Share

Bab 6

"Ibu boleh tahu karena itu bukan rahasia. Tapi sekarang sudah malam, jadi ditunda besok saja sekalian sama Bapak. Dek Isha juga capek karena baru pulang dari kerja. Kami permisi ke kamar dulu, Bu." Satrio menarik tangan sang istri lantas mengajaknya masuk kamar.

"Itu tadi Bang Satrio ngasih ibu uang sepuluh juta?" Isha memastikan saat mereka sudah di dalam kamar.

Satrio mengangguk. "Iya, Dek. Buat berbagi makanan sama belanja."

"Kebanyakan itu, Bang. Nanti sisanya pasti diambil Ibu," protes Isha seraya meletakkan tasnya di atas meja rias.

"Gapapa. Anggap saja uang lelah buat Ibu yang sudah mengurus semuanya." Satrio kemudian mengambil dompet dan mengeluarkan satu lembar uang berwarna merah dari sana.

"Ini untuk ganti uang yang tadi Abang pinjam, Dek." Dia menyerahkan uang itu pada Isha.

"Tidak usah dikembalikan, Bang. Lagian aku juga tidak punya kembalian." Isha tidak mau menerima uang tersebut.

Satrio menggeleng. Dia meraih tangan Isha lantas meletakkan uang itu di atas telapak tangan istrinya. "Itu tadi Abang bilang pinjam, jadi harus dikembalikan. Dek Isha tidak perlu mengembalikan sisanya."

Belum sempat Isha menimpali, pria berambut ikal itu mengambil sesuatu dari dalam tas. "Ini uang nafkah bulan ini dari Abang buat Dek Isha." Dia meletakkan satu bundel pecahan seratus ribu di atas uang yang tadi.

"Bang, ini uang beneran?" Rasanya Isha masih belum percaya dengan apa yang dia pegang.

Satrio tertawa kecil. "Ya, uang beneran, Dek. Masa iya Abang kasih uang mainan. Ga laku nanti," timpalnya.

Isha menatap suaminya. "Tapi dari mana Abang dapat duit sebanyak ini? Tadi juga udah ngasih Ibu sepuluh juta. Dua puluh juta itu ga sedikit, Bang." Dia merasa sangat penasaran.

"Abang ambil dari tabungan, Dek. Biarpun kerjaan Abang ga jelas, tapi Abang punya tabungan," jelas Satrio.

"Benar dari tabungan? Abang ga pinjam ke pinjol atau rentenir 'kan?" Isha masih merasa tidak yakin.

"Demi Allah, itu dari tabungan, Dek. Kalau tidak percaya ini ada slip penarikan tadi di bank." Satrio mencari-cari bukti penarikan uang di dalam tas, tapi tidak menemukannya.

"Aduh. Kok tidak ada ya, Dek. Perasaan tadi slip-nya Abang masukkan ke tas. Mungkin tertinggal di tempat kerja, besok Abang bawakan," lontarnya.

"Ya udah gapapa, Bang. Yang penting ini uang halal 'kan?" Isha kembali memastikan.

Satrio mengangguk. "Insya Allah halal, Dek. Uang itu hasil kerja Abang kok."

"Memangnya selama ini Bang Satrio kerja apa?" Isha jadi ingin tahu.

"Bisa dibilang serabutan, Dek. Apa saja Abang kerjakan selama itu halal," jawab Satrio.

"Dek, sudah malam. Apa ga mau istirahat?" Dia mengalihkan pembicaraan agar Isha tak menelisik lebih jauh.

"Oh iya, gara-gara uang ini sampai lupa kalau tadi capek kerja." Isha meringis. Dia lantas menyimpan uang tadi ke dalam tas. Wajahnya terlihat semringah. Wanita mana yang tidak bahagia mendapatkan uang yang jumlahnya tidak sedikit, begitu juga dengan Isha.

"Makasih ya, Bang. Semoga rezeki Bang Satrio dilancarkan," cakapnya kemudian. Isha hampir lupa mengucapkan terima kasih pada suaminya.

"Aamiin," sahut Satrio dengan senyum di wajah.

***

“Sah,” ucap kedua saksi setelah Satrio kembali menikahi Isha. Setelah bicara dengan Baskoro dan melalui berbagai pertimbangan, Satrio dan Isha memutuskan menikah ulang di KUA jadi pernikahan mereka lebih terencana.

Pagi ini Satrio mengenakan kemeja putih yang dibalut setelan jas dan dasi kupu-kupu berwarna hitam. Rambut ikalnya ditata rapi dan ditutup dengan peci yang juga berwarna hitam. Penampilannya terlihat lebih rapi dan gagah dari biasanya. Sudah seperti seorang petinggi perusahaan saja.

Sementara itu Isha mengenakan gamis dan kerudung putih. Di atas kepala dipasang tiara dan ada rangkaian melati yang menjuntai di bahu kanannya. Membuat gadis itu tampak semakin cantik dan anggun dengan riasan wajah dari seorang MUA yang disewa jasanya oleh Satrio.

Usai menandatangani surat nikah dan berkas lainnya, penghulu menyerahkan buku nikah pada kedua pengantin tersebut. Selanjutkan Satrio menyerahkan mahar berupa satu set perhiasan emas putih pada istrinya. Isha lantas memasangkan cincin berbahan platinum di jari manis kanan sang suami. Sesudah itu ganti Satrio yang menyematkan cincin bermata berlian di jari manis sang istri. Selesai dengan segala prosesi dan foto bersama, rombongan mereka pun pulang ke rumah dan disambut dengan resepsi kecil-kecilan.

Baskoro sengaja membuat resepsi untuk anak sulungnya meskipun hanya sederhana setelah Satrio dan Isha memutuskan menikah ulang di KUA. Dia hanya mengundang tetangga sekitar untuk makan bersama di rumahnya. Tak ada tenda dan juga pelaminan mewah. Hanya tenda biasa, kursi plastik dan meja lipat yang dipinjam dari masjid. Saat resepsi, Satrio dan Isha duduk di teras menggunakan sofa yang dipinjam dari tetangga. Tak ingin mengecewakan Baskoro, mereka pun menuruti.

Lina tentu saja meminta uang lagi pada Satrio setelah Baskoro memutuskan mengadakan resepsi. Satrio pun menyanggupi meskipun Isha keberatan. Dia kembali memberikan dua puluh juta pada ibu mertuanya hingga total uang yang diberikan Satrio berjumlah tiga puluh juta rupiah.

“Cincin kawinmu bagus, Is, berkilau kaya berlian,” puji Lina saat mereka duduk di ruang tamu usai acara resepsi selesai. Para pria masih duduk-duduk di luar rumah, mengobrol dengan para tetangga.

“Tapi Ibu yakin itu pasti berlian palsu. Mana mungkin suamimu yang pengangguran itu mampu beli berlian asli. Belum lagi itu maharnya sok pakai satu set perhiasan emas putih. Palingan juga dari perak tapi diaku emas putih biar kelihatan mewah. Ibu sih enggak akan ketipu sama perhiasan palsu kaya gitu,” sindir Lina.

Kokoro No Tomo

Terima kasih yang sudah mampir, yuk ramaikan dengan komentar dan ulasan :)

| 6
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Kokoro No Tomo
ikuti terus ceritanya ya ...
goodnovel comment avatar
Nelangsa
penasaran ni si satrio kerjaannya apa?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status