Share

6. Dia Cemburu

Author: Tetiimulyati
last update Last Updated: 2025-01-21 01:07:09

Hari ini aku mengajak Arumi jalan ke luar kota, sayang juga uang Arumi kalau tidak dipake berfoya-foya dari sekarang. Semalam aku tak pulang ke rumah karena memang Rizal suaminya Arumi tak ada di rumah.

Kami bebas menghabiskan malam bersama, hingga pagi ini Rosa meminta panggilan video. Gawat. Aku masih berada di kamar Arumi, bahaya kalau aku menerima panggilan video dari Rosa di sini. Semalam juga Rosa curiga ketika kami dengan berbicara lewat telepon tiba-tiba Arumi batuk-batuk. Untung saja aku cepat beralasan kalau itu suara Mumun pembantu Arumi yang baru saja mengantarkan kopi. Wanita sepolos Rosa pasti akan percaya.

Bergegas aku berjalan ke luar menuju pekarangan di dekat pos satpam lalu menghubungi Rosa menggunakan panggilan video. Rupanya Alfan sepagi ini sudah bangun dan rewel katanya. Dia kangen sama aku dan meminta aku untuk membelikan mainan seperti punya temannya. Itu urusan gampang, nanti aku akan meminta Arumi membelikannya. Dia pasti akan dengan senang hati menuruti keinginanku setelah aku beri sedikit sanjungan.

Pantas kalau Alfan kangen padaku, sebab sudah lebih dari satu bulan ini aku jarang pulang. Aku beralasan pada Rosa sibuk mengantar Arumi kesana kemari. Padahal aku hanya menemaninya di rumah seolah sudah menjadi suami istri dan sesekali memang keluar rumah untuk urusan pekerjaan Arumi dan juga bersenang-senang denganku.

Segera aku akhiri panggilan videonya, khawatir ketahuan Arumi. Bisa-bisa dia cemburu dan jatah uang rokokku akan tersendat. Apesnya, Rosa melihat piyama yang aku kenakan dan bertanya ini punya siapa. Aku bilang saja punya Dimas, satpam di rumah Arumi. Padahal piyama ini baru saja kemarin Arumi belikan bersama beberapa potong baju lainnya.

Pergi berdua dengan Arumi memang sudah biasa, hanya saja kali ini sudah diniatkan untuk bersenang-senang tanpa diselipkan urusan pekerjaan. Meski pun pada orang-orang alasannya untuk membeli keperluan salon kecantikan milik Arumi. Termasuk pada Rosa aku bilang seperti itu, lagi-lagi dia percaya.

Selama ini aku selalu membuat Rosa tak bisa menuntut macam-macam. Berbagai dalih yang masuk akal aku berikan. Rosa adalah perempuan yang ta'at beribadah dan mengerti kewajibannya sebagai seorang istri. Itu yang membuat aku tak mau melepaskannya. Aku tidak mungkin selamanya muda dan kuat, suatu saat jika kharismaku sudah tidak bisa memikat lagi kaum bergincu, maka Rosa adalah tempatku menghabiskan masa tua.

Aku juga ingin punya keturunan yang baik dan soleh, dan aku yakin Rosa bisa mendidik anak-anakku.

Biarlah sekarang aku menikmati masa-masa mudaku dengan bersenang-senang. Berpetualang dari satu hati ke hati yang lain. Selain menghasilkan, ini sangat menyenangkan.

Selama kebersamaanku dengan Arumi aku memberikan bermacam alasan agar Rosa tak curiga dan tak mengangguku dengan menghubungiku. Aku yakin alasan apapun yang aku berikan Rosa akan percaya.

***

Cukuplah dua hari dua malam menghabiskan waktu bersama Arumi. Kapan lagi aku bisa merasakan tidur nyenyak di kamar hotel mewah dan makan di restoran mahal. Belum lagi memborong pakaian dan barang-barang branded lainnya dan berkeliling pusat perbelanjaan. Ternyata Arumi semudah itu aku manfaatkan hanya dengan terus menerus menyerangnya dengan kata-kata manis.

Arumi sempat menahanku ketika aku akan pulang dulu. Sepertinya dia cemburu karena aku akan menemui Rosa. Tapi dengan rayuan yang aku keluarkan akhirnya dia luluh.

"Kamu pasti kangen sama Rosa," rengeknya manja.

"Aku mau ketemu Alfan, itu saja. Kamu nggak percaya? Ya sudah, ayo ikut aku pulang!" ajakku berbasa-basi.

"Nggak lah, aku nggak mau ketemu Rosa."

"Aku cuma sebentar kok."

"Jangan nginep!"

"Iya, tenang saja."

Sengaja aku pulang agak siang untuk menghindari bertemu dengan Ibu mertuaku juga adik iparku, karena keduanya nampak kurang suka denganku. Ibu selalu banyak bertanya tentang pekerjaanku, entah dia mengetahuinya atau hanya menduga-duga dan sebatas firasat orang tua saja.

Begitu pun Delia, gadis itu besar sekali rasa ingin tahunya. Dia tak hentinya bertanya dan banyak bicara. Kadang aku merasa sedikit tersindir, meski aku tahu mana mungkin Delia mengetahui kelakuanku di luar. Karena selama ini Rosa baik-baik saja tanpa curiga berlebihan.

Tak seperti biasanya Rosa menyambutku dingin. Apakah dia curiga denganku? Tidak mungkin, sebab kemarin aku sudah memberikan alasan yang masuk akal padanya. Tentang kepergianku bersama Arumi. Bukankah masuk akal kalau aku bilang bahwa Arumi akan berbelanja untuk keperluan salonnya.

Rupanya dia cemburu dengan poto-poto yang Arumi unggah kemarin. Padahal aku sudah meminta Arumi untuk menyembunyikan status WA-nya dari Rosa. Tapi sepertinya ada teman-teman mereka yang melapor. Bisa saja mereka mempengaruhi Rosa. Nanti aku akan menyuruh Arumi untuk lebih berhati-hati mengunggah poto bersamaku atau status WA tentang kami.

Related chapters

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    7. Lelaki Bernama Rizal

    Dengan sedikit dalih aku menyerang Rosa terlebih dahulu, bahwa tidak baik berburuk sangka kepada suami yang sedang mencari nafkah. Sehingga seolah-olah aku tak bersalah apa-apa dan Rosa telah salah menilai kami. Sehingga Rosa merasa tersudut dan tak lagi bicara. Arumi terus menerus menghubungiku, aku terpaksa menerima panggilannya di dalam kamar sementara Rosa sedang memasak di dapur. "Kamu lama banget, Mas? Kapan kembali ke sini?" "Aku baru saja sampai, Rumi. Tadi mampir ke toko mainan dulu." "Jangan lama-lama, Mas! Nanti kamu lupa pulang ke sini." Ya ampun ternyata seposesif ini Arumi? Sangat berbeda dengan Rosa yang penurut dan tak banyak protes. "Iya, sayang. Sabar ya!" Obrolan kami terhenti ketika pintu kamar diketuk oleh Rosa, dia memintaku segera sarapan. Sebenarnya aku sudah sarapan di rumahnya Arumi tadi pagi. Tapi tak enak juga menolak makan di sini, aku harus tetap menghargai Rosa sebagai istri. Supaya dia tidak tambah curiga. Karena aku belum bisa menguasai Arumi se

    Last Updated : 2025-01-21
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    8. Kejutan

    Pov Rosa Sejak hari itu kecurigaanku semakin bertambah melihat Mas Haikal tergesa-gesa karena Arumi memintanya datang. Iya memang, dia sedang bekerja. Tapi apa dia tidak kangen denganku? Tak inginkah tidur barang semalam saja di sini? Alfan juga nampaknya masih belum puas melepas rindu dengan Ayahnya. Dua bulan sejak hari itu Mas Haikal hanya pulang beberapa kali saja ke rumah untuk mengantarkan uang. Jumlahnya memang lebih dari cukup untuk hidup kami berempat. Tapi bukan hanya itu yang aku inginkan, aku ingin suamiku seperti yang dulu. Mas Haikal pernah bermain hati beberapa kali di belakangku. Tapi tidak sampai lupa pulang. Dia tetap memberikan perhatiannya padaku juga pada Alfan. Tapi sekarang, aku telah kehilangan Mas Haikal yang dulu. [Rumi, aku dan Alfan membutuhkan Mas Haikal. Berilah cuti sehari saja supaya punya waktu untuk keluarganya.] Aku memberanikan diri mengirim pesan kepada Arumi. [Mas Haikal banyak pekerjaan di sini. Seharusnya sebagai istri yang baik kamu

    Last Updated : 2025-02-03
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    9. Pengkhianatan

    "Iya. Kaget? Karena pekerjaan Mas Haikal yang sesungguhnya ketahuan?" Aku tak kalah tajam menatapnya. "Kenapa kamu ada di sini? Keluar rumah tanpa seizin suami, itu salah Rosa!" Mas Haikal mulai menyerangku terlebih dahulu seperti biasa untuk menutupi kesalahannya. "Mulai sekarang tidak usah seperti predator Mas, menyerang duluan karena merasa terancam. Jika aku salah keluar rumah tanpa seizin suami. Maka apakah yang kalian lakukan itu benar? Lelaki beristri dan perempuan bersuami bergandengan tangan seperti tadi di tempat umum." Kali ini aku memberanikan diri mengungkapkan isi hatiku. Mas Haikal nampak kaget mendengar ucapanku, mungkin dia tidak menyangka sekarang aku berani berkata seperti itu. "Jangan sembarangan ngomong Ros, aku bukan perempuan bersuami jadi bebas mau jalan dengan siapapun." Tak kusangka Arumi berkata seperti itu sambil mendekatiku. Oh, jadi Arumi bercerai dengan suaminya? Pantas saja Mas Haikal lupa pulang dan lupa anak istri. "Oh, jadi secara tidak langsung

    Last Updated : 2025-02-03
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    10. Kehilangan

    Seorang tetanggaku yang kebetulan tadi sedang bekerja di kebun bersama Ibu, menyambutku di puskesmas. "Sabar ya Ros, mungkin ini cobaan untuk kamu dan adikmu. Kalian anak-anak yang soleha dan kuat," ucapnya seraya mengusap bahuku. "Bagaimana keadaan Ibu?" Aku tak sabar mendengar kabarnya. "Ibu kalian ... sudah pergi .... " "Innalilahi wainna ilaihi roji'un." Badanku mendadak lemas seakan tulang-tulangku menjadi rapuh seketika. Ibu adalah satu-satunya orang tua yang aku miliki. Selama ini hanya Ibu yang menguatkan aku. Begitu cepat Dia memanggilnya. Para tetangga sudah pulang sejak tadi, hanya tinggal beberapa kerabat Ibu yang masih menemaniku. Delia masih sangat berduka, aku bisa memaklumi itu. Dia masih sangat muda untuk menjadi yatim piatu. Usianya masih sangat muda, masih butuh kasih sayang dari seorang Ibu. "Kakak faham, kalau kamu masih sangat terpukul dengan kepergian Ibu. Kakak juga sama, tak ada anak yang mau hidup tanpa orang tua apalagi Ibu. Tapi tidak baik juga

    Last Updated : 2025-02-03
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    11. Juragan Sidik

    Juragan Sidik adalah pemilik kebun tempat Ibu bekerja tadi. Ada apa dia datang ke sini? Bergegas aku menemuinya di ruang tamu. "Selamat sore, Juragan. Maaf sebelumnya, ada perlu apa Juragan berkenan datang ke rumah kami?" "Langsung saja Ros, saya datang ke sini pertama ingin menyampaikan rasa belasungkawa saya. Kedua saya mau memberikan upah untuk almarhumah yang selama satu bulan ini tidak dia ambil." Juragan Sidik menyerahkan amplop kepadaku dan dengan tangan bergetar aku menerimanya. "Dia bilang uang ini sebagai tabungan untuk biaya ujian Delia." Juragan Sidik menatapku lekat. "Terima kasih Juragan, selama almarhumah Ibu ada, Juragan yang memberi pekerjaan kepada beliau hingga bisa membiayai sekolah Delia." "Ada satu hal lagi yang perlu saya sampaikan, Ros. Sebenarnya saya tidak enak tapi harus bagaimana lagi." Ucapan Juragan Sidik barusan membuat aku menautkan kedua alisku. "Ada apa Juragan?" "Setelah kepergian Bapakmu beberapa tahun yang lalu, Ibumu pernah beberapa kali m

    Last Updated : 2025-02-04
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    12. Sandiwara

    Ponsel Mas Haikal tidak bisa dihubungi, aku mencoba menghubungi Arumi karena aku yakin mereka sedang bersama. Tapi nihil, Arumi pun sama tidak bisa dihubungi. Ada apa dengan mereka berdua? Dari kemarin selalu kompak, WA on bareng, off pun bareng. Sekarang ponsel tidak bisa dihubungi pun sama. Malam ini aku mencoba ingin beristirahat, melupakan sejenak semua masalah yang aku alami tadi siang. Delia sesekali masih meneteskan air mata, memang berat harus kehilangan orang yang sangat dicintai, apalagi secara tiba-tiba. Ditambah lagi lilitan hutang yang mau tidak mau harus dipikirkan solusinya. Ibu tidak pernah mengeluh apapun tentang penyakitnya, tentang perasaannya. Aku mengira selama ini dia baik-baik saja. Dulu kalau Mas Haikal akan memulai usaha baru, Ibu selalu memberikan modal, dia bilang itu uang tabungannya. "Pake saja dulu! Nanti kalau kalian sudah berhasil baru boleh dikembalikan." Itu yang selalu dia katakan. Tapi akhirnya, jangankan untuk mengembalikan uang Ibu, setiap

    Last Updated : 2025-02-04
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    13. Teganya Mereka

    "Tapi Mbak kelihatan pucat dan juga menangis. Jangan pingsan di sini Mbak, nanti saya kerepotan." "Maaf, saya baik-baik saja. Mungkin karena belum sarapan saja." "Wah, biasakan sarapan dong Mbak!" Aku mengangguk dan terdiam sesaat. Lalu mengusap pipi dan mencoba tersenyum. "Kira-kira kapan mereka kembali?" Aku berusaha untuk tenang. "Saya kurang tahu pastinya Mbak, tapi tadi saya sempat mendengar sekitar 3 atau 4 hari katanya mereka berada di Bali." "Bali?" " Iya. Mereka pergi ke Bali untuk berbulan madu. Sebelah tanganku berpegangan pada jeruji pagar menahan supaya tubuhku tidak ambruk lagi. Ini sudah keterlaluan. Mereka bersenang-senang di atas lukaku. "Kalau begitu saya permisi Pak." "Iya silahkan, Mbak. Jangan lupa sarapan dulu?" pesan Pak Satpam sambil tersenyum. Aku hanya membalas dengan senyuman tipis lalu berjalan meninggalkan rumah Arumi dengan masih menggendong Alfan. Bocah ini perlahan membuka mata karena mungkin tidak nyaman dalam gendonganku. Tubuhnya yang sed

    Last Updated : 2025-02-04
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    14. Duh, Alfan

    "Adek mau es krim atau coklat? Nanti biar Om belikan." Tak kusangka lelaki itu menyusul langkahku dan bertanya kepada Alfan yang sudah tenang dalam gendonganku. "Coklat sama es krim," jawab Alfan antusias. Duh Alfan! Aku memejamkan mata sejenak mendengar jawaban Alfan. Anak kecil sepolos Alfan memang akan tergiur kalau ditawari makanan, apalagi Alfan jarang sekali aku ajak jajan. "Tidak usah merepotkan, terima kasih. Alfan, nanti kita beli di sana ya." Setelah menolak untuk yang kesekian kalinya aku mengajak Alfan segera pergi dari sini. "Aku mau dibeliin Om itu. Kalau sama Ibu nanti belinya satu, Alfan mau yang banyak." Ya ampun, dasar bocah. Dia menggeleng dan meronta minta turun dari gendongan. "Sakit!" Pekik Alfan ketika kakinya menyentuh trotoar. "Kenapa Nak?"tanyaku panik, begitupun lelaki berkemeja biru muda di depanku. Alfan menunjuk ke bawah, spontan aku mengikuti arah telunjuknya. Ada luka lecet di lututnya dan sedikit berdarah, rupanya barusan terkena ujung

    Last Updated : 2025-02-05

Latest chapter

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    69. Menuai Hasil

    Beberapa hari setelah itu aku pindah ke rumah yang tempo hari Mas Dika tunjukkan. Tempatnya tidak jauh dari sekolah Delia. Rumah lamaku, sekarang dijadikan sebagai tempat para penjahitku bekerja. Jadi aku masih harus sering ke sana untuk memantau pekerjaan mereka. Sementara Mas Dika juga masih bolak balik ke luar kota mengurusi tokonya. Meski hanya dua kali dalam seminggu. "Sayang, Mas ada ide nih. Tapi sepertinya kamu juga bakalan suka." Sore ini ketika kami berkumpul sambil menunggu adzan magrib, Mas Dika sepertinya berbicara agak serius. Aku pun menatapnya serius sebentar. "Ide apa, Mas?" tanyaku seraya menambahkan gula pada teh hangat yang baru saja kuseduh. "Bagiamana kalau uang yang tempo hari itu kita gunakan untuk membeli ruko di dekat pasar." "Ruko yang masih dalam proses pembangunan itu, Mas." "Iya, kebetulan tempatnya strategis, jadi bisa untuk mengembangkan usahamu. Siapa tahu kedepannya bisa menjadi butik yang besar." Aku berpikir sejenak, meski usahaku sekarang

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    68. Berita Mengejutkan

    Aku segera menggeser kursi yang sedang kududuki bermaksud hendak menyapanya. Lalu dengan isyarat aku mengajak Mas Dika untuk ikut berdiri. Meski terlihat bingung tapi Mas Dika akhirnya ikut berdiri dan mengikutiku melangkah mendekati lelaki itu. "Mas Rizal," sapaku. Merasa dipanggil namanya lelaki itu menoleh lalu terlihat sedikit bingung. Baru beberapa detik kemudian dia tersenyum. "Rosa!" serunya. "Iya, Mas. Maaf, mengganggu. Apa kabar Mas?" "Seperti yang kamu lihat Ros, alhamdulillah baik. Kamu sendiri?" "Alhamdulillah baik juga, Mas. Oh ya, kenalkan ini Mas Dika, suamiku." Aku menunjuk Mas Dika, lalu keduanya bersalaman. "Saya Rizal, mantan suaminya Arumi. Saya dan Rosa mungkin senasib." Mas Rizal tertawa kecil sambil mempersilahkan kami duduk. Awalnya aku menolak karena tak enak, tapi Mas Dika mengiyakan. Akhirnya kami bergabung ke meja Mas Rizal bersama wanita yang semula kusangka istrinya, tapi ternyata adiknya Mas Rizal. Sejak terjadi pengkhianatan itu, ba

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    67. Kejutan lagi

    Aku tersenyum lebar mendengarnya. Jadi selama ini dia tidak pernah membahas Mas Haikal bukan karena menjaga perasaannya? Tapi karena untuk lebih menjaga perasaanku. "Loh, kita mau kemana Mas?" Aku merasa heran ketika Mas Dika mengambil jalur lurus sementara untuk menuju rumahku seharusnya belok kiri. "Mas mau nunjukin sesuatu," "Apa?" "Kejutan dong," "Baiklah, kalau begitu aku tutup mata." "Ide bagus," ucapnya kemudian. Aku menutup mataku dengan kedua telapak tangan. Terlihat lucu memang, karena dia yang akan memberi kejutan tapi aku yang punya inisiatif untuk menutup mata. Aku masih menutup mataku ketika aku merasa mobil berhenti. "Bentar." Mas Dika terdengar membuka pintu di sebelahnya lalu berjalan memutar untuk membukakan pintu disebelahku. "Ayah, ini rumah siapa?" tanya Alfan ketika aku baru saja turun. "Rumah?" Aku bergumam. "Iya," jawab Mas Dika. Lalu aku merasa dia meraih tanganku yang menutupi mata. "Sudah, buka saja. Toh Alfan sudah ngomong kita sedang berada

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    66. Diam-diam suka

    "Ehem, kayaknya drama pelukannya diskip dulu, deh." Aku terkejut mendengar deheman Serly, lupa kalau kami sedang berada di rumah orang. "Makasih, ya, Ser. Karena kamu sudah bisa menjaga rahasia ini," kata Mas Dika." "Perjuangan banget, Mas. Aku sering hampir keceplosan ngomongin Mas Dika," kekeh Serly. Aku juga tak sadar ikut tertawa, begitupun Mas Dika dan Mas Helmi. "Oh ya, Mas. Berarti uang ini aku kembalikan sama Mas Dika ya?" Aku mengambil amplop yang sudah aku simpan di meja tadi lalu menyerahkannya pada Mas Dika. Tapi Mas Dika malah tertawa kecil membuat aku menautkan alis. Sementara tanganku masih terulur. "Baiklah, karena ini ijab qobulnya pinjaman, maka Mas akan terima uangnya." Akhirnya Mas Dika menerima amplop tersebut. "Terima kasih, Mas. Meski secara sembunyi-sembunyi tapi Mas Dika sudah sangat peduli sama aku. Sekarang utangku sudah lunas, ya." "Iya, sayang. Itulah enaknya punya penggemar rahasia," kekehnya lagi. "Apa pun namanya, aku sangat bersyukur diperte

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    65. Sebuah Rahasia

    "Yang ini 'kan?" tanya Mas Dika sambil memelankan laju mobil. "Iya." Kami bermaksud menemui Serly di rumah orang tuanya. Aku mendapat kabar kalau Serly baru tiba tadi pagi. Aku mengajak Mas Dika untuk menemuinya sekarang karena aku berniat mengembalikan uang Serly yang dulu aku gunakan untuk menebus surat tanah pada Arumi. Kebetulan jumlahnya baru terkumpul sekarang. Sebenarnya di awal pernikahan aku sudah membahas ini dengan Mas Dika dan beliau sudah berniat menambah uangnya agar cepat lunas katanya. Tapi aku menolak karena tidak ingin merepotkan dia. "Ya bukan merepotkan, dong. Mas kan suamimu. Kita selesaikan bersama masalah ini." "Aku mohon, tolong ridhoi aku, ya." Aku merajuk agar diizinkan untuk tidak menerima bantuannya. "Baiklah, terserah kamu saja." Seperti biasa, Mas Dika hanya mengiyakan tanpa protes lagi. "Paling juga satu bulan lagi jumlahnya akan genap," jawabku setelah menghitung dalam hati. "Oke, Mas ikut yang menurut kamu baik saja. Ternyata benar juga apa

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    64. Melindungi

    Mas Dika menatapku seakan bertanya siapa wanita yang berdiri tak jauh dari kami itu. "Arumi," bisikku pada Mas Dika, membuat lelaki itu mengangguk samar. Penampilan Arumi sangat jauh berbeda dengan dahulu sewaktu mengambil Mas Haikal dariku. Badannya terlihat agak kurus dan wajahnya penuh bintik hitam, sepertinya kurang terawat. Pakaiannya pun terlihat biasa saja, padahal dulu dia paling fashionable. Kami hanya diam menunggu reaksi wanita di hadapanku itu. Arumi berjalan perlahan mendekati kami dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Yang jelas dia tidak terlihat bersahabat atau pun baik-baik saja. "Hebat kamu Ros, setelah berhasil mengambil semua hartaku lewat Mas Haikal, sekarang kamu menikah dengan lelaki lain. Apakah aku harus bilang selamat atau justru menyebutmu payah?" Tanpa basa-basi dia langsung melontarkan kata-kata yang menurutku isinya fitnah semua. Mas Haikal hanya sekali mengajak Alfan jalan-jalan dan membelikan mainan serta makanan yang ternyata dijadikan alasan s

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    63. halal

    Berselang dua minggu setelahnya, hari pernikahanku dengan Mas Dika dilaksanakan secara sederhana di kediamanku. Hanya kerabat dekat dan teman-teman dekatku saja yang menghadiri. Satu minggu kemudian kami mengadakan resepsi di gedung. Ini karena keinginan Mamanya Mas Dika karena Mas Dika adalah anak pertama di keluarga mereka. Kata ibu mertuaku itu ini adalah pernikahan yang sudah lama ditunggu-tunggu maka mereka ingin mengadakan pesta yang cukup meriah. Orang tua Mas Dika sendiri merasa kaget ketika aku diperkenalkan kepada mereka. "Ini Rosa yang langganan kain, kan?" "I-iya, Bu." "Masya Allah, kalian kenal dimana?" pekiknya setelah dipastikan bahwa aku adalah langganan kain di toko mereka. Senyumnya terpancar. Saking seringnya berbelanja, aku memang sudah akrab dengan beliau. "Kami dipertemukan Allah dengan cara yang tidak disangka-sangka," jawab Mas Dika saat itu. Alhamdulillah keluarga Mas Dika mau menerimaku juga Alfan. Sedikitnya memang mereka kenal denganku karena Andra

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    62. Diterima

    Sejak dalam mobil hingga kami duduk berhadapan yang hanya terhalang meja kecil ini, aku maupun Mas Dika masih banyak diam. Entah apa yang lelaki itu pikirkan. Apakah mungkin sama dengan yang ada di dalam otakku? Kejadian tadi sebelum berangkat membuat aku benar-benar tak enak hati. Bagiamana tidak, kencan pertama kami harus diawali dengan perselisihan dengan mantan suamiku. Padahal ini bisa dibilang sebagai momen yang penting bagi kelangsungan hubungan aku dan Mas Dika. Selain merasa tidak enak hati, aku juga merasa malu ketika terpaksa aku harus mengatakan bahwa Mas Dika calon suamiku. Padahal diantara kami belum ada pembicaraan ke sana. "Mmm ... Mas, aku minta maaf atas kejadian tadi." "Ah iya, tidak apa-apa. Anggap saja itu tidak terjadi, kecuali satu hal." Mas Dika tersenyum penuh arti. "Apa itu?" "Kamu sungguh-sungguh dengan ucapanmu tadi?" tanyanya masih dalam senyuman. Aku menautkan alis, meski aku mengerti tapi aku takut salah faham. "Yang mana?" Akhirnya aku bertanya

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    61. Ingin Kembali

    Namun penampilannya sekarang tidak se-rapi beberapa bulan yang lalu ketika awal-awal dia bertemu Arumi. Sekarang bajunya lusuh dan rambutnya pun berantakan. "Mas Haikal?" gumamku. Lalu aku menoleh ke arah lelaki di sampingku yang nampak heran. "Ros! Aku mau ngomong sama kamu," ucap Mas Haikal sambil berjalan ke arahku. "Ngomong saja, Mas!" jawabku datar sebab punya firasat kalau kedatangan pria ini tidak punya maksud baik. Terlihat dari cara dia menatap Mas Dika. "Hanya berdua," lanjutnya sambil melirik sinis ke arah Mas Dika. "Aku tunggu di mobil, ya." Paham dengan apa yang dimaksud oleh Mas Haikal, akhirnya Mas Dika berjalan memutar ke belakang mobil lalu masuk dan duduk di belakang kemudi. "Ada apa?" tanyaku tanpa basa-basi pada Mas Haikal. "Aku mau minta maaf sama kamu Ros, bukankah dari dulu aku tidak pernah ada niat untuk menceraikan kamu? Jadi sampai kapan pun aku selalu sayang sama kamu." Aku membuang pandangan mendengar ucapan Mas Haikal. "Aku sudah memaafkanmu dari

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status