Makin dipahami, Garry hanya makin menyiksa diri sendiri. Ketika mereka baru kenal, sorot mata Tiffany kepadanya juga dipenuhi binar bahagia. Kenapa sekarang semua berubah?Teman Garry bahkan pernah menggodanya, "Sepertinya adik kelasmu sangat menyukaimu. Kamu nggak mau menyatakan cinta?"Garry malah tersenyum tipis sambil menyahut, "Banyak adik kelas yang menyukaiku."....Kini, tatapan Tiffany saat menatapnya masih dipenuhi kekaguman, tetapi cintanya telah diberikan kepada pria lain.Mobil segera tiba di panti jompo. Garry mengantar Tiffany sampai ke tempat kerjanya, lalu baru pergi."Tsk, tsk, tsk. Ternyata kamu diantar pria tampan ya?" Tiana tersenyum dingin sambil menyerahkan setumpuk seprai yang harus dicuci. "Kamu nggak datang kemarin, makanya bisa sebanyak itu."Tiffany merasa pusing melihat seprai yang menumpuk itu. Dia bertanya, "Mesin cucinya masih rusak ya?"Hari itu, Tiffany mencuci seprai sampai sore hari. Ketika pulang, pergelangan tangannya sakit sekali. Apalagi, seprai
Aura dingin yang terpancar membuat suasana di ruang cuci terasa agak mencekam. Garry tidak pernah melihat pria seperti Sean.Sutra hitam di mata membuat Sean terlihat misterius. Wajahnya suram, tetapi dia terlihat elegan di kursi roda. Jelas-jelas seorang pria cacat, tetapi tekanan yang dipancarkan membuat orang merasa sesak.Siapa pria itu? Kenapa bisa ada di sini?Selagi Garry kehilangan fokus, Tiffany buru-buru melepaskan diri dari pelukannya. Ketika merasakan suasana di sini tidak beres, Tiffany mengernyit dan mengikuti arah pandang Garry."Sayang!" Begitu melihat pria di kursi roda, kekesalan Tiffany karena dipeluk Garry sontak sirna. Dia meraih seprai yang belum dicuci untuk menyeka kakinya, lalu berlari ke hadapan Sean dan bertanya, "Kenapa kamu di sini?"Penampilan Tiffany yang membelalakkan mata sambil memanggilnya sungguh menggemaskan. Sean tersenyum tipis, lalu mendekapkan Tiffany ke pelukan dan menyahut, "Julie bilang kamu kerja di sini, jadi aku datang untuk melihatmu."Ti
Tiffany sama sekali tidak menyadari perselisihan di antara kedua pria ini. Dia menggeleng dengan serius sambil menyahut, "Sayang, kamu sudah salah. Kak Garry tamat tahun lalu. Dia paling-paling lebih tua sedikit darimu.""Aku 25 tahun, lebih muda setahun darimu," ujar Garry dengan tangan terkepal erat.Tiffany tertegun. Dia menggaruk kepalanya dengan malu dan berkata, "Maaf, perkiraanku salah. Aku merasa kamu sangat cerdas dan dewasa, makanya mengira kamu lebih tua.""Bisa dibilang, wajahmu terlihat lebih tua dari usiamu," gumam Sean dengan nada datar.Tiffany tidak bisa berkata-kata. Dia akhirnya mengalihkan topik agar Garry tidak marah, tetapi Sean malah berbicara seperti itu. Tiffany bisa melihat Garry marah lagi.Kedua tangan Garry lagi-lagi terkepal erat. Dari dulu hingga sekarang, Garry adalah pemuda berbakat yang selalu dipuji-puji. Banyak wanita yang mengejarnya. Alhasil, Sean malah mengatakan wajahnya ketuaan?Garry menggertakkan gigi dengan kesal, lalu bertanya, "Memangnya ka
Tiffany masih tidak menyadari apa pun. Dia bahkan mendongak melirik Garry, lalu berkata, "Kak, suamiku ini sangat hebat lho! Cuma dengan menyentuh wajahmu, dia langsung tahu seperti apa penampilanmu."Garry membatin, 'Siapa juga yang mau disentuh bajingan ini!'Sean yang duduk di kursi roda pun tersenyum sambil membalas, "Sepertinya, kakak kelasmu nggak ingin aku tahu seperti apa penampilannya. Jangan-jangan dia jelek?"Nada bicara Sean dipenuhi sindiran. Ketika mendengar ini, Tiffany mengernyit sambil membantah, "Kamu salah. Kak Garry tampan kok."Senyuman Sean tampak provokatif. Dia mencebik dan berujar, "Aku nggak menyentuhnya, jadi aku nggak tahu."Tiffany termangu. Sepertinya Sean benar-benar ingin tahu penampilan Garry? Pria menyentuh pria. Bukankah mereka akan terkesan seperti gay?Akan tetapi, dulu Garry adalah pria idaman Tiffany. Tiffany merasa kesal jika ada yang menyebutnya jelek.Ketika Tiffany masih kebingungan, Garry tiba-tiba terkekeh-kekeh dan berkata, "Tiff, sebaiknya
"Sebagai mahasiswa kedokteran Universitas Aven dan ahli bedah ortopedi termuda di Rumah Sakit Pusat, kamu nggak merasa malu melakukan hal tercela seperti itu?" tanya Sean.Garry mengangkat alisnya dan menyahut, "Kalau dibandingkan denganmu yang menikahi gadis desa yang polos dengan mengandalkan uang, aku nggak merasa ada yang salah dengan perbuatanku."Garry berdiri di hadapan Sean. Selagi Sean tidak memperhatikan, Garry mengangkat tangan untuk menarik sutra hitam yang menutupi matanya.Sean tetap duduk di tempatnya dengan ekspresi datar. Saat berikutnya, tangannya sontak meraih pergelangan tangan Garry secara akurat.Rasa sakit yang dahsyat membuat Garry kesakitan. Dengan wajah pucat, dia berkata dengan agak terbata-bata, "Le ... lepaskan tanganku!"Sean tersenyum tipis sambil bertanya, "Sepertinya kamu sangat tertarik dengan mataku?"Garry menggertakkan gigi, lalu menjulurkan satu tangan lagi untuk melepaskan tangan Sean. Namun, usahanya sia-sia.Pada akhirnya, Garry hendak menendang
Tiana sudah lama menyukai Garry. Dia sengaja menyulitkan Tiffany karena cemburu melihat Garry mengantarnya.Kini, pria yang duduk di kursi roda itu malah menindas Garry. Tiana merasa ini adalah kesempatannya untuk memenangkan hati Garry.Tiana menyunggingkan senyuman bangga. Dia tiba di hadapan Sean, tetapi Tiffany malah mengadangnya. Gadis yang lebih mungil darinya itu tampak mengepalkan tangan dengan erat dan menatapnya dengan marah."Kak Tiana, Kak Garry jatuh pasti karena alasan lain. Suamiku orang baik. Dia nggak mungkin menindas Kak Garry tanpa alasan," ucap Tiffany.Tiana mengangkat alisnya dengan dingin. Seingatnya, gadis berkuncir kuda ini selalu bersikap seperti babu. Tiffany tidak pernah mengeluh meskipun diberi pekerjaan berat. Kini, dia malah melawannya demi seorang pria buta?Tiana maju selangkah lagi, lalu mendorong Tiffany. Tanpa disangka, Tiffany malah bergeming, padahal Tiana telah mengerahkan kekuatan besar.Tiffany memelotot sambil berseru, "Pasti ada kesalahpahaman
Yang satu lagi adalah atasan Tiana, kepala panti jompo.Tiana termangu sesaat, lalu merasa sangat bersyukur. Apa kepala panti membawa direktur kemari untuk membelanya?Tiana bangkit dengan bersemangat. Sepertinya, tidak sia-sia dia memberi atasannya parsel setiap tahun baru.Di depan pintu, Kepala Panti melirik Tiana dengan ekspresi masam, lalu bergegas menghampiri. Melihatnya, Tiana langsung memanggil dengan antusias, "Pak ...."Namun, sebelum berkesempatan berbicara, Kepala Panti sudah menampar Tiana. Terdengar suara tamparan yang nyaring.Tiana kebingungan. Dia tertegun dan memanggil, "Pak ...."Di sisi lain, Direktur sudah menghampiri Sean dengan panik. "Pak Sean, maaf kalau orang panti ini menyinggungmu. Tolong maklumi mereka."Garry yang berdiri tidak jauh dari sana sontak mengernyit. Direktur panti jompo ini adalah mantan gurunya, seorang tokoh terkenal di Kota Aven. Banyak orang kaya bermartabat yang pernah menjadi pasiennya. Mafia sekalipun tidak berani macam-macam padanya.Na
Tiana ketakutan hingga hampir terduduk lemas di lantai. Di sisi lain, Nizar langsung mengadang Tiffany yang mendorong kursi roda Sean."Pak ... bawahanku memang salah. Tapi, tolong jangan libatkan seluruh panti jompo," pinta Nizar.Tiffany mengernyit dan melirik Nizar, lalu bertanya, "Kamu direktur di sini?"Ketika melihat Tiffany mengajaknya mengobrol, Nizar merasa senang. Dia segera menyahut, "Ya, ya. Aku direktur panti jompo ini."Tiffany berkata, "Mesin cuci kalian sudah rusak berhari-hari. Kenapa nggak diperbaiki? Karena kamu direkturnya, cepat urus mesin cuci kalian dulu. Seprai yang kalian pakai sangat kasar, jadi nggak bisa bersih kalau dicuci pakai tangan."Tiffany memberi saran dengan sungguh-sungguh. Kemudian, dia menoleh melirik tumpukan seprai sambil meneruskan, "Pokoknya kebersihannya lebih terjamin kalau dicuci pakai mesin."Tempat ini adalah panti jompo, jadi kebersihan tentu sangat penting. Nizar berkeringat dingin. Sean mengetuk sandaran lengan kursi roda dan berucap,
Saat ketiganya sudah menjauh dari lokasi kebakaran, warga desa sudah tiba. Orang-orang dari klub fotografi juga sudah kembali.Warga desa sibuk memadamkan api. Sementara itu, Julie bergegas mendekat dengan mata merah. "Tiffany!" panggilnya.Di belakang Tiffany, Sean menurunkan Zara yang pingsan karena menghirup asap ke tanah. Dia berkata, "Panggil dokter."Chelsea menyahut sambil mengangguk, "Dokter sudah dalam perjalanan!"Kobaran api kian membesar. Semua orang mundur ke jalan kecil di luar halaman. Tiffany masih memegang kamera berharga di tangannya."Kenapa bisa tiba-tiba kebakaran? Tanah di pegunungan lembap, seharusnya nggak mudah terbakar!" ucap Chelsea sambil mondar-mandir dengan gelisah.Sean mengambil handuk yang diberikan Julie dan menyeka noda jelaga di wajahnya sambil berkata, "Nggak aneh kalau ada seseorang yang sengaja menyulut api.""Zara!" Tepat ketika Sean selesai bicara, Penny menyeruak dari tengah kerumunan. Dia langsung menggenggam tangan Zara, cemas saat melihat ba
Sebelum Tiffany menyelesaikan ucapannya, Sean melihat gadis mencurigakan tadi mengeluarkan benda kecil dari sakunya. Mata pria itu membelalak. Benda itu adalah korek api!Gadis itu melempar korek api ke tanah yang sudah dibasahi bensin. Seketika, api mulai berkobar. Api menyala di belakang rumah, jadi Tiffany yang berdiri di depan dan membelakangi rumah sama sekali tidak sadar.Sean mengeratkan pegangannya di ponsel dan berseru, "Cepat lari!"Tiffany tertegun. Mengapa Sean menyuruhnya lari? Dia refleks menoleh ke belakang. Api yang menyentuh bensin membubung tinggi ke langit. Seantero rumah seakan-akan sudah dilahap mulut yang tidak berwujud.Sean melempar ponselnya dan melompat dari beranda sambil berteriak, "Tiffany, lari!"Namun, gadis itu sepertinya tidak mendengar seruannya. Tiffany melepas mantel dan mencelupkannya ke dalam tangki air. Kemudian, dia bergegas masuk ke dalam rumah yang tengah terbakar dengan menutupi hidung dan mulutnya. Zara masih tidur di dalam!"Uhuk, uhuk, uhuk
Tiffany tidak tahu mengapa Zara tiba-tiba mengatakan hal ini padanya. Namun, dia balas tersenyum dan berkata, "Istirahatlah." Usai berkata begitu, gadis itu mengambil ponselnya dan keluar.Sekarang sudah pukul 8 malam. Tiffany sudah berjanji akan menelepon Sean pada pukul 7 malam untuk melaporkan keadaannya. Entah pria itu akan marah atau tidak karena dirinya terlambat satu jam penuh.Tiffany berdiri di halaman. Sambil bersandar di dinding, dia mengambil ponsel dan menelepon suaminya.Di sebelah kiri halaman, ada vila yang disewa oleh klub fotografi. Saat ini vila itu masih gelap gulita. Di sebelah kanan, ada vila yang konon sudah disewakan ke seorang konglomerat. Vila itu terang benderang.Sean duduk di beranda vila, memandang gadis yang berdiri di halaman yang diterangi sinar rembulan. Saat melihat ponselnya berdering, dia tersenyum tipis."Akhirnya mau menghubungiku?" tanya Sean."Maaf, Sayang. Aku nggak bermaksud lupa buat telepon ...," ucap Tiffany, langsung meminta maaf.Pukul 7
Tiffany mengernyit. Meskipun hatinya enggan, dia tidak enak hati menolak Zara di depan banyak orang.Selain itu, Tiffany lebih familier dengan jalan-jalan di desa pada malam hari. Jadi, dia tidak perlu khawatir Zara macam-macam padanya."Oke," sahut Tiffany sambil mengangguk dengan ragu. Kemudian, dia menatap Julie dan berkata, "Habis makan kamu juga cepat kembali, ya."Julie mengernyit dan mengangguk pelan."Ayo jalan," ajak Tiffany.Zara memikul ranselnya dan berjalan menuju vila bersama Tiffany.Malam hari di desa sangat sepi. Yang terdengar di telinga hanyalah suara air, gemeresik dedaunan, suara langkah kaki mereka, dan suara hewan di kejauhan. Zara menghirup udara segar di sana. Suasana hatinya cukup baik."Kudengar kamu tumbuh besar di desa, ya?" tanya Zara dengan tenang.Tiffany mengernyit saat mendengar pertanyaannya. Dia berjalan di depan sambil membawa senter dan menjawab singkat, "Ya.""Lingkungan desa sebenarnya cukup menyenangkan. Daripada di kota, aku lebih suka desa yan
Tiffany mengernyit jengkel. Apa maksudnya dengan tidak peka? Waktu pacaran Samuel dan Julie bahkan belum mencapai sebulan.Selama jangka waktu ini, sikap Samuel pada Julie juga tidak sehangat saat dia masih mengejar gadis itu sebelumnya. Apa haknya untuk menuntut sekamar dengan Julie?Lagi pula, hubungan Samuel dan Julie belum berkembang ke tahap itu. Bahkan jika hubungan keduanya sudah semaju itu, atas dasar apa Samuel bisa meminta Tiffany tidur di luar sendirian sementara dirinya dan Julie tidur di dalam?Chelsea duduk di sebelah Tiffany dan tertawa kecil. Dia berucap, "Samuel, apa maksudmu dengan nggak peka? Kalau nggak ada gadis lain yang sekamar denganku, aku pasti sudah tukar tempat denganmu dan tidur dengan mereka berdua."Samuel mengambil pecahan kaca dan membalas dengan kepala tertunduk, "Aku pacarnya Julie. Apa salahnya kalau aku ingin tidur dengannya?" Jika bukan demi memperdalam hubungannya dengan Julie, buat apa dia repot-repot mengikuti kegiatan klub fotografi ini?"Ada s
Siapa sangka, setelah Zara selesai bicara, Samuel yang merupakan salah satu penanggung jawab klub fotografi mengangguk dan berkata, "Kurasa kata-kata Zara ada benarnya."Semua orang terkejut. Samuel, Tiffany, dan Julie adalah orang-orang pertama yang memilih kamar. Jika alokasi kamar disesuaikan dengan urutan pendaftaran, mereka akan mendapatkan kamar terbaik. Namun, sekarang pemuda itu malah setuju untuk melakukan cabut undi.Orang-orang di vila terdiam untuk beberapa saat. Akhirnya, salah satu gadis penanggung jawab menghela napas dan berucap dengan pasrah, "Okelah, ayo cabut undi."Di antara belasan orang ini, enam orang harus tinggal di rumah desa. Lantaran hari sudah larut, semua orang segera melakukan cabut undi.Hasilnya, gadis penanggung jawab klub fotografi dan temannya, serta Julie, Tiffany, Samuel, dan seorang pemuda lainnya harus tinggal di rumah desa itu.Saat beberapa orang itu tengah berkemas, Penny mengejek Tiffany dengan nada puas, "Kamu memang paling cocok tinggal di
Entah disengaja atau tidak, Samuel mengerahkan cukup tenaga hingga Zara hampir terjatuh ke dalam pelukannya. Untungnya, Zara sempat menstabilkan tubuhnya dengan memegang lengan Samuel sehingga hal itu tidak terjadi."Terima kasih," ujar Zara dengan raut pucat.Samuel membalas dengan wajah tersipu, "Sama-sama.""Cowok jelek, kamu cari kesempatan untuk menyentuh Zara!" seru Penny sambil memelototi Samuel. Dia segera mendekat, lalu menarik Zara pergi.Sebelum beranjak pergi, Zara melirik Samuel sekali lagi. Dia melihat binar antusias dan kegembiraan di mata pemuda itu.Mata Zara berkilat dingin. Jadi, pemuda itu pacar Julie? Tidak ada bagus-bagusnya."Ayo jalan," ucap Julie sambil mengernyit. Dia mendekat sambil membawa kopernya.Tiffany menghampiri temannya dan bertanya dengan alis berkerut, "Kamu lihat kejadian tadi, 'kan?" Dia memandang dengan cemas ke arah Samuel yang masih mengambil barang-barang dari bus bersama orang-orang klub fotografi."Biarpun dia hanya berniat membantu, dia bi
Zara mengenakan gaun panjang bunga-bunga warna putih dan topi matahari. Dengan wajah dan penampilannya yang feminin, dia terlihat sangat menawan saat memandang ke luar jendela.Samuel juga tertegun untuk sesaat saat melihat Zara. Sebelumnya, dia hanya tahu bahwa Julie cantik dan Tiffany manis.Samuel tidak tahu ternyata ada gadis secantik Zara di kelas mereka. Kecantikan gadis itu berbeda jauh dengan Julie. Zara sangat memesona, anggun, dan elegan.Begitu melihat kedua orang itu di dalam bus, Tiffany sontak bertanya sambil mengernyit, "Apa mereka juga anggota klub fotografi?"Seingat Tiffany, Zara baru pindah ke sini beberapa hari lalu. Sejak kapan dia menjadi anggota klub fotografi?Lamunan Samuel buyar. Dia berdeham dan menjawab, "Mereka baru gabung beberapa hari lalu, aku juga baru tahu.""Mungkin karena kita pergi, jadi mereka sengaja ikut. Seperti hantu saja, nempel terus sama kita," ucap Julie sambil mengangkat bahu. Dia memutar bola matanya dengan galak ke arah kedua orang itu.
Akhir bulan tiba dengan cepat. Pada hari keberangkatan klub fotografi, Tiffany bangun pagi-pagi sekali.Ini adalah pertama kalinya Tiffany bepergian jauh setelah menikah. Perjalanan ke desa tempo hari juga jauh, tetapi bagaimanapun itu adalah kampung halamannya. Kegiatan klub fotografi di Kabupaten Purjaga ini barulah bepergian jauh yang sebenarnya.Pagi-pagi buta, Rika sudah bangun untuk menyiapkan barang-barang Tiffany. Dari pakaian dalam, pakaian anti UV, hingga jas hujan. Semua Rika kemas hingga memenuhi dua koper besar.Sambil mengeluarkan barang-barang di dalam koper, Tiffany berucap dengan malu pada Rika, "Aku hanya pergi tiga hari dua malam, nggak perlu bawa sebanyak ini."Rika menggeleng dan membalas, "Bu Tiffany, cuaca di pegunungan nggak menentu. Gimana kalau tiba-tiba panas, lalu tiba-tiba dingin? Gimana kalau hujan? Gimana kalau ada topan?"Tiffany kehilangan kata-kata. Meski merasa Rika terlalu cemas berlebihan, hatinya terasa hangat.Saat Tiffany masih tinggal bersama ke