Share

Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami
Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami
Penulis: Tetiimulyati

1. Aku Pinjam Suamimu

Penulis: Tetiimulyati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-06 11:14:17

[Ros, aku pinjam suami kamu ya. Mungkin dia malam ini pulang agak malem karena harus nganter aku ke acara nikahan anaknya saudaraku.]

Kubaca pesan yang baru saja masuk melalui sebuah aplikasi di dalam ponselku. Tanpa berniat membalasnya, kulemparkan asal ponsel tersebut ke atas kasur.

Ini bukan yang pertama kalinya Arumi mengirim pesan serupa kepadaku. Seolah Mas Haikal adalah sebuah benda yang bisa dipinjam dan dikembalikan sesukanya.

Mas Haikal sendiri beberapa menit yang lalu sempat kuhubungi tapi dia hanya bilang bahwa dia ada pekerjaan mendadak.

"Kamu tidur saja duluan ya, jangan tunggu Mas." Itu yang dia katakan tadi.

"Tapi kapan Mas mau pulang sebelum Alfan tidur? Supaya kalian bisa bersenda gurau seperti biasa." tanyaku mengingat sudah beberapa hari ini Alfan anak semata wayang kami selalu bertanya perihal Ayahnya yang semakin jarang menemaninya tidur.

"Sabar ya, sayang. Ini Mas lakukan demi kamu dan Alfan. Demi kita."

Aku tak bisa berkata apa-apa lagi kalau sudah mendengar jawaban seperti itu. Kehidupan kami memang sangat bergantung pada Mas Haikal. Selain aku dan Alfan anak kami, di rumah ini juga ada Ibu dan adikku satu-satunya, Delia yang masih duduk di bangku SMP.

Sebenarnya aku tak enak pada Mas Haikal karena harus menanggung biaya sehari-hari untuk keluargaku. Meski Ibu juga tak tinggal diam dengan menjadi buruh lepas disawah dan ladang milik tetangga, untuk membantu biaya sekolah Delia.

Kami tinggal di pinggiran kota kecil. Ayah sudah meninggal ketika aku baru saja lulus SMA dan Delia masih sangat kecil waktu itu. Selepas SMA aku mencoba mencari pekerjaan. Meski bukan tergolong kota besar, tapi disini ada banyak mata pencaharian untuk penduduk sekitar.

Semenjak aku menikah dengan Mas Haikal, dia melarangku untuk bekerja karena dia bilang urusan mencari nafkah adalah kewajibannya.

Mas Haikal memang tipe suami yang sangat memperhatikan keluarganya. Meski sampai saat ini dia belum sukses seperti yang kami harapkan. Berbagai pekerjaan sudah dia lakoni, dari mulai berjualan bakso keliling, karyawan toko sembako, ojek online dan terakhir menjadi peternak ayam.

Semua itu selalu kandas di tengah jalan, entah apa yang salah sehingga gagal dan gagal lagi. Dan aku yakin mungkin belum ada rezeki kami sehingga kami masih harus bersabar lagi.

Usaha terakhir yang Mas Haikal jalankan adalah berternak ayam. Sawah dua petak peninggalan Ayah terpaksa kami jual untuk modal usaha ternak ayam itu. Tapi satu tahun setelahnya kami gulung tikar karena harga ayam anjlok. Membuat kami mengalami kerugian hingga tak bisa melanjutkan usaha.

Mas Haikal sempat menganggur beberapa bulan dan uang tabungan untuk sekolah Alfan terpaksa kami gunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Di tengah kebingungan itu aku mencoba meminta tolong pada teman-temanku juga, barangkali ada lowongan pekerjaan untuk Mas Haikal.

Adalah dia Arumi teman sekolahku yang bernasib baik menikah dengan seorang lelaki yang punya banyak cabang usaha. Dari mulai toko alat bangunan, pabrik roti yang lumayan besar juga beberapa salon kecantikan yang dia kelola sendiri.

"Mas Haikal mau nggak jadi supir di pabrik? Kebetulan ada lowongan satu orang." Itu jawaban dari Arumi ketika aku menghubunginya. Sebenarnya tempat tinggal kami tidak terlalu jauh, tapi karena kesibukan Arumi aku jadi susah untuk menemuinya.

"Apa saja pasti mau, Mi. Dia sedang butuh sekali pekerjaan, sudah beberapa bulan dia nganggur."

"Baiklah, besok datang saja ke pabrik ya!"

"Iya, nanti aku sampaikan. Terima kasih sebelumnya, Mi."

"Halah sudahlah! Nggak usah berlebihan. Lagian kita kan teman, aku senang bisa membantu kalian."

Enam bulan yang lalu Mas Haikal mulai bekerja sebagai supir di pabrik roti milik Arumi. Pabrik itu merupakan usaha warisan dari Ayahnya Arumi. Kerjanya mengantarkan roti ke luar kota. Tapi selama itu tak pernah telat pulang ke rumah.

Dua bulan kemudian Mas Haikal berganti pekerjaan menjadi supir pribadi Arumi, dengan alasan supir yang lama sering ugal-ugalan menjalankan mobil dan sering telat. Suami Arumi sendiri sibuk dengan toko alat bangunan miliknya yang punya cabang dimana-mana.

Selama tiga bulan bekerja sebagai supir pribadi Arumi setiap pulang Mas Haikal selalu membawa makanan untuk Alfan, katanya dari Arumi. Tak jarang dia juga menitip sesuatu untuk aku.

Arumi memang termasuk teman yang royal. Tak segan membantu teman yang kesusahan. Sewaktu dia belum membuka usaha salon kecantikan, kami kerap diundang ke rumahnya untuk sekedar kumpul dan makan-makan.

Meski dibalik kebaikannya itu ada sifat Riya yang tersamarkan. Secara tidak langsung dia sering menyebut jajaran usaha dan harta bendanya. Tak apalah, memang seperti itu kenyataanya meski kadang kami teman-temannya ini merasa minder. Tapi sekarang sepertinya dia benar-benar sibuk sehingga kami jarang sekali bertemu.

Kuraih ponsel yang tadi kulemparkan asal ke atas kasur. Membuka aplikasi berwarna hijau dan langsung membuka percakapan dengan Mas Haikal.

[Mas]

Kucoba mengirim pesan namun ternyata centang satu, rupanya dia tidak mengaktifkan data selulernya. Terakhir dia membuka ponselnya adalah tiga jam yang lalu setelah menghubungiku. Penasaran aku menghubungi lewat telepon, tersambung tapi tidak diangkat.

Pikiran buruk sudah memenuhi kepalaku sajak tadi. Bagaimana tidak? Sudah hampir satu bulan ini Mas Haikal jarang pulang ke rumah padahal sebelumnya dia pulang paling telat jam 9 malam.

Memangnya Arumi sesibuk apa? Sehingga siang malam bepergian tak henti. Berkali-kali aku meyakinkan diri bahwa Mas Haikal hanya sedang menjalankan pekerjaannya.

Aku mengusap wajahku lalu beristighfar lagi. Tenang Rosa, jangan berpikiran buruk. Kutatap wajah Alfa yang sedang terlelap. Jagoan kecilku yang sudah mulai cerewet termasuk tak hentinya bertanya perihal Ayahnya.

"Ayah kapan pulang Bu? Alfan kangen main kuda-kudaan sama Ayah," tanyanya sebelum tidur sore tadi.

"Ayah kan sedang kerja sayang, nanti Alfan mau dibeliin apa kalau Ayah dapat uang?" jawabku menghiburnya sekaligus menghibur diri sendiri. Kekhawatiran dan kerinduanku jauh lebih besar dari yang Alfan rasakan.

"Alfan mau mobil-mobilan kayak punya  Farel Bu. Yang bisa dinaiki itu ya." Matanya berbinar ketika mengatakan harapannya.

"Iya sayang, do'akan besok Ayah pulang bawa uang banyak supaya bisa beli mobil-mobilan yang besar. Sekarang Alfa bobok dulu ya!"

Dia hanya mengangguk, setelah membaca do'a perlahan dia tertidur tentu saja dengan harapan ketika bangun nanti bisa bertemu Ayahnya.

Kemarin malam Mas Haikal pulang ketika Alfa sudah tidur setelah dua malam tidak pulang. Dengan alasan menggantikan temannya mengirim roti ke luar kota. Aku hanya mengiyakan saja tanpa banyak bertanya. Sebanyak apapun aku berbicara atau pun bertanya tetap saja aku yang kalah.

Mas Haikal tidak pernah berkata kasar ataupun membentak selama lima tahun perkawinan kami. Dia selalu lemah lembut penuh kasih sayang tapi jika punya pendapat tidak pernah mau kalah. Selalu punya kalimat yang membuat aku tak bisa berkata lagi.

Ponselku menyala, ternyata dari Mas Haikal. Kulirik jam dinding tua yang  masih setia menempel di dinding kamarku. Pukul 23.13.

"Assalamualaikum Mas."

"Waalaikum salam, ada apa?" tanyanya dari seberang telepon dengan suara khas orang bangun tidur.

"Mas bangun tidur?" Aku balik bertanya.

"Kamu kenapa Ros? Bukannya jawab malah balik nanya?"

"Ya heran aja, dengar suara Mas kayak yang baru bangun tidur gitu." Aku membela diri.

"Rosa, jangan berbelat-belit ya, ada apa?"

"Aku cuma mau bilang tadi sebelum tidur Alfan bilang kangen sama kamu Mas."

"Kamu kira Mas nggak kangen sama kalian? Kamu bilang dong sama Alfan kalau Mas itu lagi kerja."

"Sudah Mas, aku sudah bilang kok. Lagian akhir-akhir ini Mas kan jarang pulang. Jarang ada waktu untuk aku dan Alfan."

"Ros, kamu lupa ya? Mas kerja sampai larut seperti ini demi kalian, orang-orang yang sangat Mas sayangi.  Jangan berpikir yang aneh-aneh ya. Mas itu lagi kerja, nggak lain."

Mas Haikal menjeda kalimatnya, aku hanya diam menunggu kalimat selanjutnya karena kalau sudah begini percuma aku bicara sepanjang apapun pasti dia akan bisa menjawab dan aku tak bisa berkata-kata apa-apa lagi.

Namun aku sedikit terkejut ketika samar aku mendengar seperti pintu ditutup disusul suara batuk. Suara perempuan.

"Mas sedang dimana?" tanyaku spontan.

"Baru saja sampai rumah," jawabnya cepat.

"Barusan, suara Arumi?"

"Bukan. Itu Mumun habis nganterin kopi buat Mas sama Dimas."

Aku menghela nafas, berat. Menepis pikiran negatif yang semakin kuat dalam benakku.

"Mas pulang kan?"

"Maaf Ros, Mas nggak pulang ya. Besok Arumi ke Jakarta berangkat pagi-pagi. Mau beli keperluan buat salonnya."

"Sekarang kan musim online, apapun bisa dibeli melalui online. Nggak perlu jauh-jauh berangkat ke Jakarta," rutukku pelan.

"Kata Arumi biar bisa lihat-lihat dulu. Jadi jelas barangnya."

"Mas kok tahu?"

"Iya, tadi Arumi yang bilang,"

Aku diam tak menjawab lagi, sementara di seberang sana Mas Haikal terdengar menarik nafas panjang.

"Kamu tidur ya, sudah malam. Jangan banyak pikiran, Mas juga sebentar lagi mau istirahat. Ini lagi ngopi sebentar ditemani Dimas."

"Iya, Mas."

Setelah meletakkan ponsel di atas bantal aku mengusap wajah perlahan. Dimas dan Mumun adalah satpam dan pembantu di rumah Arumi. Namun aku tahu pasti mana suara Mumun dan mana suara Arumi karena aku mengenal Arumi sudah hampir 10 tahun.

Jujur saja aku memang menangkap gelagat tidak beres pada Mas Haikal. Bukan tanpa alasan pula aku mencurigainya. Sudah berulang kali Mas Haikal bermain hati di belakangku. Setiap memulai pekerjaan baru pasti saja ada nama baru di ponselnya.

Seperti ketika dia berjualan bakso keliling, awalnya berjalan lancar tiap hari dagangan habis dan uang belanja juga tidak tersendat. Menjelang bulan ke empat dagangan sering tersisa banyak padahal pulang selalu malam.

Penampilan Abang bakso pun meningkat drastis menjadi lebih rapi dan wangi. Membuat aku curiga dan penasaran untuk menyelidikinya. Ternyata Mas Haikal punya wanita lain, tukang es buah di dekat lampu merah. Seorang janda muda dengan bedak tebal dan gincu merah.

Pantas saja baksonya tersisa banyak, dia hanya duduk mangkal di sana menunggu pembeli datang sambil asyik ngobrol dan bercanda dengan Mbak penjual es buah.

Padahal dia sudah punya pelanggan banyak di berbagai tempat. Kalau mau berkeliling pasti dagangan cepat habis.

Lama kelamaan modal untuk berjualan terpakai untuk kebutuhan sehari-hari dan akhirnya Mas Haikal berhenti berjualan.

Beralih bekerja di toko sembako dan alhamdulilah urusan uang belanja lancar, meski aku curiga Mas Haikal sering gonta-ganti baju baru dan barang-barang branded lainnya. Padahal gajinya utuh diberikan padaku. Akhirnya aku tahu kalau dia ada main dengan pelanggan toko dan diberhentikan begitu ketahuan.

Lain lagi ketika dia bekerja jadi tukang ojeg online. Skandal antara Abang ojek dengan penumpangnya memang sudah tidak asing lagi. Aku sudah tidak enak hati ketika Mas Haikal sering pulang malam dengan alasan harus mengantar penumpang.

Lagi-lagi aku hanya bisa diam dan menangis. Bukan tanpa alasan aku membiarkan Mas Haikal berulang kali berkhianat. Sikapnya padaku tidak pernah berubah meski dia punya wanita lain di belakangku. Dia masih ingat pulang meski kadang terlambat. Dan kebutuhan kami termasuk Ibu dan Delia semua terpenuhi meski kadang pas-pasan.

Aku menutup mata dan telingaku atas kelakuan Mas Haikal karena kami memang sangat bergantung padanya. Bahkan ketika aku meminta pekerjaan pada Arumi, kekhawatiran itu ada tapi aku berpikir lagi kalau Arumi adalah temanku dan tidak mungkin dia melakukan itu padaku.

Tapi aku lupa kalau Arumi adalah wanita yang sukses dan sering ditinggal suaminya karena kesibukan masing-masing. Aku juga lupa kalau Mas Haikal sudah biasa melakukan itu dan masalah hati kadang mengalahkan akal sehat.

Iseng kubuka kembali ponselnya dan mengecek beberapa pesan. Semuanya pesan grup teman-teman sekolahku. Dan di grup alumni SMA mereka masih asik berbalas pesan termasuk Arumi.

Seperti biasa aku hanya melihat sekilas tanpa berniat ikut mengetik. Iseng aku membuka status dan Arumi baru saja menguunggah lima menit yang lalu. Apa yang dia tulis tengah malam begini?

'Kau bukan yang pertama tapi kau segalanya dan yang terindah.'

Apa maksudnya? Ah aku tidak boleh terlalu berprasangka. Lebih baik aku berdo'a agar rumah tanggaku baik-baik saja. Tapi jika benar kecurigaanku terbukti? Apakah kali ini aku akan kuat?

Mas Haikal, tidak ada kapoknya.

Bab terkait

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    2. Status WA

    Pagi hari ketika bangun tidur Alfan kembali rewel dan menanyakan Mas Haikal. Aku membuka ponsel bermaksud meminta Mas Haikal menghubungiku kalau nanti dia ada waktu.Tapi aku melihat dia sudah online sepagi ini. Tidak biasanya, jam 04.37 Mas Haikal sudah bangun tidur. Oh iya aku lupa, semalam Mas Haikal bilang kalau pagi ini Arumi akan pergi ke Jakarta.Lebih baik aku menghubungi Mas Haikal sekarang. Alfan sangat rindu dengan Ayahnya maka tanpa pikir panjang aku segera menekan gambar kamera pada profil Mas Haikal.Ditolak. Padahal Mas Haikal barusan aku lihat sedang online tapi begitu aku melakukan panggilan video call dia langsung offline. Dua kali panggilan dariku tidak terjawab. Ada apa?Berselang beberapa menit Mas Haikal menghubungiku. Langsung aku arahkan kamera pada Alfan yang masih merajuk. "Sayang, lihat! Ini Ayah, Alfan mau bilang apa sama Ayah? Ayo salam dulu." Aku menunjukkan layar ponselku pada Alfan dan seketika matanya berbinar."Assalamualaikum, Yah.""Waalaikum sala

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    3. Pintar Berkelit

    Sebentar pun aku belum bisa memejamkan mata. Suara detak jam dinding tua di dinding kamarku seirama dengan detak jantungku saat ini. Kulirik Alfan yang sudah terlelap sejak sepulang dari Madrasah tadi.Mas Haikal tak lagi memberi kabar bahkan WA-nya terakhir dilihat sepuluh menit setelah meneleponku. Iseng ku intip juga WA milik Arumi, aktif hanya beda beberapa menit dari Mas Haikal. Ada apa ini, kok aku jadi berpikiran negatif. Mereka on dan off bersamaan.Dimana mereka? Apakah sudah pulang atau masih dalam perjalanan? Kuketik pesan untuk menanyakan keberadaannya Mas Haikal, tapi kemudian kuhapus lagi. Untuk kesekian kalinya akhirnya aku memberanikan diri untuk mengirim pesan dan ternyata centang satu. Perasaanku makin tak terkendali, kucoba berkali-kali untuk berpikir positif tapi selalu kalah dengan pikiran kekhawatiranku.Setengah jam kemudian aku mengecek kembali pesan yang kukirim tadi. Ternyata sudah terbaca namun Mas Haikal tidak membalasnya. Ya ampun Mas, apa yang terjadi?*

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    4. Pov Haikal

    Pekerjaan yang Rosa sarankan kali ini ternyata mengantarkanku pada tambang emas. Bagaimana tidak? Arumi adalah wanita kaya raya, cantik, modis dan kesepian. Poin terakhir inilah yang bisa melancarkan aksiku. Rosa tidak tahu kalau selama ini pekerjaan suaminya adalah menjerat wanita-wanita kaya dan kesepian. Uang yang selama ini aku berikan pada Rosa adalah hasil aku mengumbar janji manis dan rayuan maut. Ya, kebanyakan para wanita akan berbunga-bunga dengan sedikit perhatian saja. Cukup ditanya sudah makan belum, atau kamu cantik pakai baju itu saja mereka sudah tersipu. Apalagi mereka yang kurang perhatian dari suaminya karena terlalu sibuk mencari rupiah hingga lupa kalau istri mereka juga butuh sedikit diperhatikan. Kebanyakan para suami berpikir bahwa menyenangkan istri itu cukup dengan diberi lembaran merah saja. Mengambil hati kaum bergincu itu pekerjaan mudah dan sangat menyenangkan. Diberi perhatian sedikit saja mereka akan meleleh apalagi kalau setiap hari ditanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    5. Gampang Dirayu

    Seperti yang dia bilang, jam istirahat aku sudah bertandang ke ruangan Bu Bos, wanita cantik pemilik pabrik roti terbesar di kota ini. "Ada apa Mas Haikal?" tanyanya setelah mempersilahkan aku duduk. "Sebenarnya aku sungkan, tapi mau bagaimana lagi, aku bingung harus minta tolong sama siapa." Kumulai aktingku dengan sedikit memasang wajah bingung. "Mas Haikal nggak usah ragu, katakan saja!" Arumi mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegak. "Rosa sedang perlu uang untuk biaya berobat Ibunya. Kebetulan aku masih lama gajian dan ini sangat mendesak, jadi .... " "Oh itu, kenapa tidak bilang dari tadi? Butuh berapa?" "Lima ratus ribu. Terimakasih banyak, nanti kalau aku gajian, potong saja gaji aku untuk menggantinya. Tapi jangan bilang sama Rosa kalau aku minta tolong sama Bu Arumi, sebab kata Rosa dia tidak enak sama Bu Arumi." "Iya, tenang saja aku nggak akan ngomong, lain kali kalau ada apa-apa bilang saja jangan sungkan!" Arumi tersenyum manis, kami memang sudah saling men

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    6. Dia Cemburu

    Hari ini aku mengajak Arumi jalan ke luar kota, sayang juga uang Arumi kalau tidak dipake berfoya-foya dari sekarang. Semalam aku tak pulang ke rumah karena memang Rizal suaminya Arumi tak ada di rumah. Kami bebas menghabiskan malam bersama, hingga pagi ini Rosa meminta panggilan video. Gawat. Aku masih berada di kamar Arumi, bahaya kalau aku menerima panggilan video dari Rosa di sini. Semalam juga Rosa curiga ketika kami dengan berbicara lewat telepon tiba-tiba Arumi batuk-batuk. Untung saja aku cepat beralasan kalau itu suara Mumun pembantu Arumi yang baru saja mengantarkan kopi. Wanita sepolos Rosa pasti akan percaya. Bergegas aku berjalan ke luar menuju pekarangan di dekat pos satpam lalu menghubungi Rosa menggunakan panggilan video. Rupanya Alfan sepagi ini sudah bangun dan rewel katanya. Dia kangen sama aku dan meminta aku untuk membelikan mainan seperti punya temannya. Itu urusan gampang, nanti aku akan meminta Arumi membelikannya. Dia pasti akan dengan senang hati menuruti

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    7. Lelaki Bernama Rizal

    Dengan sedikit dalih aku menyerang Rosa terlebih dahulu, bahwa tidak baik berburuk sangka kepada suami yang sedang mencari nafkah. Sehingga seolah-olah aku tak bersalah apa-apa dan Rosa telah salah menilai kami. Sehingga Rosa merasa tersudut dan tak lagi bicara. Arumi terus menerus menghubungiku, aku terpaksa menerima panggilannya di dalam kamar sementara Rosa sedang memasak di dapur. "Kamu lama banget, Mas? Kapan kembali ke sini?" "Aku baru saja sampai, Rumi. Tadi mampir ke toko mainan dulu." "Jangan lama-lama, Mas! Nanti kamu lupa pulang ke sini." Ya ampun ternyata seposesif ini Arumi? Sangat berbeda dengan Rosa yang penurut dan tak banyak protes. "Iya, sayang. Sabar ya!" Obrolan kami terhenti ketika pintu kamar diketuk oleh Rosa, dia memintaku segera sarapan. Sebenarnya aku sudah sarapan di rumahnya Arumi tadi pagi. Tapi tak enak juga menolak makan di sini, aku harus tetap menghargai Rosa sebagai istri. Supaya dia tidak tambah curiga. Karena aku belum bisa menguasai Arumi se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    8. Kejutan

    Pov Rosa Sejak hari itu kecurigaanku semakin bertambah melihat Mas Haikal tergesa-gesa karena Arumi memintanya datang. Iya memang, dia sedang bekerja. Tapi apa dia tidak kangen denganku? Tak inginkah tidur barang semalam saja di sini? Alfan juga nampaknya masih belum puas melepas rindu dengan Ayahnya. Dua bulan sejak hari itu Mas Haikal hanya pulang beberapa kali saja ke rumah untuk mengantarkan uang. Jumlahnya memang lebih dari cukup untuk hidup kami berempat. Tapi bukan hanya itu yang aku inginkan, aku ingin suamiku seperti yang dulu. Mas Haikal pernah bermain hati beberapa kali di belakangku. Tapi tidak sampai lupa pulang. Dia tetap memberikan perhatiannya padaku juga pada Alfan. Tapi sekarang, aku telah kehilangan Mas Haikal yang dulu. [Rumi, aku dan Alfan membutuhkan Mas Haikal. Berilah cuti sehari saja supaya punya waktu untuk keluarganya.] Aku memberanikan diri mengirim pesan kepada Arumi. [Mas Haikal banyak pekerjaan di sini. Seharusnya sebagai istri yang baik kamu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    9. Pengkhianatan

    "Iya. Kaget? Karena pekerjaan Mas Haikal yang sesungguhnya ketahuan?" Aku tak kalah tajam menatapnya. "Kenapa kamu ada di sini? Keluar rumah tanpa seizin suami, itu salah Rosa!" Mas Haikal mulai menyerangku terlebih dahulu seperti biasa untuk menutupi kesalahannya. "Mulai sekarang tidak usah seperti predator Mas, menyerang duluan karena merasa terancam. Jika aku salah keluar rumah tanpa seizin suami. Maka apakah yang kalian lakukan itu benar? Lelaki beristri dan perempuan bersuami bergandengan tangan seperti tadi di tempat umum." Kali ini aku memberanikan diri mengungkapkan isi hatiku. Mas Haikal nampak kaget mendengar ucapanku, mungkin dia tidak menyangka sekarang aku berani berkata seperti itu. "Jangan sembarangan ngomong Ros, aku bukan perempuan bersuami jadi bebas mau jalan dengan siapapun." Tak kusangka Arumi berkata seperti itu sambil mendekatiku. Oh, jadi Arumi bercerai dengan suaminya? Pantas saja Mas Haikal lupa pulang dan lupa anak istri. "Oh, jadi secara tidak langsung

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03

Bab terbaru

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    69. Menuai Hasil

    Beberapa hari setelah itu aku pindah ke rumah yang tempo hari Mas Dika tunjukkan. Tempatnya tidak jauh dari sekolah Delia. Rumah lamaku, sekarang dijadikan sebagai tempat para penjahitku bekerja. Jadi aku masih harus sering ke sana untuk memantau pekerjaan mereka. Sementara Mas Dika juga masih bolak balik ke luar kota mengurusi tokonya. Meski hanya dua kali dalam seminggu. "Sayang, Mas ada ide nih. Tapi sepertinya kamu juga bakalan suka." Sore ini ketika kami berkumpul sambil menunggu adzan magrib, Mas Dika sepertinya berbicara agak serius. Aku pun menatapnya serius sebentar. "Ide apa, Mas?" tanyaku seraya menambahkan gula pada teh hangat yang baru saja kuseduh. "Bagiamana kalau uang yang tempo hari itu kita gunakan untuk membeli ruko di dekat pasar." "Ruko yang masih dalam proses pembangunan itu, Mas." "Iya, kebetulan tempatnya strategis, jadi bisa untuk mengembangkan usahamu. Siapa tahu kedepannya bisa menjadi butik yang besar." Aku berpikir sejenak, meski usahaku sekarang

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    68. Berita Mengejutkan

    Aku segera menggeser kursi yang sedang kududuki bermaksud hendak menyapanya. Lalu dengan isyarat aku mengajak Mas Dika untuk ikut berdiri. Meski terlihat bingung tapi Mas Dika akhirnya ikut berdiri dan mengikutiku melangkah mendekati lelaki itu. "Mas Rizal," sapaku. Merasa dipanggil namanya lelaki itu menoleh lalu terlihat sedikit bingung. Baru beberapa detik kemudian dia tersenyum. "Rosa!" serunya. "Iya, Mas. Maaf, mengganggu. Apa kabar Mas?" "Seperti yang kamu lihat Ros, alhamdulillah baik. Kamu sendiri?" "Alhamdulillah baik juga, Mas. Oh ya, kenalkan ini Mas Dika, suamiku." Aku menunjuk Mas Dika, lalu keduanya bersalaman. "Saya Rizal, mantan suaminya Arumi. Saya dan Rosa mungkin senasib." Mas Rizal tertawa kecil sambil mempersilahkan kami duduk. Awalnya aku menolak karena tak enak, tapi Mas Dika mengiyakan. Akhirnya kami bergabung ke meja Mas Rizal bersama wanita yang semula kusangka istrinya, tapi ternyata adiknya Mas Rizal. Sejak terjadi pengkhianatan itu, ba

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    67. Kejutan lagi

    Aku tersenyum lebar mendengarnya. Jadi selama ini dia tidak pernah membahas Mas Haikal bukan karena menjaga perasaannya? Tapi karena untuk lebih menjaga perasaanku. "Loh, kita mau kemana Mas?" Aku merasa heran ketika Mas Dika mengambil jalur lurus sementara untuk menuju rumahku seharusnya belok kiri. "Mas mau nunjukin sesuatu," "Apa?" "Kejutan dong," "Baiklah, kalau begitu aku tutup mata." "Ide bagus," ucapnya kemudian. Aku menutup mataku dengan kedua telapak tangan. Terlihat lucu memang, karena dia yang akan memberi kejutan tapi aku yang punya inisiatif untuk menutup mata. Aku masih menutup mataku ketika aku merasa mobil berhenti. "Bentar." Mas Dika terdengar membuka pintu di sebelahnya lalu berjalan memutar untuk membukakan pintu disebelahku. "Ayah, ini rumah siapa?" tanya Alfan ketika aku baru saja turun. "Rumah?" Aku bergumam. "Iya," jawab Mas Dika. Lalu aku merasa dia meraih tanganku yang menutupi mata. "Sudah, buka saja. Toh Alfan sudah ngomong kita sedang berada

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    66. Diam-diam suka

    "Ehem, kayaknya drama pelukannya diskip dulu, deh." Aku terkejut mendengar deheman Serly, lupa kalau kami sedang berada di rumah orang. "Makasih, ya, Ser. Karena kamu sudah bisa menjaga rahasia ini," kata Mas Dika." "Perjuangan banget, Mas. Aku sering hampir keceplosan ngomongin Mas Dika," kekeh Serly. Aku juga tak sadar ikut tertawa, begitupun Mas Dika dan Mas Helmi. "Oh ya, Mas. Berarti uang ini aku kembalikan sama Mas Dika ya?" Aku mengambil amplop yang sudah aku simpan di meja tadi lalu menyerahkannya pada Mas Dika. Tapi Mas Dika malah tertawa kecil membuat aku menautkan alis. Sementara tanganku masih terulur. "Baiklah, karena ini ijab qobulnya pinjaman, maka Mas akan terima uangnya." Akhirnya Mas Dika menerima amplop tersebut. "Terima kasih, Mas. Meski secara sembunyi-sembunyi tapi Mas Dika sudah sangat peduli sama aku. Sekarang utangku sudah lunas, ya." "Iya, sayang. Itulah enaknya punya penggemar rahasia," kekehnya lagi. "Apa pun namanya, aku sangat bersyukur diperte

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    65. Sebuah Rahasia

    "Yang ini 'kan?" tanya Mas Dika sambil memelankan laju mobil. "Iya." Kami bermaksud menemui Serly di rumah orang tuanya. Aku mendapat kabar kalau Serly baru tiba tadi pagi. Aku mengajak Mas Dika untuk menemuinya sekarang karena aku berniat mengembalikan uang Serly yang dulu aku gunakan untuk menebus surat tanah pada Arumi. Kebetulan jumlahnya baru terkumpul sekarang. Sebenarnya di awal pernikahan aku sudah membahas ini dengan Mas Dika dan beliau sudah berniat menambah uangnya agar cepat lunas katanya. Tapi aku menolak karena tidak ingin merepotkan dia. "Ya bukan merepotkan, dong. Mas kan suamimu. Kita selesaikan bersama masalah ini." "Aku mohon, tolong ridhoi aku, ya." Aku merajuk agar diizinkan untuk tidak menerima bantuannya. "Baiklah, terserah kamu saja." Seperti biasa, Mas Dika hanya mengiyakan tanpa protes lagi. "Paling juga satu bulan lagi jumlahnya akan genap," jawabku setelah menghitung dalam hati. "Oke, Mas ikut yang menurut kamu baik saja. Ternyata benar juga apa

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    64. Melindungi

    Mas Dika menatapku seakan bertanya siapa wanita yang berdiri tak jauh dari kami itu. "Arumi," bisikku pada Mas Dika, membuat lelaki itu mengangguk samar. Penampilan Arumi sangat jauh berbeda dengan dahulu sewaktu mengambil Mas Haikal dariku. Badannya terlihat agak kurus dan wajahnya penuh bintik hitam, sepertinya kurang terawat. Pakaiannya pun terlihat biasa saja, padahal dulu dia paling fashionable. Kami hanya diam menunggu reaksi wanita di hadapanku itu. Arumi berjalan perlahan mendekati kami dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Yang jelas dia tidak terlihat bersahabat atau pun baik-baik saja. "Hebat kamu Ros, setelah berhasil mengambil semua hartaku lewat Mas Haikal, sekarang kamu menikah dengan lelaki lain. Apakah aku harus bilang selamat atau justru menyebutmu payah?" Tanpa basa-basi dia langsung melontarkan kata-kata yang menurutku isinya fitnah semua. Mas Haikal hanya sekali mengajak Alfan jalan-jalan dan membelikan mainan serta makanan yang ternyata dijadikan alasan s

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    63. halal

    Berselang dua minggu setelahnya, hari pernikahanku dengan Mas Dika dilaksanakan secara sederhana di kediamanku. Hanya kerabat dekat dan teman-teman dekatku saja yang menghadiri. Satu minggu kemudian kami mengadakan resepsi di gedung. Ini karena keinginan Mamanya Mas Dika karena Mas Dika adalah anak pertama di keluarga mereka. Kata ibu mertuaku itu ini adalah pernikahan yang sudah lama ditunggu-tunggu maka mereka ingin mengadakan pesta yang cukup meriah. Orang tua Mas Dika sendiri merasa kaget ketika aku diperkenalkan kepada mereka. "Ini Rosa yang langganan kain, kan?" "I-iya, Bu." "Masya Allah, kalian kenal dimana?" pekiknya setelah dipastikan bahwa aku adalah langganan kain di toko mereka. Senyumnya terpancar. Saking seringnya berbelanja, aku memang sudah akrab dengan beliau. "Kami dipertemukan Allah dengan cara yang tidak disangka-sangka," jawab Mas Dika saat itu. Alhamdulillah keluarga Mas Dika mau menerimaku juga Alfan. Sedikitnya memang mereka kenal denganku karena Andra

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    62. Diterima

    Sejak dalam mobil hingga kami duduk berhadapan yang hanya terhalang meja kecil ini, aku maupun Mas Dika masih banyak diam. Entah apa yang lelaki itu pikirkan. Apakah mungkin sama dengan yang ada di dalam otakku? Kejadian tadi sebelum berangkat membuat aku benar-benar tak enak hati. Bagiamana tidak, kencan pertama kami harus diawali dengan perselisihan dengan mantan suamiku. Padahal ini bisa dibilang sebagai momen yang penting bagi kelangsungan hubungan aku dan Mas Dika. Selain merasa tidak enak hati, aku juga merasa malu ketika terpaksa aku harus mengatakan bahwa Mas Dika calon suamiku. Padahal diantara kami belum ada pembicaraan ke sana. "Mmm ... Mas, aku minta maaf atas kejadian tadi." "Ah iya, tidak apa-apa. Anggap saja itu tidak terjadi, kecuali satu hal." Mas Dika tersenyum penuh arti. "Apa itu?" "Kamu sungguh-sungguh dengan ucapanmu tadi?" tanyanya masih dalam senyuman. Aku menautkan alis, meski aku mengerti tapi aku takut salah faham. "Yang mana?" Akhirnya aku bertanya

  • Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami    61. Ingin Kembali

    Namun penampilannya sekarang tidak se-rapi beberapa bulan yang lalu ketika awal-awal dia bertemu Arumi. Sekarang bajunya lusuh dan rambutnya pun berantakan. "Mas Haikal?" gumamku. Lalu aku menoleh ke arah lelaki di sampingku yang nampak heran. "Ros! Aku mau ngomong sama kamu," ucap Mas Haikal sambil berjalan ke arahku. "Ngomong saja, Mas!" jawabku datar sebab punya firasat kalau kedatangan pria ini tidak punya maksud baik. Terlihat dari cara dia menatap Mas Dika. "Hanya berdua," lanjutnya sambil melirik sinis ke arah Mas Dika. "Aku tunggu di mobil, ya." Paham dengan apa yang dimaksud oleh Mas Haikal, akhirnya Mas Dika berjalan memutar ke belakang mobil lalu masuk dan duduk di belakang kemudi. "Ada apa?" tanyaku tanpa basa-basi pada Mas Haikal. "Aku mau minta maaf sama kamu Ros, bukankah dari dulu aku tidak pernah ada niat untuk menceraikan kamu? Jadi sampai kapan pun aku selalu sayang sama kamu." Aku membuang pandangan mendengar ucapan Mas Haikal. "Aku sudah memaafkanmu dari

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status