkan topik agar Garry tidak marah, tetapi Sean malah berbicara seperti itu. Tiffany bisa melihat Garry marah lagi.Kedua tangan Garry lagi-lagi terkepal erat. Dari dulu hingga sekarang, Garry adalah pemuda berbakat yang selalu dipuji-puji. Banyak wanita yang mengejarnya. Alhasil, Sean malah mengatakan wajahnya ketuaan?Garry menggertakkan gigi dengan kesal, lalu bertanya, "Memangnya ka

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 77

    Tiffany masih tidak menyadari apa pun. Dia bahkan mendongak melirik Garry, lalu berkata, "Kak, suamiku ini sangat hebat lho! Cuma dengan menyentuh wajahmu, dia langsung tahu seperti apa penampilanmu."Garry membatin, 'Siapa juga yang mau disentuh bajingan ini!'Sean yang duduk di kursi roda pun tersenyum sambil membalas, "Sepertinya, kakak kelasmu nggak ingin aku tahu seperti apa penampilannya. Jangan-jangan dia jelek?"Nada bicara Sean dipenuhi sindiran. Ketika mendengar ini, Tiffany mengernyit sambil membantah, "Kamu salah. Kak Garry tampan kok."Senyuman Sean tampak provokatif. Dia mencebik dan berujar, "Aku nggak menyentuhnya, jadi aku nggak tahu."Tiffany termangu. Sepertinya Sean benar-benar ingin tahu penampilan Garry? Pria menyentuh pria. Bukankah mereka akan terkesan seperti gay?Akan tetapi, dulu Garry adalah pria idaman Tiffany. Tiffany merasa kesal jika ada yang menyebutnya jelek.Ketika Tiffany masih kebingungan, Garry tiba-tiba terkekeh-kekeh dan berkata, "Tiff, sebaiknya

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 78

    "Sebagai mahasiswa kedokteran Universitas Aven dan ahli bedah ortopedi termuda di Rumah Sakit Pusat, kamu nggak merasa malu melakukan hal tercela seperti itu?" tanya Sean.Garry mengangkat alisnya dan menyahut, "Kalau dibandingkan denganmu yang menikahi gadis desa yang polos dengan mengandalkan uang, aku nggak merasa ada yang salah dengan perbuatanku."Garry berdiri di hadapan Sean. Selagi Sean tidak memperhatikan, Garry mengangkat tangan untuk menarik sutra hitam yang menutupi matanya.Sean tetap duduk di tempatnya dengan ekspresi datar. Saat berikutnya, tangannya sontak meraih pergelangan tangan Garry secara akurat.Rasa sakit yang dahsyat membuat Garry kesakitan. Dengan wajah pucat, dia berkata dengan agak terbata-bata, "Le ... lepaskan tanganku!"Sean tersenyum tipis sambil bertanya, "Sepertinya kamu sangat tertarik dengan mataku?"Garry menggertakkan gigi, lalu menjulurkan satu tangan lagi untuk melepaskan tangan Sean. Namun, usahanya sia-sia.Pada akhirnya, Garry hendak menendang

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 79

    Tiana sudah lama menyukai Garry. Dia sengaja menyulitkan Tiffany karena cemburu melihat Garry mengantarnya.Kini, pria yang duduk di kursi roda itu malah menindas Garry. Tiana merasa ini adalah kesempatannya untuk memenangkan hati Garry.Tiana menyunggingkan senyuman bangga. Dia tiba di hadapan Sean, tetapi Tiffany malah mengadangnya. Gadis yang lebih mungil darinya itu tampak mengepalkan tangan dengan erat dan menatapnya dengan marah."Kak Tiana, Kak Garry jatuh pasti karena alasan lain. Suamiku orang baik. Dia nggak mungkin menindas Kak Garry tanpa alasan," ucap Tiffany.Tiana mengangkat alisnya dengan dingin. Seingatnya, gadis berkuncir kuda ini selalu bersikap seperti babu. Tiffany tidak pernah mengeluh meskipun diberi pekerjaan berat. Kini, dia malah melawannya demi seorang pria buta?Tiana maju selangkah lagi, lalu mendorong Tiffany. Tanpa disangka, Tiffany malah bergeming, padahal Tiana telah mengerahkan kekuatan besar.Tiffany memelotot sambil berseru, "Pasti ada kesalahpahaman

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 80

    Yang satu lagi adalah atasan Tiana, kepala panti jompo.Tiana termangu sesaat, lalu merasa sangat bersyukur. Apa kepala panti membawa direktur kemari untuk membelanya?Tiana bangkit dengan bersemangat. Sepertinya, tidak sia-sia dia memberi atasannya parsel setiap tahun baru.Di depan pintu, Kepala Panti melirik Tiana dengan ekspresi masam, lalu bergegas menghampiri. Melihatnya, Tiana langsung memanggil dengan antusias, "Pak ...."Namun, sebelum berkesempatan berbicara, Kepala Panti sudah menampar Tiana. Terdengar suara tamparan yang nyaring.Tiana kebingungan. Dia tertegun dan memanggil, "Pak ...."Di sisi lain, Direktur sudah menghampiri Sean dengan panik. "Pak Sean, maaf kalau orang panti ini menyinggungmu. Tolong maklumi mereka."Garry yang berdiri tidak jauh dari sana sontak mengernyit. Direktur panti jompo ini adalah mantan gurunya, seorang tokoh terkenal di Kota Aven. Banyak orang kaya bermartabat yang pernah menjadi pasiennya. Mafia sekalipun tidak berani macam-macam padanya.Na

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 81

    Tiana ketakutan hingga hampir terduduk lemas di lantai. Di sisi lain, Nizar langsung mengadang Tiffany yang mendorong kursi roda Sean."Pak ... bawahanku memang salah. Tapi, tolong jangan libatkan seluruh panti jompo," pinta Nizar.Tiffany mengernyit dan melirik Nizar, lalu bertanya, "Kamu direktur di sini?"Ketika melihat Tiffany mengajaknya mengobrol, Nizar merasa senang. Dia segera menyahut, "Ya, ya. Aku direktur panti jompo ini."Tiffany berkata, "Mesin cuci kalian sudah rusak berhari-hari. Kenapa nggak diperbaiki? Karena kamu direkturnya, cepat urus mesin cuci kalian dulu. Seprai yang kalian pakai sangat kasar, jadi nggak bisa bersih kalau dicuci pakai tangan."Tiffany memberi saran dengan sungguh-sungguh. Kemudian, dia menoleh melirik tumpukan seprai sambil meneruskan, "Pokoknya kebersihannya lebih terjamin kalau dicuci pakai mesin."Tempat ini adalah panti jompo, jadi kebersihan tentu sangat penting. Nizar berkeringat dingin. Sean mengetuk sandaran lengan kursi roda dan berucap,

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 82

    Tiffany seperti murid yang tidak memahami penjelasan guru sehingga melontarkan pertanyaan yang bertubi-tubi. Gadis ini selalu bersikap serius sekaligus keras kepala. Tentunya, dia juga punya sisi yang menggemaskan.Nizar menyeka keringat dinginnya di dahi, lalu memelototi Kepala Panti dan Tiana. "Cepat kemari!"Tiana sudah ketakutan hingga kesulitan bergerak setelah mendengar ucapan Kepala Panti. Kepala Panti pun menyeretnya dengan sekuat tenaga."Pak Sean ...." Tiana sontak berlutut. "Aku nggak tahu kamu suami Tiffany, makanya aku .... Tapi, aku nggak bermaksud jahat padanya. Mesin cuci memang rusak, jadi ...."Sebelum Tiana selesai berbicara, seseorang yang mengenakan baju biru tua tiba-tiba masuk ke ruang cuci. Pemuda itu mendekati mesin cuci, lalu menyalakannya.Di bawah tatapan terkejut semua orang, mesin cuci itu bekerja dengan baik. Chaplin mencebik dan berkata dengan kesal, "Dia bohong!"Tiana yang berlutut tampak gemetaran. Tiffany memelotot. Bukannya mesin cuci rusak? Kalau t

Latest chapter

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 188

    Tiffany mendongakkan pandangan ke arah Sean dan bertanya, "Kamu benaran suruh aku pergi main?""Iya," jawab Sean."Baiklah!" seru Tiffany. Dia memegang wajah Sean dan mengecup pipinya. "Aku pergi main, ya! Sayang, kamu duduk di sini dan jangan gerak!""Iya," sahut Sean.Setelah memastikan Sean tidak akan marah, Tiffany dengan girang menggulung kaki celana dan berlari ke dalam sungai. Tiffany berseru, "Chaplin, kamu nggak bisa tangkap ikan kalau begitu! Lihat aku!"....Sean duduk di pinggir sungai. Senyuman menghiasi wajahnya ketika melihat gadis bermata cerah itu asyik bermain dengan Chaplin. Sudah berapa lama dia tidak sesenang ini? Dia sendiri pun lupa.Sean sepertinya tidak pernah merasakan sensasi girang semacam ini lagi sejak kakak meninggal dalam kebakaran 13 tahun yang lalu. Tiffany-lah yang membuatnya merasa masih ada banyak kemungkinan yang ada jika kita masih hidup. Sean mengeluarkan ponselnya sambil tersenyum. Dia menelepon Sofyan untuk menanyakan kemajuan masalah."Pak Se

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 187

    Indira melirik Sean yang berada di kejauhan. Ekspresi wajahnya agak suram. Dia merendahkan suara dan berkata, "Belakangan ini, Santo yang tinggal di sebelah bertengkar dengan pamanmu. Dia setiap hari bergosip di desa. Dia bilang pamanmu nggak berguna sampai harus nikahkan kamu dengan orang lumpuh baru bisa obati penyakit nenekmu."Indira menatap pada Tiffany dengan ekspresi menegur. Dia bertanya, "Kenapa kamu nggak kabari dulu sebelum kamu pulang? Orang-orang di desa tertawakan keluarga kita dalam beberapa hari terakhir. Akhir-akhir ini, pamanmu juga diam di rumah saja karena itu. Kamu malah bawa Pak Sean pulang sekarang. Mau tambah masalah?"Santo adalah ayahnya Wenda. Mendengar omongan Indira, Tiffany akhirnya paham mengapa Wenda sengaja mencari masalah dengannya di kota barusan. Ternyata karena konflik antara Santo dan pamannya.Tiffany merapatkan bibir dan bertanya, "Gimana ini ...."Tiffany terlalu girang karena Sean bisa meluangkan waktu untuk menemaninya. Dia sama sekali tidak m

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 186

    Melihat rombongan itu memasuki kedai mi, bos buru-buru menyambut dengan antusias. Dia memuji, "Nak, kamu benar-benar hebat!"Bos mengambilkan buku menu untuk Tiffany dan berujar, "Suaminya Wenda sudah lama menjadi tiran di kota ini. Nggak nyangka akhirnya ketemu lawan tangguh juga!"Tiffany sering makan di kedai mi itu saat duduk di bangku SMA. Dia cukup akrab dengan bos. Sambil memesan makanan, Tiffany mengernyit dan menjawab, "Benaran?""Iya." Bos mengembuskan napas dan melanjutkan, "Wenda hamil. Beberapa waktu lalu, mereka bikin acara dan minta setiap keluarga pergi ke acara. Sebenarnya, bukan karena kami dekat, tapi minta kami kasih uang."Tiffany tercengang, lalu bertanya, "Bos pergi nggak?"Bos mengembuskan napas lagi. Dia menjawab, "Kalau berani nggak pergi, mampus nanti. Lebih baik kayak kamu, pergi dari kota ini. Dunia di luar lebih baik. Rumah makanku ini juga nggak tahu bisa bertahan sampai kapan ...."Setelah Tiffany memesan makanan, bos pergi ke dapur. Entah mengapa, Tiffa

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 185

    Sean memicingkan mata. Orang lain berpikir dia tidak bisa melihat. Pada kenyataannya, dia dapat melihat gerakan semua orang dengan jelas dari balik kain hitam. Sean menarik Tiffany ke dalam pelukan untuk melindunginya. Dia berkata, "Ternyata warga desa terpencil memang biadab. Kalian semua punya orang tua dan anak, tapi kalian mengintimidasi kami. Kalian nggak takut karma?"Detik berikutnya, terdengar bunyi guntur nyaring dari langit yang mendung dari tadi, seolah-olah menjawab omongan Sean. Orang yang penakut tidak berani bergerak. Orang yang berani tetap mendekat ke arah Tiffany dan Sean. Akan tetapi, mereka hanya mengelilingi, tidak berani benar-benar memukul Sean. Suami Wenda yang bertubuh kekar pun dipelintir tangannya hingga terkilir."Hajar mereka! Aku traktir kalian minum nanti!" teriak Wenda. Dia memegang pergelangan tangan suaminya yang terkilir dan menangis karena sakit hati! Suaminya yang selalu mengintimidasi orang lain. Kapan suaminya pernah dikalahkan? Hajar! Harus ha

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 184

    Tiffany melanjutkan, "Kalau kamu kebanyakan tenaga, rawat janin dalam kandunganmu saja. Nggak usah cari masalah di mana-mana, oke?"Kemarahan Tiffany sudah memuncak. Akan tetapi, Wenda tidak menyerah. Wenda memprovokasi, "Kenapa? Kamu mau pukul aku? Coba saja! Aku ini ibu hamil. Memangnya kamu bisa tanggung konsekuensinya?" Tiffany menarik napas dalam-dalam. Dia menggertakkan gigi dan mencibir, lalu berkata, "Kamu yang minta."Plak! Tiffany langsung menampar Wenda dengan keras. Tiffany berseru, "Aku tampar wajahmu. Kamu nggak bisa bilang janin dalam kandunganmu tersakiti, 'kan? Aku kuliah jurusan kedokteran. Kamu nggak bisa tipu aku."Wenda terbengong karena tamparan itu. Sama sekali tak terpikir olehnya ... Tiffany yang dulunya pasrah dia ejek dan marahi, yang hanya fokus belajar akhirnya melawan! Bahkan berani menamparnya!Tiffany mendongakkan kepala dan memelototi Wenda dengan ekspresi mata dingin. Dia mengangkat tangan untuk menampar lagi. Wenda mundur secara refleks. Seorang pri

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 183

    Tiffany mengenal wanita itu. Dia adalah Wenda yang berasal dari desa yang sama dengannya. Saat mengungkit kampung halamannya pada Sean dua hari lalu, Tiffany sudah memberitahukan bahwa dia dan Wenda tidak akur sejak kecil. Wenda selalu ingin menjatuhkannya di setiap kesempatan yang ada.Untungnya, Tiffany diterima di Universitas Srinen karena nilai ujian nasionalnya yang tinggi. Sementara itu, Wenda tidak diterima di universitas mana pun. Setelah lulus SMA, Wenda langsung pulang ke rumah dan menikah dengan jodoh kencan buta. Sejak itu, dunia Tiffany menjadi jauh lebih tenang. Namun, Tiffany tidak menyangka ketika dia bisa bertemu dengan Wenda ketika dia mendadak membawa Sean keluar dari mobil untuk pergi makan. Benar-benar kebetulan.Pada saat ini, Wenda yang memakai gaun ibu hamil berjalan menuju Tiffany dengan sikap dingin. Sambil berjalan, Wenda mencibir dan mengejek, "Beberapa hari lalu, keluargaku bilang Tiffany nikah dengan orang lumpuh setelah masuk kuliah."Wenda menyindir, "L

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 182

    Tiffany berjanji, "Sayang, jangan khawatir. Aku pasti akan jauh-jauh kalau ketemu dia lagi!"Sean tertawa dengan suara rendah. Dia berkata, "Oke."Usai sarapan, Tiffany mulai mengemas barang-barang yang akan dibawa pulang ke kampung halaman. Hadiah untuk keluarganya memenuhi satu mobil."Aku ikut," kata Chaplin yang sudah melihat Tiffany untuk waktu yang lama dari pintu.Tiffany tidak bisa menahan senyum ketika mendengar suara pemuda yang lantang itu. Dia berucap, "Kamu boleh ikut kalau nggak keberatan kampungku miskin!"Lebih banyak orang lebih ramai! Selain itu, ada banyak kamar di rumah paman, pasti muat! Oleh karena itu, pemuda berpakaian biru itu kembali ke kamar dengan girang untuk mengemas barang.Setelah barang-barang selesai dikemas, Tiffany mendorong Sean untuk naik ke mobil. Begitu mobil berjalan, Tiffany bahkan bersenandung karena girang.Mungkin karena kampung halamannya terpencil, lagu yang disenandungkan oleh Tiffany adalah lagu tren puluhan tahun yang lalu. Chaplin yan

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 181

    Sean terbangun karena ditelepon oleh Mark. Dia menjawab telepon dengan mata terpejam. Dia bertanya, "Ada apa?""Sean, apa maksudmu?" bentak Mark dengan marah. "Aku suruh kamu kirimkan pelayan wanita paling muda di rumahmu. Kenapa kamu kirim Kak Rika?""Mungkin karena Kak Rika memang yang paling muda," jawab Sean sambil menguap. Dia tidak tahu-menahu soal umur pelayan di rumahnya."Omong kosong!" teriak Mark dengan galak di telepon. "Kemarin aku jelas lihat ada satu yang lebih muda lagi di rumahmu!""Seberapa muda?" tanya Sean. Dia turun dari ranjang dan pergi mandi. "Aku nggak ingat ada pelayan muda di rumahku.""Ada!" teriak Mark dengan marah. "Yang aku lihat di halaman kemarin, yang siram tanaman itu! Dia muda dan cantik, lugu, dan imut banget! Aku mau yang itu!"Sean mengernyit. Wanita yang muda, cantik, lugu, dan imut. Sean teringat akan gadis kemarin yang melempar diri ke dalam pelukannya dalam keadaan basah."Deskripsimu benar." Sean membuang air kumur. "Tapi dia bukan pelayan."

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 180

    Tangan Sean yang memeluk Tiffany berangsur-angsur mengerat. Dia berkata, "Sebenarnya, yang penting hidupmu sendiri dijalani dengan baik."Tiffany menggelengkan kepala dan membantah, "Itu terlalu egois. Paman, Bibi, dan Nenek sudah besarkan aku. Aku harus rawat mereka dan beri kehidupan yang lebih baik pada mereka!"Tiffany melanjutkan, "Aku belum punya kemampuan besar sekarang, tapi kalau aku sudah jadi dokter hebat nanti, aku bisa menghidupi mereka!"Sean menatap wajah mungil Tiffany dan mengembuskan napas. Jika bukan karena Tiffany, anak orang kaya seperti Sean tidak akan pernah memahami betapa sukarnya kehidupan orang miskin.Belum pernah Sean bertemu dengan orang seperti Tiffany. Tiffany begitu gigih, mencintai kehidupan dan seluruh dunia. Sementara itu, kehidupan Sean dalam 13 tahun terakhir hanya dipenuhi kesepian dan kebencian.Sean membenci ketidakpedulian Keluarga Tanuwijaya terhadapnya. Sean membenci dirinya karena tidak bisa membunuh musuhnya. Sean membenci dunia ini yang te

DMCA.com Protection Status