Begitu rekaman asli dari Zion selesai diputar, ruangan konferensi pers kembali gempar. Di layar komputer, terlihat bahwa rekaman tersebut terakhir kali dimodifikasi dua tahun lalu. Dengan kata lain, rekaman inilah bukti asli dari dua tahun lalu!Sedangkan rekaman yang digunakan oleh Filda ... ternyata adalah rekaman baru yang sengaja dibuat untuk menjebak Tiffany!Kesimpulan ini mengejutkan semua orang di ruangan itu.Direktur menatap Filda dengan mata terbelalak. "Kamu ...!"Mereka sudah bekerja sama selama 20 tahun. Jika bukti ini tidak sejelas sekarang, dia tidak akan pernah percaya bahwa Filda bisa melakukan hal seperti ini. Di bawah panggung, para wartawan langsung berbisik satu sama lain.Awalnya, mereka mengira konferensi pers hari ini hanya untuk menjelaskan insiden malapraktik dua tahun lalu. Namun, siapa sangka .... Konferensi ini justru membongkar konflik internal Rumah Sakit Kota Kintan!Bahkan lebih dramatis dari serial novel!Orang-orang mulai berbisik, "Aku nggak nyangka
Filda merasa sepertinya pernah melihat orang ini, tetapi tidak bisa mengingatnya dengan jelas. "Aku adalah pasien dalam insiden malapraktik dua tahun lalu, Randy."Randy tersenyum sinis sambil menatap Filda. "Waktu operasi itu berlangsung, aku sama sekali nggak tahu kalau ada masalah serius di meja operasi. Baru beberapa hari yang lalu aku melihat rekaman medis asliku dari dua tahun lalu."Matanya memicing sekilas. "Aku ingat waktu pertama kali datang ke rumah sakit ini, aku sudah menanyakan langsung kepada Anda sebagai dokter ahli. Aku bilang aku punya sedikit masalah kesehatan dan apakah itu akan memengaruhi operasiku.""Saat itu, Anda meyakinkanku bahwa itu bukan masalah. Anda bilang bahwa prosedur operasinya sudah dirancang dengan matang. Tapi kenyataannya ... justru karena kondisi kecil yang pernah aku sebutkan itulah operasiku mengalami kegagalan.""Dokter Zion yang melakukan operasiku, sama sekali nggak tahu tentang kondisi tubuhku itu. Itulah sebabnya aku hampir mati di meja op
Di saat Cathy berdiri, semua tatapan tertuju padanya. Direktur rumah sakit menatapnya dengan agak terkejut dan bertanya, "Nona, ada pertanyaan apa lagi yang ingin kamu tanyakan? Perkenalkan dirimu dulu."Wanita itu tersenyum tipis ke arah Tiffany, tetapi matanya dipenuhi dengan kilatan dingin. Tiffany menyipitkan mata dan menatapnya balik dengan berani."Aku adalah jurnalis dari XY Times di Elupa. Namaku Cathy."Cathy.Begitu nama itu disebut, para wartawan di ruangan langsung terkejut dan menatapnya dengan penuh kekaguman. Dia benar-benar berani datang!Sebelumnya, kasus Tiffany menjadi skandal besar justru karena Cathy menulis sebuah artikel di media luar negeri. Di artikel itu, dia menggambarkan Tiffany sebagai dokter yang hanya peduli pada keuntungan dan mencari popularitas.Tulisan itulah yang memicu kemarahan publik terhadap Rumah Sakit Kota Kintan. Secara logika, Cathy seharusnya tidak muncul di konferensi pers ini, apalagi menunjukkan diri.Pertama, keterlibatan Cathy dalam mem
Morgan memiliki kepercayaan penuh pada Tiffany. Jadi, selama bertahun-tahun ini, setiap kali Tiffany mengatakan ingin melakukan perawatan untuk tangannya, Morgan selalu menyetujuinya tanpa ragu.Selama ini, dia juga mengira bahwa tangan Tiffany cedera akibat kejadian lima tahun yang lalu ....Namun, setelah mendengar pernyataan dari seorang jurnalis bernama Cathy, Morgan justru merasa bingung, begitu juga para jurnalis yang duduk di bawah panggung."Dokter Tiffany, apa kamu bisa memberi tanggapan secara langsung?""Dokter Tiffany, kami harap kamu bisa menjelaskan mengenai hal ini ...."Tiffany mengatupkan bibirnya, melirik sekilas ke arah Cathy. "Jadi, sebenarnya apa yang ingin kamu tanyakan dengan membahas masalah ini di depan semua orang?""Aku hanya ingin tahu ...." Cathy tersenyum tipis, lalu berkata, "Apa benar tanganmu cedera, jadi kamu nggak bisa melakukan operasi?""Atau ini hanya masalah mental, kamu takut untuk melakukan operasi sendiri? Kamu nggak cukup yakin dengan kemampua
Plak!Sebuah ponsel jatuh ke lantai, menimbulkan suara yang menggema di ruangan.Kini bukan hanya para jurnalis yang terkejut, bahkan Morgan yang duduk di atas panggung, direktur rumah sakit yang menganggap dirinya berwawasan luas pun terbelalak dengan ekspresi tak percaya.Apa yang sedang terjadi? Jurnalis bernama Cathy ini, wanita yang menulis artikel di media asing untuk mencemarkan nama baik Tiffany, ternyata ... adalah kakaknya Tiffany?Para wartawan yang terkejut segera mengangkat kamera mereka, mengabadikan senyuman tenang Tiffany dan wajah pucat Cathy. Pertarungan sengit antara saudara!Cathy sebelumnya berusaha keras menjelekkan Tiffany, bahkan membawa bukti untuk membahas cedera tangan Tiffany. Siapa sangka, mereka adalah saudara!Di barisan paling belakang, Cathy menyipitkan matanya sedikit. Tangan yang memegang mikrofon menegang.Dia sungguh tidak menyangka bahwa setelah pertengkaran besar empat tahun yang lalu, Tiffany yang bersumpah tidak akan pernah memanggilnya kakak la
Kemudian, dengan segala penjelasan Tiffany itu, Cathy bisa memperlihatkan kepada semua orang bahwa Tiffany adalah seseorang yang tidak bisa membedakan benar dan salah, cinta dan benci!Yang Cathy inginkan hanyalah membuat kakek dan ayahnya kecewa pada Tiffany, membuat Keluarga Rimbawan sadar bahwa Tiffany tidak pantas menjadi pewaris.Siapa sangka, Tiffany justru mengorbankan karier dokternya dengan lugas, sekaligus menyeretnya ke dalam masalah ini!"Kak, berhati-hatilah dalam berbicara dan bertindak." Tiffany tersenyum menatapnya. "Kamu juga tahu, apa pun yang kamu katakan dan lakukan sekarang akan disaksikan oleh seluruh dunia.""Termasuk Kakek dan Ayah." Dia menarik napas dalam, lalu melangkah maju ke depan panggung. Dengan sopan, dia membungkukkan badan ke arah para wartawan di bawah panggung."Mohon maaf semuanya. Aku tahu kalian datang ke sini untuk mencari berita sosial, tapi malah disuguhi drama keluarga.""Memang benar, mentalku sempat lemah, takut melakukan kesalahan di meja
Setelah dari lokasi konferensi pers, Tiffany kembali belakang panggung. Dia menarik napas dalam-dalam, menahan air matanya, lalu mulai mengemasi barang-barangnya untuk pergi.Dia berkata pada diri sendiri bahwa dia sudah tampil dengan sangat baik. Menghadapi situasi di luar rencana, dia menanganinya dengan baik, bahkan berhasil membuat Cathy lebih malu dibanding dirinya!Namun, di lubuk hatinya tetap saja ada kesedihan dan kepedihan. Bagaimanapun, menjadi dokter adalah impian dan ambisinya selama bertahun-tahun. Hatinya terasa sakit melepaskannya begitu saja.Namun, dia telah melakukan banyak kesalahan di masa lalu dan tidak bisa terus begitu lagi. Jika kakeknya, ayahnya, dan Keluarga Rimbawan mengetahui apa yang terjadi tiga tahun lalu ...."Tiff." Tepat saat tangan Tiffany menyentuh gagang pintu mobil, suara pria yang rendah terdengar dari belakang.Langkah kakinya terhenti sesaat, tetapi tangannya tetap membuka pintu. "Aku ingin pulang dan istirahat. Kalau ada yang ingin dibicarakan
Pria itu menghela napas pelan, lalu duduk di sampingnya dan menariknya ke dalam pelukannya."Kamu nggak perlu berpura-pura kalau bersamaku. Kalau ingin sedih, nangis saja. Aku satu-satunya orang di dunia ini yang nggak akan menghakimimu, nggak akan mentertawakanmu, dan nggak akan membuatmu kehilangan tempat untuk melampiaskan emosimu."Tiffany menggigit bibirnya, refleks ingin melepaskan diri dari pelukan, tetapi pelukan Sean justru semakin erat.Karena tidak bisa mengelak, dia hanya bisa menyandarkan kepalanya ke dada Sean. "Sebenarnya nggak terlalu sedih, aku ...."Sebelum Tiffany selesai berbicara, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. "Pak, pesanan minumanmu sudah datang."Sean mengerutkan kening sedikit, lalu berkata, "Masuklah."Staf hotel masuk bersama beberapa wanita yang masing-masing membawa berbagai jenis anggur merah. Meja di hadapan mereka seketika dipenuhi oleh botol minuman.Setelah orang-orang itu pergi, Sean melepaskan Tiffany dari pelukannya. "Mau minum yang mana?"Ti
Tiffany mengerutkan alis. "Kamu ... sudah kenal Xavier dari dulu?"Kalau tidak salah ingat, sebelumnya Xavier pernah mengatakan dia dan tunangannya belum kenal lama.Saat itu, Miska sadar dirinya keceplosan. Dia buru-buru menutup mulutnya dan terbatuk. "Aku ... dulu aku adik kelasnya.""Dia itu idola di sekolah kami, jadi kami semua kenal dia. Tapi, dulu dia nggak kenal aku. Kami baru kenal akhir-akhir ini."Sambil bicara, gadis itu menunduk dan wajahnya memerah. "Aku dari dulu sudah kagum sama Kak Xavier. Aku sangat bahagia bisa sampai sejauh ini sama dia."Miska mendongak, suaranya tegas dan sungguh-sungguh. "Kak Tiff, kamu bisa bantu aku nggak?""Aku ingin nikah dengannya, nggak peduli dia bakal siuman atau nggak. Dia bilang dia nggak punya banyak teman, hubungannya sama keluarganya juga nggak terlalu dekat. Satu-satunya cewek yang paling dia suka pun sudah menemukan kebahagiaannya sendiri.""Aku benar-benar takut, nanti kalau dia koma terlalu lama, nggak akan ada yang merawat dia .
"Aku ... akan pergi darimu. Aku nggak akan membiarkan orang lain tahu gimana kamu membalas kebaikanku, nggak akan membiarkan mitramu memutuskan kerja sama denganmu ...."Sean menyeringai dingin, mengangkat kakinya untuk menepis tangan itu, lalu melangkah menuju pintu. "Aku nggak peduli gimana orang lain memandangku.""Mitraku juga nggak akan memutuskan hubungan cuma karena orang nggak penting sepertimu. Kamu terlalu melebih-lebihkan dirimu sendiri."Setelah itu, Sean melirik perawat yang berjaga di pintu dan tampak ketakutan setengah mati. Dia berkata, "Kamu bisa istirahat sekarang. Mulai hari ini, kamu nggak perlu lagi melayaninya.""Suruh rumah sakit usir dia dari kamar ini. Aku bisa merawat penyelamat hidupku sendiri. Nggak perlu merepotkan orang lain."Usai memberi instruksi, Sean kembali menoleh pada Chaplin. "Setelah urusan selesai, antar dia ke kantor polisi sama Pak Genta. Biarkan dia reuni dengan adiknya."Selesai berbicara, dia pun berbalik dan pergi. Teriakan Vivi menggema d
Vivi menatap kosong ke arah mata dingin tak berperasaan milik Sean. Perasaan putus asa perlahan merayap ke dalam hatinya.Dulu, dia selalu mengira kelembutan Sean padanya adalah tanda ketertarikan. Dia bahkan sempat merasa bangga. Untung saja, wanita itu sudah mati. Jika tidak, Sean pasti akan berterima kasih dan berutang budi pada wanita itu.Dirinya adalah penyelamat hidup Sean. Sean begitu baik padanya. Jika Sean tidak bisa menemukan mantan istrinya, kemungkinan besar dia akan menjadi satu-satunya calon istrinya di masa depan.Lagi pula, selama tiga tahun berada di sisi Sean, dia melihat sendiri bagaimana Sean menolak banyak gadis dari keluarga terpandang, menolak banyak wanita yang datang mendekat.Semua orang iri padanya. Dia punya kesempatan untuk menyelamatkan Sean, punya status sebagai penyelamat Sean.Tak berlebihan jika dibilang, kalau Tiffany tidak kembali, langkah Vivi selanjutnya adalah menggoda Sean untuk tidur dengannya. Bagaimanapun, hanya kepada dia Sean bersikap lembu
Dia ingin kamar rawat inap, Sean berikan.Dia ingin Sean merawat adiknya, Sean turuti.Dia bilang ingin mobil agar bisa melihat pemandangan di luar, Sean belikan.Karena selama ini, Sean selalu percaya bahwa kaki Vivi menjadi cacat karena dia menyelamatkannya.Saat kejadian kebakaran dulu, Sean dijebak dan diberi obat di jamuan makan. Saat hidupnya sudah di ambang kematian, yang menyelamatkannya ternyata adalah seorang wanita. Sejak saat itu, hatinya selalu diliputi rasa bersalah.Terlebih lagi, wanita itu sampai harus kehilangan kemampuan berjalan selama 3 tahun demi dirinya.Namun, yang tak pernah disangka oleh Sean adalah ketulusannya selama ini, ternyata dimanfaatkan semena-mena oleh orang lain.Lebih tak disangka lagi, di balik wajah lembut dan anggun Vivi, tersembunyi hati yang begitu busuk dan menjijikkan.Situasi sudah sampai titik ini, tetapi Vivi masih membujuk Tiffany untuk bekerja sama menipunya!Tak lama kemudian, mobil tiba di Rumah Sakit Pusat. Sean turun dari mobil deng
Sean memeluk Tiffany, diam-diam menunggu hukuman yang akan diterimanya.Dia mengira Tiffany diam begitu lama pasti karena sedang memikirkan hukuman yang sulit dan berat untuknya.Tidak disangkanya, setelah menunggu sekian lama, Tiffany justru tersenyum manis. "Hukumannya ... mulai sekarang kamu yang harus antar Arlo dan Arlene ke sekolah setiap hari!"Sean tertegun, lalu mengecup bibirnya dengan lembut. "Oke."Bagi orang tua lain, mengantar anak ke sekolah pagi-pagi mungkin terasa merepotkan. Namun, bagi Sean, itu justru sebuah kebahagiaan.Karena dulu dia pernah sebodoh itu sampai melewatkan 5 tahun pertumbuhan anak-anaknya. Andai saja waktu itu dia lebih yakin, andai saja dia bisa menemukan Tiffany lebih cepat .... Sayangnya, waktu tidak bisa diputar kembali.Jadi, ketika Tiffany mengatakan dia harus mengantar anak-anak ke sekolah, Sean tersenyum manis sambil berujar, "Akan kulakukan dengan senang hati."Tiffany bersandar dalam pelukannya, merasakan kehangatan tubuh pria itu. Senyuma
Akhirnya, Sean merebahkan Tiffany di atas ranjang besar di kamar tidur vila.Kamar tidur berada di lantai 2, dengan jendela kaca yang sangat besar. Dari tempat tidur, hamparan laut luas bisa terlihat jelas.Sinar matahari masuk menembus jendela kaca, menyinari seluruh ruangan dengan cahaya keemasan yang hangat.Sean menindih tubuhnya, menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Tiff.""Kenapa ...?" Tiffany mulai gemetaran, menatap pria di atas tubuhnya dengan gugup.Terakhir kali ditindih di ranjang ini, dia benar-benar dibuat tak berdaya oleh Sean, sampai seluruh tenaganya terkuras. Bahkan, dia sempat mencicipi masakan Sean yang begitu buruk.Sekarang setelah 5 tahun berlalu, kembali berada di situasi seperti ini membuat hati Tiffany dilanda kecemasan."Kenapa kamu nggak kasih tahu aku?" Mata Sean yang hitam menatap lekat-lekat dengan perasaan cinta. "Kamu rasa seru main rahasia-rahasia begini?"Tiffany tertegun. "Ka ... kamu ngomong apa sih?""Aku sudah tahu semua." Sean menunduk, menatap
Sean menggenggam setir mobilnya, tangannya sedikit membeku.Dia menatap kaca spion tengah dengan ekspresi geli, melihat wanita yang tampak terkejut sekaligus tersentuh itu. "Aku cuma nyatakan perasaan ke kamu, perlu mikir sejauh itu?"Wajah Tiffany memerah. Dia mengintip ke arah Sean dengan hati-hati melalui kaca spion. "Aku cuma merasa aneh saja ...."Suara wanita itu lembut dan agak manja. "Ngapain kamu tiba-tiba ngomong kayak gitu? Nggak ada angin, nggak ada hujan."Genggaman Sean di setir semakin kencang. Dia mengatakan itu bukan tanpa alasan! Semuanya ada alasannya!Sean menatap wanita yang duduk di kursi belakang, hatinya penuh dengan emosi. Selama 5 tahun, dia terus mencari Tiffany.Bahkan saat Sean belum menemukannya, Tiffany tetap nekat menyelamatkannya dalam kebakaran besar yang terjadi 3 tahun lalu.Setelah menyelamatkannya, Tiffany malah tidak mengatakan sepatah kata pun. Kalau dibandingkan dengan Vivi yang selama 3 tahun ini terus mengklaim dirinya sebagai penyelamat dan m
Awalnya, Sean masih begitu yakin orang yang menyelamatkannya di tengah kebakaran saat itu adalah Tiffany. Namun, Mark dan Charles terus menjelaskan padanya bahwa orang yang berada di ambang kematian pasti akan berhalusinasi. Lama-kelamaan, dia juga merasa semua itu hanya halusinasi. Setelah kemunculan Vivi, dia benar-benar percaya Tiffany tidak pernah menyelamatkannya.Namun kini, perasaan Sean benar-benar bergejolak saat teringat kembali dengan perkataan Zion dan melihat buku kenangan di tangannya. Yang berarti orang yang menyelamatkannya saat kebakaran tiga tahun yang lalu adalah Tiffany.Satu menit kemudian.Rika yang baru saja turun tangga dan hendak mulai membersihkan rumah pun mengambil pel lantai. Saat Sean tiba-tiba turun dari lantai atas sambil memegang buku kenangan dan melangkah menuju pintu keluar, dia kebingungan. Tadi Sean berkata ingin mengantar jaket untuk anak-anak, sekarang malah hanya membawa sebuah buku.Saat tangannya hampir menyentuh gagang pintu, Jason berhenti s
Sean mengantar kedua anaknya ke TK."Kamu ayahnya Arlo dan Arlene?" tanya bibi di TK itu dengan ramah.Sean menggandeng tangan kedua anaknya, lalu menganggukkan kepalanya dan menjawab dengan tenang, "Ya.""Serahkan saja anak-anak padaku."Bibi itu menarik tangan Arlo dan Arlene sambil tersenyum, lalu mengingatkan Sean, "Belakangan ini cuacanya mulai dingin dan ramalan cuaca juga bilang hari ini akan turun hujan. Sepertinya pakaian Arlo dan Arlene terlalu tipis. Bisakah kamu pulang dan mengambil jaket untuk mereka? Sistem imun anak kecil masih lemah. Kalau nggak menjaga mereka tetap hangat, mereka akan mudah masuk angin."Setelah ragu sejenak, Sean menganggukkan kepala. "Baik."Sean langsung mencari jaket di dalam lemari setelah kembali ke rumah, tetapi tidak menemukan yang cocok. Saat hendak menelepon Tiffany, pandangannya tiba-tiba tertuju pada koper yang terletak di bawah tempat tidur Arlo.Dia pun menepuk keningnya. Saat Tiffany ikut dengannya ke Kota Aven, Tiffany pasti sudah menyi