Bab25Olivia masih berpura- pura tidur, dia hanya bisa mendengarkan percakapan suami dan neneknya."Urus wanita itu! Suruh dia pergi. Nenek nggak suka dia," titah nenek Lisa. Tidak terdengar sahutan Ammar, tapi lelaki itu melangkah pergi, meninggalkan kamarnya."Ammar," lirih Zoya, ketika melihat lelaki itu keluar ke arahnya.Zoya tidak juga langsung berdiri, dia tetap membiarkan dirinya berlutut, demi bisa bertemu Ammar.Semenjak kedatangannya kembali ke kota Luky, dia tidak pernah bisa menemui Ammar. Perasaan rindu dalam hatinya begitu banyak, sampai- sampai membuatnya sering merasa emosi dan pusing.Kini, dia bisa melihat kembali, wajah lelaki yang dulu sangat dia sayangi itu. "Ammar," lanjutnya, menatap nanar pada wajah tampan itu. Wajah yang kini menatap dingin ke arahnya.Jika dulu melihat Zoya seperti ini, maka Ammar akan bergegas memeluknya dan mengajaknya untuk berdiri. Kemudian mengusap lututnya yang memerah.Tapi kini, lelaki itu menatap Zoya tanpa ekspresi apapun. Hal itu
Bab26Ammar tersenyum tipis, ketika mengetahui kedatangan nyonya Alisa ke rumah neneknya. "Kamu sudah yakin, akan meresmikan pernikahan denga gadis itu?" tanya Zaky, yang kini berada di kantor Ammar."Mau bagaimana lagi? Dia sudah hamil anakku.""Kupikir kamu sudah jatuh cinta padanya. Rupanya, semua demi anak.""Apalagi? Aku tidak semudah itu, untuk menyukai gadis kecil sepertinya.""Semua ini juga demi Nenek," lanjut Ammar dengan santainya."Hhhmmm, dia sepertinya sial karena menyukai Dion, tapi celaka malah menikah dengan Pamannya," ujar Zaky terkekeh."Kalau bukan karena bersangkutan dengan mereka, aku juga tidak mungkin memilih gadis itu," jelas Ammar lagi. Zaky hanya menggeleng.Undangan pesta pernikahan Ammar Rajasa pun mulai tersebar. Dan beritanya menjadi topik nomor satu di berbagai media."Ibu ...." Zoya memekik, ketika melihat undangan pernikahan Ammar.Mona yang terkejut mendengar teriakkan putrinya pun gegas menghampiri."Kenapa sih, Zoya?""Ini ...." Zoya memperlihatk
Bab27"Tapi Zoya kami wanita hebat, berpendidikan, dan tuan Ammar tentu bangga memiliki istri sepertinya.""Sayangnya, kami sudah memilih Olivia! Gadis malang yang kalian usir. Dan akan kami jadikan nyonya Rajasa, dan akan kami berikan apapun yang dia mau.""Kalian, tidak berhak apa- apalagi, dia milik kami, keluarga Rajasa!" lanjut nenek Lisa dengan tegas.Baskoro melirik ke arah Olivia, yang tidak mau menghampiri mereka. Ada perasaan sesal dihatinya, melihat putrinya sendiri, mengabaikan mereka.Selama ini, dia maupun Mona, hanya fokus pada kebahagiaan Zoya, kesenangan Zoya, serta impian- impian anak pertama mereka itu.Hingga membuat dia mau pun Mona lupa. Bahwa ada Olivia, yang juga bagian dari tanggung jawab mereka.Sayangnya, dia malah membiarkan, Zoya menindas Olivia selama ini. Bahkan, dia juga membiarkan, Zoya mengusir Olivia begitu saja, dengan berbagai macam hinaan yang cukup kejam."Jangan datangi cucu menantu saya! Kalian tidak saya izinkan. Demi menghargai Olivia, saya s
Bab28Olivia memejamkan matanya. Pikirannya rumit, memikirkan masa depannya. Sedangkan Ammar, meninggalkan dia seorang diri di kamar Hotel.Dua pengawal dia minta, untuk berjaga di depan kamar Olivia, agar wanita perlu kemana- mana, jika membutuhkan sesuatu.Meskipun Olivia muntah berkali- kali, dia tetap tidak keluar kamar sama sekali. Melihat sikap dingin Ammar tadi, dia cukup tahu diri. Dia juga merasa, Ammar sengaja memanfaatkannya, untuk menyakiti Zoya. Meskipun tujuan mereka sama, tapi dia sekilas menyadari, kalau Ammar, masih memiliki rasa pada Zoya.Malam pun berganti pagi, Ammar juga tidak kunjung datang ke kamar mereka. Pelayan mengetuk kamar, dan Olivia pun bangkit, untuk membukakan pintu.Meskipun sudah mandi, Olivia masih terlihat tampak pucat."Selamat pagi. Bagaimana tidur anda, Nyonya. Saya kemari untuk membawakan Anda sarapan," seru pelayan itu, sambil tersenyum ramah."Ya, semua baik- baik saja. Silahkan bawa kedalam," kata Olivia mempersilahkan.Selesai sarapan seo
Bab29Ammar membawa Olivia ke rumah sakit, karena sangat khawatir dengan kondisi kesehatan Olivia, dan juga bayi dalam kandungan wanita itu.Dia juga tidak memberitahukan nenek Lisa, tentang keberadaan Olivia, yang kini di rumah sakit. Jika neneknya tahu, Ammar pasti akan dapat omelannya.Setelah Olivia siuman, dia cukup terkejut, melihat tatapan dingin Ammar padanya."Apa yang kamu rencanakan, Olivia?" tanya Ammar dengan tatapan tajam menusuk.Olivia merasa ngeri, melihat tatapan itu."Ammar, aku kenapa?" tanya Olivia balik, dia berusaha menutupi perbuatannya, yang lalai menjaga kesehatan serta kandungannya."Jangan menguji kesabaranku, Olivia." Ammar memperingati."Aku tidak ingin melahirkan, Ammar ...." Olivia bicara dengan berani, mengungkapnya isi hatinya."Jadi kamu berniat membunuh anak ini? Anak yang tidak tahu apa- apa, manusia macam apa kamu ini?" bentak Ammar.Olivia tersentak, mendengar kerasnya ucapan Ammar."Untuk apa dia lahir?""Karena dia sudah ada di rahimmu, berarti
Bab30Olivia panik, melihat tatapan tajam Dion, dan cengkraman yang semakin kuat. Olivia menangis, dan berniat untuk berteriak.Namun, Dion langsung memindah tangannya, menahan kepala Olivia, dan mendaratkan ciuman pada bibir wanita itu.Olivia terkejut, ketika bibir mereka bertemu, Ammar masuk ke kamar rawatnya."Olivia!!" Ammar berteriak, Dion langsung melepaskan pegangan tangannya dari kepala Olivia."Dion, Olivia! Apa yang sedang kalian lakukan?" teriak Ammar dengan marah.Olivia menangis."Dia melecehkan saya, Ammar ...."Dion berusaha tenang, dan menatap Ammar."Untuk apa saya melecehkan dia, Paman? Bukannya semua orang juga tahu, kalau dia begitu menyukai saya. Bahkan tadi dia mengakui, terpaksa menikahi Paman, hanya untuk membalas saya," jelas Dion.Ammar mengepalkan tinju."Itu tidak benar, Ammar. Dia menyakitiku, dan memaksaku berciuman," kata Olivia."Terserah saja kalau sudah begini. Paman mau percaya saya, atau wanita itu. Yang jelas, bukan saya orang ketiga dia antara ka
Bab31"Ammar, jangan ...." Olivia memelas, berharap Ammar tidak menyentuhnya."Kenapa kamu menolak saya? Apa karena Dion?" Olivia menjawab dengan menggeleng lemah."Lalu apa. Saya suami sah kamu, Olivia. Saya berhak atas semua, yang ada pada dirimu.""Ammar, beri saya waktu.""No. Kamu milik saya, dan saya berhak atas kamu ...."Meskipun Olivia berusaha menghindar, Ammar tidak melepaskannya. Lelaki itu menyentuhnya dengan kasar, dan tidak ada kelembutan disana.Olivia menangis, merasakan sakit ditubuhnya. Meskipun Olivia memohon, Ammar tidak menghiraukannya.Bahkan, Ammar dengan kasar melahap bibir Olivia, hingga membengkak. Air mata mengalir, membasahi wajah cantiknya.Dan Ammar, melakukan itu nyaris tak kenal waktu. Kapanpun dia ingin, dia akan melakukannya.Olivia merasa tidak tahan lagi. Namun, dia juga tidak tahu, harus bagaimana lagi. Ponselnya pun Ammar sita, bahkan hanya ada babysitter yang ada di apartemen mereka. Sedangkan urusan memasak dan membersihkan apartemen, Ammar b
Bab32Ammar mengepalkan tinju, mendengar permintaan Olivia. Dia sengaja membawa Zoya ke apartemen mereka, berharap mendapatkan reaksi cemburu dari Olivia.Namun, dia sendiri malah kebingungan, menilai reaksi Olivia.Ammar mencengkram lengan Olivia, menatap tajam pada istri sahnya itu."Kamu mau menciptakan keluarga yang berantakan pada anak saya yang masih bayi itu?""Jangan pernah bermimpi, untuk bercerai. Karena sampai kapanpun, saya tidak akan pernah menceraikan kamu, paham!!""Untuk apa pernikahan toxic ini? Saya lelah menjalaninya, saya nggak bahagia, Ammar.""Jadi kalau cerai dari saya, kamu bahagia. Kemudian, kamu akan menikahi Dion, begitu tujuan kamu, Olivia ....""Lagi- lagi kamu bawa Dion? Memangnya saya ada bilang, kalau saya akan kembali mengejar Dion?""Saya tidak percaya kamu, Olivia.""Saya tidak perduli, Tuan Ammar yang terhormat. Mari kita bercerai, kita tidak cocok. Anda bisa memulai lagi hubungan yang baru, bersama wanita anda," tegas Olivia, kembali menyulut emosi
"Ibu mertua kamu, minta aku jadi istri kedua. Tapi kamu tenang saja, aku nggak benar- benar mau. Aku dan Mike, hanya akan bekerjasama dalam proyek perusahaan. Tapi kami berpura- pura mau, agar tidak mengecewakan ibu."'Aku berusaha percaya. Seorang Davina, model cantik yang baru naik daun, mana mungkin mau jadi istri kedua orang lain.'Aku berusaha diam, tidak banyak bicara saat makan malam diadakan. Aku juga tidak membahas apapun pada Mike, tentang dia yang pergi dengan Vina.Hari- hari kami berjalan seperti biasanya. Ibu mertua juga sudah setengah bulan ini, pergi liburan ke kota Kalvor.________”Happy anniversary sayang!” ucapku, ditengah malam kepada suamiku. Kebetulan malam ini, memang malam spesial bagi kami biasanya. Namun tidak ada sahutan. Aku mengernyitkan dahi, lalu menghidupkan saklar lampu kamar.Kamar sepi, padahal aku baru beberapa menit keluar kamar untuk mengambil kue yang kini berada di tanganku.Tapi Mike sudah tidak ada di tempat, aku pun berusaha mencarinya kese
Bab71Mike tersenyum dan mengulurkan tangannya. Keduanya saling berjabat tangan, dan menatap sedikit intens."Mike, kamu sudah pulang." Suara Rosalinda, membuat Mike langsung melepaskan tangan dari Davina."Ya, sayang." Mike berniat menghampiri istrinya. Namun, nyonya Adis menahannya."Disini saja, temani Davina. Lagi pula, Rosalinda membawakan minum untuk tamu kita," ujar nyonya Adis, membuat Mike pun urung melanjutkan langkah, dan memilih menuruti ibunya.Mike duduk, bersebelahan dengan Davina. Rosalinda meletakkan segelas jus, dihadapan meja Davina."Buatkan 1 lagi untuk Mike," pinta nyonya Adis. Rosalinda mengangguk.Sebenarnya dia cukup kecewa, merasa semakin tidak dianggap, dan tidak dihargai. Disaat Rosalinda tengah membuatkan jus mangga, terdengar suara tawa dan perbincangan yang begitu rame di ruang tamu. Dalam sekejab, mereka bertiga nampak semakin akrab, layaknya sebuah keluarga bahagia.Ada mertua, menantu dan anak. Sedangkan Rosalinda, tak ubahnya seperti asisten rumah t
Bab70Perasaan Rosalinda cukup rumit. Nanun dia berusaha tenang dan kembali ke kamarnya. Niat semula ingin minum air putih menjadi urung.Teringat kembali ucapan ibu dan ayahnya. Menikah disaat sedang kuliah, tidak menjamin, bahwa pendidikan kamu tidak terganggu karena nya.Dan nyatanya, ucapan itu benar terjadi. Dia terpaksa berhenti untuk kuliah, demi memenuhi keinginan ibu mertuanya.Memiliki cucu, adalah paksaan yang harus Rosalinda berikan pada nyonya Adis.Ada rasa sesal dihatinya, karena menuruti dan mau berhenti kuliah. Nyatanya, dirinya hanya dianggap beban, dan menikmati harta kekayaan suaminya.Rosalinda telah berusaha menjadi istri dan menantu yang baik. Dia membersihkan, dan mengurus rumah, mengerjakan segalanya seorang diri tanpa mengeluh.Dan semua itu, tidak dianggap apa- apa oleh nyonya Adis. Rosalinda tetap saja wanita yang tidak berguna dimatanya.Mike memasuki kamar, mendapati Rosalinda yang terlihat sudah tidur. Dia menyelimuti tubuh istrinya, dan mengecup pipi wa
Bab69Karena perasaan sayang dan cinta yang buta. Rosalinda rela berhenti kuliah, dan menikah dengan Make, meski tanpa restu orang tuanya.Di hari pernikahan sederhananya. Olivia datang seorang diri, tanpa Dewa maupun Ammar.Rosalinda menatap ibunya, dengan tatapan berkaca- kaca. Mata dingin Olivia, membuat Rosalinda tidak berani memeluk wanita itu.Olivia datang, membuat semua tamu undangan berdecak kagum dengan penampilan dan kecantikkannya. Mereka meyakini Olivia adalah ibu dari Rosalinda, karena wajah mereka sangat mirip.Namun Olivia bahkan tidak menyapa ibu Mike, besannya. Dia hanya berjalan menuju Rosalinda, yang berdiri di pelaminan bersama Mike, bersalaman dengan para tamu undangan.Olivia mengeluarkan sebuah kado kotak kecil, dan memberikannya pada Olivia."Semoga ini berguna untukmu. Apapun yang terjadi, jika kamu tidak bahagia, kembalilah."Rosalinda bungkam, namun menerima hadiah dari ibunya. Tidak ada pelukan ataupun ucapan selamat dari Olivia.Wanita itu berbalik badan,
Bab68Ammar mendengkus, sedangkan Olivia hanya tersenyum. Ammar melihat senyuman di wajah istrinya, merasa gemas dan menatapnya, dengan tatapan penuh keinginan.Seakan mengerti, Olivia pun meminta Dewa untuk keluar kamar mereka, dengan alasan mau beristirahat.Setelah Dewa keluar, Olivia langsung bersuara."Sayang, aku mau mandi." Ammar merasa dadanya berdebar kencang. Dia baru menyadari, kalau Olivia, memanggil dirinya sayang.Biasanya, Olivia bersikap diam, menjaga jarak dan selalu memanggil dirinya dengan nama. Tapi kali ini, dia di panggil sayang.Rasanya jantung Ammar tidak dalam keadaan aman. Debarannya begitu kencang."Aku gerah," ujar Olivia lagi, merentangkan kedua tangannya, meminta Ammar menggendongnya."Bantu aku mandi, ya." Olivia kembali bersuara, ketika mereka sudah ada di dalam kamar mandi.Ammar salah tingkah, dia menjadi sedikit bingung dan linglung.Ammar menyiapkan air dalam bathup. Dia menumpahkan banyak sabun, wajahnya memerah, tingkahnya jadi serba salah.Dia m
Bab67Dion yang tahu watak kejam sang Paman. Tentu saja, setelah Ammar pergi, dia pun berusaha segera pergi dari rumah tua itu.Jika tidak berpura- pura mau mati, mungkin Olivia tidak sepenuhnya mau menghentikan tindakan kejam Ammar.Dion benar- benar sakit hati, karena Ammar tidak segan- segan, mau mencabut nyawanya.Dan benar saja, Dion yang kini terduduk di dalam hutang belakang rumah besar tadi, melihat kobaran api yang sangat besar, berasal dari rumah itu."Dia benar- benar kejam," lirih Dion.Ada rasa sesal, karena dia tidak cukup cepat, merusak kehidupan Olivia. Sebab dia sempat merasa dilema, saat melihat wajah memelas Olivia.Disaat dia termenung. Sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya.[Kamu dimana, aku rindu.] Pesan itu berasal dari Karina, wanita yang pernah sangat dia sukai. Tapi setelah lulus sekolah menengah. Dia menyadari, kalau dia butuh Olivia, bukan Karina. Dia suka Karina, tapi dia cinta Olivia. Dion sempat merasa drop dan hancur hatinya saat itu, saat tahu Oliv
Bab66"Maaf." Olivia berniat melewatinya. Namun, orang itu merentangkan tangan, menghalangi Olivia."Mau kemana? Kenapa buru- buru sekali. Bukannya dulu kamu selalu suka, jika aku ada di dekat kamu, Olivia?""Kamu kenapa sih?" Olivia merasa sedikit kesal."Kenapa denganku? Aku tidak melakukan apapun, hanya ingin bicara sama kamu. Kenapa kamu jutek sekali?""Suamiku pasti khawatir, jika aku lambat untuk kembali. Dion, jangan halangi jalanku."Dion, lelaki yang sudah lama menghilang. Yang Olivia tahu, Dion sudah dikirim Ammar ke negara lain, dan di blokir lelaki itu kembali ke kota Luky ini. Namun kini, dia ada di hadapan Olivia, dengan sorot mata yang hampa, penuh luka.Dion terkekeh."Aku suka, jika dia khawatir, dan ketakutan. Karena apa yang pernah dia lakukan padaku, itu lebih dari sekedar menakutkan.""Dion. Jika kamu macam- macam, maka keadaannya akan semakin kacau. Kumohon, biarkan aku pergi.""Membiarkan kamu pergi? Maaf, aku tidak bisa. Apakah kamu sudah tidak rindu aku, pada
Bab65Wajah Ammar memerah, dia berniat akan membuka pintu kamar dan melampiaskan emosinya pada Dewa.Lelaki itu berjalan ke arah pintu. Olivia yang melihat kilatan amarah yang membesar di wajah Ammar, pun langsung berlari kecil menyusul Ammar.Saat Ammar membuka kasar daun pintu, tiba- tiba Olivia yang berlari terpeleset, dan kepalanya menghantam dinding.Ammar terkejut dan langsung menangkap tubuh Olivia. Namun, wanita itu meringis kesakitan, karena benturan keras di kepalanya."Ibu ...." Dewa semakin panik. Terlebih melihat kondisi kamar kedua orang tuanya yang berantakan, membuat miris hati Dewa.Ammar langsung mengangkat tubuh Olivia, dan meletakkannya ke atas kasur."Kenapa kamu berlari? Kamu mau bunuh anakku?" teriak Ammar, ketika meletakkan Olivia di atas kasur."Ibu," lirih Dewa, sembari memeluk Olivia."Kamu juga! Kenapa kamu harus teriak- teriak di depan pintu kamar?" bentak Ammar pada Dewa.Emosi Ammar benar- benar sulit dikendalikan. Dia terus marah, dan memaki anak serta
Bab64Melihat tangisan Olivia yang tidak biasa, Ammar melunak dan memberikannya, meksipun dia sangat tidak senang.Olivia begitu lahap menyantap nasi goreng buatannya. Dewa pun datang ke meja makan, menatap berbinar pada nasi goreng yang sedang di makan ibunya."Ibu bikin sarapan?"Sorot matanya memancarkan keinginan. Olivia tersenyum, dan menjawab lembut."Iya, nak. Tapi maaf, ibu bikinnya cuma dikit, nggak bisa dibagi sama kamu. Kecuali satu suapan," jelas Olivia.Ammar tercengang."Itu banyak, sayang. Bisa 1 porsi lagi, kenapa dibilang nggak cukup?""Buat aku," ujar Olivia, dengan wajah serba salah."Nggak apa- apa, Ibu. Satu suap juga boleh, asal ada," kata Dewa dengan tersenyum sumringah.Ammar menggeleng. Untuk pertama kalinya, Olivia tidak mau berbagi makanan dengan anaknya, benar' benar tidak biasa bagi Ammar.Selesai sarapan, Dewa pun berpamitan pada ibu dan ayahnya. Sedangkan Olivia, masih sibuk dengan makanannya."Jangan buru- buru, Dewa sudah berangkat, nggak bakal ada yan