Share

3. Pintar Berkelit

Penulis: Tetiimulyati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-06 11:16:12

Sebentar pun aku belum bisa memejamkan mata. Suara detak jam dinding tua di dinding kamarku seirama dengan detak jantungku saat ini. Kulirik Alfan yang sudah terlelap sejak sepulang dari Madrasah tadi.

Mas Haikal tak lagi memberi kabar bahkan WA-nya terakhir dilihat sepuluh menit setelah meneleponku. Iseng ku intip juga WA milik Arumi, aktif hanya beda beberapa menit dari Mas Haikal. Ada apa ini, kok aku jadi berpikiran negatif. Mereka on dan off bersamaan.

Dimana mereka? Apakah sudah pulang atau masih dalam perjalanan? Kuketik pesan untuk menanyakan keberadaannya Mas Haikal, tapi kemudian kuhapus lagi.

Untuk kesekian kalinya akhirnya aku memberanikan diri untuk mengirim pesan dan ternyata centang satu. Perasaanku makin tak terkendali, kucoba berkali-kali untuk berpikir positif tapi selalu kalah dengan pikiran kekhawatiranku.

Setengah jam kemudian aku mengecek kembali pesan yang kukirim tadi. Ternyata sudah terbaca namun Mas Haikal tidak membalasnya. Ya ampun Mas, apa yang terjadi?

***

[Mas belum pulang, ini masih di perjalanan. Tadi ada masalah dengan mobil Arumi jadi sekarang Mas tidur di mobil besok baru bisa nyari bengkel.]

Pesan itu masuk pukul 2 dini hari. Aku baru membacanya saat bangun tidur. Mobil Arumi bermasalah? Bukankah mobilnya bagus, keluaran terbaru tahun ini. Alasan yang tidak masuk akal.

Tak berniat membalas pesan Mas Haikal aku menyimpan kembali ponsel, tapi sesaat kemudian beberapa pesan masuk dan itu dari grup alumni SMA. Penasaran aku kembali membukanya. Arumi dan gengnya, pagi-pagi sudah rame membahas oleh-oleh.

Rupanya Arumi pamer sedang pergi ke Jakarta dan teman-teman dekatnya antusias dibawakan oleh-oleh.

[Ros, kamu cuma ngintip doang, nggak minta oleh-oleh?]

Pesan dari Santi, ternyata dia tahu kalau aku sedang menyimak.

[Nggak, aku lagi nggak pengen apa-apa.]

Balasku. Lalu kututup aplikasinya dan kembali meletakkan ponsel. Baru saja aku akan keluar kamar ponsel berdering, aku kira Mas Haikal tapi ternyata Arumi.

"Kamu yakin nggak mau aku bawakan sesuatu?" tanyanya.

"Nggak, Mi. Aku cuma ingin Mas Haikal cepat pulang. Itu saja."

Arumi tertawa keras saat mendengar jawabanku.

"Aku belum selesai meminjamnya, Ros. Nanti juga aku kembalikan kok."

Rupanya Arumi mengira aku sedang bercanda. Padahal aku berkata serius.

"Kalian tidur dimana?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari bibirku.

"Di hotel."

"Apa? Di hotel."

"M-maksud aku, aku tidur di hotel Mas Haikal di mobil."

Tanpa berkata lagi aku menutup sambungan telepon, hatiku terlanjur bergemuruh mendengarnya. Aku yakin Arumi barusan keceplosan. Segera aku mencari kontak Mas Haikal dan melakukan panggilan video. Namun hingga panggilan berhenti dengan sendirinya Mas Haikal tidak menerimanya. Lalu kuulangi sekali lagi, tetap sama.

Sasaat kemudian dia menghubungiku melalui sambungan telepon biasa.

"Kenapa panggilan videonya nggak diangkat Mas?"

"Mas baru bangun, Ros. Ada apa pagi-pagi sudah minta vidio call? Kangen ya?"

"Iya, Mas." Aku berbohong, padahal sesungguhnya aku hanya ingin tahu Mas Haikal sedang berada di mana.

"Mas baru bangun, belum ganteng. Nanti saja ya panggilan videonya kalau Mas udah ganteng," elaknya.

"Ya nggak apa-apa, kan aku biasa lihat Mas bangun tidur."

"Nanti ya, Mas mau nyari kopi dulu. Dingin, tidur di mobil banyak nyamuk lagi."

"Ya udah, kirim poto ya Mas."

Setelah panggilan berakhir Mas Haikal mengirim sebuah poto, tapi entah poto kapan.

"Mas, aku mau poto kamu yang sekarang," protesku.

"Nanti saja."

Mas Haikal tidak mau melakukan panggilan video dan mengirim poto terkini. Apakah ada sesuatu yang disembunyikan?

***

Hingga matahari terbenam lagi tak ada kabar yang aku terima dari Mas Haikal. Begitu pun Arumi, tidak seperti biasanya dia tidak berbalas komen di grup. Aku bosan menghubungi Mas Haikal tapi beberapa kali tidak terjawab.

Ibu sudah berkali-kali bertanya begitu pun Alfan.

"Bu, Mas Haikal sedang kerja, dia itu sopir jadi kemanapun majikannya minta diantar harus siap." Aku mencoba membela suamiku.

"Tapi perasaan Ibu lain, Ros. Apalagi kalau mengingat kelakuan suamimu yang sudah-sudah."

"Iya tapi jangan suudzon dulu, Bu."

"Terserah kamu, Ibu hanya mengingatkan."

Sesungguhnya kekhawatiranku juga sama dengan Ibu, bahkan mungkin lebih besar. Tapi itu hanya menyiksa diri sendiri. Aku juga cemburu, tapi tidak bisa menuduh tanpa bukti.

***

Mas Haikal datang keesokan harinya, menjelang siang. Seperti janjinya dia membawa mainan sesuai keinginan Alfan. Anak itu nampak kegirangan melihat Ayahnya datang membawa mainan seperti yang dia inginkan.

"Ya udah, Alfan main dulu ya. Di teras saja jangan jauh-jauh."

"Bilang apa dulu sama Ayah?" Aku mengusap rambut Alfan.

"Terima kasih, Ayah."

"Alfan jangan lupa belajar yang rajin ya. Supaya Ayah lebih semangat lagi kerjanya." Alfan mengangguk kemudian bergegas ke teras sambil menirukan suara mobil.

"Kamu nggak kangen sama Mas? Tak seperti biasanya jadi pendiam begini?" tanya Mas Haikal.

Aku membuang nafas perlahan sambil meletakkan kopi di atas meja.

"Kangenku sudah bertumpuk Mas, sudah satu bulan ini Mas jarang pulang."

"Kebetulan bulan ini Arumi banyak bepergian. Kamu harus ngerti dong pekerjaan Mas."

"Tapi apa harus, supir dan majikan duduk berdampingan?" tanyaku ketus.

"Kamu jangan berlebihan Ros, jangan terlalu mengikuti perasaan. Apalagi suudzon, tidak baik?"

"Arumi itu punya suami dan Mas beristri, jadi seharusnya kalian bisa menjaga jarak," lanjutku seraya duduk dihadapannya.

"Jangan tambah ngawur ah, banyak berpikir baik dan positif."

"Aku lihat Arumi seneng banget berpoto sama kamu Mas."

Mas Haikal nampak berpikir sejenak lalu tersenyum.

"Oh itu, jadi istri Mas yang cantik dan soleha ini sedang cemburu? Masa cemburu sama teman sendiri?"

"Teman juga bisa makan teman, Mas,"

"Arumi itu teman kamu, masa kamu nggak percaya."

"Mau percaya bagaimana Mas? Dia kelihatan bahagia banget poto sama kamu."

"Ya biar saja, itu kan dia. Yang penting kan Mas nggak seperti itu. Mas menganggap dia hanya sebatas majikan saja, tidak lebih."

"Lebih baik Mas berhenti saja kerja di sana. Masih banyak pekerjaan lain."

Mas Haikal bangkit dan berjalan menuju kursi yang aku duduki lalu berjongkok di hadapanku. Kedua tangannya meraih tanganku dan menggenggamnya.

"Dulu kamu kan yang meminta pekerjaan untuk Mas pada Arumi. Kenapa sekarang kamu jadi begini? Makanya kalau suami lagi kerja itu do'akan yang baik-baik. Jangan keseringan ngerumpi dengan orang lain apalagi mendengarkan ghibahan tetangga.

Jaman sekarang mencari pekerjaan itu susah. Mas sudah nyaman kerja di sana, uang belanja kamu juga tidak pernah kurang. Arumi sangat memperhatikan keluarga kita, jarang-jarang ada majikan sebaik dia."

Aku membuang pandangan mendengar ucapan Mas Haikal. Memang ada benarnya juga, tapi perasaanku terlanjur terkoyak. Kepercayaanku padanya sudah luntur sejak dulu, sejak aku tahu saat berjualan bakso dia malah asik menggoda Mbak penjual es buah.

Apakah aku jujur saja bahwa aku tahu tentang semua perilakunya di belakangku. Ah, Mas Haikal pasti akan dengan mudah mengelak. Dan masalahnya akan semakin runyam. Jangankan kejadian yang sudah bertahun-tahun, kejadian kemarin saja dia pintar membuat dalih.

Mas Haikal terlalu pintar berkelit dan bersilat lidah. Mudah membuat alasan dan memberi penjelasan yang bisa diterima akal. Ujung-ujungnya aku selalu terpojok.

"Ros, kamu percaya sama Mas?" tanyanya sambil menggerak-gerakkan tanganku dalam genggamannya.

"Ya sudah kalau tidak percaya, lebih baik Mas pergi lagi. Percuma pulang juga malah didiamkan seperti ini." Dia bangkit dan berjalan menuju kamar lalu keluar lagi menenteng jaket.

Aku segera berdiri dan meraih tangannya.

"Mas, aku minta maaf. Aku salah telah berburuk sangka." Kupegang tangannya erat, dia berhenti dan membalikkan badan menjadi berhadapan denganku. Aku selalu kalah dalam setiap perselisihan dengannya.

"Mas itu cape, siang malam kerja untuk kalian. Mas pulang bukannya disambut, dipeluk, diberi senyuman, malah dituduh yang tidak-tidak."

"Aku cuma ketakutan Mas, takut kehilangan Mas."

"Kalau takut kehilangan, ya diperhatikan dong, dijaga, dimengerti. Mas juga berpikir dua kali untuk berkhianat kalau di rumah ada istri yang selalu memperhatikan Mas."

Rasanya ingin kubeberkan semua kelakuannya yang terdahulu. Kurang apa aku selama ini? Tapi tetap saja dia berani bermain di belakangku. Malahan dengan tanpa merasa berdosanya seolah-olah dia tidak pernah berbuat salah.

Ucapan yang keluar dari bibirnya sangat bijak dan benar, siapapun akan terpesona mendengar jika tidak tahu kelakuannya. Menasehati aku tapi kenyataannya ucapan itu lebih pantas untuk menasehati dirinya.

"Mas mau makan apa? Aku buatkan dulu ya." Aku mengalihkan pembicaraan untuk menghindari lebih banyak lagi pembelaannya.

"Apa saja, asal kamu yang masak, pasti enak."

"Mas mandi dulu ya, biar seger."

Aku bergegas ke dapur, mencari bahan makanan di kulkas dan segera mengolahnya. Sementara Mas Haikal mandi, namun ponselnya berkali-kali berbunyi, sepertinya itu panggilan telepon.

Penasaran aku mencari ponsel Mas Haikal yang sejak tadi berbunyi tapi tidak kelihatan bendanya. Rupanya dia letakkan diatas kursi dan ditutupi jaket. Mungkin tidak sengaja tertutup bukan ditutupi. Baru saja aku akan melihat siapa yang terus-terusan menghubungi dia tiba-tiba dia sudah berada di belakangku.

"Kamu ngapain di sini? Bukannya mau masak?"

"Eh, itu ... aku mau mengecek .... " jawabku gugup.

"Mengecek? Mengecek apa?" Mas Haikal menautkan alis.

"Mengecek Alfan .... "

"Lagi anteng dia," ucapnya seraya mendongak ke luar. Alfan memang anteng sejak tadi.

Aku kembali ke dapur dan menyelesaikan pekerjaanku. Sekilas kulirik Mas Haikal masuk kamar namun sebelumnya mengambil sesuatu dari balik jaket di atas kursi. Berarti benar, dia menyembunyikan ponselnya di sana.

Sambil menyiapkan makanan sesekali aku melirik ke arah pintu kamar yang memang terlihat dari dapur. Mas Haikal berpakaian lama sekali. Dari tadi pintunya masih tertutup rapat. Biasanya selepas mandi dia akan menemani Alfan bermain, melepas rindu karena sering ditinggal pergi bekerja.

Penasaran aku mendekati pintu kamar dan terdengar suara seperti orang bercakap-cakap. Mas Haikal berbicara dengan siapa? Suaranya terdengar lembut dan berbisik, apakah dia sedang menerima telepon?

Hingga selesai aku memasak Mas Haikal belum keluar dari kamar. Dia baru keluar ketika aku memintanya segera makan.

"Mas habis ngapain di kamar, pake baju kok lama amat?"

"Habis rebahan lama-lama ketiduran."

"Bukannya habis teleponan?"

"Nggak lah, teleponan sama siapa?"

"Tadi kedengaran seperti orang bercakap-cakap."

"Oh, itu Mas lagi buka grup teman-teman supir. Percakapannya pake voice note semua."

Aku tak membalas lagi ucapannya, sudah jelas dia yang menelepon. Aku juga bisa membedakan suara dari voice note dan suara asli dia.

Baru saja makan beberapa suap ponsel Mas Haikal kembali bergetar di dalam saku celananya. Setelah memastikan siapa yang menghubunginya, Mas Haikal berjalan ke luar ke arah teras. Lalu terdengar menerima telepon sambil berbisik.

Aku fokus membantu Alfan makan sambil sesekali melirik ke luar. Tak lama Mas Haikal kembali namun tidak duduk lagi.

"Mas berangkat lagi ya, Arumi ada acara mendadak katanya jadi Mas harus segera ke sana."

Aku tak menjawab karena protes pun percuma. Berdiri lalu mengikutinya keluar kemudian mencium tangannya dan berusaha untuk tersenyum. Hilang sudah selera makanku berganti dengan air mata yang tak tertahan. Mas Haikal bahkan tidak menghabiskan makannya dan lupa pamitan pada Alfan yang sejak tadi menatapku heran.

Bab terkait

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    4. Pov Haikal

    Pekerjaan yang Rosa sarankan kali ini ternyata mengantarkanku pada tambang emas. Bagaimana tidak? Arumi adalah wanita kaya raya, cantik, modis dan kesepian. Poin terakhir inilah yang bisa melancarkan aksiku. Rosa tidak tahu kalau selama ini pekerjaan suaminya adalah menjerat wanita-wanita kaya dan kesepian. Uang yang selama ini aku berikan pada Rosa adalah hasil aku mengumbar janji manis dan rayuan maut. Ya, kebanyakan para wanita akan berbunga-bunga dengan sedikit perhatian saja. Cukup ditanya sudah makan belum, atau kamu cantik pakai baju itu saja mereka sudah tersipu. Apalagi mereka yang kurang perhatian dari suaminya karena terlalu sibuk mencari rupiah hingga lupa kalau istri mereka juga butuh sedikit diperhatikan. Kebanyakan para suami berpikir bahwa menyenangkan istri itu cukup dengan diberi lembaran merah saja. Mengambil hati kaum bergincu itu pekerjaan mudah dan sangat menyenangkan. Diberi perhatian sedikit saja mereka akan meleleh apalagi kalau setiap hari ditanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    5. Gampang Dirayu

    Seperti yang dia bilang, jam istirahat aku sudah bertandang ke ruangan Bu Bos, wanita cantik pemilik pabrik roti terbesar di kota ini. "Ada apa Mas Haikal?" tanyanya setelah mempersilahkan aku duduk. "Sebenarnya aku sungkan, tapi mau bagaimana lagi, aku bingung harus minta tolong sama siapa." Kumulai aktingku dengan sedikit memasang wajah bingung. "Mas Haikal nggak usah ragu, katakan saja!" Arumi mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegak. "Rosa sedang perlu uang untuk biaya berobat Ibunya. Kebetulan aku masih lama gajian dan ini sangat mendesak, jadi .... " "Oh itu, kenapa tidak bilang dari tadi? Butuh berapa?" "Lima ratus ribu. Terimakasih banyak, nanti kalau aku gajian, potong saja gaji aku untuk menggantinya. Tapi jangan bilang sama Rosa kalau aku minta tolong sama Bu Arumi, sebab kata Rosa dia tidak enak sama Bu Arumi." "Iya, tenang saja aku nggak akan ngomong, lain kali kalau ada apa-apa bilang saja jangan sungkan!" Arumi tersenyum manis, kami memang sudah saling men

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    6. Dia Cemburu

    Hari ini aku mengajak Arumi jalan ke luar kota, sayang juga uang Arumi kalau tidak dipake berfoya-foya dari sekarang. Semalam aku tak pulang ke rumah karena memang Rizal suaminya Arumi tak ada di rumah. Kami bebas menghabiskan malam bersama, hingga pagi ini Rosa meminta panggilan video. Gawat. Aku masih berada di kamar Arumi, bahaya kalau aku menerima panggilan video dari Rosa di sini. Semalam juga Rosa curiga ketika kami dengan berbicara lewat telepon tiba-tiba Arumi batuk-batuk. Untung saja aku cepat beralasan kalau itu suara Mumun pembantu Arumi yang baru saja mengantarkan kopi. Wanita sepolos Rosa pasti akan percaya. Bergegas aku berjalan ke luar menuju pekarangan di dekat pos satpam lalu menghubungi Rosa menggunakan panggilan video. Rupanya Alfan sepagi ini sudah bangun dan rewel katanya. Dia kangen sama aku dan meminta aku untuk membelikan mainan seperti punya temannya. Itu urusan gampang, nanti aku akan meminta Arumi membelikannya. Dia pasti akan dengan senang hati menuruti

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    7. Lelaki Bernama Rizal

    Dengan sedikit dalih aku menyerang Rosa terlebih dahulu, bahwa tidak baik berburuk sangka kepada suami yang sedang mencari nafkah. Sehingga seolah-olah aku tak bersalah apa-apa dan Rosa telah salah menilai kami. Sehingga Rosa merasa tersudut dan tak lagi bicara. Arumi terus menerus menghubungiku, aku terpaksa menerima panggilannya di dalam kamar sementara Rosa sedang memasak di dapur. "Kamu lama banget, Mas? Kapan kembali ke sini?" "Aku baru saja sampai, Rumi. Tadi mampir ke toko mainan dulu." "Jangan lama-lama, Mas! Nanti kamu lupa pulang ke sini." Ya ampun ternyata seposesif ini Arumi? Sangat berbeda dengan Rosa yang penurut dan tak banyak protes. "Iya, sayang. Sabar ya!" Obrolan kami terhenti ketika pintu kamar diketuk oleh Rosa, dia memintaku segera sarapan. Sebenarnya aku sudah sarapan di rumahnya Arumi tadi pagi. Tapi tak enak juga menolak makan di sini, aku harus tetap menghargai Rosa sebagai istri. Supaya dia tidak tambah curiga. Karena aku belum bisa menguasai Arumi se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    8. Kejutan

    Pov Rosa Sejak hari itu kecurigaanku semakin bertambah melihat Mas Haikal tergesa-gesa karena Arumi memintanya datang. Iya memang, dia sedang bekerja. Tapi apa dia tidak kangen denganku? Tak inginkah tidur barang semalam saja di sini? Alfan juga nampaknya masih belum puas melepas rindu dengan Ayahnya. Dua bulan sejak hari itu Mas Haikal hanya pulang beberapa kali saja ke rumah untuk mengantarkan uang. Jumlahnya memang lebih dari cukup untuk hidup kami berempat. Tapi bukan hanya itu yang aku inginkan, aku ingin suamiku seperti yang dulu. Mas Haikal pernah bermain hati beberapa kali di belakangku. Tapi tidak sampai lupa pulang. Dia tetap memberikan perhatiannya padaku juga pada Alfan. Tapi sekarang, aku telah kehilangan Mas Haikal yang dulu. [Rumi, aku dan Alfan membutuhkan Mas Haikal. Berilah cuti sehari saja supaya punya waktu untuk keluarganya.] Aku memberanikan diri mengirim pesan kepada Arumi. [Mas Haikal banyak pekerjaan di sini. Seharusnya sebagai istri yang baik kamu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    9. Pengkhianatan

    "Iya. Kaget? Karena pekerjaan Mas Haikal yang sesungguhnya ketahuan?" Aku tak kalah tajam menatapnya. "Kenapa kamu ada di sini? Keluar rumah tanpa seizin suami, itu salah Rosa!" Mas Haikal mulai menyerangku terlebih dahulu seperti biasa untuk menutupi kesalahannya. "Mulai sekarang tidak usah seperti predator Mas, menyerang duluan karena merasa terancam. Jika aku salah keluar rumah tanpa seizin suami. Maka apakah yang kalian lakukan itu benar? Lelaki beristri dan perempuan bersuami bergandengan tangan seperti tadi di tempat umum." Kali ini aku memberanikan diri mengungkapkan isi hatiku. Mas Haikal nampak kaget mendengar ucapanku, mungkin dia tidak menyangka sekarang aku berani berkata seperti itu. "Jangan sembarangan ngomong Ros, aku bukan perempuan bersuami jadi bebas mau jalan dengan siapapun." Tak kusangka Arumi berkata seperti itu sambil mendekatiku. Oh, jadi Arumi bercerai dengan suaminya? Pantas saja Mas Haikal lupa pulang dan lupa anak istri. "Oh, jadi secara tidak langsung

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    10. Kehilangan

    Seorang tetanggaku yang kebetulan tadi sedang bekerja di kebun bersama Ibu, menyambutku di puskesmas. "Sabar ya Ros, mungkin ini cobaan untuk kamu dan adikmu. Kalian anak-anak yang soleha dan kuat," ucapnya seraya mengusap bahuku. "Bagaimana keadaan Ibu?" Aku tak sabar mendengar kabarnya. "Ibu kalian ... sudah pergi .... " "Innalilahi wainna ilaihi roji'un." Badanku mendadak lemas seakan tulang-tulangku menjadi rapuh seketika. Ibu adalah satu-satunya orang tua yang aku miliki. Selama ini hanya Ibu yang menguatkan aku. Begitu cepat Dia memanggilnya. Para tetangga sudah pulang sejak tadi, hanya tinggal beberapa kerabat Ibu yang masih menemaniku. Delia masih sangat berduka, aku bisa memaklumi itu. Dia masih sangat muda untuk menjadi yatim piatu. Usianya masih sangat muda, masih butuh kasih sayang dari seorang Ibu. "Kakak faham, kalau kamu masih sangat terpukul dengan kepergian Ibu. Kakak juga sama, tak ada anak yang mau hidup tanpa orang tua apalagi Ibu. Tapi tidak baik juga

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    11. Juragan Sidik

    Juragan Sidik adalah pemilik kebun tempat Ibu bekerja tadi. Ada apa dia datang ke sini? Bergegas aku menemuinya di ruang tamu. "Selamat sore, Juragan. Maaf sebelumnya, ada perlu apa Juragan berkenan datang ke rumah kami?" "Langsung saja Ros, saya datang ke sini pertama ingin menyampaikan rasa belasungkawa saya. Kedua saya mau memberikan upah untuk almarhumah yang selama satu bulan ini tidak dia ambil." Juragan Sidik menyerahkan amplop kepadaku dan dengan tangan bergetar aku menerimanya. "Dia bilang uang ini sebagai tabungan untuk biaya ujian Delia." Juragan Sidik menatapku lekat. "Terima kasih Juragan, selama almarhumah Ibu ada, Juragan yang memberi pekerjaan kepada beliau hingga bisa membiayai sekolah Delia." "Ada satu hal lagi yang perlu saya sampaikan, Ros. Sebenarnya saya tidak enak tapi harus bagaimana lagi." Ucapan Juragan Sidik barusan membuat aku menautkan kedua alisku. "Ada apa Juragan?" "Setelah kepergian Bapakmu beberapa tahun yang lalu, Ibumu pernah beberapa kali m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04

Bab terbaru

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    69. Menuai Hasil

    Beberapa hari setelah itu aku pindah ke rumah yang tempo hari Mas Dika tunjukkan. Tempatnya tidak jauh dari sekolah Delia. Rumah lamaku, sekarang dijadikan sebagai tempat para penjahitku bekerja. Jadi aku masih harus sering ke sana untuk memantau pekerjaan mereka. Sementara Mas Dika juga masih bolak balik ke luar kota mengurusi tokonya. Meski hanya dua kali dalam seminggu. "Sayang, Mas ada ide nih. Tapi sepertinya kamu juga bakalan suka." Sore ini ketika kami berkumpul sambil menunggu adzan magrib, Mas Dika sepertinya berbicara agak serius. Aku pun menatapnya serius sebentar. "Ide apa, Mas?" tanyaku seraya menambahkan gula pada teh hangat yang baru saja kuseduh. "Bagiamana kalau uang yang tempo hari itu kita gunakan untuk membeli ruko di dekat pasar." "Ruko yang masih dalam proses pembangunan itu, Mas." "Iya, kebetulan tempatnya strategis, jadi bisa untuk mengembangkan usahamu. Siapa tahu kedepannya bisa menjadi butik yang besar." Aku berpikir sejenak, meski usahaku sekarang

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    68. Berita Mengejutkan

    Aku segera menggeser kursi yang sedang kududuki bermaksud hendak menyapanya. Lalu dengan isyarat aku mengajak Mas Dika untuk ikut berdiri. Meski terlihat bingung tapi Mas Dika akhirnya ikut berdiri dan mengikutiku melangkah mendekati lelaki itu. "Mas Rizal," sapaku. Merasa dipanggil namanya lelaki itu menoleh lalu terlihat sedikit bingung. Baru beberapa detik kemudian dia tersenyum. "Rosa!" serunya. "Iya, Mas. Maaf, mengganggu. Apa kabar Mas?" "Seperti yang kamu lihat Ros, alhamdulillah baik. Kamu sendiri?" "Alhamdulillah baik juga, Mas. Oh ya, kenalkan ini Mas Dika, suamiku." Aku menunjuk Mas Dika, lalu keduanya bersalaman. "Saya Rizal, mantan suaminya Arumi. Saya dan Rosa mungkin senasib." Mas Rizal tertawa kecil sambil mempersilahkan kami duduk. Awalnya aku menolak karena tak enak, tapi Mas Dika mengiyakan. Akhirnya kami bergabung ke meja Mas Rizal bersama wanita yang semula kusangka istrinya, tapi ternyata adiknya Mas Rizal. Sejak terjadi pengkhianatan itu, ba

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    67. Kejutan lagi

    Aku tersenyum lebar mendengarnya. Jadi selama ini dia tidak pernah membahas Mas Haikal bukan karena menjaga perasaannya? Tapi karena untuk lebih menjaga perasaanku. "Loh, kita mau kemana Mas?" Aku merasa heran ketika Mas Dika mengambil jalur lurus sementara untuk menuju rumahku seharusnya belok kiri. "Mas mau nunjukin sesuatu," "Apa?" "Kejutan dong," "Baiklah, kalau begitu aku tutup mata." "Ide bagus," ucapnya kemudian. Aku menutup mataku dengan kedua telapak tangan. Terlihat lucu memang, karena dia yang akan memberi kejutan tapi aku yang punya inisiatif untuk menutup mata. Aku masih menutup mataku ketika aku merasa mobil berhenti. "Bentar." Mas Dika terdengar membuka pintu di sebelahnya lalu berjalan memutar untuk membukakan pintu disebelahku. "Ayah, ini rumah siapa?" tanya Alfan ketika aku baru saja turun. "Rumah?" Aku bergumam. "Iya," jawab Mas Dika. Lalu aku merasa dia meraih tanganku yang menutupi mata. "Sudah, buka saja. Toh Alfan sudah ngomong kita sedang berada

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    66. Diam-diam suka

    "Ehem, kayaknya drama pelukannya diskip dulu, deh." Aku terkejut mendengar deheman Serly, lupa kalau kami sedang berada di rumah orang. "Makasih, ya, Ser. Karena kamu sudah bisa menjaga rahasia ini," kata Mas Dika." "Perjuangan banget, Mas. Aku sering hampir keceplosan ngomongin Mas Dika," kekeh Serly. Aku juga tak sadar ikut tertawa, begitupun Mas Dika dan Mas Helmi. "Oh ya, Mas. Berarti uang ini aku kembalikan sama Mas Dika ya?" Aku mengambil amplop yang sudah aku simpan di meja tadi lalu menyerahkannya pada Mas Dika. Tapi Mas Dika malah tertawa kecil membuat aku menautkan alis. Sementara tanganku masih terulur. "Baiklah, karena ini ijab qobulnya pinjaman, maka Mas akan terima uangnya." Akhirnya Mas Dika menerima amplop tersebut. "Terima kasih, Mas. Meski secara sembunyi-sembunyi tapi Mas Dika sudah sangat peduli sama aku. Sekarang utangku sudah lunas, ya." "Iya, sayang. Itulah enaknya punya penggemar rahasia," kekehnya lagi. "Apa pun namanya, aku sangat bersyukur diperte

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    65. Sebuah Rahasia

    "Yang ini 'kan?" tanya Mas Dika sambil memelankan laju mobil. "Iya." Kami bermaksud menemui Serly di rumah orang tuanya. Aku mendapat kabar kalau Serly baru tiba tadi pagi. Aku mengajak Mas Dika untuk menemuinya sekarang karena aku berniat mengembalikan uang Serly yang dulu aku gunakan untuk menebus surat tanah pada Arumi. Kebetulan jumlahnya baru terkumpul sekarang. Sebenarnya di awal pernikahan aku sudah membahas ini dengan Mas Dika dan beliau sudah berniat menambah uangnya agar cepat lunas katanya. Tapi aku menolak karena tidak ingin merepotkan dia. "Ya bukan merepotkan, dong. Mas kan suamimu. Kita selesaikan bersama masalah ini." "Aku mohon, tolong ridhoi aku, ya." Aku merajuk agar diizinkan untuk tidak menerima bantuannya. "Baiklah, terserah kamu saja." Seperti biasa, Mas Dika hanya mengiyakan tanpa protes lagi. "Paling juga satu bulan lagi jumlahnya akan genap," jawabku setelah menghitung dalam hati. "Oke, Mas ikut yang menurut kamu baik saja. Ternyata benar juga apa

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    64. Melindungi

    Mas Dika menatapku seakan bertanya siapa wanita yang berdiri tak jauh dari kami itu. "Arumi," bisikku pada Mas Dika, membuat lelaki itu mengangguk samar. Penampilan Arumi sangat jauh berbeda dengan dahulu sewaktu mengambil Mas Haikal dariku. Badannya terlihat agak kurus dan wajahnya penuh bintik hitam, sepertinya kurang terawat. Pakaiannya pun terlihat biasa saja, padahal dulu dia paling fashionable. Kami hanya diam menunggu reaksi wanita di hadapanku itu. Arumi berjalan perlahan mendekati kami dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Yang jelas dia tidak terlihat bersahabat atau pun baik-baik saja. "Hebat kamu Ros, setelah berhasil mengambil semua hartaku lewat Mas Haikal, sekarang kamu menikah dengan lelaki lain. Apakah aku harus bilang selamat atau justru menyebutmu payah?" Tanpa basa-basi dia langsung melontarkan kata-kata yang menurutku isinya fitnah semua. Mas Haikal hanya sekali mengajak Alfan jalan-jalan dan membelikan mainan serta makanan yang ternyata dijadikan alasan s

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    63. halal

    Berselang dua minggu setelahnya, hari pernikahanku dengan Mas Dika dilaksanakan secara sederhana di kediamanku. Hanya kerabat dekat dan teman-teman dekatku saja yang menghadiri. Satu minggu kemudian kami mengadakan resepsi di gedung. Ini karena keinginan Mamanya Mas Dika karena Mas Dika adalah anak pertama di keluarga mereka. Kata ibu mertuaku itu ini adalah pernikahan yang sudah lama ditunggu-tunggu maka mereka ingin mengadakan pesta yang cukup meriah. Orang tua Mas Dika sendiri merasa kaget ketika aku diperkenalkan kepada mereka. "Ini Rosa yang langganan kain, kan?" "I-iya, Bu." "Masya Allah, kalian kenal dimana?" pekiknya setelah dipastikan bahwa aku adalah langganan kain di toko mereka. Senyumnya terpancar. Saking seringnya berbelanja, aku memang sudah akrab dengan beliau. "Kami dipertemukan Allah dengan cara yang tidak disangka-sangka," jawab Mas Dika saat itu. Alhamdulillah keluarga Mas Dika mau menerimaku juga Alfan. Sedikitnya memang mereka kenal denganku karena Andra

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    62. Diterima

    Sejak dalam mobil hingga kami duduk berhadapan yang hanya terhalang meja kecil ini, aku maupun Mas Dika masih banyak diam. Entah apa yang lelaki itu pikirkan. Apakah mungkin sama dengan yang ada di dalam otakku? Kejadian tadi sebelum berangkat membuat aku benar-benar tak enak hati. Bagiamana tidak, kencan pertama kami harus diawali dengan perselisihan dengan mantan suamiku. Padahal ini bisa dibilang sebagai momen yang penting bagi kelangsungan hubungan aku dan Mas Dika. Selain merasa tidak enak hati, aku juga merasa malu ketika terpaksa aku harus mengatakan bahwa Mas Dika calon suamiku. Padahal diantara kami belum ada pembicaraan ke sana. "Mmm ... Mas, aku minta maaf atas kejadian tadi." "Ah iya, tidak apa-apa. Anggap saja itu tidak terjadi, kecuali satu hal." Mas Dika tersenyum penuh arti. "Apa itu?" "Kamu sungguh-sungguh dengan ucapanmu tadi?" tanyanya masih dalam senyuman. Aku menautkan alis, meski aku mengerti tapi aku takut salah faham. "Yang mana?" Akhirnya aku bertanya

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    61. Ingin Kembali

    Namun penampilannya sekarang tidak se-rapi beberapa bulan yang lalu ketika awal-awal dia bertemu Arumi. Sekarang bajunya lusuh dan rambutnya pun berantakan. "Mas Haikal?" gumamku. Lalu aku menoleh ke arah lelaki di sampingku yang nampak heran. "Ros! Aku mau ngomong sama kamu," ucap Mas Haikal sambil berjalan ke arahku. "Ngomong saja, Mas!" jawabku datar sebab punya firasat kalau kedatangan pria ini tidak punya maksud baik. Terlihat dari cara dia menatap Mas Dika. "Hanya berdua," lanjutnya sambil melirik sinis ke arah Mas Dika. "Aku tunggu di mobil, ya." Paham dengan apa yang dimaksud oleh Mas Haikal, akhirnya Mas Dika berjalan memutar ke belakang mobil lalu masuk dan duduk di belakang kemudi. "Ada apa?" tanyaku tanpa basa-basi pada Mas Haikal. "Aku mau minta maaf sama kamu Ros, bukankah dari dulu aku tidak pernah ada niat untuk menceraikan kamu? Jadi sampai kapan pun aku selalu sayang sama kamu." Aku membuang pandangan mendengar ucapan Mas Haikal. "Aku sudah memaafkanmu dari

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status